Anda di halaman 1dari 125

PERLINDUNGAN PENCEMARAN LINGKUNGAN LAUT AKIBAT DARI

TUMPAHAN MINYAK (OIL SPILL) OLEH KAPAL TANKER DITINJAU


DARI PERSPEKTIF HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL DAN
HUKUM NASIONAL

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

OLEH:

HESTI ANGGRAINI

160200204

DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK

Hesti Anggraini*
Dr. Jelly Leviza, S.H, M.Hum**
Prof. Dr. Suhaidi, S.H, M.H***

Pencemaran lingkungan laut karena minyak bumi umumnya bersumber


dari kapal tanker, baik yang berasal dari tangki bahan bakar kapal itu sendiri atau
minyak sebagai kargo (muatan). Pencemaran laut dapat berdampak sangat luas
terhadap segala kehidupan baik di laut maupun daratan yang terkena pencemaran,
sehingga adanya pengaturan Internasional mengenai tanggung jawab pencemaran
laut bagi kapal-kapal yang mengangkut minyak sebagai muatan (tanker) terdapat
dalam UNCLOS 1982, Civil Liability Convention 1969 dan Fund Convention,
TOVALOP (the Tanker Owners Voluntary Agreement concerning Liability for
Oil Pollution). Pengaturan Nasional mengenai pencemaran laut terdapat dalam
UUPPLH Nomor 32 Tahun 2009, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
109 Tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di
Laut, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2010 tentang
Perlindungan Lingkungan Maritim.

Metode Penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif.


Penelitian yuridis normatif selalu mengambil isu dari hukum sebagai norma yang
digunakan untuk memberikan justifikasi perspektif tentang suatu peristiwa
hukum, sehingga penelitian hukum normatif menjadikan sistem norma sebagai
pusat kajiannya. Metode penelitian hukum normatif adalah penelitian yang
mempunyai objek kajian tentang kaidah atau aturan hukum sebagai suatu
bangunan sistem yang terkait dengan suatu peristiwa hukum. Yuridis normatif
merupakan pendekatan dengan data sekunder atau data yang berasal dari
kepustakaan (dokumen). Dokumen yang dimaksud disini adalah dokumen yang
terkait dengan hukum internasional yang mengatur tentang lingkungan laut.
Bentuk tanggung jawab yang terdapat pada suatu kasus pencemaran lintas
batas negara adalah tanggung jawab mutlak (strict liability). Penyelesaian
Sengketa Internasional dapat dilakukan dengan banyak cara selama cara tersebut
tidak bertentangan dengan Piagam PBB, yaitu cara-cara damai. Setiap
pelanggaran hukum internasional yang tidak ada alasan penghapus kesalahan,
sehingga dapat diminta pertanggungjawabnya.

Kata Kunci: Pencemaran lingkungan laut, Tanggung Jawab Negara,


Tumpahan Minyak
*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
**) Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Pembimbing I
***) Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Pembimbing II

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil „alamin puji dan syukur penulis hanturkan kepada

Allah SWT atas berkat rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Tiada hal yang dapat penulis lakukan

tanpa adanya pertolongan-Nya, serta shalawat dan salam penulis hadiahkan

kepada Nabi Muhammad SAW. Mudah-mudahan mendapatkan syafa’at di

Yaumil Akhir kelak.

Penelitian ini berjudul “PERLINDUNGAN PENCEMARAN

LINGKUNGAN LAUT AKIBAT DARI TUMPAHAN MINYAK (OIL

SPILL) OLEH KAPAL TANKER DITINJAU DARI PERSPEKTIF

HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL DAN HUKUM NASIONAL”

adalah guna untuk memenuhi persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Hukum di

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus penulis ucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada

kedua orang tua penulis Ayahanda Suburianto dan Ibunda Lasminah. Mereka

selalu memberikan nasihat-nasihat, memberikan doa, serta kasih sayang dan

dukungannya baik secara non materil dan materil sehingga dapat menyelesaikan

pendidikan formal hingga ke strata satu (S1) dan kepada adik penulis tersayang

Irgi Anggoro, Bima Anggara, Kaisar Anugerah penulis ucapkan terimakasih.

Dalam melakukan penelitian ini banyak waktu yang digunakan, bahwa

dalam meraih sesuatu itu tidak mudah, banyak hal yang harus dikorbankan.

ii

Universitas Sumatera Utara


Penulis menyadari bahwa membuat suatu penelitian tidaklah mudah, namun

berkat dukungan dari semua pihak penelitian ini dapat terlaksana.

Penulis mengungkapkan banyak terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., M.Hum selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum selaku Dekan

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan I

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Puspa Melati, SH., M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum selaku Wakil Dekan III

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H, M.H selaku Ketua Departemen

Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

7. Bapak Dr. Jelly Leviza, S.H., M.Hum selaku Sekretaris

Departemen Hukum Internasional sekaligus Dosen pembimbing I.

Terimakasih kepada pak Jelly selalu memberikan masukan kepada

penulis, meluangkan waktunya, serta membimbing penulis dalam

penelitian.

8. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H, M.H selaku Dosen Pembimbing II

penulis. Terimakasih kepada pak Suhaidi, telah meluangkan

iii

Universitas Sumatera Utara


waktunya dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan

penelitian.

9. Kepada seluruh Bapak dan Ibu Dosen/staff pengajar di Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

10. Seluruh staff administrasi yang turut serta membantu saya dalam

proses administrasi selama berada di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

11. Teman-teman terbaikku selama perkuliahan Feni Lidiya, Cindy

Oktavia Simamora, Fathia Ruminta Lumbanbatu, Defiani Rizky

Fatmala Sitorus, Rizky Aulia Novianti MS (Eonni iky) terimakasih

atas dukungan kalian sehingga selesainya penelitian ini.

12. Teman-teman seperjuangan grup H Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara.

13. Teman-teman ILSA (International Law Students Association) yang

tidak bisa disebutkan satu satu, terimakasih atas kebersamaannya,

senang sekali bisa mengenal dan menjadi bagian dari ILSA.

14. Sahabat-sahabatku Shindy Vira Anggrilia, Aldha Sabrina, Dinda

Putri Larasati atas dukungan dan semangat yang selalu kalian

berikan selama penulisan skripsi ini.

15. Kakakku Putri Harum Sari atas dukungan, bantuan dari awal

perkuliahan dan juga semangat yang selalu diberikan selama

penulisan skripsi ini.

iv

Universitas Sumatera Utara


16. Kakakku tersayang Iin Sundari, Widiyawati A.md, Fitri atas

dukungan dan semangat yang selalu kalian berikan selama

penulisan skripsi ini.

Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan, Penulis

mengucapkan banyak terima kasih kepada kalian. Dengan masih banyak

kekurangan pada skripsi ini penulis menerima saran kritik dari semua pihak.

Terimakasih.

Medan, Juli 2020

Penulis,

HESTI ANGGRAINI
(160200204)

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................. 1

B. Rumusan Masalah .............................................................. 13

C. Tujuan Penulisan ................................................................ 13

D. Manfaat Penulisan .............................................................. 14

E. Keaslian Penulisan ............................................................. 14

F. Tinjauan Kepustakaan ........................................................ 17

G. Metode Penelitian............................................................... 20

H. Sistematika Penulisan......................................................... 21

BAB II PENGATURAN HUKUM NASIONAL TERHADAP

TUMPAHAN MINYAK (OIL SPILL) OLEH KAPAL

TANKER DI LINGKUNGAN LAUT. ................................. 24

A. Pengaturan Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup (UUPPLH) Nomor 32 Tahun 2009 terhadap

vi

Universitas Sumatera Utara


Tumpahan Minyak (Oil Spill) di Laut oleh Kapal Tanker .

............................................................................................ 24

B. Pengaturan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109

Tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat

Tumpahan Minyak di Laut terhadap Tumpahan Minyak (Oil

Spill) di Laut oleh Kapal Tanker. ....................................... 27

C. Pengaturan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim

terhadap Tumpahan Minyak (Oil Spill) di Laut oleh Kapal

Tanker. ............................................................................... 35

D. Pengaturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor

29 Tahun 2014 tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan

Maritim............................................................................... 45

BAB III PENGATURAN HUKUM LINGKUNGAN INTERNASONAL

TERHADAP TUMPAHAN MINYAK (OIL SPILL) OLEH

KAPAL TANKER DI LINGKUNGAN LAUT ................... 51

A. Pengaturan United Nations Convention on The Law of The Sea

(UNCLOS) 1982 terhadap Tumpahan Minyak (Oil Spill) di

Laut oleh Kapal Tanker. ..................................................... 51

B. Pengaturan Civil Liability Convention (CLC) 1996 dan Fund

Convention 1992 dan 2003 terhadap Tumpahan Minyak (Oil

Spill) di Laut oleh Kapal Tanker. ....................................... 66

vii

Universitas Sumatera Utara


C. Pengaturan the Tanker Owners Voluntary Agreement

concerning Liability for Oil Pollution (TOVALOP). ........ 83

BAB IV PERTANGGUNGJAWABAN NEGARA TERHADAP

TUMPAHAN MINYAK (OIL SPILL) KAPAL MV SANCHI

DENGAN CF CRYSTAL DI LINGKUNGAN LAUT CHINA

TIMUR DITINJAU DARI HUKUM INTERNASIONAL .

.................................................................................................. 89

A. Tanggung Jawab Negara Terhadap Pencemaran Laut di Laut

China Timur menurut Hukum Internasional. ..................... 89

B. Bentuk Penyelesaian Kasus Tumpahan Minyak di Laut China

Timur menurut Konvensi Hukum Laut Internasional. ....... 98

C. Bentuk Penyelesaian Kasus Tumpahan Minyak di Laut China

Timur menurut Hukum Lingkungan Internasional. ........... 102

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 108

A. KESIMPULAN .................................................................. 108

B. SARAN .............................................................................. 110

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 111

viii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR SINGKATAN

ADPEL Administrator Pelabuhan


CLC The International Convention on Civil Liability for Oil
Pollution Damage, 1969, 1992
CRISTAL Contract Regarding an Interim Supplement to Tanker
Liability for Oil Pollution
Fund Convention The International Convention on the Establishment of an
International Fund for Compensation of Oil Pollution
Damage, 1971, 2003
ILC International Law Commission
IMCO The Intergovernmental Maritime Consultative Organization
IMO The International Maritime Organization
IOPC Fund International Oil Pollution Compensation Fund
KAKANPEL Kepala Kantor Pelabuhan
KHL Konvensi Hukum Laut
LNG Liquefied Natural Gas
PBB Perserikatan Bangsa-Bangsa
PELNI Pelayaran Nasional Indonesia
PUSKODALNAS Pusat Komando dan Pengendali Nasional
TOVALOP Tanker Owners Voluntary Agreement Concerning Liability
for Oil Pollution
ULCCs Ultra Large Crude Carrier
UNCLOS United Nations Convention on The Law of The Sea, 1982
UUPPLH Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
VLCCs Very Large Crude Carries
ZEE Zona Ekonomi Eksklusif

ix

Universitas Sumatera Utara


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum lingkungan internasional merupakan suatu cabang hukum

baru, yang keberadaannya baru diakui pada awal tahun 70-an.1 Hukum

lingkungan modern berkembang setelah lahirnya Deklarasi Stockholm

1972, yang bercirikan keterpanduan antara kegiatan pembangunan

(ekonomi) dan perlindungan lingkungan, yang dikenal dengan pendekatan

terpadu (integrated) atau holistic approach pada tahap perencanaan,

pelaksanaan dan pemantauan.

Hukum laut internasional yang dikenal saat ini berasal dari zaman

Romawi Kuno. Dokumen resmi hukum laut internasional pertama kalinya

dapat ditemukan pada Digest of Justinian di dalam naskah seorang ahli

hukum Marcianus, yang menyatakan bahwa lautan dan pesisir “common to

all men”.2

Pencemaran lingkungan laut adalah sesuatu kejadian yang dapat

menimbulkan kerugian pada sektor pariwisata laut, sektor perikanan,

sektor pertanian dan peternakan, sektor kehidupan burung-burungan, dan

1
Sukanda Husin, Hukum Lingkungan Internasional, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada,2016, hal. 1.
2
Dhiana Puspitawati, Hukum Laut Internasional, Jakarta: Kencana, 2017, hal. 12.

Universitas Sumatera Utara


sektor binatang laut.3 Pencemaran laut oleh kapal tanker ini dapat berupa

tumpahan minyak (oil spill) karena kecelakaan, kebocoran dan air

pencucian tanker (ballast). Pencemaran laut dari tumpahan minyak ini

bertanggung jawab sebesar 12% dari total zat pencemaran laut, tapi

pencemaran laut dari tumpahan kapal menarik perhatian publik yang tinggi

disebabkan karena konsekuenksi dari tumpahan minyak oleh kapal, yang

pada umumnya disebabkan oleh kecelakaan-kecelakaan kapal.

Tumpahan minyak (Oil Spill) merupakan tumpahan minyak yang

disebabkan oleh kapal tanker, pada umumnya disebabkan oleh kecelakaan-

kecelakaan yang dialami oleh kapal. Hukum internasional mengakui

pencemaran laut yang disebabkan oleh tumpahan minyak oleh kapal

sebagai pencemaran laut yang harus di perhatian. Perkembangan hukum

internasional untuk mencegah terjadi pencemaran laut disebabkan oleh

tumpahan minyak dari kapal dan untuk mengatur tata cara dan pembatasan

ganti rugi bagi korban (casualties) tidak terlepas dari terjadinya

kecelakaan-kecelakaan besar kapal-kapal tanker, seperti kecelakaan Torrey

Canyon (1967), Amoco Caditz (1978), Exxon Valdez (1989), dan The

Prestige (2002).

Pencemaran lingkungan laut sangat mendapat perhatian dunia

dewasa ini, apakah itu secara Nasional, Regional maupun Internasional

disebabkan karena dampak yang ditimbulkannya terhadap kelestarian

3
Komar Kantaatmadja, Gantirugi Internasional Pencemaran Minyak di Laut, Bandung:
Penerbit Alumni, 1981, hal. 27.

Universitas Sumatera Utara


lingkungan dan manfaat dari sumber daya alam yang ada di laut menjadi

terganggu baik untuk kepentingan nasional negara pantai maupun bagi

umat manusia keseluruhannya.

Masalah perlindungan lingkungan laut ini terutama hal pencemaran

karena tumpahan minyak sudah diatur sejak “Konvensi Jenewa 1958”

mengenai rezim laut lepas yaitu pada pasal 24, yang berbunyi :4

“Every state shall draw up regulations to prevent pollution of the


seas by the discharge oil from ships of pipelines or resulting from the
exploitation and exploration of the seabed and its subsoil taking account
to the existing treaty provisions on the subject”.
(setiap negara wajib mengadakan peraturan-peraturan untuk
mencegah pencemaran laut yang disebabkan oleh minyak yang berasal
dari kapal atau pipa laut atau yang disebabkan oleh eksplorasi dan
ekploitasi dasar laut dan tanah dibawahnya dengan memperhatiakn
ketentuan-ketentuan perjanjian internasional yang ada mengenai masalah
ini)

Hukum laut internasional merupakan salah satu cabang hukum

internasional yang mengalami perkembangan yang cukup signifikan dalam

setidaknya 50 tahun terakhir ini dan akan selalu berkembang secara

dinamis dari waktu ke waktu.5 Sebelum diadakannya Konferensi Hukum

Laut Internasional I atau yang biasa disebut First United Nations

Conference on the Law of the Sea (UNCLOS I) pada tahun 1958,

pemanfaatan laut diatur oleh hukum kebiasaan internasional. Seiring

perkembangan teknologi kelautan dan kemampuan negara-negara untuk

mengadakan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya laut terutama minyak,

ketertarikan akan wilayah laut menjadi suatu tren pada tahun 1930.

4
Konvensi Jenewa 1958., Pasal 24.
5
Dhiana Puspitawati, Op.Cit, hal. 11.

Universitas Sumatera Utara


Sehingga, masyarakat internasional memutuskan untuk mengadakan

kodifikasi hukum laut internasional. Dimulai dengan UNCLOS I tahun

1958, diikuti dengan Konferensi Hukum Laut Internasional II (UNCLOS

II) pada tahun 1960, lalu oleh Konferensi Hukum Laut Internasional III

(UNCLOS III) yang dimulai pada tahun 1973 dan berakhir pada tahun

1982, ketika diadopsinya Kovensi Internasional Hukum Laut (KHL 1982)

atau yang biasa dikenal dengan United Nations Convention on the Law of

the Sea (UNCLOS 1982).

Masalah pencemaran lingkungan laut dalam hal tumpahan minyak

oleh kapal tanker telah menjadi perhatian hukum lingkungan internasional

maupun hukum nasional. Pengaturan yang terdapat dalam hukum

internasional dan juga hukum nasional mengatur tentang pencegahan dan

ganti rugi terhadap pencemaran yang disebabkan oleh tumpahan minyak

kapal tanker (Oil Spill). Menurut ketentuan Pasal 1 ayat 4 Konvensi

Hukum Laut 1982, yaitu:

“Pollution of the marine environment means the introduction by


man direcly, of substance or energy into the marine environment,
including estuaries, which results or is likely to result in such deleterious
effects as harm to marine activities, including fishing and other legimate
uses of the sea, impairment of quality for use of the sea water and of
armenities.”
Oil Spill atau tumpahan minyak merupakan salah satu kejadian

pencemaran laut dapat diakibatkan dari hasil operasi kapal tanker (air

ballast), perbaikan dan perawatan kapal (docking), terminal bongkar muat

tengah laut, air bilga (saluran buangan air, minyak dan pelumas hasil

Universitas Sumatera Utara


proses mesin), scrapping kapal, dan yang banyak terjadi adalah

kecelakaan/tabrakan kapal tanker. Dampak yang terjadi akibat dari

tumpahan minyak oleh kapal tanker di lingkungan laut internasional,

yaitu:6

1. Kematian organisme, Untuk kasus oil spill di perairan terbuka,

konsentrasi minyak di bawah slick biasanya sangat rendah, dan

maksimum akan berada pada kisaran 0.1 ppm sehingga tidak

menyebabkan kematian massal organisme terutama ikan-ikan.

Permasalahannya, kebanyakan kasus tumpahan minyak ini terjadi

di perairan pantai atau perairan dalam. Resiko kematian massal

akan lebih besar lagi bagi ikan-ikan di tambak ataupun keramba

serta jenis kerang-kerangan yang kemampuan migrasi untuk

menghindari spill tersebut sangat rendah.

2. Perubahan reproduksi dan tingkah laku organisme, Uji

laboratorium menunjukkan bahwa reproduksi dan tingkah lau

organisme ikan dan kerang-kerangan dipengaruhi oleh konsentrasi

minyak di air. Banyak jenis udang dan kepiting membangun sistem

penciuman yang tajam untuk mengarahkan banyak aktifitasnya,

akibatnya eksposur terhadap bahan B3 menyebabkan udang dan

kepiting mengalami gangguan di dalam tingkah lakunya seperti

kemampuan mencari, memakan dan kawin.

6
https://kkp.go.id/djprl/p4k/page/2626-tumpahan-minyak-oil-spill diakses pada 17 Juli
2020 jam 19:36.

Universitas Sumatera Utara


3. Dampak terhadap plankton, Limbah B3 ini akan berdampak

langsung pada organisme khususya pada saat masih dalam fase

telur dan larva. Kondisi ini akan menjadi lebih buruk jika spillage

bertepatan dengan periode memijah (spawning) dan lokasi yang

terkena dampak adalah daerah nursery ground. Akan lebih parah

lagi ketika lokasi yang terkena oil spill ini merupakan daerah yang

tertutup/semi tertutup seperti teluk yang tercemar.

4. Dampak terhadap ikan migrasi, Secara umum, ikan dapat

menghindari bahan pencemar, namun uniknya ada beberapa jenis

ikan yang bersifat territorial, artinya ikan tersebut harus kembali ke

daerah asal untuk mencari makan dan berkembang ikan meskipun

daerah asalnya telah terkontaminasi limbah B3.

5. Bau lantung (tainting), Bau lantung ini dapat terjadi pada jenis ikan

keramba dan tambang yang tidak memilki kemamuan bergerak

menjauhi bahan pencemar minyak sehingga menghasilkan bau dan

rasa yang tidak enak pada jaringannya.

6. Dampak pada kegiatan perikanan budidaya, Tumpahan minyak ini

akan berdampak langsung pada kegiatan budidaya, bahan selain

organisme yang akan terkena dampak, peralatan seperti jaring dan

temali tidak dapa digunakan lagi.

7. Kerusakan ekosistem, Ekosistem pesisir dan laut (mangrove, delta

sungai, estuary, lamun, dan terumbu karang) memiliki fungsi dan

peran yang penting secara ekologis. Masuknya limbah B3 pada

Universitas Sumatera Utara


perairan pesisir laut ini dapat mengganggu ekosisitem, karena

wilayah pesisir tersebut merupakan daerah perkembangbiakan,

penyedia habitat dan makanan untuk organisme dewasa bagi

habitat lain di sekitarnya.

Prinsip tanggung jawab yang digunakan dalam International

Convention on Civil Liability for oil Pollution Damage 1969 (CLC 1969)

adalah strict liability, pemilik kapal harus membuktikan bahwa ia ada di

dalam pengecualian spesifik tersebut dalam kasus pencemaran agar

terbebas dari hukuman yang akan diberi oleh negara asal bendera kapal

tersebut. Akan tetapi, kecuali pemilik kapal bersalah untuk kesalahan

aktual, pemilik kapal dapat dikenakan tangung jawab terbatas dalam suatu

kecelakaan. Sementara berdasarkan International Convention on the

Establishment of an International Fund for Compensation of Pollution

Damage, 1971 (Fund Convention) 1971 mengatur tentang ganti rugi oleh

pemilik kapal yang ditanggung oleh konvensi ini dengan menyediakan

pembayaran ganti rugi kepada korban di lain pihak membebaskan pemilik

kapal dari beban keuangan yang diakibatkan oleh Civil Liability

Convention 1969.

Dewasa ini, pencemaran laut dalam skala internasional dapat

mengganggu kegiatan-kegiatan di laut yang sifatnya lintas batas.

Kerusakan lingkungan laut akibat tumpahan minyak dapat mengakibatkan

rusaknya sumber daya hayati dan kehidupan di laut, termasuk kegiatan

Universitas Sumatera Utara


penangkapan ikan dan penggunaan laut lainnya yang bisa saja dapat

mengganggu kesehatan manusia. Dapat disimpulkan bahwa pencemaran

laut merupakan bentuk marine environmental damage dalam arti adanya

perusakan, gangguan dan perubahan yang menyebabkan lingkungan laut

tidak berfungsi sebagaimana mestinya. 7

Kasus pencemaran lingkungan laut baru mendapat perhatian yang

serius dari negara Indonesia adalah sejak terjadinya kecelakaan Kapal

Tanker Showa Maru pada tahun 1975 di Selat Malaka.8 Pada peristiwa ini

lingkungan laut Indonesia mengalami kerusakan yang mengakibatkan

kerugian serta kerusakan lingkungan laut yang membuat Indonesia lebih

memikirkan mengenai ketentuan-ketentuan pencemaran minyak yang

berasal dari kapal-kapal.

Perlindungan terhadap lingkungan laut, selain upaya yang

dilakukan secara nasional, juga diperlukan kerjasama regional maupun

global, baik secara teknis langsung dalam menangani kasus pencemaran

lingkungan laut, maupun dalam menangani kasus pencemaran lingkungan

laut, maupun dalam merumuskan ketentuan-ketentuan internasional, guna

melindungi lingkungan laut.9 Upaya melindungi lingkungan laut dapat

dilakukan dengan mengadakan ketentuan-ketentuan internasional. Dengan

7
Dikdik M. Sodik, Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya di Indonesia, Bandung:
PT Refika Aditama, 2016, hal. 244.
8
Suhaidi, Perlindungan Terhadap Lingkungan Laut dari Pencemaran yang Bersumber
dari Kapal:Konsekuensi Penerapan Hak Pelayaran Internasional Melalui Perairan Indonesia,
Jakarta: Pustaka Bangsa Press, 2004, hal. 7.
9
Ibid., hal. 9.

Universitas Sumatera Utara


demikian jika terjadi kasus pencemaran, misalnya kasus pencemaran yang

terjadi pada lingkungan laut dalam skala besar, maka permasalahan ini

dapat diantisipasi melalui kerjasama internasional.

Indonesia adalah negara yang disebut juga sebagai negara

kepulauan. Negara kepulauan berdaulat atas perairan yang ditutup oleh

garis pangkal kepulauan. Semua negara menikmati hak lintas damai dan

hak lintas alur kepulauan melalui perairan kepulauan suatu negara. Namun

negara kepulauan mempunyai hak untuk menentukan alur laut dan rute

penerbangan di atasnya. Negara pantai juga mempunyai hak berdaulat atas

jalur laut sejauh 200 mil laut pada zona ekonomi eksklusif. Negara pantai

juga mempunyai hak berdaulat atas dasar laut dan tanah di bawahnya

hingga jarak 200 mil laut, atau dapat melebihi ini berdasarkan “specified

circumstance”.10

Maka perlu diperhatikan pencemaran laut dibedakan dalam

beberapa kategori utama, yakni karena adanya pelepasan zat-zat beracun

dan berbahaya, pembuangan kotoran sampah, kegiatan kapal, penggunaan

instalasi dan peralatan untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber

daya alam dari dasar laut dan tanah dibawahnya serta instalasi dan

peralatan lainnya yang dioperasikan di lingkungan laut. Pencemaran laut

juga dapat berasal dari adanya kegiatan yang dilakukan oleh kegiatan

kapal-kapal minyak yang biasanya disebut kapal minyak tanker yang

membawa minyak melalui laut untuk kegiatan perdagangan ataupun


10
Ibid., hal .11.

Universitas Sumatera Utara


keperluan lainnya. Oleh karena adanya kegiatan yang dilakukan oleh

kapal-kapal pembawa minyak ini dapat menyebabkan adanya tumpahan

minyak yang merusak tidak sedikitnya dari ekosistem laut yang terkena

tumpahan minyak tersebut. Karena kegiatan yang dilakukan oleh kapal-

kapal pembawa minyak tersebutlah dapat terjadi pencemaran laut yang

berasal dari kapal berupa pembuangan minyak ataupun yang berasal dari

pembersihan kapal tanker dan juga dapat berasal dari kebocoran kapal. Hal

lain yang mungkin terjadi dalam pencemaran akibat kapal minyak ini

adalah jika terjadi kecelakaan kapal yang berupa pecahnya kapal, tabrakan

kapal dan kandasnya kapal.

Perkembangan hukum laut nasional sangat dipengaruhi oleh

kondisi political, terutama yang berhubungan dengan pemanfaatan laut.

Dengan demikian UNCLOS I menjadi sangat penting bagi Indonesia

sebagai media pertemuan internasional di mana Indonesia bisa

memperkenalkan “konsep negara kepulauan”. Tetapi UNCLOS I belum

bisa mengakui “konsep negara kepulauan” dengan alasan belum dapat

dicapainya kesepakatan tentang lebar laut teritorial dan masih diperlukan

“further study” pada kriteria Negara kepulauan.11 Perjuangan Indonesia

untuk mendapatkan pengakuan internasional atas “konsep negara

kepulauan” menuai keberhasilan dengan diadopsinya “konsep Negara

kepulauan” ke dalam UNCLOS III 1982. Indonesia meratifikasi UNCLOS

III 1982 melalui Undang-undang No. 17/1985 dan konsekuensinya


11
Dhiana Puspitawati, Op.Cit, hal. 24.

10

Universitas Sumatera Utara


Indonesia harus mengadakan perubahan dan penyesuaian yang diperlukan

atas peraturan perundangan nasional guna kesesuaian dengan UNCLOS III

1982.

Secara yuridis pemagaran perairan Indonesia diperkuat dengan

keluarnya Undang-undang No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia.

Dengan keluarnya Undang-undang ini, maka Undang-undang No. 4 Prp.

Tahun 1960 dinyatakan tidak berlaku lagi. Selanjutnya Indonesia

mengeluarkan Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup.12 Pada saat ini Undang-undang lingkungan hidup yang

berlaku, yaitu Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).

Kecelakaan kapal tidak hanya berakibat fatal pada kapal, muatan

dan awak kapal saja. Pada beberapa kondisi, hal ini juga memberi akibat

langsung pada lingkungan, baik laut maupun pesisir, serta juga

mempengaruhi kinerja industri pantai dan pesisir. Begitu pula halnya

dengan kerugian yang diakibatkan oleh kecelakaan kapal tidak hanya

mencakup kerugian nominal akibat tidak mampu beroperasinya kapal dan

hilangnya nilai muatan yang di angkut, namun lebih jauh dari itu, kerugian

akan meliputi biaya penanggulangan pencemaran, kompensasi terhadap

industri perairan laut dan pesisir yang terganggu, serta kerugian akibat

hilangnya kesempatan berusaha akibat pencemaran yang diakibatkannya.

Contoh kasus kecelakaan kapal minyak tanker dan membawa dampak dan
12
Suhaidi, Op.Cit., hal. 11.

11

Universitas Sumatera Utara


kerugian yang sangat besar adalah kecelakaan Exxon Valdez.13 Kandasnya

kapal tanker Exxon Valdez merupakan peristiwa yang memberi pelajaran

penting bagi masyarakat internasional, terutama dalam hal “policy makers,

environmental advocates, and industries”.14

Pada awal tahun 2018, dunia pelayaran internasional ditandai

dengan peristiwa fatal, dua kapal berukuran raksasa bertabrakan di jalur

laut yang sangat ramai, yaitu Laut China Timur, antara MV Sanchi dengan

CF Crystal. Selain menelan korban jiwa dari awak MV Sanchi, tabrakan

itu juga menimbulkan kebakaran hebat, tumpahan minyak dalam jumlah

besar, dan menenggelamkan kapal tanker yang di beberapa ruang

kargonya masih tersimpan minyak dalam jumlah besar.15 Genangan

minyak terlihat di kawasan laut seluas 120 km persegi, yang diduga

berasal dari minyak yang digunakan sebagai bahan bakar kapal tersebut.

Kapal-kapal China berlomba dengan waktu untuk membersihkan

tumpahan minyak dari sebuah kapal tanker berawak sebagian besar warga

Iran, yang tenggelam di lepas pantai China timur.

Kapal Sanchi membawa 136.000 ton kondensat minyak mentah

dari Iran bertabrakan dengan kapal barang CF Crystal, yang terdaftar di

Hong Kong, yang membawa 64.000 ton biji-bijian, sekitar 260 km dari

13
Kasus Tumpahan Minyak Kapal Tanker Exxon Valdes,
https://www.neliti.com/publications/182497/kajian-aspek-hukum-internasional-pada-kasus-
tumpahan-minyak-kapal-tanker-exxon-v diakses 19 februari 2020 pukul 13:15.
14
Suhaidi, Op.Cit., hal. 44.
15
https://www.portonews.com/2018/oil-and-chemical-spill/mv-sanchi-vs-cf-crystal-
petaka-di-balik-kabut-musim-dingin/ diakses pada 04 Juli 2020 jam 22.01.

12

Universitas Sumatera Utara


lepas pantai Shanghai. Begitu tabrakan, Sanchi langsung dilalap api, yang

sudah berhasil dipadamkan pada Minggu (14/01) subuh sebelum

tenggelam.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pengaturan Hukum Nasional terhadap Pencemaran

Akibat Tumpahan Minyak (Oil Spill) oleh Kapal Tanker di

Lingkungan Laut ?

2. Bagaimana Pengaturan Hukum Internasional terhadap Pencemaran

Akibat Tumpahan Minyak (Oil Spill) oleh Kapal Tanker di

Lingkungan Laut ?

3. Bagaimana Pertanggungjawaban Negara terhadap Pencemaran

Akibat Tumpahan Minyak (Oil Spill) Kapal MV Sanchi dengan CF

Crystal di Lingkungan Laut China Timur Ditinjau dari Hukum

Internasional ?

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaturan hukum nasional yang mengatur

tentang pencemaran laut akibat tumpahan minyak oleh kapal

tanker.

13

Universitas Sumatera Utara


2. Untuk mengetahui pengaturan hukum internasional yang mengatur

tentang pencemaran laut akibat tumpahan minyak oleh kapal

tanker.

3. Untuk mengetahui bentuk tanggung jawab negara terhadap

pencemaran laut akibat tumpahan minyak kapal tanker MV Sanchi

di laut China Timur.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis, yaitu melihat keterkaitan norma hukum

lingkungan internasional dengan hukum lingkungan nasional serta

dampak dari pencemaran laut akibat tumpahan minyak.

2. Manfaat Praktis, yaitu agar skripsi ini dapat menjadi pengetahuan

masyarakat dan bahan masukan bagi pemerintah tentang perlunya

upaya perlindungan laut dari pencemaran yang menyebabkan

terjadinya kerugian atas kekayaan sumber daya alam yang ada.

E. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran pada perpustakaan Universitas Sumatera

Utara dan beberapa Universitas yang ada di Indonesia baik secara fisik

maupun online khususnya Fakultas Hukum, tidak didapati bahwa judul

penelitian Perlindungan Pencemaran Lingkungan Laut Akibat dari

14

Universitas Sumatera Utara


Tumpahan Minyak (Oil Spill) oleh Kapal Tanker Ditinjau dari Perspektif

Hukum Lingkungan Internasional dan Hukum Nasional. Namun ada

ditemukan beberapa judul yang berhubungan dengan topik yang terdapat

dalam skripsi ini, antara lain:

Muhamad Iqbal Suhaimi (2016) Fakultas Hukum Universitas

Andalas dengan judul penelitian Pengaturan Pencemaran Laut Akibat

Tumpahan Minyak Ditinjau dari Hukum Internasional (Studi Kasus

Kebocoran Minyak di Teluk Meksiko pada Tahun 2010). Adapun

permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Pengaturan pencemaran laut akibat tumpahan minyak ditinjau

dari hukum internasional.

2. Upaya penanggulangan dan pencegahan pencemaran laut

akibat tumpahan minyak di Teluk Meksiko.

Adapun perbedaan penelitian diatas dengan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Pengaturan pencemaran laut akibat tumpahan minyak hanya

ditinjau dari hukum internasional sedangkan dalam penelitian

ini membahas pengaturan pencemaran laut akibat tumpahan

minyak berdasarkan dari hukum nasional dan hukum

internasional.

2. Upaya penanggulangan dan pencegahan pencemaran laut

akibat tumpahan minyak di Teluk Meksiko yang dibahas dalam

15

Universitas Sumatera Utara


penelitian diatas sedangkan dalam penelitian ini adalah

tanggung jawab negara dan bentuk penyelesaian akibat

tumpahan minyak oleh kapal tanker yang dibahas.

Khair Ilham (2018) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

dengan judul penelitian Tanggung Jawab Perusahaan Minyak dari Libya

Terhadap Tumpahan Minyak di Perbatasan Indonesia dengan Singapura

Ditinjau dari Hukum Internasional. Adapun permasalahan dalam

penelitian ini adalah:

1. Pengaturan Hukum Internasional tentang Pencemaran Laut

Akibat Tumpahan Minyak.

2. Tanggung Jawab Perusahaan Libya Terhadap Tumpahan

Minyak yang Menimbulkan Pencemaran Laut.

3. Bentuk Penyelesaian Sengketa Tumpahnya Minyak di

Perbatasan Laut Indonesia.

Adapun perbedaan penelitian di atas dengan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Pengaturan tentang pencemaran laut akibat tumpahan minyak

yang digunakan dalam penelitian di atas hanya pengaturan

hukum internasional sedangkan dalam penelitian ini adalah

peraturan hukum nasional dan hukum internasional.

2. Tanggung jawab terhadap tumpahan minyak yang

menimbulkan pencemaran laut di berikan kepada Perusahaan

16

Universitas Sumatera Utara


Libya sedangkan dalam penelitian ini tanggung jawab

diberikan kepada negara bendera kapal.

Penelitian yang dilakukan saat ini berjudul Perlindungan


Pencemaran Lingkungan Laut Akibat dari Tumpahan Minyak (Oil Spill)
oleh Kapal Tanker Ditinjau dari Perspektif Hukum Lingkungan
Internasional dan Hukum Nasional. Penelitian ini, baik dari segi judul
maupun pokok permasalahan yang dibahas belum diteliti dalam bentuk
yang sama, sehingga tidak ada judul yang sama dengan penelitian ini di
Universitas manapun khususnya Fakultas Hukum manapun. Maka dari itu,
keaslian penelitian dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah maupun
secara akademik.

F. Tinjauan Kepustakaan

Laut adalah kumpulan air asin yang sangat luas yang memisahkan

benua yang satu dengan benua yang lainnya, dan juga memisahkan pulau

yang satu dengan yang lainnya.16

Lingkungan laut selain merupakan sumber kekayaan alam, juga

merupakan sarana penghubung, media rekreasi dan lain sebagainya,

karena itu sangat penting untuk melindungi lingkungan laut, misalnya

perlindungan terhadap lingkungan laut dari pencemaran yang bersumber

16
Abdul Muthalib Tahar, Hukum Laut Internasional menurut KHL PBB 1982 dan
perkembangan Hukum Laut di Indonesia, Lampung: Universitas Lampung, 2007, hal.1.

17

Universitas Sumatera Utara


dari kapal, hal ini dilakukan agar pemanfaatan sumber-sumber kekayaan

dapat dinikmati secara berkelanjutan.17

Perlindungan lingkungan laut merupakan upaya perlindungan atas

sumber kekayaan alam, sumber kekayaan alam ini terdapat pada wilayah

Indonesia. Dengan demikian arti pentingnya perlindungan lingkungan laut

Indonesia mencakup kondisi lingkungan laut Indonesia, pengaturan

terhadap lingkungan laut, termasuk adanya hak internasional atas perairan

Indonesia, dan upaya penegakan hukum pada kasus pencemaran

lingkungan laut.18

Hukum internasional adalah keseluruhan kaedah-kaedah dan asas-

asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas

negara-negara antara negara dengan negara serta negara dengan subjek

hukum lain bukan negara atau subyek hukum bukan negara satu sama

lain.19

Hukum nasional adalah peraturan hukum yang berlaku di suatu

negara yang terdiri atas prinsip-prinsip serta peraturan yang harus ditaati

oleh masyarakat pada suatu negara.

17
Mochtar kusumaatmadja, Perlindungan dan Pelertarian Lingkungan Laut Dilihat dari
Sudut Hukum Internasional, Regional, dan Nasional, Jakarta:Sinar Grafika dan Pusat Studi
Wawasan Nusantara, 1992, hal.7.
18
Suhaidi, Op.Cit., hal. 1.
19
Andi Tenripadang, Hubungan Hukum Internasional Dengan Hukum Nasional, Jurnal
Hukum Diktum Vol.14 No.1, Juli 2016, hal. 67-75.

18

Universitas Sumatera Utara


Tumpahan minyak (Oil Spill) merupakan tumpahan minyak yang

disebabkan oleh kapal tanker, pada umumnya disebabkan oleh kecelakaan-

kecelakaan yang dialami oleh kapal.

Pencemaran laut adalah sesuatu kejadian yang tidak dikehendaki

oleh manusia terutama bagi orang-orang yang kehidupannya bersumber

dari laut. Hal ini disebabkan karena pencemaran laut dapat menimbulkan

kerugian pada sektor pariwisata laut, sektor perikanan, sektor pertanian

dan peternakan, sektor kehidupan burung-burungan, dan sektor binatang

laut.20

Kapal Tanker ialah kapal yang dirancang untuk mengangkut

minyak atau produk turunannya. Jenis utama kapal tanker termasuk tanker

minyak, tanker kimia, dan pengangkut LNG.21

Tanggung jawab negara (state responsibility) merupakan prinsip

fundamental dalam hukum internasional yang bersumber dari doktrin para

ahli hukum internasional. Tanggung jawab negara timbul bila terdapat

pelanggaran atas suatu kewajiban internasional untuk berbuat sesuatu, baik

kewajiban tersebut berdasarkan perjanjian internasional maupun

berdasarkan pada kebiasaan internasional.

Kedaulatan suatu negara pantai, selain wilayah daratan dan

perairan pedalamannya, dan dalam hal suatu negara kepulauan dengan

20
Sukanda Husin, Op.Cit., hal. 35.
21
https://id.wikipedia.org/wiki/Kapal_tanker diakses pada 20 Juli 2020 pukul 23:41.

19

Universitas Sumatera Utara


perairan kepulauannya, meliputi pula suatu jalur laut yang berbatasan

dengannya yang dinamakan laut teritorial.22

Indonesia sebagai Negara kepulauan yang memiliki laut teritorial

yang diukur dari pulau-pulau terluar dan memiliki kedaulatan penuh atas

pulau-pulau terluar tersebut. Kedaulatan suatu Negara pantai, selain

wilayah daratan dan perairan pedalamannya dan dalam hal suatu Negara

Kepulauan, perairan kepulauannya, meliputi pula suatu jalur laut yang

berbatasan dengannya dinamakan laut territorial.23

Pencemaran yang bersumber dari laut dapat dikelompokkan

menjadi dua, yaitu pencemaran bersumber dari kapal (vessel-sourced) dan

pencemaran bersumber dari kegiatan eksploitasi minyak di lepas pantai

(0ff-shore drilling).24

G. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif

dikarenakan hal yang hendak diteliti adalah tanggung jawab suatu negara

terkait pencemaran yang terjadi di lingkungan laut internasional yang

meninjau masalah penelitian dari sudut pandang hukum internasional juga

hukum nasional dan juga analisis contoh kasus yang pernah terjadi

sebelumnya.

22
UNCLOS 1982, Pasal 2 ayat (1).
23
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut 1982, Pasal 2.
24
Sukanda Husin, Op.Cit., hal. 35.

20

Universitas Sumatera Utara


Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

data secara kualitatif yang mengutamakan kalimat-kalimat dan tidak

menjadikan angka sebagai analisis data seperti yang terdapat dalam

pendekatan kuantitatif.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam pengumpulan

data adalah metode kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang

dilakukan dengan mengambil bahan-bahan hukum dengan pengumpulan

data berupa studi dokumen. Penelitian ini mengumpulkan data dari buku-

buku hukum dan media cetak seperti surat kabar, artikel-artikel dan jurnal

akademis yang relevan dengan kasus yang diteliti. Selain bahan yang

bersumber dari buku, peneliti juga menggunakan sumber penelitian dari

situs-situs internet.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi tentang latar belakang yang menguaraikan alasan dalam

memilih judul penelitian,selanjutnya disertai dengan rumusan masalah

yang dikembangkan dari judul yang sudah dipilih yang disertai dengan

tujuan dan manfaat penulisannya. Selanjutnya, dijelaskan juga tentang

keaslian penulisan, tinjauan kepustakaaan serta metodologi penelitian yang

digunakan penulis untuk melakukan penelitian dan diakhiri dengan

sistematika penulisan

21

Universitas Sumatera Utara


BAB II : PENGATURAN HUKUM NASIONAL

TERHADAP PENCEMARAN AKIBAT TUMPAHAN MINYAK

(OIL SPILL) OLEH KAPAL TANKER DI LINGKUNGAN LAUT.

Pada bab ini berisi tentang penjelasan seberapa pentingnya perlindungan

terhadap lingkungan laut akibat tumpahan minyak (oil spill) oleh kapal

tanker berdasarkan pengaturan hukum nasional terhadap pencemaran laut

dari tumpahan minyak oleh kapal tanker di lingkungan laut.

BAB III : PENGATURAN HUKUM LINGKUNGAN

INTERNASONAL TERHADAP PENCEMARAN AKIBAT

TUMPAHAN MINYAK (OIL SPILL) OLEH KAPAL TANKER DI

LINGKUNGAN LAUT.

Pada bab ini berisi tentang penjelasan seberapa pentingnya perlindungan

terhadap lingkungan laut akibat tumpahan minyak (oil spill) oleh kapal

tanker berdasarkan pengaturan hukum internasional terhadap pencemaran

laut dari tumpahan minyak oleh kapal tanker di lingkungan laut.

BAB IV : PERTANGGUNGJAWABAN NEGARA

TERHADAP PENCEMARAN AKIBAT TUMPAHAN MINYAK

(OIL SPILL) KAPAL MV SANCHI DENGAN CF CRYSTAL DI

LINGKUNGAN LAUT CHINA TIMUR DITINJAU DARI HUKUM

INTERNASIONAL

Pada bab ini berisi tentang pertanggung jawaban negara kapal yang

menyebabkan tumpahan minyak di wilayah laut internasional. Selanjutnya

22

Universitas Sumatera Utara


membahas tentang bentuk penyelesaian yang dapat dilakukan ditinjau dari

hukum laut internasional dan hukum lingkungan internasional.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini merupakan penutup dari skripsi ini yang menjabarkan kesimpulan

dari permasalahan yang telah dibahas pada bab-bab sebelumnya dan juga

berisi saran-saran yang semoga dapat bermanfaat bagi kita berhubungan

dengan pentingnya perlindungan, pencegahan dan penanggulangan

terhadap pencemaran laut di lingkungan internasional khususnya akibat

tumpahan minyak oleh kapal tanker.

23

Universitas Sumatera Utara


BAB II

PENGATURAN HUKUM NASIONAL TERHADAP PENCEMARAN

AKIBAT TUMPAHAN MINYAK (OIL SPILL) OLEH KAPAL TANKER

DI LINGKUNGAN LAUT

A. Pengaturan Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup (UUPPLH) Nomor 32 Tahun 2009 terhadap

Tumpahan Minyak (Oil Spill) di Laut oleh Kapal Tanker.

Indonesia secara berkesinambungan memandang perlu

dilaksanakan pengelolaan lingkungan hidup untuk melestarikan dan

mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras, dan

seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan

yang berwawasan lingkungan hidup. 25

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya

sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi

lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau

kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan,

pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

Dalam Pasal 6 Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup (UUPPLH) menyatakan bahwa “setiap orang

berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta


25
Suhaidi, Op.Cit., hal. 142.

24

Universitas Sumatera Utara


mencegah, menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan

hidup”.26 Dengan demikian dalam hal perlindungan dan memelihara

lingkungan hidup adalah kewajiban setiap orang yang bernegara, arti dari

kelestarian lingkungan hidup itu sendiri termasuk juga kelestarian

lingkungan perairan atau laut baik laut nasional maupun laut internasional.

Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(UUPPLH) sendiri secara eksplisit hanya mengakui rezim

pertanggungjawaban mutlak dalam setiap kejadian pencemaran

lingkungan yang terjadi. Konsekuensi yang terjadi bilamana hukum

nasional hanya mengakui adanya pertanggungjawaban mutlak semata

dalam kasus pencemaran lingkungan ialah adanya potensi penyangkalan

dari pihak tertentu terutama yang dikatakan terlibat dalam adanya

pencemaran lingkungan yang sudah terjadi tersebut. Benar adanya

bilamana secara konsep umum hukum internasional maka Indonesia

berhak melaksanakan yurisdiksinya untuk langsung mengenakan

pertanggungjawaban pada kapal yang melakukan pencemaran lingkungan

laut di dalam wilayah perairan Indonesia.

Pencemaran yang terjadi di area laut yang disebabkan oleh kapal-

kapal memiliki berbagai macam penyebab, secara umum tidak lain adalah

angkutan bahan bakar minyak, pengeboran minyak lepas pantai,

pengilangan minyak dan pemakaian bahan bakar produk minyak bumi.

Pencemaran laut diartikan sebagai adanya kotoran atau hasil buangan

26
UUPPLH, pasal 6.

25

Universitas Sumatera Utara


aktivitas makhluk hidup yang masuk ke daerah laut. Sumber dari

pencemaran laut selain dijelaskan di atas, adalah sisa damparan amunisi

perang, buangan dan proses di kapal, buangan industri ke laut, proses

pengeboran minyak di laut, buangan sampah dari transportasi darat

melalui sungai, emisi transportasi laut dan buangan pestisida dari

pertanian. Namun sumber utama pencemaran laut berasal dari tumpahan

minyak baik dari proses di kapal, pengeboran lepas pantai maupun akibat

kecelakaan kapal. Polusi dari tumpahan minyak di laut merupakan sumber

pencemaran laut yang selalu menjadi fokus perhatian dari masyarakat luas,

karena akibatnya akan sangat cepat dirasakan oleh masyarakat sekitar

pantai dan sangat signifikan merusak makhluk hidup di sekitar pantai

tersebut.

Perlindungan lingkungan laut merupakan upaya perlindungan atas

sumber kekayaan alam, sumber kekayaan alam ini terdapat pada wilayah

Indonesia. Dengan demikian Undang-undang ini sangat mementingkan

mengenai perlindungan atas pencemaran yang terjadi di lingkungan

Indonesia secara menyeluruh di berbagai tempat baik di darat maupun di

laut. Pentingnya perlindungan lingkungan laut Indonesia mencakup

kondisi lingkungan laut Indonesia, pengaturan terhadap lingkungan laut,

termasuk adanya hak internasional atas perairan Indonesia, dan upaya

penegakan hukum pada kasus pencemaran lingkungan laut.

Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkugan Hidup

(UUPPLH) tidak mengatur mengenai pencemaran yang disebabkan oleh

26

Universitas Sumatera Utara


tumpahan minyak di lingkungan laut secara jelas. Di dalam peraturan ini

menjelaskan secara jelas mengenai aturan-aturan mengenai pencemaran

lingkungan yang terjadi di wilayah lingkungan di Indonesia secara umum.

B. Pengaturan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109

Tahun 2006 tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan

Minyak di Laut terhadap Tumpahan Minyak (Oil Spill) di Laut oleh

Kapal Tanker.

Penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut adalah

tindakan secara cepat, tepat, dan terkoordinasi untuk mencegah dan

mengatasi penyebaran tumpahan minyak di laut serta menanggulangi

dampak lingkungan akibat tumpahan minyak di laut untuk meminimalisasi

kerugian masyarakat dan kerusakan lingkungan laut.27

Dampak tumpahan minyak di lingkungan laut adalah pengaruh

perubahan pada kualitas lingkungan laut yang dapat merusak ekosistem

secara meluas jika tidak di segera di tanggulangi. Indonesia menetapkan

bebarapa peraturan yang dapat menanggulangi pencemaran lingkungan

laut yang disebabkan oleh tumpahan minyak.

Dalam Peraturan Presiden Nomor 109 Tahun 2006 Tentang

Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut Pasal 11,

Setiap pemilik atau operator kapal, pimpinan tertinggi pengusahaan

minyak dan gas bumi atau penanggung jawab tertinggi kegiatan


27
Pengaturan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2006 Tentang
Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut, Pasal 1 ayat (1).

27

Universitas Sumatera Utara


pengusahaan minyak lepas pantai atau pimpinan atau penanggung jawab

kegiatan lain, yang karena kegiatannya mengakibatkan terjadinya

tumpahan minyak di laut, bertanggung jawab mutlak atas biaya:28

1. Penanggulangan tumpahan minyak di laut;

2. Penanggulangan dampak lingkungan akibat tumpahan minyak

di laut;

3. Kerugian masyarakat akibat tumpahan minyak di laut; dan

4. Kerusakan lingkungan akibat tumpahan minyak di laut.

Dengan demikian dapat diartikan bahwa setiap adanya kasus

tumpahan minyak di wilayah perairan Indonesia maka yang membayar

ganti rugi untuk segala kerusakan lingkungan hidup di perairan Indonesia

sepenuhnya mutlak negara kapal yang membuat pencemaran laut tersebut

akibat tumpahan minyak kapal negara tersebut.

Penegakan hukum bagi penyelesaian pencemaran lingkungan di

Indonesia yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun

2006 Tentang Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut

menegaskan tentang tata cara pelaporan dan penanggulangan dalam

masalah tumpahan minyak di laut nasional dalam Pasal 8, yaitu:

1. Setiap orang yang mengetahui terjadinya tumpahan minyak di

laut wajib segera menginformasikan kepada: 29

28
Pengaturan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2006 Tentang
Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut, Pasal 11.

28

Universitas Sumatera Utara


a. PUSKODALNAS;

b. Kantor pelabuhan;

c. Direktorat yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang

teknik dan lingkungan minyak dan gas bumi, pada

departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang

kegiatan usaha minyak dan gas bumi;

d. Pemerintah Daerah; atau

e. Unsur pemerintah lain yang terdekat.

2. Setelah menerima informasi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), pejabat dari instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf b, huruf c, huruf d, atau huruf e wajib segera

menginformasikan kepada :

a. ADPEL;

b. KAKANPEL; atau

c. Kepala PUSKODALNAS.

3. Setelah menerima informasi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan/atau ayat (2), ADPEL atau KAKANPEL wajib segera

menginformasikan kepada Kepala PUSKODALNAS.

4. ADPEL, KAKANPEL, atau Kepala PUSKODALNAS setelah

menerima informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dan/atau ayat (2) wajib segera melakukan pengecekan atas

kebenaran laporan yang diterima.

29
Pengaturan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2006 Tentang
Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut, Pasal 8.

29

Universitas Sumatera Utara


5. Dalam hal tumpahan minyak yang terjadi masuk dalam

kategori tier 1, Tim Lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal

6 ayat (1) wajib segera melakukan operasi penanggulangan

keadaan darurat tumpahan minyak di laut, dan ADPEL

bertindak selaku Koordinator Misi tier 1.

6. Dalam hal tumpahan minyak yang terjadi masuk dalam

kategori tier 2, Tim Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal

5 ayat (1) wajib segera melakukan operasi penanggulangan

keadaan darurat tumpahan minyak di laut, dan ADPEL

Koordinator bertindak selaku Koordinator Misi tier 2.

7. Dalam hal tumpahan minyak yang terjadi masuk dalam

kategori tier 3, PUSKODALNAS wajib segera melakukan

koordinasi pelaksanaan operasi penanggulangan keadaan

darurat tumpahan minyak di laut, dan Kepala

PUSKODALNAS bertindak selaku Koordinator Misi tier 3.

Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa peraturan ini

membahas mengenai tumpahan minyak yang terjadi di laut serta

membahas mengenai cara penyelesaiannya secara jelas tetapi dalam

undang-undang ini tidak dijelaskan secara spesifik mengenai aturan tata

cara dan penanggulangan atas tumpahan minyak oleh kapal tanker di

lingkungan laut, tetapi pada dasarnya peraturan ini adalah peraturan yang

dibentuk oleh pemerintah (presiden) untuk menegaskan penegakan

masalah tumpahan minyak yang terjadi di laut indonesia.

30

Universitas Sumatera Utara


Dalam hal mengenai pengaturan yang terdapat dalam Peraturan

Presiden Nomor 109 Tahun 2006 Tentang Penanggulangan Keadaan

Darurat Tumpahan Minyak di Laut itu sendiri tidak ada pengaturan yang

sifatnya spesifik terhadap tumpahan minyak, tidak ada aturan yang secara

menyeluruh hanya membahas mengenai ganti rugi yang harus dilakukan

akibat dari pencemaran lingkungan laut di perairan Indonesia dalam

presfektif hukum nasional.

Peraturan presiden ini dapat disebut juga peraturan pelaksana yang

akan saling melengkapi satu sama lain, maksudnya adalah jika disalah satu

peraturan pelaksana hanya diatur hal-hal yang bersifat pokok, maka yang

bersifat teknis dan operasional dapat ditemukan di peraturan pelaksana

yang lain. Dengan kata lain, secara teori aspek payung hukum nasional

terutama peraturan pelaksana sesungguhnya sudah cukup memadai untuk

melindungi lingkungan laut Indonesia, namun pada kenyataannya, hal

tersebut belum mampu mengatasi permasalahan-permasalahan yang ada

khususnya pencemaran laut yang berasal dari kapal. Pada praktek dalam

melaksanakan peraturan-peraturan tersebut tampak masih perlu

pembenahan.

Jika terjadi pencemaran di perairan Indonesia, maka yang

berwenang dalam hal penuntutannya adalah “Negara Republik

Indonesia”.30 Perlindungan serta pengelolaan lingkungan hidup terutama

parairan Indonesia adalah tanggung jawab negara. Kerugian yang diderita

30
Suhaidi, Op.Cit., hal. 21.

31

Universitas Sumatera Utara


masyarakat pantai atau korban pencemaran diwakilkan kepentingannya

oleh pemerintah negaranya.

Indonesia menegaskan mengenai penanggulangan dan juga aturan-

aturan biaya penanggulangan di Indonesia karena sudah banyak sekali

kasus tumpahan minyak yang disebabkan oleh kapal lintas damai yang

terjadi dan akhirnya berdampak sangat buruk bagi perairan.

Beberapa penyebab kecelakaan tanker adalah kebocoran pada

lambung, kandas, ledakan, kebakaran dan tabrakan. Beberapa kasus di

perairan Selat Malaka adalah karena dangkalnya perairan, dima-na kapal

berada pada muatan penuh. Tercatat beberapa kasus kecelakaan besar di

dunia antara lain pada 19 Juli 1979 bocornya kapal tanker Atlantic

Empress di perairan Tobacco yang menumpah-kan minyak sebesar

287.000 ton ke laut. Tidak kalah besarnya adalah kasus terbakarnya kapal

Haven pada tahun 1991 di perairan Genoa Italia, yang menumpahkan

minyak sebesar 144.000 ton.31

Indonesia sebagai negara kepulauan yang diapit oleh dua benua

menjadikan perairan Indonesia sebagai jalur perdagangan dan transportasi

antar negara. Banyak kapal-kapal pengangkut minyak maupun cargo

barang yang melintasi perairan Indonesia yang menyebabkan negara kita

sangat rentan terhadap polusi laut. Ditambah dengan posisi Indonesia

31
Sulistyono, Dampak Tumpahan Minyak (Oil Spill) di Perairan Laut pada Kegiatan
Industri Migas dan Metode Penanggulangannya , Jurnal Forum Teknologi Vol.03 No.1, hal 49-57.

32

Universitas Sumatera Utara


sebagai penghasil minyak bumi, dimana dibeberapa perairan dan

pelabuhan Indonesia dijadikan sebagai terminal bongkar muat rninyak

bumi termasuk juga bermunculannya bangunan pengeboran lepas pantai

yang dapat menambah resiko tercemarnya perairan Indonesia.

Ketika tumpahan minyak (oil spill) terjadi di lingkungan laut,

minyak akan mengalami serangkaian perubahan / pelapukan / peluruhan

(weathering) atas sifat fisik dan kimiawi. Sebagian perubahan tersebut

mengarah pada hilangnya beberapa fraksi minyak dari permukaan laut,

sementara perubahan lainnya berlangung dengan masih terdapatnya bagian

material minyak di permukaan laut.

Meskipun minyak yang tumpah pada akhirnya akan

terurai/terasimilisi oleh lingkungan laut, namun waktu yang dibutuhkan

untuk itu tergantung pada karakteristik awal fisik dan kimiawi minyak dan

proses weathering minyak secara alamiah. Menurut Baker JM et al (1990)

beberapa faktor utama yang mempengaruhi perubahan sifat minyak

adalah:

1. Karakterisik fisika minyak, khususnya specific gravity,

viskositas dan trayek didih;

2. Komposisi dan karakteristik kimiawi minyak;

3. Kondisi meteorologi (sinar matahari (fotooksidasi), kondisi

oseanograpi dan temperatur udara); dan

33

Universitas Sumatera Utara


4. Karakteristik air laut (pH, specific gravity, arus, temperatur,

keberadaan bakteri, nutrien, dan oksigen terlarut serta padatan

tersuspensi).

Adapun proses fisika-kimia yang bertanggungjawab didalam

transformasi hidrokarbon minyak bumi antara lain adalah penyebaran

(spreading), penguapan (evaporation), disperse (disper-sion), emulsifikasi

(emulsification), disolusi, sedimentasi, dan oksidasi. Ilustrasi dari proses

yang saling berinteraksi dalam mengubah sifat minyak.

Polutan dari jenis minyak mentah (crude oil) yang di perairan

sering manjadi isue-isue lingkungan sehingga dapat menjadi ancaman bagi

negara-negara yang memiliki daerah kepulauan yang sangat luas serta

lautnya menjadi daerah lintas bagi transportasi minyak yang terdapat di

negara tersebut. Adapun dampak dari limbah dalam bentuk tumpahan

minyak ini secara spesifik menunjukan pengaruh negatif yang penting

terhadap lingkungan pesisir dan perairan laut terutama melalui kontak

langsung dengan organisma perairan, dampak langsung terhadap kegiatan

perikanan termasuk pariwisata laut dan dampak tidak langsung melalui

gangguan terhadap lingkungan.

Dengan demikian tumpahan minyak yang terjadi dilingkungan laut

dampaknya sangat berbahaya bagi kehidupan masyarakat yang ada di

daerah pantai dan juga berbahaya bagi kehidupan ekosistem laut yang

negaranya termasuk negara yang sangat menjaga ekosistem lautnya demi

34

Universitas Sumatera Utara


kemakmuran negaranya. Maka dari itu negara Indonesia mengatur

mengenai ganti rugi oleh negara yang kapalnya menyebabkan pencemaran

laut di wilayah perairan Indonesia. Indonesia adalah negara perairan yang

mengenai perairannya sangat penting bagi kehidupan masyarakatnya.

C. Pengaturan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21

Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim terhadap

Tumpahan Minyak (Oil Spill) di Laut oleh Kapal Tanker.

Perlindungan Lingkungan Maritim adalah setiap upaya untuk

mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan perairan yang

bersumber dari kegiatan yang terkait dengan pelayaran. Perlindungan

maritim sangat diperlukan adanya pengaturan yang jelas dalam

menjalankan dan menerapkannya. Lingkungan maritim Indonesia

sangatlah luas dan hampir setiap aspek di negara Indonesia berhubungan

dengan perairan yang disebut juga sebagai lingkungan maritim.

Indonesia adalah negara pantai yang jika terjadi pencemaran pada

lingkungan lautnya, misalnya oleh zat pencemar seperti minyak, maka

sudah pasti akan menimbulkan kerusakan yang mempengaruhi lingkungan

laut sekitarnya.

Indonesia kaya akan sumber daya alam yang dimilikinya. Sumber

daya alam yang meliputi sumber daya alam hayati maupun non hayati dan

sumber daya alam yang dapat diperbaharui maupun sumber daya alam

yang tidak dapat diperbaharui. Pada saat ini seringnya terjadi pencemaran

35

Universitas Sumatera Utara


laut yang diantaranya diakibatkan oleh tumpahan minyak. Minyak bumi

yang tumpah di laut akan menyebabkan berbagai kerusakan yang ada pada

laut tersebut.

Pencegahan dan penanggulangan pencemaran laut dari

pengoperasian kapal sebagaiman di muat dalam Pasal 3 Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia No. 21 Tahun 2010 yaitu “Setiap awak

kapal wajib mencegah dan menanggulangi pencemaran lingkungan yang

bersumber dari kapalnya”. Adapun pencemaran lingkungan yang

bersumber dari kapalnya yaitu :32

1. Minyak

2. Bahan cair beracun

3. Muatan bahan berbahaya dalam bentuk kemasan

4. Kotoran

5. Sampah

6. Udara

7. Air balas

8. Barang dan bahan berbahaya bagi lingkungan yang ada di kapal

Pengaturan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21

Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim mengatur tentang

pencemaran lingkungan laut dilakukan oleh menteri terdapat dalam Pasal 2

32
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan
Lingkungan Maritim, Pasal 3

36

Universitas Sumatera Utara


ayat (1). Penyelenggaraan perlindungan lingkungan maritim sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:33

1. Pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari

pengoperasian kapal; dan

2. Pencegahan dan penanggulangan pencemaran dari kegiatan

kepelabuhanan.

Pada dasarnya Indonesia sering sekali disebut sebagai negara

perairan atau negara laut tetapi dalam istilah lain dikenal juga dengan

negara maritim. Istilah negara kelautan dengan negara maritime banyak

yang menganggap memiliki arti yang sama dalam pengartiannnya. Secara

terminologi kedua istilah ini adalah hal yang berbeda dan tidak bisa

dikatakan bahwa ruang lingkup yang satu lebih luas dari yang lainnya.

Kelautan merupakan suatu peristilahan yang berhubungan dengan

segala kegiatan di laut yang meliputi masalah kedaulatan dan kewenangan

suatu negara, eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam, baik hayati

maupun non-hayati yang berada di permukaan, dasar laut maupun ruang

udara di atasnya serta perlindungan lingkungan laut. Dengan kata lain,

kelautan mengatur hal-hal yang berhubungan dengan fungsi laut sebagai

penyedia sumber daya alam terbesar.34 Sedangkan kemaritiman lebih

mengacu pada pelayaran (navigation), perdagangan (sea-borne trade),

33
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan
Lingkungan Maritim, Pasal 2 Ayat (2).
34
Dhiana Puspitawati, Op.Cit., hal. 6.

37

Universitas Sumatera Utara


urusan kepelabuhanan dan segala macam kegiatan yang berhubungan

dengan jasa maritim. Dengan kata lain, kemaritiman mencakup hal-hal

yang berhubungan dengan fungsi laut sebagai sarana transportasi guna

terciptanya perdagangan lewat laut terutama perdagangan internasional.35

Dalam peraturan perlindungan lingkungan maritim yang

ditegaskan adalah hukum maritim atau yang biasa dikenal dengan

Maritime Law yang mengatur tentang akibat-akibat hukum dari

penggunaan laut sebagai sarana transportasi, mencakup hal-hal seperti

collision, salvage, towage, pilotage serta marine insurance. Dengan

demikian, hukum maritime lebih mengarah pada aturan-aturan yang

bersifat privat sehingga sengketa yang timbul dari pelaksanaan hukum

maritim akan diselesaikan secara privat oleh para pihak yang bersengketa

tidak harus melibatkan negara.36

Penegakan pelanggaran yang dilakukan di lingkungan laut

merupakan ketentuan-ketentuan tentang perlindungan terhadap lingkungan

laut dari pencemaran di Indonesia terdapar dalam sejumlah peraturan

perundang-undangan dan dalam berbagai tingkatan, belum mencerminkan

suatu ketentuan yang terpadu. Kasus- kasus yang terjadi pada lingkungan

laut sangatlah merugikan negara-negara pantai dan juga negara-negara

yang memiliki wilayah maritim yang cukup luas maka dengan adanya

kasus-kasus ini menjadi awal perkembangan ketentuan internasional

35
Ibid., hal. 7.
36
Ibid., hal. 8.

38

Universitas Sumatera Utara


maupun nasional suatu negara untuk melindungi negaranya dari

pencemaran yang terjadi di lingkungan lautnya.

Kasus yang sempat membuat banyak negara memiliki pemikiran

yang begitu maju untuk mengembangkan dan lebih memperhatikan

mengenai perlindungan lingkungan laut negaranya terhadap pencemaran

yang berasal dari kapal-kapal besar yang membawa minyak mentah yang

dapat menimbulkan kerusakan wilayah lautnya, yaitu kasus Torrey

Canyon, karena kasus ini banyak negara-negara mulai merevisi kembali

ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan lingkungan

lautnya. Ada beberapa negara yang melakukan revisi adalah negara Inggris

dan Australia yang langsung merevisi ketentuan-ketentuan nasionalnya

tentang pencemaran tentang pencemaran lingkungan laut.

Kegiatan-kegiatan yang menyebabkan pencemaran lingkungan

seperti kecelakaan yang menghasilkan berbagai limbah yang menyebabkan

tercemarnya air laut yang berdampak pada kehidupan di laut seperti

dampak pada ekosistem laut berupa kerusakan ekosistem laut yang sangat

penting bagi kehidupan dan bagi lingkungan, yang membutuhkan waktu

pemulihan yang sangat lama dan teknologi yang memadai serta dana yang

sangat besar dalam menyelesaikan permasalahan pencemaran ini.

Untuk kapal yang mengangkut muatan curah cair (kapal tanker),

kecenderungan yang terjadi adalah ukurannya semakin besar dan

kecepatannya semakin tinggi. Mulai dari kapal tanker konvensional yang

39

Universitas Sumatera Utara


terus berkembang hingga Ultra Large Crude Carrier (ULCC) yang

mampu mengangkut sebanyak hingga 400.000 Ton. Posisi geografis

Indonesia sangat memungkinkan dijadikan wilayah perlintasan kapal-

kapal dunia. Po- sisi strategis yang sangat dekat dengan rute lalulintas

kapal dunia yang tersibuk (Selat Malaka), menjadikan sebagian besar

wilayah perairan Indonesia dilayari oleh kapal-kapal besar yang potensi

pencemarannya tidak dapat diabaikan begitu saja.

Dengan demikian, penelitian yang dilakukan ini terfokus pada

analisis pencemaran lingkungan dikaitkan dengan peraturan pemerintah

yang baru tentang perlindungan lingkungan maritim (Peraturan Pemerintah

21 tahun 2010). Dalam skala besar, permasalahan pencemaran terhadap

lingkungan terdiri atas bermacam kegiatan seperti kebocoran gas,

tumpahan minyak dari tanker (oil spill), limbah pertambangan ke laut,

kecelakaan kapal pengangkut bahan tambang mineral, illegal mining,

illegal loging, penambangan tanpa ijin, pengeboran minyak lepas pantai,

penambangan pasir laut untuk reklamasi pantai atau pulau, industri yang

berada di pantai/pesisir, penggunaan bahan kimia pada aktivitas usaha tani

di hulu, penggunaan kawasan hutan untuk pelabuhan, pengambilan

terumbu karang untuk diekspor, pembuatan kapal yang menggunakan

kayu, operasional kapal, kecelakaan kapal, kegiatan kepelabuhanan, illegal

fishing, industri perikanan, tambak, pembangunan tempat rekreasi di

pantai/pesisir, reklamasi pantai, wisata bahari, bahan beracun dari

laboratorium, dan limbah domestik. Banyaknya zat pencemar pada air

40

Universitas Sumatera Utara


limbah akan menyebabkan menurunnya kadar oksigen terlarut dalam air,

sehingga menyebabkab kehidupan yang membutuhkan oksigen dalam air

terganggu, dan menghambat perkembangannya, serta dapat menyebabkan

kerusakan tanaman dan tumbuhan air.37

Bahan-bahan pencemar yang dibuang ke laut diklasifikasikan atas

senyawa konservatif (senyawa yang sukar terurai) dan senyawa non

konservatif (senyawa yang mudah terurai di perairan). Polutan yang masuk

ke perairan laut seringkali mengandung senyawa konservatif dan non-

konservatif, salah satu diantaranya adalah polutan minyak. Minyak

merupakan polutan yang memiliki potensi besar mencemari air laut.

Pencemaran minyak merupakan penyebab utama pencemaran laut yang

dapat membahayakan ekosistem laut karena laut dan biota perairan sangat

rentan terhadap minyak.

Tumpahan minyak yang terjadi di laut terdapat dua tipe, yaitu

minyak yang sudah larut ke dalam laut kemudian akan mengapung pada

permukaan air laut dan minyak yang tenggelam dan terakumulasi di dalam

sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan yang ada di

pantai. Minyak yang mengapung dipermukaan air laut tersebut tentu akan

menyebabkan warna air laut berubah menjadi berwarna hitam dan akan

mengurangi identitas cahaya matahari yang akan digunakan oleh

37
Jhonatan Malison, Penerapan PP Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan
Lingkungan Laut dalam Rangka Kajian Pencemaran Laut dari Kapal , Jurnal Teknologi Vol.16
No.2, 2017, hal. 2114-2121.

41

Universitas Sumatera Utara


fitoplankton untuk berfotosintesis serta menyebabkan terputusnya rantai

makanan pada daerah tersebut, jika hal itu terjadi, maka langsung dapat

mengurangi lajunya produktivitas primer pada daerah tersebut karena

terhambatnya fotoplankton untuk berfotosintesis.38

Bagi negara yang disebut juga sebagai negara maritim, lingkungan

laut serta biota-biota yang ada di dalamnya adalah hal yang sangat penting

untuk dijaga dan dilindungi. Adapun akibat-akibat yang disebabkan oleh

pencemaran minyak di laut, yaitu yang pertama akibat jangka panjang

ialah molekul hidrokarbon pada minyak yang merusak membran sel biota

laut yang mengakibatkan keluarnya cairan-cairan pada sel dan

berpetrasinya bahan tersebut ke dalam sel. Contohnya, seperti sejenis

udang dan ikan yang mengeluarkan aroma dan berbau minyak, sehingga

dapat menurunkan kualitas pada ikan tersebut. Kedua akibat jangka

pendek ialah yang lebih menonjol pada biota muda. Hal ini sangat

merugikan negara-negara yang dalam hal maritim yang sangat diandalkan

dalam hal kualitas bahan pangan yang berasal dari laut.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang kemaritiman,

khususnya industri perkapalan, seiring dengan peningkatan kebutuhan

masyarakat mengakibatkan pemanfaatan laut oleh aktivitas pelayaran

semakin meningkat. Pemanfaatan laut ini juga semakin meningkatkan

potensi pencemaran laut negara pantai (Suhaidi, 2005) serta dampak

38
https://www.kompasiana.com/asmilah_mila/58632e24fc22bd961bf6f704/dampak-
pencemaran-di-laut-akibat-tumpahan-minyak diakses pada kamis 9 juli 2020 jam 22:41.

42

Universitas Sumatera Utara


kerusakannya yang semakin cepat meluas. Oleh karena itu, maka

masyarakat internasional kemudian menginisiasi adanya pengawasan

pencemaran laut yang bersumber dari kapal melalui organisasi maritim

internasional (IMO). IMO sebagai bagian integral dari organisasi PBB,

didirikan untuk memajukan kerjasama antar negara- negara anggota dalam

masalah teknis bidang pelayaran.39

Dalam kaitan dengan ini, telah dikeluarkan pengaturan untuk

memberikan perlindungan bagi lingkungan maritim sehingga dapat

terhidar dari kerusakan yang berkelanjutan. Pengaturan perlindungan

lingkungan maritim memuat ketentuan mengenai pencegahan dan

penanggulangan pencemaran lingkungan laut yang bersumber dari

pengoperasian kapal dan sarana sejenisnya dengan mengakomodasikan

ketentuan internasional terkait seperti “International Convention for the

Prevention of Pollution from Ships”. Peraturan Pemerintah Nomor 21

Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim telah mewajibkan

bagi setiap pelabuhan untuk menyediakan fasilitas penampungan limbah,

namun sampai saat ini hanya 3 pelabuhan yang telah melaksanakan

ketentuan tersebut. Kondisi itu menyebabkan lingkungan pelabuhan rentan

tercemar limbah hasil operasi kapal seperti minyak dan bahan berbahaya

dan beracun (B3).

39
Jhonatan Malison, Loc.Cit., hal. 2114-2121.

43

Universitas Sumatera Utara


Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang Perlindungan

Lingkungan Maritim menjelaskan bahwa setiap negara yang memiliki dan

mengakui negaranya adalah negara maritim diharuskan memiliki peraturan

yang dapat mencegah dan menanggulangi dampak dari kecelakaan kapal

yang terjadi di wilayah negaranya. Peraturan ini memandang perlu adanya

ketentuan untuk bentuk ganti rugi bendera kapal yang terdaftar atas nama

kapal yang lalai atau terjadi kecelakaan atas kapalnya, baik kapal

pengangkut ataupun kapal-kapal besar seperti kapal pengangkut minyak

mentah yaitu kapal tanker.

Data yang berhasil diperoleh dari berbagai sumber menunjukkan

bahwa beberapa kasus kerusakan lingkungan laut yang diakibatkan oleh

tumpahan minyak karena kecelakaan kapal tanker sangat merugikan

kehidupan masyarakat pesisir. Setidaknya telah terjadi sembilan belas kali

kasus tumpahan minyak di Indonesia yakni saat ini industri minyak dunia

telah berkembang pesat, sehingga kecelakaan-kecelakaan yang

mengakibatkan tercecernya minyak di laut hampir tidak bisa dielakkan.

Kapal tanker mengangkut minyak mentah dalam jumlah besar setiap

tahun. Jika terjadi pencemaran laut, akan mengakibatkan minyak

mengapung di atas permukaan laut yang akhirnya terbawa arus dan

terbawa ke pantai.

Pemerintah Indonesia telah banyak terlibat dalam perundingan

pembentukan perjanjian-perjanjian internasional bidang lingkungan laut.

44

Universitas Sumatera Utara


Keterlibatan ini menjadi konsekuensi bagi Indonesia untuk meratifikasi

karena berdampak pada hukum nasional dibidang perlindungan maritim,

meskipun belum seluruhnya. Salah satu produk hukum yang dihasilkan

dan merupakan landasan hukum penting untuk penegakan kelestarian

lingkungan laut adalah Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2010

tentang perlindungan lingkungan maritim.

D. Pengaturan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia

Nomor 29 Tahun 2014 tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan

Maritim terhadap Tumpahan Minyak (Oil Spill) di Laut oleh Kapal

Tanker.

Pada dasarnya batas lingkungan maritim suatu negara adalah

artifisial karena pencemaran yang terjadi disuatu negara akan dirasakan

juga oleh negara yang berbatasan laut. Tumpahan minyak dari kapal tanker

akan mencemari pula perairan negara lain yang berbatasan. Seperti sudah

dikenal sebelumnya konsep tentang pencemaran oleh tindakan manusia

dapat dibedakan atas dua macam yakni :40

1. Pollution Pay Principles. Prinsip ini secara tidak langsung

memberi hak kepada pencemar untuk melakukan pencemaran

asalkan membayar kompensasinya. Dalam lingkungan bisnis

maritim konsep ini sudah mulai ditinggalkan, pengenaan denda

lebih dianggap sebagai hukuman bukan sebagai kompensasi.

40
https://razzakchem015.wordpress.com/lingkungan-maritim/ diakses pada 22 Juli jam
22:23.

45

Universitas Sumatera Utara


2. Pollution Prevention Pays. Pada konsep ini pencemaran harus

dicegah secara proaktif, untuk itu perlu pengerahan dana untuk

mencegah terjadinya pencemaran. Konsep inilah yang

dikembangkan oleh IMO dalam konvensi-konvensi

internasional tentang pencegahan pencemaran lingkungan

maritim seperti keharusan membuat konstruksi Double Hull

dan Segragated Ballast Tank untuk kapal tanker minyak

mentah.

Pencemaran dan perlindungan maritim dari pengoperasian kapal

masih menjadi isu yang diperhatikan secara khusus oleh Kementerian

Perhubungan. Hal tersebut juga diatur di dalam Peraturan Menteri No. 29

tahun 2014. Namun, peraturan tersebut dinilai harus diperbarui karena

adanya berbagai Konvensi Internasional dan Resolusi Pencegahan

Pencemaran dan Perlindungan Lingkungan Maritim yang diterbitkan oleh

Organisasi Maritim Internasional.

Dalam Peraturan Menteri No.29 Tahun 2014 ini mengartikan

pencemaran pada kapal terdapat dalam Pasal 1 ayat (1), yaitu sebagai

berikut:41

”Pencemaran dari kapal adalah kerusakan pada perairan dengan

segala dampaknya yang diakibatkan oleh tumpahnya atau keluarnya bahan

41
Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang
Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim, Pasal 1 ayat (1).

46

Universitas Sumatera Utara


yang disengaja atau tidak disengaja berupa minyak, bahan cair beracun,

muatan berbahaya dalam kemasan, kotoran, sampah dan udara dari kapal.”

Peraturan ini secara jelas membahas mengenai pencegahan

pencemaran yang terjadi akibat dari pengoperasian kapal. Terdapat dalam

Pasal 4, yaitu:42

1. Kapal tangki minyak atau kapal yang difungsikan mengangkut

minyak secara curah dengan tonase kotor GT 150 (seratus lima

puluh Gross Tonnage) atau lebih dan kapal selain kapal tangki

minyak dengan tonase kotor 400 (empat ratus Gross Tonnage)

atau lebih yang berlayar di perairan Internasional wajib

memenuhi ketentuan Annex I MARPOL 73/78.

2. Kapal tangki minyak atau kapal yang difungsikan mengangkut

minyak secara curah dengan tonase kotor GT 150 (seratus lima

puluh Gross Tonnage) atau lebih dan kapal selain kapal tangki

minyak dengan tonase kotor 400 (empat ratus Gross Tonnage)

atau lebih yang berlayar di perairan Indonesia wajib memenuhi

ketentuan dalam Peraturan Menteri ini.

3. Kapal tangki minyak atau kapal yang difungsikan mengangkut

minyak secara curah dengan tonase kotor GT 150 (seratus lima

puluh Gross Tonnage) sampai dengan GT 149 (seratus empat

puluh Sembilan Gross Tonnage) dan selain kapal tangki

42
Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang
Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim, Pasal 4.

47

Universitas Sumatera Utara


minyak dengan tonase kotor GT 100(seratus Gross Tonnage)

sampai dengan GT 399 (tiga ratus sembilan puluh sembilan

Gross Tonnage) atau kapal tonase kotor kurang dari GT 100

(seratus Gross Tonnage) tetapi memiliki penggerak utama lebih

dari 200 PK yang berlayar di perairan Indonesia dan

internasional wajib memenuhi ketentuan dalam Peraturan

Menteri ini.

4. Kapal yang dinyatakan telah memenuhi ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) diterbitkan sertifikat

pencegahan pencemaran oleh minyak oleh Direktur Jenderal.

Dengan kata lain Peraturan Menteri ini mengatur mengenai

pencegahan pencemaran oleh minyak dengan menghitung dengan

mengelompokkan pencegahan dan peraturannya berdasarkan besaran

tonase yang diangkut oleh kapal.

Tanggung jawab dana ganti rugi atas pencemaran dibahas secara

jelas dalam Peraturan Menteri ini, pada Pasal 38, yaitu:43

1. Pemilik, operator kapal atau penanggung jawab unit kegiatan

lain di perairan bertanggung jawab atas biaya yang diperlukan

dalam penanganan penanggulangan dan kerugian yang

43
Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang
Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim, Pasal 38.

48

Universitas Sumatera Utara


ditimbulkan akibat pencemaran yang bersumber dari kapal

dan/atau kegiatan lainnya yang meliputi:

a. pencemaran oleh minyak; atau

b. pencemaran yang ditimbulkan oleh bahan lain selain

minyak.

2. Tanggung jawab pemilik, operator kapal atau penanggung

jawab unit kegiatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1),

meliputi:

a. tanggung jawab terhadap pencemaran lingkungan yang

bersumber dari minyak dan bahan cair beracun;

b. tanggung jawab terhadap pencemaran lingkungan yang

bersumber dari bahan bakar kapal;

c. tanggung jawab untuk melaksanakan tindakan

pencegahan pencemaran yang dapat ditimbulkan akibat

kecelakaan kapalnya;

d. tanggung jawab terhadap pencemaran lingkungan yang

bersumber dari muatan lainnya, serta dari kapal atau

unit kegiatan lainnya.

3. Untuk memenuhi tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada

ayat (2), pemilik atau penanggung jawab unit kegiatan lain di

perairan wajib mengasuransikan tanggung jawabnya.

Maka, dalam peraturan ini menjelaskan mengenai pencegahan serta

cara penanggulan secara terperinci juga membahas mengenai tanggung

49

Universitas Sumatera Utara


jawab pemilik kapal secara jelas. Dengan adanya aturan ini maka setiap

ada kecelakaan yang terjadi oleh kapal baik kapal tanker maupun kapal

muatan lainnya selain menggunakan Undang-undang dan Peraturan

Presiden juga akan di gunakan peraturan ini agar lebih terperinci.

50

Universitas Sumatera Utara


BAB III

PENGATURAN HUKUM LINGKUNGAN INTERNASONAL TERHADAP

PENCEMARAN AKIBAT TUMPAHAN MINYAK (OIL SPILL) OLEH

KAPAL TANKER DI LINGKUNGAN LAUT

A. Pengaturan United Nations Convention on The Law of The Sea

(UNCLOS) 1982 terhadap Tumpahan Minyak (Oil Spill) di Laut oleh

Kapal Tanker.

Secara internasional pada tanggal 10 Desember 1982 masyarakat

internasional berhasil menyusun Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa

tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of the Sea),

untuk selanjutnya disebut Konvensi Hukum Laut 1982 (KHL 1982).

Konvensi Hukum Laut 1982 ini mengatur masalah kelautan secara

menyeluruh, misalnya mengatur segala bentuk penggunaan laut serta

pemanfaatan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya. 44

Ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UNCLOS 1982 adalah

rezim kelautan laut teritorial, zona ekonomi eksklusif (ZEE), landas

kontinen, negara kepulauan, laut lepas, dan lain sebagainya. Pada laut

teritorial, negara pantai memiliki kedaulatan untuk menetapkan lebar laut

teritorialnya tidak melebihi 12 mil dan pada laut teritorial ini kapal-kapal

asing mempunyai hak lintas damai.

44
Suhaidi,Op.Cit., hal. 9.

51

Universitas Sumatera Utara


UNCLOS 1982 juga mengatur tentang adanya hak lintas damai.

Pasal 17 UNCLOS 1982 memberikan hak kepada semua negara, baik

negara pantai maupun negara tak berpantai, menikmati hak lintas damai

melalui laut teritorial, bunyi dari pasal 17 UNCLOS 1982, yaitu :

“Subject to this Convention, ships of all States, whether coastal or


land-locked, enjoy the right of innocent passage through the territorial
sea”.
Pasal 19 UNCLOS 1982 dengan memberikan pengertian tentang

hak lintas damai, yaitu:45

1. “Passage is innocent so long as it is not prejudicial to the peace,

good order or security of the coastal State. Such passage shall take

place in conformity with this Convention and with other rules of

international law”.

(Lintas adalah damai sepanjang tidak merugikan bagi kedamaian,

ketertiban atau keamanan Negara pantai. Lintas tersebut harus

dilakukan sesuai dengan ketentuan Konvensi ini dan peraturan

hukum internasional lainnya).

2. “Passage of a foreign ship shall be considered to be prejudicial to

the peace, good order or security of the coastal State if in the

territorial sea it engages in any of the following activities:”

(Lintas suatu kapal asing harus dianggap membahayakan

kedamaian, ketertiban atau Keamanan Negara pantai, apabila kapal

45
UNCLOS 1982, Pasal 19.

52

Universitas Sumatera Utara


tersebut di laut teritorial melakukan salah satu kegiatan sebagai

berikut:)

a. “any threat or use of force against the sovereignty,

territorial integrity or political independence of the coastal

State, or in any other manner in violation of the principles

of international law embodied in the Charter of the United

Nations;”

(setiap ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap

kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik

negara pantai, atau dengan cara lain apapun yang

merupakan pelanggaran asas hukum internasional

sebagaimana tercantum dalam Piagam Perserikatan Bangsa-

Bangsa;)

b. “any exercise or practice with weapons of any kind;”

(setiap latihan atau praktek dengan senjata macam apapun;)

c. “any act aimed at collecting information to the prejudice of

the defence or security of the coastal State;”

(setiap perbuatan yang bertujuan untuk mengumpulkan

informasi yang merugikan bagi pertahanan atau keamanan

negara pantai;)

d. “any act of propaganda aimed at affecting the defence or

security of the coastal State;”

53

Universitas Sumatera Utara


(setiap perbuatan propaganda yang bertujuan

mempengaruhi pertahanan atau keamanan negara pantai;)

e. “the launching, landing or taking on board of any

aircraft;”

(peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap pesawat

udara di atas kapal;)

f. “the launching, landing or taking on board of any military

device;”

(peluncuran, pendaratan atau penerimaan setiap peralatan

dan perlengkapan militer;)

g. “the loading or unloading of any commodity, currency or

person contrary to the customs, fiscal, immigration or

sanitary laws and regulations of the coastal State;”

(bongkar atau muat setiap komoditi, mata uang atau orang

secara bertentangan dengan peraturan perundangundangan

bea cukai, fiskal, imigrasi atau saniter negara Pantai;)

h. “any act of wilful and serious pollution contrary to this

Convention;”

(setiap perbuatan pencemaran dengan sengaja dan parah

yang bertentangan dengan ketentuan Konvensi ini;)

i. “any fishing activities;”

(setiap kegiatan perikanan;)

j. “the carrying out of research or survey activities;”

54

Universitas Sumatera Utara


(kegiatan riset atau survey;)

k. “any act aimed at interfering with any systems of

communication or any other facilities or installations of the

coastal State;”

(setiap perbuatan yang bertujuan mengganggu setiap sistem

komunikasi atau setiap fasilitas atau instalasi lainnya

negara pantai;)

l. “any other activity not having a direct bearing on

passage.”

(setiap kegiatan lainnya yang tidak berhubungan langsung

dengan lintas.)

Konvensi Hukum Laut 1982 tidak hanya mewajibkan negara-

negara pantai untuk membuat ketentuan-ketentuan atau mengambil

tindakan yang pasti terhadap perlindungan lingkungan laut. Tetapi juga

tetap harus melakukan proteksi dan juga konservasi.

Hak lintas damai dapat mengakomodasi kepentingan kedua negara

secara proporsional dijelaskan oleh UNCLOS 1982 dengan dikenalnya 2

macam hak lintas kapal asing di wilayah perairan kepulauan, yaitu hak

lintas damai, yang dapat dilaksanakan pada perairan kepulauan selain alur-

alur laut kepulauan yang ditentukan oleh negara kepulauan.46 Perlindungan

lingkungan laut semakin harus mendapat perhatian penuh karena adanya

kepentingan negara lain untuk melakukan pelayaran pada wilayah perairan

46
Dhiana Puspitawati, Op.Cit., hal. 117.

55

Universitas Sumatera Utara


suatu negara yang memang sudah diakui oleh hukum lingkungan

internasional.

UNCLOS 1982 mengadopsi sistem perlindungan lingkungan yang

dianut oleh Deklarasi Stockholm 1972 di mana UNCLOS mengakui

kedaulatan negara (territorial sovereignty) terhadap sumber daya alam

yang ada di teritorialnya. Namun sebaliknya UNCLOS 1982 juga

mewajibkan negara-negara untuk melindungi (proteksi dan konservasi)

lingkungan dan sumber daya alam dari eksploitasi yang tidak ramah

lingkungan (environmental-friendly exploitation).47

Definisi pencemaran laut menurut United Nations Convention on

the Law of the Sea (UNCLOS) tahun 1982 adalah sebagai berikut:48

“Pencemaran lingkungan laut berarti pemasukan oleh manusia,

langsung atau tidak langsung, zat atau energi ke dalam lingkungan laut

(termasuk muara) yang mengakibatkan atau mungkin menghasilkan

kerusakan yang membahayakan sumber daya hidup dan kehidupan laut,

bahaya terhadap kesehatan manusia, halangan untuk kegiatan kelautan,

termasuk perikanan dan penggunaan lain yang sah di laut, penurunan

penggunaan air laut dan pengurangan fasilitas”.

Pasal 192 UNCLOS mengatur tentang kewajiban umum sekaitan

dengan perlindungan lingkungan laut, di mana semua negara dibebani

47
Sukanda Husin, Op.Cit., hal. 55.
48
UNCLOS 1982, Pasal 1.

56

Universitas Sumatera Utara


tanggung jawab untuk melakukan perlindungan dan konservasi lingkungan

laut.49 Pasal ini menyatakan bahwa :

“States have the obligation to protect and preserve the marine


environment.”

Pada UNCLOS 1982 terdapat ketentuan yang memuat sumber dari

pencemaran yang terjadi di lingkungan laut. Pada Pasal 194 ayat (3)

UNCLOS 1982 menjelaskan bahwa sumber-sumber pencemaran di

lingkungan laut terdiri dari:50

“The measures taken pursuant to this Part shall deal with all
sources of pollution of the marine environment. These measures shall
include, inter alia, those designed to minimize to the fullest possible
extent:”
a. “the release of toxic, harmful or noxious substances, especially

those which are persistent, from land-based sources, from or

through the atmosphere or by dumping;”

(Dilepaskannya bahan-bahan yang beracun, berbahaya, atau

mengganggu, khususnya bahan-bahan yang persisten, yang

berasal dari sumber daratan, dari atau melalui udara, atau

karena dumping;)

b. “pollution from vessels, in particular measures for preventing

accidents and dealing with emergencies, ensuring the safety of

operations at sea, preventing intentional and unintentional

49
Sukanda Husin, Op.Cit., hal. 56.
50
UNCLOS 1982, Pasal 194.

57

Universitas Sumatera Utara


discharges, and regulating the design, construction, equipment,

operation and manning of vessels;”

(Pencemaran dari kendaraan air, terutama tindakan-tindakan

untuk mencegah kecelakaan dan yang berkenaan dengan

keadaan darurat, untuk menjamin keselamatan operasi di laut,

untuk mencegah terjadinya pembuangan yang sengaja atau

tidak serta mengatur desain, konstruksi, peralatan, operasi dan

tata awak kendaraan air;)

c. “pollution from installations and devices used in exploration or

exploitation of the natural resources of the seabed and subsoil,

in particular measures for preventing accidents and dealing

with emergencies, ensuring the safety of operations at sea, and

regulating the design, construction, equipment, operation and

manning of such installations or devices;”

(Pencemaran dari instalasi-instalasi dan alat peralatan yang

dioperasikan dalam eksplorasi atau eksploitasi kekayaan alam

dasar laut dan tanah dibawahnya, khususnya tindakan-tindakan

untuk mencegah kecelakaan dan yang bertalian dengan keadaan

darurat, untuk menjamin keselamatan operasi laut, serta yang

mengatur desain, kostruksi, peralatan, operasi, dan tata awak

instalasi-instalasi atau peralatan termaksud;)

58

Universitas Sumatera Utara


d. “pollution from other installations and devices operating in the

marine environment, in particular measures for preventing

accidents and dealing with emergencies, ensuring the safety of

operations at sea, and regulating the design, construction,

equipment, operation and manning of such installations or

devices.”

(Pencemaran dari lain-lain instalasi dan peralatan yang

dioperasikan dalam lingkungan laut, terutama tindakan-

tindakan untuk mencegah kecelakaan dan yang berkenaan

dengan keadaan darurat, untuk menjamin keselamatan operasi

laut, serta yang mengatur desain, kostruksi, peralatan, operasi,

dan tata awak instalasi-instalasi atau peralatan termaksud).

Secara umum Konvensi Hukum Laut 1982 memberikan hak

kepada setiap negara untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi kekayaan

alamnya, sekaligus pula mewajibkan kepada setiap negara untuk

melindungi dan melestarikan fungsi lingkungan lautnya dari ancaman

pencemaran.51 Berdasarkan hal tersebut setiap negara diberikan hak untuk

melindungi wilayah lautnya dari pencemaran lingkungan laut dengan

membuat ketentuan-ketentuan yang memuat pencegahan, penanggulangan

dan pengolahan pencemaran yang terjadi di wilayah teritorial negara

tersebut.

51
UNCLOS 1982, Pasal 192 dan Pasal 193.

59

Universitas Sumatera Utara


Dari kedua Pasal UNCLOS 1982 tersebut di atas yaitu Pasal 42

ayat (1), yaitu :

“Subject to the provisions of this section, States bordering straits


may adopt laws and regulations relating to transit passage through straits,
in respect of all or any of the following:”
Begitu pula Pasal 54 menyatakan bahwa :

“Duties of ships and aircraft during their passage, research and


survey activities, duties of the archipelagic State and laws and regulations
of the archipelagic State relating to archipelagic sea lanes passage.”

Pasal-Pasal dalam Konvensi ini memberikan hak bagi negara yang

berada di sekitar selat-selat dan juga negara kepulauan untuk membuat

peraturan agar dapat melindungi wilayah lautnya masing-masing dari

pencemaran laut yang disebabkan oleh adanya kegiatan pelayaran

internasional yang menyebabkan pencemaran laut rentan terjadi baik

karena di sengaja maupun akibat kecelakaan.

Tanggung jawab dan ganti rugi terhadap lingkungan laut pada

konvensi UNCLOS 1982 terdapat pada Pasal 235 sebagaimana yang

dimuat sebagai berikut:52

1. “States are responsible for the fulfilment of their international

obligations concerning the protection and preservation of the

marine environment. They shall be liable in accordance with

international law.”

52
UNCLOS 1982, Pasal 235.

60

Universitas Sumatera Utara


(Negara-negara bertanggungjawab untuk pemenuhan

kewajiban-kewajiban internasional mereka berkenaan dengan

perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Mereka harus

memikul kewajiban ganti-rugi sesuai dengan hukum

internasional).

2. “States shall ensure that recourse is available in accordance

with their legal systems for prompt and adequate compensation

or other relief in respect of damage caused by pollution of the

marine environment by natural or juridical persons under their

jurisdiction”

(Negara-negara harus menjamin tersedianya upaya menurut

sistem perundang-undangannya untuk diperolehnya ganti-rugi

yang segera dan memadai atau bantuan lainnya bertalian

dengan kerusakan yang disebabkan pencemaran lingkungan

laut oleh orang perseorangan atau oleh badan hukum di bawah

yurisdiksi mereka).

3. “With the objective of assuring prompt and adequate

compensation in respect of all damage caused by pollution of

the marine environment, States shall cooperate in the

implementation of existing international law and the further

development of international law relating to responsibility and

liability for the assessment of and compensation for damage

and the settlement of related disputes, as well as, where

61

Universitas Sumatera Utara


appropriate, development of criteria and procedures for

payment of adequate compensation, such as compulsory

insurance or compensation funds.”

(Dengan tujuan untuk menjamin ganti-rugi yang segera dan

memadai bertalian dengan segala kerugian yang disebabkan

oleh pencemaran lingkungan laut, negara-negara harus

bekerjasama melaksanakan hukum internasional yang

berkenaan dengan tanggung jawab dan kewajiban gantu rugi

untuk penaksiran mengenai kompensasi atas kerusakan serta

penyelesaian sengketa yang timbul, demikian pula, dimana

perlu, mengembangkan kriteria dan prosedur-prosedur

pembayaran ganti-rugi yang memadai seperti halnya asuransi

wajib atau dana kompensasi).

Prinsip pencemar membayar kompensasi dalam perkembangannya

mengatur masalah tanggung jawab sebuah negara ke negara lain atas

kerusakan lingkungan hidup yang dibuatnya terhadap lingkungan laut

internasional. Kewajiban negara untuk tidak merusak lingkungan negara

lain atau teritorial di luar wilayahnya serta kewajiban orang untuk menjaga

kelestarian lingkungan hidup. Prinsip pertanggungjawaban dan kewajiban

pembayaran ganti kerugian pada pencemar lingkungan laut diakibatkan

karena tumpahan minyak menimbulkan perlunya diatur besaran ganti

kerugian yang harus dibayarkan oleh sumber pencemar.

62

Universitas Sumatera Utara


Dalam UNCLOS 1982 memberikan perlindungan bagi tertuduh

pencemaran lingkungan laut. Sebagaimana terdapat dalam Pasal 230

UNCLOS 1982 mengenai denda keuangan dan penghormatan hak-hak

yang diakui dari tertuduh yaitu:53

1. “Monetary penalties only may be imposed with respect to

violations of national laws and regulations or applicable

international rules and standards for the prevention, reduction

and control of pollution of the marine environment, committed

by foreign vessels beyond the territorial sea.”

(Denda keuangan hanya dapat dikenakan dalam hal adanya

pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan nasional

atau ketentuan-ketentuan serta standar-standar internasional

yang berlaku untuk pencegahan, pengurangan dan

pengendalian pencemaran lingkungan laut oleh kendaraan air

asing di luar laut teritorial).

2. “Monetary penalties only may be imposed with respect to

violations of national laws and regulations or applicable

international rules and standards for the prevention, reduction

and control of pollution of the marine environment, committed

by foreign vessels in the territorial sea, except in the case of a

wilful and serious act of pollution in the territorial sea.”

53
UNCLOS 1982, Pasal 230.

63

Universitas Sumatera Utara


(Denda keuangan hanya dapat dikenakan dalam hal adanya

pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan nasional

atau ketentuan-ketentuan serta standar-standar internasional

yang berlaku untuk pencegahan, pengurangan dan

pengendalian pencemaran lingkungan laut oleh kendaraan air

asing di laut teritorial, kecuali dalam hal kesengajaan dan

adanya tindakan pencemaran yang gawat di laut teritorial).

3. “In the conduct of proceedings in respect of such violations

committed by a foreign vessel which may result in the

imposition of penalties, recognized rights of the accused shall

be observed.”

(Di dalam melakukan penuntutan berkenaan dengan

pelanggaran yang dimaksud yang dilakukan oleh suatu

kendaraan air asing yang berakibat dikenakannya hukuman,

maka hak-hak yang diakui oleh tertuduh harus dihormati).

Dengan demikian ketentuan ini harus pula diatur dalam perundang-

undangan nasional guna memperoleh hak untuk mendapatkan ganti rugi

atas tindakan pencemaran laut. Hukum nasional harus meratifikasi

ketentuan-ketentuan dari hukum internasional dalam menangani

perlindungan bagi lingkungan laut negaranya.

Yurisdiksi bendera negara, ketentuan yang terdapat dalam

UNCLOS mencoba untuk membatasi berbagai yurisdiksi sebagai bentuk

upaya pencegahan pencemaran lingkungan terhadap bendera negara,

64

Universitas Sumatera Utara


negara pantai, dan negara pelabuhan terhadap laut dan pantai. Oleh karena

itu, negara bendera memiliki kewajiban untuk memastikan kepatuhan

kapal yang mengibarkan bendera terhadap ketentuan dan peraturan yang

berlaku sesuai dengan UNCLOS. Selain itu, berdasarkan ketentuan Pasal

217 UNCLOS menyatakan bahwa: 54

“States shall ensure compliance by vessels flying their flag or of


their registry with applicable international rules and standards,
established through the competent international organization or general
diplomatic conference, and with their laws and regulations adopted in
accordance with this Convention for the prevention, reduction and control
of pollution of the marine environment from vessels and shall accordingly
adopt laws and regulations and take other measures necessary for their
implementation. Flag States shall provide for the effective enforcement of
such rules, standards, laws and regulations, irrespective of where a
violation occurs”
(Bendera negara diwajibkan untuk memastikan kapal berlayar
dengan membawa sertifikat yang sudah terverifikasi yang sesuai dengan
kondisi kapal dan apabila terjadi pelanggaran diharapkan melakukan
investigasi dengan segera dan melakukan tindakan sesuai dengan
pelanggaran yang telah dilakukan oleh kapal berbendera negara).

Selanjutnya, berdasarkan Pasal 94 UNCLOS mengenai

administratif dan penegakkan hukum diberikan kepada negara bendera.

Dalam artian, negara bendera diwajibkan untuk mengambil tindakan

kepada kapal berbendera negara sesuai dengan ketentuan internasional

untuk memastikan keselamatan laut dari pencemaran, yaitu:55

“Every State shall effectively exercise its jurisdiction and control


in administrative, technical and social matters over ships flying its flag.”
(Setiap Negara harus secara efektif menjalankan yurisdiksinya dan
mengendalikannya masalah administrasi, teknis dan sosial atas kapal yang
mengibarkan benderanya).

54
UNCLOS 1982, Pasal 217.
55
UNCLOS 1982, Pasal 94.

65

Universitas Sumatera Utara


Dalam United Nation Convention of the Law on the Sea (UNCLOS

1982) mengatur tentang hak-hak negara dalam membuat hukum nasional

masing-masing tentang pencemaran laut akibat tumpahan minyak dan

mengatur tentang tanggung jawab negara dalam memuat suatu peraturan

perundang-undangan yang dapat melindungi dan mencegah wilayah laut

negara tersebut dari segala bentuk pencemaran laut tidak terkecuali

pencemaran akibat tumpahan minyak.

B. Pengaturan Civil Liability Convention (CLC) 1996 dan Fund

Convention 1992 dan 2003 terhadap Tumpahan Minyak (Oil Spill) di

Laut oleh Kapal Tanker.

Konvensi 1969 ini dibuat oleh International Maritime

Organization (IMO) untuk menerapkan sistem ganti kerugian atas

tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh pemilik kapal (swasta)

terkait tindakan pencemaran laut teritorial akibat polusi minyak. CLC

1969 merupakan konvensi yang mengatur tentang ganti rugi pencemaran

laut oleh minyak karena kecelakaan kapal tanker. Konvensi ini berlaku

untuk pencemaran lingkungan laut di laut territorial negara peserta.

Dalam hal pertanggungjawaban ganti rugi pencemaran lingkungan

laut maka prinsip yang dipakai adalah prinsip tanggung jawab mutlak

(absolut liability). Konvensi ini berlaku hanya pada kerusakan pencemaran

minyak mentah (persistent oil) yang tertumpah dan muatan kapal tangki.

Civil Liability Convention 1969 mengatur tanggung jawab perdata yang

66

Universitas Sumatera Utara


timbul akibat pencemaran minyak di laut yang bersumber dari kapal, yaitu

kapal pelayaran samudera dan kapal niaga yang dibangun atau disesuaikan

untuk mengangkut minyak curah sebagai muatan. Kapal jenis ini lazim

dikenal sebagai kapal tanker. Tanggung jawab ganti rugi terhadap

pencemaran minyak di laut menurut Civil Liability Convention 1969

dibebankan kepada pemilik kapal tanker yang menyebabkan terjadinya

pencemaran.

Sedangkan, jenis minyak yang diangkut sebuah kapal tanker terdiri

atas dua jenis, yaitu minyak yang diangkut dalam bentuk curah sebagai

muatan kapal dan minyak yang diangkut sebagai bahan bakar dan terdapat

dalam tempat penyimpanan kapal (tangki bahan bakar).56

Setiap tumpahan minyak dari kapal tanker menimbulkan korban

(casualties). Korban yang dimaksud di sini bukan saja terbatas pada

manusia tetapi juga lingkungan dan ekosistemnya. Untuk mengakomodir

pemberian ganti rugi kepada suatu negara yang penduduk dan lingkunngan

serta ekosistemnya mengalami kerusakan, the Inter-Governmental Maritim

Consultative Organization (IMCO) di Brussels melahirkan the 1969

International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage

(selanjutnya disingkat sebagai CLC 1969). CLC 1969 menetapkan batasan

ganti rugi adalah sebesar 2,000 Frach untuk setiap ton dari bobot kapal

dengan ketentuan jumlah keseluruhannya tidak lebih dari 210 juta Frach

56
Civil Liability Convention 1969, Pasal 1 Ayat (5).

67

Universitas Sumatera Utara


atau $17 juta per kecelakaan untuk kerugian dari tumpahan minyak kapal

tanker.57

Pada tahun 1971, IMCO mengeluarkan peraturan tambahan bagi

CLC 1969 yakni the 1971 International Convention for International

Fund for Compensation for Oil Pollution Damage (seterusnya disebut

Fund Convention) untuk memberikan cara efektif untuk menyelamatkan

ganti rugi yang diatur dalam Konvensi CLC. Fund Convention menaikkan

batas tanggung jawab menjadi $36 juta per kecelakaan. Fund Convention

mempersempit daya berlakunya dengan membatasi diri pada tumpahan

yang disebabkan oleh minyak bumi (crude oil dan fuel oil) dalam arti

persistent hydrocarbon mineral oil. Sedangkan CLC mendefinisikannya

tumpahan minyak secara lebih luas lagi yaitu : any persistent oil termasuk

crude oil, fuel oil, heavy diesel oil, lubricating oil dan whale oil. 58

CLC 1992 mengartikan kerusakan pencemaran dalam Pasal 1 ayat

(6) sebagai berikut:59

“Pollution damage” means: loss or damage caused outside the


ship by contamination resulting from the escape or discharge of oil from
the ship, wherever
(Kerusakan pencemaran” berarti : kehilangan atau kerusakan yang
disebabkan di luar kapal oleh kontaminasi yang dihasilkan dari pelepasan
atau pembuangan minyak dari kapal, di mana saja

57
Sukanda Husin, Op.Cit., hal. 37.
58
Ibid., hal. 38.
59
CLC 1992 Ayat (6).

68

Universitas Sumatera Utara


a. such escape or discharge may occur, provided that

compensation for impairment of the environment other

than loss of profit from such impairment shall be limited to

costs of reasonable measures of reinstatement actually

undertaken or to be undertaken;

(pelarian atau pelepasan tersebut dapat terjadi, dengan

ketentuan bahwa kompensasi untuk kerusakan lingkungan

selain dari kehilangan keuntungan dari penurunan nilai tersebut

harus dibatasi pada biaya tindakan pemulihan yang wajar yang

telah dilakukan atau dilakukan;)

b. the costs of preventive measures and further loss or damage

caused by preventive measures.”

(biaya tindakan pencegahan dan kerugian atau kerusakan lebih

lanjut yang disebabkan oleh tindakan pencegahan.)

Ganti rugi dalam pencemaran laut yang disebabkan oleh minyak

dari kapal tanker menurut hukum internasional dapat dilakukan dengan

beberapa hal yaitu:

1. Berdasarkan CLC 1969 menentukan tanggung jawab atau

kontribusi dari pemilik kapal terhadap pencemaran yang

datangnya dari kapal. Batas tanggung jawab ganti rugi US$ 20

juta dan hanya berlaku pada kapal tanker yang mengangkut

muatan minyak persistent oil.

69

Universitas Sumatera Utara


2. The Fund Convention membentuk IOCP Fund untuk

memberikan kompensasi ganti rugi kerusakan akibat

pencemaran bila dana dari CLC Convention tidak mencukupi.

the Fund Convention dibiayai oleh anggota (Negara) dari Fund

Convention melalui perhitungan jumlah minyak (persistent oil)

yang diterima (oil received). Batas tanggung jawab dalam hal

pemberian ganti rugi dari the Fund Convention sampai dengan

US$ 84 juta sudah termasuk yang dibayarkan oleh CLC

Convention.

Fund Convention memungut uang kontribusi dari para anggotanya,

juga menawarkan beberapa bantuan yang menyangkut masalah

pencegahan dan penanggulangan pencemaran yang dapat dimanfaatkan

oleh para anggota antara lain memberikan bantuan pada anggota untuk

memanfaatkan fasilitas administrasi dan perkantoran Fund Convention dan

membantu melakukan penyelesaian klaim, menyediakan material dan

bantuan pelayanan untuk mengurangi kerusakan akibat pencemaran karena

kecelakaan, dan IOPC berperan sebagai pembayar kompensasi dan

menyediakan “credit facilities” yang akan digunakan untuk

menanggulangi pencemaran akibat kecelakaan.

Peranan dari the CLC Convention dan the Fund Convention

terbatas pada kecelakaan yang mengakibatkan pencemaran dari persistent

oil saja, sedangkan light diesel oil, gasoline dan sebagainya tidak termasuk

dalam kedua konvensi tersebut. Kerusakan akibat pencemaran yang dapat

70

Universitas Sumatera Utara


ditanggung oleh konvensi tersebut hanya terbatas pada biaya usaha

pencegahan yang dilakukan pada waktu terjadi pencemaran. Kerugian

ekonomi (economic loses) dan kerusakan lingkungan (environmental

losses) yang berhubungan dengan biaya rehabilitasi dan pembersihan.60

Secara umum, persistent oil terdapat kandungan fraksi fraksi berat

bahan bakar fosil atau material dengan titik didih yang tinggi. Minyak

tersebut tidak mudah terurai secara cepat dan berpotensi serius terhadap

kerusakan lingkungan ketika terjadi tumpahan. Ancaman tersebut antara

lain berpengaruh langsung terhadap kehidupan biota alam, habitat tertentu

serta kerusakan pantai.61

Fund Convention dan CLC (Civil Liberty for Oil Pollution

Damage) hanya menjamin tentang “persistent oil.” IMO beranggapan

bahwa “unnecessary” untuk menjamin non-persistent oils, disebabkan

minyak jenis non persistent cenderung lebih mudah menguap, menghilang

secara alamiah dan tidak menyebabkan pencemaran yang luas. Sebagai

tambahan bahwa IMO berpendapat 80% dari minyak yang diangkut oleh

tanker minyak adalah minyak mentah (crude oil), yang dikategorikan

sebagai persistent oil.

60
Elly Kristiani Purwendah, Penerapan Regime Tanggung Jawab dan Kompensasi Ganti
Rugi Pencemaran Minyak oleh Kapal Tanker di Indonesia, Jurnal Komunikasi Hukum Vol.2
No.2, Agustus 2016, hal. 127-146.
61
https://ahliasuransi.com/persistent-oil-dan-non-persistent-
oil/#:~:text=Lebih%20jauh%20lagi%2C%20IMO%20secara,diesel%20ringan%2C%20and%20mi
nyak%20tanah. Diakses pada 12 Juli 2020 pada 23:34.

71

Universitas Sumatera Utara


Pemilik kapal dapat diminta pertanggungjawabannya atas

kerusakan polusi yang disebabkan oleh minyak dari kapalnya. Pemilik

kapal tangki mempunyai kewajiban ganti rugi terhadap kerusakan

pencemaran yang disebabkan oleh tumpahan minyak dan kapalnya akibat

kecelakaan. Namun, ada alasan-alasan pengecualian pertanggungjawaban

ganti kerugian bila pemilik kapal dapat membuktikan dijelaskan dalam

Pasal 3 ayat (2), yaitu:62

“No liability for pollution damage shall attach to the owner if he


proves that the damage:
(Tidak ada pertanggungjawaban atas kerusakan pencemaran yang
akan melekat pada pemilik jika ia membuktikan bahwa kerusakan)
a. “resulted from an act of war, hostilities, civil war,

insurrection or a natural phenomenon of an exceptional,

inevitable and irresistible character, or “

(dihasilkan dari tindakan perang, permusuhan, perang saudara,

pemberontakan atau fenomena alam yang luar biasa, tak

terhindarkan dan karakter yang tidak dapat ditolak, atau)

b. “was wholly caused by an act or omission done with intent to

cause damage by a third party, or”

(sepenuhnya disebabkan oleh tindakan atau kelalaian yang

dilakukan dengan maksud untuk menyebabkan kerusakan oleh

pihak ketiga, atau)

62
Civil Liability Conventian 1969, Pasal 3 ayat (2).

72

Universitas Sumatera Utara


c. “was wholly caused by the negligence or other wrongful act of

any Government or other authority responsible for the

maintenance of lights or other navigational aids in the exercise

of that function.”

(sepenuhnya disebabkan oleh kelalaian atau tindakan salah

lainnya dari Pemerintah atau otoritas lain yang bertanggung

jawab atas pemeliharaan lampu atau navigasi lainnya bantu

dalam menjalankan fungsi itu).

Berdasarkan banyaknya kasus tumpahan minyak yang terjadi di

dunia kelautan internasional pengecualian tersebut diatas sangat terbatas,

dikarenakan pemilik kapal serta pemilik muatan minyak diharuskan

berkewajiban memberikan ganti rugi akibat kerusakan pencemaran pada

hampir semua kecelakaan yang terjadi.

Seiring dengan berkembang pesatnya perindustrian alat ekstrasi

minyak bumi yang mengakibatkan berkembang pesat jugalah industri

kapal pengangkut minyak. Ada begitu banyak hal yang menyebabkan

perkembangan industri dan teknologi kapal tanker berkembang sejalan

dengan kemajuan industri dalam hal transportasi melalui perairan salah

satunya karena minyak merupakan komoditas kepentingan strategis kunci

yang menyumbangkan 35% dari konsumsi utama energi dunia pada tahun

2010. Sesuai dengan meningkatnya penggunaan minyak yang diperlukan

oleh negara-negara menyebabkan banyaknya penggunaan kapal-kapal

tanker yang berukuran besar untuk keperluan alat transportasi melalui

73

Universitas Sumatera Utara


perairan. Kebanyakan minyak dari negara produsen diangkut dengan, ini

termasuk Very Large Crude Carries (VLCCs) dengan bobot mati sampai

dengan 320.000 ton dan Ultra Large Crude Carrier (ULCCs) dengan

bobot mati dari 320.000 ton ke atas.63

Pada tahun 2010, sekitar 1,8 miliar ton minyak mentah, atau setara

dengan 45% produksi minysk dunia, diangkut dengan tanker-tanker

raksasa seperti disebutkan diatas melalui rute-rute tetap, misalnya dari

Teluk Persia ke bagian-bagian lain dunia.64

Pada tahun 1992, IMCO mengeluarkan 1992 International

Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage (CLC 1992) untuk

mengamendir CLC 1969. CLC 1992 dibentuk dengan mengikuti pola CLC

1969 di mana sistem tanggung jawab dibangun berdasarkan sistem

tingkatan ganti ruginya (tiered liability) dan dengan sistem tanggung

jawab terbatas bagi pemilik kapal bergantung pada tonase kapal dan

kompensasi tambahan yang tersedia melalui International Oil Pollution

Compensation Fund (the 1992 IOPC Fund) sampai jumlah maksimum per

kecelakaan. Namun demikian, kedua konvensi tersebut memperkenalkan

beberapa perubahan penting dari rezim hukum ganti rugi terdahulu. Kedua

konvensi memperluas ruang lingkup geografis berlakunya dan jumlah

63
Sukanda Husin , Op.Cit., hal. 38.
64
Ibid., hal. 39.

74

Universitas Sumatera Utara


maksimum ganti rugi yang tersedia di bawah CLC 1992 dan Fund

Convention 1992.65

CLC 1992 mulai berlaku tanggal 30 Mei 1996. Tapi sehubungan

dengan kecelakaan pencemaran minyak yang besar pada tahun 1999, yang

melibatkan the Erika, kebutuhan untuk peningkatan lebih lanjut jumlah

ganti rugi menjadi kenyataan, dan tahun 2000, dengan prosedur

amandemen diam-diam, tingkat ganti rugi dari CLC 1992 dinaikkan

setinggi 50%. Amandemen ini mulai berlaku pada 1 November 2003 bagi

semua negara-negara anggota CLC 1992 dan Konvensi Fund 1992 dan

limit ganti rugi yang lebih tinggi tersedia sekaitan dengan semua insiden

pencemaran minyak di negara-negara anggota yang terjadi setelah 1

November 2003.66 Banyak negara-negara anggota asli CLC 1969 yang

telah mengadopsi CLC 1992 dan mengakhiri CLC 1969. Tetapi tidak

semua negara melakukan itu, maka kedua CLC 1969 dan CLC 1992 hidup

berdampingan di dalam hukum lingkungan internasional. Keduanya di

gunakan sesuai dengan kebutuhan dan sesuai dengan bentuk sengketa yang

terjadi, seperti seberapa besar bentuk ganti rugi yang seharusnya di

tetapkan oleh negara-negara yang menjadi anggotanya.

65
Ibid., hal. 39.
66
Ibid., hal. 39.

75

Universitas Sumatera Utara


Batas ganti rugi menurut Pasal 6 CLC 1992 adalah sebagai

berikut:67

“Where the owner, after an incident, has constituted a fund in


accordance with Article V, and is entitled to limit his liability,

1. “no person having a claim for pollution damage arising out of

that incident shall be entitled to exercise any right against any

other assets of the owner in respect of such claim;“

(Tidak ada orang yang memiliki klaim untuk kerusakan

pencemaran yang timbul dari insiden itu berhak untuk

menggunakan hak apa pun terhadap aset lain dari pemilik

sehubungan dengan klaim tersebut;)

2. "the Court or other competent authority of any Contracting State

shall order the release of any ship or other property belonging to

the owner which has been arrested in respect of a claim for

pollution damage arising out of that incident, and shall similarly

release any bail or other security furnished to avoid such arrest.”

(Pengadilan atau otoritas kompeten lainnya dari suatu Negara

pihak pada Persetujuan akan memerintahkan pembebasan kapal

atau harta benda lain milik kepada pemilik yang telah ditangkap

sehubungan dengan klaim atas kerusakan akibat polusi yang

timbul dari kejadian itu, dan dengan cara yang sama akan

67
CLC 1992 Pasal 6.

76

Universitas Sumatera Utara


melepaskan segala jaminan atau keamanan lain yang disediakan

untuk menghindari penangkapan tersebut).

Kecelakaan Kapal Prestige pada tahun 2002 menuntut perbaikan

terhadap besarnya ganti rugi karena sudah jelas bahwa jumlah klaim yang

dapat diterima dari kecelakaan itu melebihi jumlah maksimum yang

ditetapkan CLC 1992 dan Konvensi Fund 1992. Oleh karena itu,

diadopsilah the 2003 Supplementary Fund Protocol (selanjutnya dirujuk

sebagai IOPC Fund) untuk memperkenalkan level ganti rugi ke-3 yang

dapat menjadi opsi bagi negara-negara anggota CLC 1992 dan Konvensi

Fund yang memperkenalkan ganti rugi tambahan atas batas ganti rugi yang

ada dalam Konvensi Fund 1992 sampai menjadi jumlah maksimum

sebesar 750.000.000 SDR atau setara dengan US$ 1157,2 juta. Tapi

semenjak itu belum ada klaim yang dibuat berdasarkan IOPC Fund. 68

Berdasarkan besaran ganti rugi yang terdapat dalam CLC 1969 dan

Konvensi Fund 1971 maupun CLC 1992 dan Konvensi Fund 2003 dapat

diartikan bahwa setiap bentuk ganti rugi yang ditetapkan berbeda. Bentuk

ganti rugi yang ditetapkan sesuai dengan besaran dan seberapa berbahaya

dan merugikannya pencemaran yang disebabkan oleh kecelakaan kapal-

kapal tanker tersebut. Setiap negara yang menjadi anggota dari konvensi-

konvensi ini memiliki hak untuk meratifikasi konvensi yang telah terjadi

pembaharuan atau tidak.

68
Sukanda Husin, Op.Cit., hal. 40.

77

Universitas Sumatera Utara


Protokol CLC 1992 mempertegas pembatasan tanggung jawab

pemilik kapal seperti yang terdapat pada Pasal 5 CLC 1969, yaitu :

1. “The owner of a ship shall be entitled to limit his liability

under this Convention in respect of any one incident to an

aggregate amount calculated as follows:”

(Pemilik kapal berhak untuk membatasi tanggung jawabnya

berdasarkan Konvensi ini sehubungan dengan satu insiden

dengan jumlah keseluruhan dihitung sebagai berikut:)

a. “4,510,000 units of account for a ship not exceeding

5,000 units of tonnage;”

(4.510.000 unit akun untuk kapal yang tidak melebihi

5.000 unit tonase;)

b. “for a ship with a tonnage in excess there of, for each

additional unit of tonnage, 631 units of account in

addition to the amount mentioned in sub-paragraph.”

(untuk kapal dengan tonase berlebih di sana, untuk

setiap unit tonase tambahan, 631 unit akun di samping

jumlah yang disebutkan dalam sub-ayat).

“provided, however, that this aggregate amount shall not in


any event exceed 89,770,000 units of account”
(dengan ketentuan, bagaimanapun, bahwa jumlah agregat
ini tidak akan melebihi 89.770.000 unit akun dalam hal apa pun)
c. “The owner shall not be entitled to limit his liability

under this Convention if it is proved that the pollution

78

Universitas Sumatera Utara


damage resulted from his personal act or omission,

committed with the intent to cause such damage, or

recklessly and with knowledge that such damage

would probably result.”

(Pemilik tidak berhak membatasi tanggung jawabnya

berdasarkan Konvensi ini jika terbukti bahwa

kerusakan akibat pencemaran 2. tindakan atau

kelalaiannya, dilakukan dengan maksud untuk

menyebabkan kerusakan seperti itu, atau secara

sembrono dan dengan pengetahuan bahwa kerusakan

tersebut mungkin akan hasil).

CLC memerlukan instrumen untuk diberlakukan melalui sebuah

pertanggungan wajib (compulsory insurance) yang mewajibkan pemilik

dari kapal yang membawa lebih dari 2.000 ton minyak (baik dalam bulk

maupun dalam cargo) wajib menutup asuransi atau bentuk pertanggungan

lain yang jumlahnya sesuai dengan batas pertanggungjawaban pembayaran

ganti ruginya (CLC 1969. Article VIII (1)), bukan berarti tidak adanya

pertanggungjawaban pemilik kapal berdasarkan konvensi apabila pemilik

kapal berdasarkan konvensi mengangkut minyak kurang dari 2.000 ton

(CLC 1969. Article VIII (1)).

Dalam hal demikian pemilik dibebaskan dari kewajiban untuk

menutup pertanggungan wajibnya. Dalam ketentuan pertanggungan wajib

ini, setiap kapal tanker diwajibkan untuk membawa sertifikat dalam

79

Universitas Sumatera Utara


bentuk yang sesuai dengan ketentuan dimana kapal diregistrasikan yang

menyatakan tentang adanya dan masih berlakunya pertanggungjawaban

wajib. Tanpa sertifikat, negara registrasi tidak dibenarkan untuk

mengijinkan kapal tersebut berlayar. Sertifikat ini akan diterima dan

dihargai berdasarkan konvensi oleh setiap negara peserta.

Konvensi ini menentukan bahwa klaim ganti rugi dapat diajukan

langsung kepada pihak penanggung atau pihak lain yang memberikan

jaminan. Penanggung menggunakan asas strict liability meskipun ada

kemungkinan terdapatnya fakta yang mengecualikan asas tersebut.

Asuransi yang dibentuk sebagai pelaksanaan CLC dikenal sebagai

voluntary industry schemes yang disebut TOVALOP (the Tanker Owner‟s

Voluntary Agreement Concerning Liability for Oil Pollution) dan

CRISTAL (Contract Regarding an Interim Supplement to Tanker Liability

for Oil Pollution) yang menyediakan kompensasi ganti rugi kerusakan

akibat pencemaran minyak. Kedua skema ini dibentuk bersamaan dengan

konvensi internasional, tujuan dari kedua skema industri ini adalah untuk

menyelesaikan kompensasi ganti rugi yang sebanding dengan yang

diberikan oleh CLC dan Fund Convention untuk negara yang belum

meratifikasi kedua konvensi tersebut.69

69
Elly Kristiani Purwendah, Log.Cit., hal. 127-146.

80

Universitas Sumatera Utara


Regulasi Internasional dalam hal ini Konvensi tentang

pertanggungjawaban dan kompensasi yang wajib dibayarkan oleh pelaku

pencemar (tanker owners) membentuk dua rezim yang berlaku yaitu:

1. Rezim lama yang mendasarkan pada CLC 1969 dan Fund

1971;

2. Rezim baru yang mendasarkan pada CLC 1992 dan Fund 1992

beserta Supplementary Fund 2003.

3. Posisi Indonesia sebagai sebuah negara importir minyak, sudah

meratifikasi CLC 1969 beserta amandemennya Protokol 1992,

tanpa meratifikasi Fund Convention 1992 beserta Suplementary

Fund 2003, dengan demikian posisi Indonesia sudah berada

pada rezim baru pada tingkatan pertama kompensasi ganti rugi

(primary tier). Rezim pertanggungjawaban dan kompensasi

ganti kerugian yang dapat dituntut kepada pelaku pencemar

minyak di laut Indonesia berdasarkan pada CLC 1992

mencapai 3 juta SDR ditambah perkalian sebesar 420 SDR

(setara dengan US$ 567).

Convention on Civil Liability 1969 (Konvensi International

tentang tanggung jawab privat atas kerusakan akibat pencemaran oleh

minyak) pada dasarnya mengatur tentang beberapa hal, yaitu:70

70
http://finowaspodo.blogspot.com/2012/02/bank-soal-marpol.html diakses pada 09 Juli
2020 jam 23:57.

81

Universitas Sumatera Utara


1. Lingkup Aplikasi, aplikasi pada kerusakan pencemaran minyak

mentah yang tumpah dari muatan kapal tanker.

2. Strict Liability, pemilik kapal tanker berkewajiban membayar

ganti rugi kerusakan pencemaran yang disebabkan oleh

tumpahan minyak dari kapal.

3. Batas kewajiban ganti rugi (Limitation of Liability), kewajiban

membayar ganti rugi/liability dari pemiliknya dan berdasarkan

besarnya tonnage kapal. Karena itu pemilik berkewajiban

mengasuransikan kapalnya.

4. Permintaan ganti rugi (Channeling of Liability), klaim terhadap

kerusakan pencemaran di bawah Konvensi CLC hanya dapat

ditujukan pada pemilik kapal terdaftar pencemaran minyak

mentah.

5. Asuransi yg diwajibkan (Compulsary Insurance), pemilik kapal

tanker yang menyangkut lebih 2.000 ton di wajibkan untuk

mengasuransikan kapalnya guna menutupi klaim yang timbul

berdasarkan CLC Convention.

6. Kompetensi pengadilan (Competence of Courts), tindak lanjut

pembayaran kompensasi sesuai CLC hanya dapat dilakukan

berdasarkan keputusan pengadilan negara anggota konvensi di

lingkungan teritorial dimana kecelakaan tersebut terjadi.

82

Universitas Sumatera Utara


C. Pengaturan the Tanker Owners Voluntary Agreement concerning

Liability for Oil Pollution (TOVALOP) terhadap Tumpahan Minyak

(Oil Spill) di Laut oleh Kapal Tanker.

TOVALOP merupakan suatu “voluntary scheme” dari pemilik

kapal tanker dan merupakan jalan kompromi yang cepat dan wajar untuk

mengantisipasi “environmental question” dari negara-negara pantai.

Sistem ganti rugi TOVALOP mulai berlaku tanggal 6 Oktober 1969, pada

saat ini kurang lebih 95,5% kapal tanker yang melakukan pelayaran secara

internasional merupakan anggota dari TOVALOP. 71

Perjanjian TOVALOP merupakan skema ganti rugi privat antara

pemilik-pemilik kapal tanker dan perusahaan-perusahaan minyak yang

besar dengan cara mengasuransikan tanggung jawab ganti ruginya.

Perjanjian TOVALOP memberikan ganti rugi berdasarkan ketentuan

perjanjian pertanggungan dan premi yang dibayar oleh pihak tertanggung.

Pihak asuransi menanggung tumpahan miyak sebanyak US$ 100 per gross

ton bobot kapal yang didaftarkan (gross registered ton) dengan jumlah

tertingginya sebesar US$ 10,000,000. Setelah 1 Juni 1981, jumlah ini naik

menjadi US$ 147 per gross ton dan jumlah tanggung jawab tertinggi

menjadi US$ 16,800,000.72

71
Suhaidi, Op.Cit., hal. 123.
72
Sukanda Husin, Op.Cit., hal. 41.

83

Universitas Sumatera Utara


Perjanjian TOVALOP merupakan lembaga ganti rugi bagi korban

tumpahan minyak. TOVALOP menerapkan sistem pertanggungjawaban

dengan ciri-ciri sebagai berikut:73

1. TOVALOP tidak memerhatikan masalah apakah peristiwa

terjadi di satu wilayah negara tertentu baik peserta maupun

bukan peserta dari CLC; yang diperhatikan hanya keadaan

tumpahnya minyak dan timbulnya kerugian karena tercemarnya

pantai suatu negara.

2. Bahwa tumpahnya minyak disebabkan karena kesalahan dan

kekuranghati-hatian pihak kapal tanker.

3. Bahwa klaim diselesaikan oleh badan asuransi dari Tanker

Owners Pollution Federation Ltd. Dengan tidak menutup

kemungkinan penggunaan lembaga arbitrase.

4. Bahwa klaim ganti rugi hanya dapat diajukan oleh negara dan

bukan oleh individual korban.

5. Ganti rugi diberikan tidak hanya terbatas pada direct cost,

immediate preventive measures, dan direct damage tapi juga

untuk biaya-biaya yang dikeluarkan untuk tindakan-tindakan

mengurangi dan mengalihkan beban pencemaran.

Berdasarkan hal diatas percemaran lingkungan yang dilakukan oleh

pemilik kapal menimbulkan kewajiban dalam hal pertanggungjawaban,

baik individu maupun badan hukum lainnya memiliki peran dan

73
Ibid., hal. 41.

84

Universitas Sumatera Utara


bertanggung jawab untuk melakukan beberapa tindakan dan upaya dalam

pencegahan serta penanggulangan berupa pembayaran ganti rugi terhadap

pencemaran yang dilakukan akibat tumpahan minyak.

Dalam sistem TOVALOP, ganti rugi akan diberikan kepada pihak

ketiga yang menjadi korban pencemaran minyak dari kapal tanker. Pihak

ketiga yang dimaksud adalah hanya negara saja. Ganti rugi yang dapat

ditutup oleh TOVALOP terbatas pada:74

1. Direct cost; (Biaya langsung);

2. Immediate preventive measures; (Tindakan pencegahan

segera);

3. Direct damage by physical contamination; and compensation

for pollution damages including actions performed to decrease

or to shift the possible on performed, to decrease or to shift the

possible occurence of damages should be observed. (Kerusakan

langsung oleh kontaminasi fisik; dan kompensasi untuk

kerusakan akibat polusi termasuk tindakan yang untuk

mengurangi atau menggeser kemungkinan yang

dilakukan,untuk mengurangi atau menggeser kemungkinan

terjadinya kerusakan harus diperhatikan).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa TOVALOP tidak

memberikan ganti rugi pada kerusakan ekologi. Sedangkan jenis minyak

74
Suhaidi, Op.Cit., hal. 123.

85

Universitas Sumatera Utara


yang dapat ditutup oleh TOVALOP adalah untuk jenis “crude oil dan

heavy oil”. Untuk jenis non-presistend oil seperti “gasoline”,”light-diesel

oil” dan “kerosene” tidak termasuk dalam kerangka TOVALOP. 75

TOVALOP mempunyai 2 bentuk persetujuan (two tier agreement)

dan mulai berlaku (enter inti force) pada tanggal 20 Februari 1987, dua

bentuk persetujuan tersebut yakni:76

1. Persetujuan yang telah disepakati terdahulu sampai dengan 20

Februari 1987.

Persetujuan ini dipergunakan dalam kasus-kasus dimana

tidak diperoleh ganti rugi berdasarkan CLC 1969. Dalam

persetujuan ini ganti rugi yang dapat diberikan adalah sebesar

US$ 160 per ton dari tonnase kapal. Jumlah maksimum yang

dapat diberikan adalah sebesar US$ 16,8 juta.

2. Persetujuan tanggal 20 Februari 1987, disebut juga dengan “the

Tovalop Supplement”.

Persetujuan ini hanya berlaku jika pemilik kapal adalah

anggota TOVALOP dan pemilik cargo yang diangkut adalah

anggota CRISTAL. Ganti rugi yang dapat diberikan pada pihak

korban maksimal US$ 3.5 juta untuk setiap kapal yang tidak

melebihi bobotnya 5.000 ton gross tonnage. Bagi setiap kapal

yang melebihi tonnase ini maka batas ganti ruginya adalah

75
Ibid., hal. 123.
76
Ibid., hal. 124.

86

Universitas Sumatera Utara


sebesar US$ 493 untuk setiap kelebihan per ton. Jika kapal

tersebut mempunyai bobot mati lebih daro 140.000 ton maka

maksimum ganti ruginya adalah US$ 70 juta.

Tanggung jawab pembayaran ganti rugi terhadap negara yang

terdampak akibat tumpahan minyak yang diatur dalam perjanjian

TOVALOP yang mengharuskan pemilik kapal tanker untuk

mengasuransikan pertanggungjawabannya dianggap tidak cukup untuk

memenuhi skema ganti rugi berdasar skema ganti rugi dalam CLC, maka

para pemilik tanker dan pemilik minyak sepakat untuk membuat perjanjian

baru untuk membantu TOVALOP dengan membentuk peraturan baru

pembantu yaitu CRISTAL. Dalam hal pembatasan ganti rugi dalam kasus

tumpahan minyak di lingkungan laut internasional baik perjanjian

TOVALOP dan perjanjian CRISTAL saling berkaitan satu sama lain.

Perjanjian CRISTAL merupakan sistem asuransi tanggung jawab

yang ditutup oleh pemilik minyak yang diangkut oleh kapal tanker yang

sudah dipertanggungkan oleh pemilik kapal di bawah sistem TOVALOP.

Berdasarkan CRISTAL, tanggung jawab yang ditutupi adalah:77

1. Minyak yang tumpah adalah milik dari perusahaan yang

merupakan anggota CRISTAL;

2. Kapal yang mengangkutnya dipertanggungkan berdasarkan

TOVALOP;

77
Sukanda husin, Op.Cit., hal. 42.

87

Universitas Sumatera Utara


3. Jika kerugian yang timbul dapat diberikan ganti rugi

berdasarkan CLC.

Nilai pertanggungan yang ditanggung oleh CRISTAL adalah

sampai sebesar US$ 30,000,000. Jumlah ini berubah menjadi US$

36,000,000 setelah 1 Juni 1981 dengan suatu kemungkinan untuk

meningkatkannya menjadi US$ 72,000,000 jika jumlah sebelumnya

dianggap tidak mencukupi.78

TOVALOP dan CRISTAL diaplikasikan hamper sama dengan

CLC Convention dan Fund Convention. TOVALOP dan CRISTAL hanya

menanggung pure threat situations, yaitu hanya sebagai tindakan preventif

saja. TOVALOP Standing Agreement digunakan untuk tumpahan minyak

berasal dari tankers in ballast. Guna pemulihan kerusakan atau kerugian

yang di timbulkan terhadap laut ,pantai,sumber hayati dan lainnya

tumpahan minyak dari kapal, maka di perlu dana yang cukup besar. untuk

mengatasi hal tersebut maka secara Internasional di bentuk suatu lembaga-

lembaga penjamin ganti rugi seperti TOVALOP ( Tanker Owner

Agreement Concerning Liabillity Oil Pollution ) yang berdiri dari tahun

1969 dibentuk oleh para pemilik kapal.

78
Ibid.

88

Universitas Sumatera Utara


BAB IV

PERTANGGUNGJAWABAN NEGARA TERHADAP TUMPAHAN

MINYAK (OIL SPILL) KAPAL MV SANCHI DENGAN CF CRYSTAL DI

LINGKUNGAN LAUT CHINA TIMUR DITINJAU DARI HUKUM

INTERNASIONAL

A. Tanggung Jawab Negara Terhadap Pencemaran Laut di Laut China

Timur menurut Hukum Internasional.

Sengketa internasional merupakan suatu situasi ketika dua negara

mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan atau

tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam perjanjian. Sengketa

yang terjadi antara negara-negara yang menjalin suatu perjanjian terjadi

karena adanya hubungan internasional baik negara dengan negara maupun

negara dengan individu, atau negara dengan organisasi internasional tidak

selamanya terjalin dengan baik maka akan menyebabkan timbulnya suatu

sengketa.

Dalam menyelesaikan sengketa internasional sendiri secara umum

maka diperlukanlah hukum yang mengatur tentang penangulangan dan

penyelesaian sengketa secara internasional. Peran hukum internasional

dalam menyelesaikan sengketa internasional adalah memberikan cara

bagaimana para pihak yang bersengketa menyelesaikan sengketanya

menurut hukum internasional. Tetapi pada akhirnya hukum internasional

juga memelurkan adanya penyesuaian dengan hukum nasional setiap

89

Universitas Sumatera Utara


negara yang menjalin hubungan internasional. Hukum internasional telah

banyak diratifikasi oleh negara-negara yang menjalin hubungan

internasional demi mencapai kata damai dalam menyelesaikan sengketa

internasional.

Pada awal tahun 2018, dunia pelayaran internasional ditandai

dengan peristiwa fatal, dua kapal berukuran raksasa bertabrakan di jalur

laut yang sangat ramai, yaitu Laut China Timur, antara MV Sanchi dengan

CF Crystal. Selain menelan korban jiwa dari awak MV Sanchi, tabrakan

itu juga menimbulkan kebakaran hebat, tumpahan minyak dalam jumlah

besar, dan menenggelamkan kapal tanker yang di beberapa ruang

kargonya masih tersimpan minyak dalam jumlah besar.79 Genangan

minyak terlihat di kawasan laut seluas 120 km persegi, yang diduga

berasal dari minyak yang digunakan sebagai bahan bakar kapal tersebut.

Kapal-kapal China berlomba dengan waktu untuk membersihkan

tumpahan minyak dari sebuah kapal tanker berawak sebagian besar warga

Iran, yang tenggelam di lepas pantai China timur.

Tabrakan tanker minyak Sanchi terjadi pada 6 Januari 2018 ketika

kapal tanker Sanchi berbendera Iran, dengan muantan kondensat gas alam

penuh 136.000 ton (960.000 barel) berlayar dari Iran ke Korea Selatan

bertabrakan dengan kapal kargo Hongkong bercat CF Crystal 160 mil laut

(300 km) dari Shanghai, Cina. Sanchi terbakar sesaat setelah tabrakan

79
https://www.portonews.com/2018/oil-and-chemical-spill/mv-sanchi-vs-cf-crystal-
petaka-di-balik-kabut-musim-dingin/ diakses pada 04 Juli 2020 jam 22.01.

90

Universitas Sumatera Utara


setelah itu terbakar dan hanyut selama lebih dari seminggu dan tenggelam

pada 14 Januari 2018. Tak satupun dari 32 awak Sanchi yang selamat.80

Kondensat gas alam, yang sering disingkat menjadi "kondensat",

adalah jenis minyak mentah ultra-ringan yang sangat mudah terbakar.

Sanchi adalah kapal tanker minyak mentah Suezmax berlantai ganda,

dengan panjang keseluruhan 274,18 meter (899 kaki 6 in), tonase

bruto 85.462, dan tonase bobot mati 164.154 ton (180.949 ton pendek).

Kapal tanker ini dibangun pada 2008 oleh Hyundai Samho Heavy

Industries di Yoengam, Korea Selatan untuk Perusahaan Tanker Nasional

Iran. Kapal lain yang terlibat dalam tabrakan, CF Crystal adalah sebuah

kapal curah dalam perjalanan dari Kalama, Washington , Amerika Serikat,

ke Machong, Provinsi Guangdong, Cina, dengan 64.000 ton (71.000 ton)

biji-bijian. Kapal ini dibangun pada 2011 oleh Chengxi Shipyard Co

Ltd, Jiangyin , Cina untuk pemilik saat ini Changhong Group (HK) Ltd,

Hong Kong, dan dikelola oleh Shanghai CP International Ship

Management & Broker Co Ltd, Shanghai. Kapal tersebut adalah

kapal induk Panamax, dengan tonase bruto 41.073, dan tonase bobot mati

71.725 ton (79.063 ton pendek). Setelah tabrakan seluruh kru Tiongkok 21

yang diselamatkan. CF Crystal dibawa ke pelabuhan di Zhoushan pada 10

Januari.

80
https://translate.google.com/translate?u=https://en.wikipedia.org/wiki/Sanchi_oil_tanker
_collision&hl=id&sl=en&tl=id&client=srp&prev=search diakses pada 07 Juli 2020 jam 16:24.

91

Universitas Sumatera Utara


Menurut sebuah laporan oleh Reuters karena insiden itu sebuah

tebing berukuran 13 kali 11 kilometer (7,0 kali 5,9 nmi) terbentuk di

permukaan laut, yang didorong ke arah Jepang oleh angin dan upaya untuk

menahannya dimulai dengan kapal yang mengelilingi

tumpahan. Kondensat adalah bahan yang sangat mudah menguap, sangat

beracun yang sangat berbahaya bagi lingkungan. Selain lapisan permukaan

air yang licin, tenggelamnya kapal berarti bahwa ketika sisa muatan

kondensat dan minyak bunker-bentuk minyak bahan bakar yang lebih

berat mengancam kedalaman laut dari puing-puing. Diperkirakan 2.000

ton (2.200 ton) minyak bunker diduga berada di tangki penyimpanan

bahan bakar kapal tanker Sanchi. Sebuah artikel oleh The New York

Times membahas dampak lingkungan lebih lanjut, mengatakan bahwa

bagian dari Laut Cina Timur tempat terjadinya tumpahan adalah lokasi

pemijahan ikan yang dapat dimakan pada waktu tertentu tahun itu, serta

jalur migrasi dari Paus.

Diberitakan oleh stasiun TV pemerintah China melaporkan dua

kapal menyebar bahan kimia ke laut yang terkena genangan minyak untuk

melarutkan lapisan minyak yang tumpah.81 Dikutip dari kantor berita

China, Xinhua, setelah ada laporan tabrakan kapal, pihak otoritas perairan

China langsung mengirim delapan kapal tim SAR dan petugas pemadam

kebakaran. Sementara Korea Selatan mengirim pesawat untuk

81
https://news.detik.com/bbc-world/d-3816810/china-berpacu-dengan-waktu-bersihkan-
tumpahan-minyak-kapal-tanker diakses pada 04 Juli 2020 jam 21.51.

92

Universitas Sumatera Utara


memadamkan kebakaran dari udara, serta beberapa kapal Coast

Guard guna memberikan pertolongan.

Menurut rilis dari Kementerian Perhubungan China, insiden

tabrakan tersebut tak dapat dielakan karena cuaca di tengah laut saat

kejadian sangat buruk, sementara lalu lintas di perairan antara China dan

Korea Selatan sangat padat. Regu penolong berhasil menyelamatkan 21

awak kapal CF Crystal yang semuanya berkewarganegaraan China.82

Kapal Sanchi membawa 136.000 ton kondensat minyak mentah

dari Iran bertabrakan dengan kapal barang CF Crystal, yang terdaftar di

Hong Kong, yang membawa 64.000 ton biji-bijian, sekitar 260 km dari

lepas pantai Shanghai. Begitu tabrakan, Sanchi langsung dilalap api, yang

sudah berhasil dipadamkan pada Minggu (14/01) subuh sebelum

tenggelam. Sekitar 13 kapal dan pasukan komando Iran terlibat dalam

operasi penyelamatan kapal tersebut di tengah cuaca yang buruk. 83

Seorang juru bicara tim penyelamat Iran, Mohammad Rastad, mengatakan

tidak ada harapan menemukan korban yang selamat dari 32 awak kapal,

yang terdiri dari 30 warga Iran dan dua orang Bangladesh. Petugas

penyelamat dilaporkan sudah berhasil mendapatkan kotak hitam berisi

informasi pelayaran namun petugas harus segera meninggalkan kapal

karena asap tebal yang beracun dan tingginya temperatur.

82
https://www.portonews.com/2018/oil-and-chemical-spill/mv-sanchi-vs-cf-crystal-
petaka-di-balik-kabut-musim-dingin/ diakses pada 04 Juli 2020 jam 22.01.
83
https://news.detik.com/bbc-world/d-3816810/china-berpacu-dengan-waktu-bersihkan-
tumpahan-minyak-kapal-tanker diakses pada 04 Juli 2020 jam 21.51.

93

Universitas Sumatera Utara


Kapal berbendera Panama ini sedang membawa minyak dari Iran

ke Korea Selatan saat bertabrakan dengan kapal CF Crystal dan belum

diketahui penyebab tabrakan. Sementara di lautan pihak berwenang harus

bekerja keras untuk mencegah terjadinya bencana lingkungan akibat

tumpahan minyak. Para ahli khawatir tenggelamnya kapal yang masih

berisi minyak itu bisa lebih berbahaya bagi lingkungan laut dibanding

minyak yang dibakar di permukaan laut. Kapal diperkirakan akan

mengeluarkan muatan minyak yang tersisa maupun yang merupakan

bahan bakar mesin kapal sehingga mencemari air laut sekitarnya. 84

Konvensi UNCLOS mengatur mengenai persoalan tanggung jawab

dan kewajiban ganti rugi berkenaan dengan perlindungan dan pelestarian

lingkungan laut. Hal ini dijelaskan dalam ketentuan Pasal 235 Konvensi

UNCLOS yang menegaskan bahwa setiap Negara bertanggung jawab

untuk melaksanakan kewajiban internasional mengenai perlindungan dan

pelestarian lingkungan laut, sehingga semua Negara harus memikul

kewajiban ganti rugi sesuai dengan hukum internasional.85

Setiap negara harus mempunyai peraturan perundang-undangan

tentang kompensasi yang segera dan memadai atas kerugian (damage)

yang disebabkan oleh pencemaran lingkungan laut yang dilakukan orang

atau individu atau badan hukum dalam hal ini perusahaan yang berada

dalam jurisdiksinya.

84
https://news.detik.com/bbc-world/d-3816810/china-berpacu-dengan-waktu-bersihkan-
tumpahan-minyak-kapal-tanker diakses pada 04 Juli 2020 jam 21.51.
85
UNCLOS 1982, Pasal 235.

94

Universitas Sumatera Utara


Negara-negara yang menjalin hubungan internasional harus bekerja

sama dalam menerapkan hukum internasional yang mengatur tanggung

jawab atas kewajiban ganti rugi untuk kompensasi atas kerugian akibat

pencemaran lingkungan laut, dan juga prosedur pembayarannya seperti

apakah dengan adanya asuransi wajib atau dana kompensasi. Tanggung

jawab dan kewajiban ganti rugi dari Negara merupakan prinsip yang

sangat penting dalam hukum internasional, sehingga kalau terjadi

pelanggaran kewajiban internasional akan timbul tanggung jawab negara.

Pertanggungjawaban hukum mengenai Yurisdiksi pidana dalam

perkara tabrakan laut atau tiap insiden pelayaran lainnya diatur dalam

ketentuan Pasal 97 UNCLOS yang isinya menerangkan sebagai berikut

(terjemahan Indonesia):86

1. “In the event of a collision or any other incident of navigation

concerning a ship on the high seas, involving the penal or

disciplinary responsibility of the master or of any other person

in the service of the ship, 60 no penal or disciplinary

proceedings may be instituted against such person except

before the judicial or administrative authorities either of the

flag State or of the State of which such person is a national.”

(Dalam hal terjadinya suatu tubrukan atau insiden pelayaran

lain apapun yang menyangkut suatu kapal laut lepas, berkaitan

dengan tanggung jawab pidana atau disiplin nakhoda atau

86
UNCLOS 1982, Pasal 97.

95

Universitas Sumatera Utara


setiap orang lainnya dalam dinas kapal, tidak boleh diadakan

penuntutan pidana atau disiplin terhadap orang-orang yang

demikian kecuali di hadapan peradilan atau pejabat

administratif dari atau negara bendera atau negara yang orang

demikian itu menjadi warganegaranya.)

2. “In disciplinary matters, the State which has issued a master's

certificate or a certificate of competence or licence shall alone

be competent, after due legal process, to pronounce the

withdrawal of such certificates, even if the holder is not a

national of the State which issued them.”

(Dalam perkara disiplin, hanya negara yang telah

mengeluarkan izin nakhoda atau sertifikat kemampuan atau ijin

yang harus merupakan pihak yang berwenang, setelah

dipenuhinya proses hukum sebagaimana mestinya, untuk

menyatakan penarikan sertifikat demikian, sekalipun

pemegangnya bukan warganegara dari negara yang

mengeluarkannya.)

3. “No arrest or detention of the ship, even as a measure of

investigation, shall be ordered by any authorities other than

those of the flag State.”

(Tidak boleh penangkapan atau penahanan terhadap kapal,

sekalipun sebagai suatu tindakan pemeriksaan, diperintahkan

96

Universitas Sumatera Utara


oleh pejabat manapun kecuali oleh pejabat-pejabat dari negara

bendera.)

Berdasarkan ketentuan pasal di atas, maka apabila terjadi tabrakan

kapal yang menyebabkan lingkungan tercemar maka dapat diajukan di

tempat bendera kapal tersebut. Karena dalam kecelakaan tersebut kapal

berbendera teregristasi di Panama maka dapat dilakukan gugatan di tempat

kapal tersebut berasal. Pada kasus kecelakaan kapal ini kapal tanker

Sanchi adalah yang membawa muatan minyak yaitu terdaftar berbendera

di Panama.

Melihat dampak pencemaran lingkungan yang berdampak sistemik

dan merugikan lingkungan laut yang terkena dampak akibat kebakaran dan

juga tenggelamnya kapal tanker yang bermuatan minyak. Maka

pemerintah negara melakukan upaya untuk membersihkan tumpahan

minyak yang terdapat di wilayah laut China Timur demi mencegah

kerusakan lingkungan dan ekosistem menjadi lebih buruk. Tanggung

jawab Iran selanjutnya selain pencegahan pencemaran yaitu upaya

pembersihan, penanggulangan dan ganti rugi atas pencemaran yang telah

terjadi di laut China Timur yang seharusnya dapat dicegah oleh Iran.

Hal ini kemudian ditanggapi dalam hukum lingkungan

Internasional dengan mulai diadopsinya konsep pertanggungjawaban

sebuah negara (State Responsibility) sebagai suatu bentuk

pertanggungjawaban negara terhadap pencemaran yang mengakibatkan

97

Universitas Sumatera Utara


injury bagi negara lain. Bentuk dari State Responsibility adalah

menghentikan tindakan yang dianggap merugikan, mengembalikan ke

keadaan semula bahkan hingga melakukan pembayaran kompensasi. Hal

ini adalah yang membedakan antara state responsibility dan state liability,

kompensasi yang memadai tanpa menghentikan tindakan yang merugikan.

Dengan demikian Iran bertanggung jawab membantu pemulihan atas

wilayah laut China Timur atas upaya untuk mengembalikan lingkungan

laut yang tercemar ke keadaan semula dan negara Iran juga memegang

tanggung jawab dalam hal pencemaran yang terjadi di wilayah laut China

Timur terkait kompensasi yang layak diberikan kepada negara-negara

yang dirugikan di sekitar wilayah Laut China Timur sebagai bentuk ganti

rugi atas pencemaran laut akibat dari tumpahan minyak tersebut.

B. Bentuk Penyelesaian Kasus Tumpahan Minyak di Laut China Timur

menurut Konvensi Hukum Laut Internasional.

Menurut Hukum Internasional, Penyelesaian Sengketa

Internasional dapat dilakukan dengan berbagai cara yang tidak

bertentangan dengan Piagam PBB, yaitu cara-cara damai. Setiap

pelanggaran hukum internasional yang tidak ada alasan penghapus

kesalahan, dapat diminta pertanggungjawabnya. Para pihak yang

bersengketa dapat menyelesaikan sengeketanya melalui cara-cara, seperti:

98

Universitas Sumatera Utara


negosiasi, penyidikan, mediasi, konsiliasi, arbitrasi, pengadilan,

perantaraan, dan cara-cara damai lain menurut pilihan para pihak. 87

Secara umum yurisdiksi penegakan hukum lingkungan laut diatur

dalam Bab XII Konvensi Hukum Laut 1982, yurisdiksi ini terdapat pada

negara bendera, negara pantai, dan negara di mana kapal asing berlabuh.88

Umumnya navigasi internasional masih didasarkan pada doktrin

kedaulatan negara bendera atas kapal yang mengibarkan benderanya.

Dengan demikian efektivitas pelaksanaan konvensi-konvensi internasional

hampir sepenuhnya bergantung pada kemaun dan kemampuan negara

bendera untuk menerapkan ketentuan standart operasional yang telah

disepakati.89

Dalam hal tanggung jawab negara bendera terhadap kasus ini

adalah negara yang kapal tanker yang berlayar terdaftar sebagai bendera

dari negara tersebut, yaitu kapal tanker Sanchi kapal yang berbendera Iran.

Terhadap kapal yang melakukan pelanggaran, maka negara kapal arus

menjamin adanya penghukuman yang memadai atas pelanggaran tersebut.

Jika hal ini dilakukan oleh negara bendera, maka akan menambah

keefektivitasan yurisdiksi negara bendera atas pengawasan pada kapal-

kapal yang berada dibawah benderanya. Hal ini merupakan pengulangan

87
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa 1945, Pasal 33.
88
Suhaidi, Op.Cit., hal. 225.
89
Ibid.

99

Universitas Sumatera Utara


seperti yang terdapat pada ketentuan internasional lainnya yang berkaitan

dengan yurisdiksi penegakan hukum.90

Konvensi hukum laut 1982 mengatur bahwa jika terjadi

pelanggaran, maka sifat yurisdiksi negara pantai akan tergantung pada

situasi dan kondisi pelanggaran yang terjadi. Negara pantai dapat

melakukan tuntutan di muka pengadilan nasionalnya atas pelanggaran

ketentuan nasional atau ketentuan internasional jika kapal tersebut singgah

disalah satu pelabuhan negara pantai tersebut dengan sukarela.91

Kasus tabrakan kapal tanker Sanchi dan juga MV Crystal ini terjadi

pada awal tahun 2018, maka hukum lingkungan internasional yang

digunakan untuk menyelesaikan sengketa atau sebagai perlindungan

hukum lingkungan internasional yang digunakan saat ini adalah hukum

laut internasional yaitu, UNCLOS 1982. UNCLOS 1982 sejatinya adalah

hukum lingkungan internasional yang masih sangat eksis untuk digunakan

dalam penyelesaian sengketa akibat tumpahan minyak di lingkungan laut

internasional.

UNCLOS 1982 mengadopsi sistem perlindungan lingkungan yang

dianut oleh Deklarasi Stockholm 1972 di mana UNCLOS mengakui

kedaulatan negara (territorial sovereignty) terhadap sumber daya alam

yang ada di teritorialnya. Namun sebaliknya UNCLOS juga mewajibkan

negara-negara untuk melindungi (proteksi dan konservasi) lingkungan dan

90
Ibid., hal. 229.
91
IbId., hal. 231.

100

Universitas Sumatera Utara


sumber daya alam dari eksploitasi yang tidak ramah lingkungan

(environmental-friendly exploitation). Dengan demikian, kita dapat

mengatakan UNCLOS 1982 telah merefleksikan prinsip hukum

lingkungan sic utere tuo ut alienum laedas (gunakan hak milik dengan

cara-cara yang tidak merugikan orang lain) dapat diartikan bahwa setiap

negara harus mengoptimalkan penggunaan hak milik dalam kasus ini yaitu

kapal yang mereka miliki tetapi juga memperhatikan kewajiban-kewajiban

yang harus dipenuhi dalam penggunaan kapal agar tidak terjadi suatu

kegiatan yang dapat menimbulkan kerugian bagi negara lain dan dalam

kasus ini negara bendera kapal seharusnya mencegah adanya kecelakaan

yang akan terjadi dan segera menanggulangi kerugian yang terjadi di laut

yang dicemari. Sebagai buktinya dapat dilihat bahwa UNCLOS

memberikan pengaturan umum sebagai dasar hukum untuk

mengeksploitasi sumber daya alam tetapi juga mengatur tentang

kewajiban-kewajiban dasar untuk melakukan proteksi dan konservasi

sumber daya alam di laut atau dasar laut.92

Berdasarkan prinsip yang diadopsi oleh UNCLOS 1982 maka

negara Panama adalah bendera negara yang terdaftar oleh kapal tanker

Sanchi maka negara Panama memiliki tanggung jawab untuk memenuhi

ganti rugi dalam kecelakaan kapal yang terjadi. Karena menyebabkan

terganggunya ekosistem laut China Timur.

92
Sukanda Husin, Op.Cit., hal. 55.

101

Universitas Sumatera Utara


Mengenai pelanggaran internasional selama ini belum ada

perjanjian yang secara khusus mengatur tanggung jawab negara dalam

hukum internasional. Selama ini persoalan tanggung jawab negara

mengacu pada Draft Articles on Responsibility of States for International

Wrongful Acts yang dibuat oleh International Law Commission (ILC)

yang menyatakan: setiap tindakan negara yang salah secara internasional

membebani kewajiban negara yang bersangkutan.

Pada kasus kecelakaan kapal yang menyebabkan pencemaran

lingkungan laut di laut China Timur yang disebabkan oleh kapal tanker

Sanchi terdaftar berbendera Panama, maka negara Iran menyelesaikan

sengketa yang terjadi dengan jalan damai yaitu, melakukan

penanggulangan terhadap tumpahan minyak yang tercemar dan juga

melakukan pencarian anak buah kapal yang berada di dalam kapal, baik

yang berada dalam kapal MV Sanchi dan juga kapal CF Crystal. Negara

Iran juga dapat membuktikan tanggung jawabnya berdasarkan adanya

permintaan maaf dan juga bentuk penyelesaian yang berupa musyawarah

antar negara.

C. Bentuk Penyelesaian Kasus Tumpahan Minyak di Laut China Timur

menurut Hukum Lingkungan Internasional.

Berdasarkan peraturan perjanjian mengenai lingkungan

internasional, perjanjian CLC mendefinisikan tumpahan minyak secara

lebih luas lagi, yaitu: any persistend oil termasuk crude oil, fuel oil, heavy

102

Universitas Sumatera Utara


diesel oil, lubricating oil dan whale oil.93 Pada saat tabrakan yang terjadi

awal tahun 2018 kapal tanker Sanchi bermuatan kondensat gas alam yang

sering disingkat menjadi "kondensat" adalah jenis minyak mentah ultra-

ringan yang artinya tidak diaturnya ganti rugi mengenai minyak ini di

dalam Kovensi CLC maupun Konvensi Fund. Banyaknya minyak yang

diangkat adalah sebanyak 136 ribu ton yang akhirnya menyebabkan

pencemaran di perairan China, dapat dipastikan akibat banyaknya muatan

minyak yang tergenang maka dapat menyebabkan kerugian ekosistem

yang sangat fatal di lingkungan laut internasional.

Perjanjian CLC 1969 menetapkan adanya batasan ganti rugi adalah

sebesar 2,000 Franc untuk setiap ton dari bobot kapal dengan ketentuan

jumlah keseluruhannya tidak lebih dari 210 juta Franc atau $ 17 juta per

kecelakaan untuk kerugian dari tumpahan minyak kapal tanker.94 Tetapi

pada tahun 1971, IMCO menambahkan peraturan tambahan yaitu Fund

Convention dimana peraturan ini menaikkan batas tanggung jawab

menjadi $ 36 juta per kecelakaan. Perjanjian CLC dan juga Fund

Convention di amandemen menjadi CLC 1992 dan Fund Convention 2003

dimana CLC 1992 menaikkan batasan ganti rugi sebanyak 50% sedangkan

Fund Convention 2003 menaikkan jumlah batasan ganti rugi maksimum

sebesar 750.000.000 SDR atau setara dengan US$ 1157,2 juta.

93
Sukanda Husin, Op.Cit., hal. 38.
94
Ibid.,

103

Universitas Sumatera Utara


Minyak yang diangkat oleh kapal tanker Sanchi adalah Kondensat

gas alam. Kondensat gas alam , juga disebut cairan gas alam adalah

campuran kerapatan rendah dari cairan hidrokarbon yang hadir sebagai

komponen gas dalam gas alam mentah yang dihasilkan dari banyak ladang

gas alam. Beberapa spesies gas dalam gas alam mentah akan mengembun

ke keadaan cair jika suhunya dikurangi hingga di bawah suhu titik embun

hidrokarbon pada tekanan yang ditetapkan dan juga ternasuk minyak

mentah ultra ringan. Sedangkan karena peranan dari the CLC Convention

dan the Fund Convention terbatas pada kecelakaan yang mengakibatkan

pencemaran dari persistent oil saja, sedangkan light diesel oil, gasoline,

maka muatan yang diangkat oleh kapal MV Sanchi saat terjadinya

kecelakaan tidak termasuk dalam batasan ganti rugi yang bisa diatur dalam

kedua konvensi ini. Tetapi kondensat sendiri termasuk jenis minyak yang

beracun dan sangat mudah menguap maka jenis minyak ini cukup

berbahaya bagi kelangsungan hidup ekosistem yang ada di laut cina timur.

Begitu pula jenis minyak yang dapat ditutup oleh TOVALOP

adalah untuk jenis “crude oil dan heavy oil”. Untuk jenis non-presistend

oil seperti “gasoline”,”light-diesel oil” dan “kerosene” tidak termasuk

dalam kerangka TOVALOP.

Konvensi hukum laut 1982 meminta setiap negara untuk

melakukan upaya-upaya guna mencegah (prevent), mengurangi (reduce),

dan mengendalikan (control) pencemaran lingkungan laut dari setiap

104

Universitas Sumatera Utara


sumber pencemaran, seperti pencemaran dari pembuangan limbah

berbahaya dan beracun yang berasal dari sumber daratan (land based

source), dumping, dari kapal, dari instalasi eksplorasi dan eksploitasi.

Dalam berbagai upaya pencegahan, pengurangan, dan pengendalian

pencemaran lingkungan tersebut setiap negara harus melakukan kerja

sama regional maupun global.

Dalam kasus tabrakan kapal MV Sanchi dengan CF Crystal ini

bentuk penyelesaian yang dapat digunakan berdasarkan hukum lingkungan

internasional berupa tanggung jawab terhadap pemberian informasi,

pencegahan, penanggulangan dan pembayaran ganti rugi akibat dari

pencemaran yang telah terjadi sebagai dana yang telah digunakan negara

yang dirugikan untuk pembersihan zat pencemar yang ada laut Cina

Timur. Tanggung jawab ini harus dipenuhi dan dilaksanakan oleh Iran

dikarenakan adanya salah satu asas yang terdapat pada hukum lingkungan

internasional yaitu asas good neighborliness yang mewajibkan suatu

negara yang telah mencemari negara lain karena apabila negara pencemar

tersebut tidak bertanggung jawab atas pencemaran yang telah dilakukan

oleh negara ataupun korporasinya maka akan terjadi keretakan hubungan

di antara negara tersebut yang dapat berdampak pada hubungan kerja sama

yang telah di jalin sebelumnya dan yang akan disepakati di masa depan.

Salah satu cara yang terbaik dalam penyelesaian kasus ini adalah dengan

melalui penyelesaian sengketa secara damai yaitu dengan menyelesaikan

sengketa di luar pengadilan.

105

Universitas Sumatera Utara


Akan tetapi apabila melihat pada prinsip tanggung jawab negara

maka negara yang terdaftar sebagai negara bendera kapal MV Sanchi yaitu

Panama tetap harus bertanggung jawab sebagai negara yang terdaftar

secara resmi dengan kata lain tanggung jawab tersebut merupakan

tanggung jawab yang bersifat absolut atau mutlak, seperti yang tertera

dalam UNCLOS 1982 Pasal 139 yang menyatakan tanggung jawab untuk

menjamin pentaatan. Pasal 139 ayat (1) UNCLOS 1982 menyatakan

mengenai tanggung jawab untuk menjamin pentaatan sebagai berikut:95

“Responsibility to ensure compliance and liability for damage.”

(Tanggung jawab untuk memastikan kepatuhan dan


pertanggungjawaban atas kerusakan).

1. “States Parties shall have the responsibility to ensure that

activities in the Area, whether carried out by States Parties, or

state enterprises or natural or juridical persons which possess

the nationality of States Parties or are effectively controlled by

them or their nationals, shall be carried out in conformity with

this Part. The same responsibility applies to international

organizations for activities in the Area carried out by such

organizations.”

(Negara-negara pihak harus memiliki tanggung jawab untuk

memastikan bahwa kegiatan-kegiatan dalam area, apakah

dilakukan oleh negara pihak, atau perusahaan negara atau alam

95
UNCLOS 1982 Pasal 139 ayat (1).

106

Universitas Sumatera Utara


atau orang-orang yuridis yang memiliki kewarganegaraan dari

negara-negara pihak atau dikontrol secara efektif oleh mereka

atau warga negaranya, harus dilakukan di kesesuaian dengan

bagian ini. Tanggung jawab yang sama berlaku untuk

internasional organisasi untuk kegiatan di area yang dilakukan

oleh organisasi tersebut).

Hukum lingkungan internasional secara universal mengatur

perlindungan lingkungan baik di laut maupun di daratan. Terhadap kasus

tabrakan kapal-kapal yang terjadi dilingkungan laut maka hukum

lingkungan juga mengatur masalah ganti rugi, masalah penyelesaian,

bahkan masalah pencegahan percemaran secara lebih luas dan banyak

sekali perjanjian-perjanjian lingkungan internasional yang dapat dijadikan

panduan dalam menyelesaikan sengketa-sengketa internasional.

107

Universitas Sumatera Utara


BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Pengaturan hukum nasional terkait tumpahan minyak (oil spill) yaitu,

Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

(UUPPLH) Nomor 32 Tahun 2009 mengatur mengenai upaya yang

dilakukan untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup

secara menyeluruh baik daratan, air, maupun udara. Peraturan Presiden

Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2006 tentang Penanggulangan

Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut terhadap Tumpahan

Minyak (Oil Spill), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

21 Tahun 2010 tentang Perlindungan Lingkungan Maritim, dan juga

Pengaturan Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia

Nomor 29 Tahun 2014 tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan

Maritim.

2. Pengaturan hukum internasional terkait tumpahan minyak (oil spill)

yaitu, Konferensi Hukum Laut Internasional III (UNCLOS III) yang

dimulai pada tahun 1973 dan berakhir pada tahun 1982, ketika

diadopsinya Konvensi Internasional Hukum Laut (KHL 1982) atau

yang biasa dikenal dengan United Nations Convention on the Law of

the Sea (UNCLOS 1982). Prinsip tanggung jawab yang digunakan

dalam International Convention on Civil Liability for oil Pollution

Damage 1969 (CLC 1969) adalah strict liability, pemilik kapal harus

108

Universitas Sumatera Utara


membuktikan bahwa ia ada di dalam pengecualian spesifik tersebut

dalam kasus pencemaran agar terbebas dari hukuman yang akan diberi

oleh negara asal bendera kapal tersebut. Akan tetapi, kecuali pemilik

kapal bersalah untuk kesalahan aktual, pemilik kapal dapat dikenakan

tangung jawab terbatas dalam suatu kecelakaan. Sementara

berdasarkan International Convention on the Establishment of an

International Fund for Compensation of Pollution Damage, 1971

(Fund Convention) 1971 mengatur tentang ganti rugi oleh pemilik

kapal yang ditanggung oleh konvensi ini dengan menyediakan

pembayaran ganti rugi kepada korban di lain pihak membebaskan

pemilik kapal dari beban keuangan yang diakibatkan oleh Civil

Liability Convention 1969.

3. Bentuk penyelesaian dari kecelakaan yang terjadi antara kapal tanker

MV Sanchi dan CF Crystal adalah berdasarkan prinsip tanggung jawab

negara maka negara yang terdaftar sebagai negara bendera kapal MV

Sanchi yaitu Panama tetap harus bertanggung jawab sebagai negara

yang terdaftar secara resmi dengan kata lain tanggung jawab tersebut

merupakan tanggung jawab yang bersifat absolut atau mutlak, seperti

tanggung jawab memberitahukan berita mengenai adanya kecelakaan

yang terjadi kepada negara yang terdekat terhadap wilayah tersebut.

Bentuk penyelesaian yang dapat digunakan berdasarkan hukum

lingkungan internasional berupa tanggung jawab terhadap pemberian

informasi, pencegahan, penanggulangan dan pembayaran ganti rugi

109

Universitas Sumatera Utara


akibat dari pencemaran yang telah terjadi sebagai dana yang telah

digunakan negara yang dirugikan untuk pembersihan zat pencemar

yang ada laut Cina Timur.

B. SARAN

1. Peraturan hukum internasional seharusnya mempunyai peraturan yang

lebih tegas di dalam menangani pencemaran lingkungan laut, dan

memberikan sanksi yang tegas bagi pelaku-pelaku pencemaran laut

sehingga tidak mengancam keberadaan biota-biota dalam laut.

2. Upaya pemulihan lingkungan laut baik dalam hukum nasional dan

internasional sudah cukup bagus dalam pemulihan lingkungan laut,

dan setiap negara dapat mengambil bagian dalam upaya pemulihan

laut bahkan juga setiap negara ikut menjaga dan melestarikan

lingkungan lautnya.

3. Negara Iran maupun Panama, dalam menghadapi kasus pencemaran

laut baik itu terjadi didalam negara sendiri maupun kasus pencemaran

lintas batas seperti diatas, sudah seharusnya melakukan tindakan-

tindakan sebagaimana telah ditentukan dalam UNCLOS 1982, karena

UNCLOS 1982 mengandung dasar-dasar yang dapat dijadikan acuan

dalam menyelesaikan sengketa terkait dengan laut internasional.

110

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Anshari Siregar, Tampil , Metode Penelitian Hukum Penulisan Skripsi,


Medan:Pustaka Bangsa Press, 2005.

Husin, Sukanda, Hukum Lingkungan Internasional. Jakarta: RajaGrafindo


Persada, 2016.
Kantaatmadja, Komar, Gantirugi Internasional Pencemaran Minyak di
Laut, Bandung: Penerbit Alumni, 1981.

M. Sodik, Dikdik, Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya di


Indonesia, Bandung: PT Refika Aditama, 2016.

Muthalib Tahar, Abdul, Hukum Laut Internasional menurut KHL PBB


1982 dan perkembangan Hukum Laut di Indonesia, Lampung:
Universitas Lampung, 2007.

Puspitawati, Dhiana, Hukum Laut International. Depok: Penerbit


Kencana, 2017.
Suhaidi, Perlindungan Terhadap Lingkungan Laut dan Pencemaran yang
Bersumber dari Kapal: Konsekuensi Penerapan Hak Pelayaran
Internasional melalui Perairan Indonesia. Jakarta: Pustaka Bangsa
Press, 2014.

B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH)

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2006 tentang

Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2010 tentang

Perlindungan Lingkungan Maritim

111

Universitas Sumatera Utara


Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 29 Tahun

2014 tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim

C. KONVENSI

Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa 1945

Konvensi Jenewa 1958

United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 1982).

International Convention On Civil Liability For Oil Pollution Damage

1969,1992 (CLC 1969,1992)

Fund Convention 1971,2003

the Tanker Owners Voluntary Agreement concerning Liability for Oil

Pollution (TOVALOP)

D. JURNAL

Andi Tenripadang. 2016. Hubungan Hukum Internasional Dengan Hukum

Nasional. Jurnal Hukum Diktum. Vol.14 No.1.

Elly Kristiani Purwendah. 2016. Penerapan Regime Tanggung Jawab dan


Kompensasi Ganti Rugi Pencemaran Minyak oleh Kapal Tanker di
Indonesia. Jurnal Komunikasi Hukum. Vol.2 No.2.

Jhonatan Malison. 2017. Penerapan PP Nomor 21 Tahun 2010 tentang


Perlindungan Lingkungan Laut dalam Rangka Kajian Pencemaran
Laut dari Kapal. Jurnal Teknologi. Vol.16 No.2.

Sulistyono. Dampak Tumpahan Minyak (Oil Spill) di Perairan Laut pada


Kegiatan Industri Migas dan Metode Penanggulangannya, Jurnal
Forum Teknologi. Vol.03 No.1.

112

Universitas Sumatera Utara


E. WEBSITE

China berpacu dengan waktu bersihkan tumpahan minyak kapal tanker


MV Sanchi tabrakan dengan CF Crystal diakses dari
https://news.detik.com/bbc-world/d-3816810/china-berpacu-
dengan-waktu-bersihkan-tumpahan-minyak-kapal-tanker
MV Sanchi vs CF Crystal petaka di balik kabut musim dingin diakses dari
https://www.portonews.com/2018/oil-and-chemical-spill/mv-
sanchi-vs-cf-crystal-petaka-di-balik-kabut-musim-dingin/
Dampak pencemaran di laut akibat tumpahan minyak diakses dari
https://www.kompasiana.com/asmilah_mila/58632e24fc22bd961bf
6f704/dampak-pencemaran-di-laut-akibat-tumpahan-minyak

Persistent oil dan non persistent oil diakses dari


https://ahliasuransi.com/persistent-oil-dan-non-persistent-
oil/#:~:text=Lebih%20jauh%20lagi%2C%20IMO%20secara,diesel
%20ringan%2C%20and%20minyak%20tanah.

Wikipedia Sanchi oil tanker collision diakses dari


https://translate.google.com/translate?u=https://en.wikipedia.org/wi
ki/Sanchi_oil_tanker_collision&hl=id&sl=en&tl=id&client=srp&p
rev=search

Dampak tumpahan minyak (Oil Spill) di lingkungan laut diakses dari


https://kkp.go.id/djprl/p4k/page/2626-tumpahan-minyak-oil-spill

Kapal tanker diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kapal_tanker

113

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai