Anda di halaman 1dari 4

Sejarah Proklamasi

BPUPKI
Kendati sudah diumumkan sebelumnya, pembentukan
Dokuritsu Junbi Cosakai alias BPUPKI baru diresmikan pada
29 April 1945, sedangkan pelantikan para anggotanya
dilakukan hampir sebulan kemudian, 28 Mei 1945.
Secara garis besar, BPUPKI dibentuk untuk "menyelidiki
hal-hal yang penting sekaligus menyusun rencana mengenai
persiapan kemerdekaan Indonesia," demikian seperti yang
termaktub dalam Maklumat Gunseikan (Kepala Pemerintahan
Militer merangkap Kepala Staf) Nomor 23.
Maklumat yang sama memaparkan tugas BPUPKI:
mempelajari semua hal penting terkait politik, ekonomi, tata
usaha pemerintahan, kehakiman, pembelaan negara, lalu
lintas, dan bidang-bidang lain yang dibutuhkan dalam usaha
pembentukan negara Indonesia.
BPUPKI dalam periode kinerjanya, yang hanya beberapa
bulan, telah menggelar 2 kali sidang resmi: 29 Mei sampai 1
Juni, dan 10-17 Juli 1945. Ada satu sidang lagi yang dilakukan
kendati tidak resmi dan hanya diikuti beberapa anggota pada
masa reses, antara 2 Juni hingga 9 Juli 1945.
Setidaknya ada 12 anggota yang berpidato di sidang
pertama, salah satunya M. Yamin. Ia memaparkan
kelengkapan negara yang dibutuhkan Indonesia jika merdeka
nanti. Di sinilah M. Yamin merumuskan 5 asas dasar negara,
yaitu Peri Kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan,
Peri Kerakyatan, dan Kesejahteraan Rakyat.
Pada hari ketiga sidang pertama itu, Mr. Soepomo juga
mengungkapkan rumusan serupa, yang diberi nama "Dasar
Negara Indonesia Merdeka", yaitu Persatuan, Kekeluargaan,
Mufakat dan Demokrasi, Musyawarah, serta Keadilan Sosial.
Setelah melalui berbagai perdebatan sengit dalam
perundingan alot pada sidang Panitia Sembilan tanggal 22 Juni
1945, lahirlah rumusan dasar negara RI yang dikenal sebagai
Piagam Jakarta atau Jakarta Charter yang terdiri dari:
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan ada m
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Setelah menyepakati rumusan dasar negara, meskipun
masalah ini sebenarnya belum tuntas dan memuaskan semua
pihak (termasuk nantinya perubahan sila pertama menjadi
"Ketuhanan yang Maha Esa"), sidang BPUPKI selanjutnya
membahas tentang perangkat-perangkat negara merdeka lain,
salah satu yang terpenting adalah merancang Undang-Undang
Dasar (UUD).

PPKI
Berbeda dari BPUPKI yang masih melibatkan orang
Jepang, seluruh anggota PPKI adalah orang Indonesia.
Bedanya lagi, jika keanggotaan BPUPKI didasarkan atas latar
belakang ideologis, orang-orang yang mengisi formasi PPKI
dipilih dengan dasar kedaerahan
Anggota awal PPKI ada 21 orang, terdiri dari 12 orang
Jawa, 3 orang Sumatera, 2 orang Sulawesi, 1 orang
Kalimantan, 1 orang Nusa Tenggara, 1 orang Maluku, dan 1
orang peranakan Tionghoa, dengan Sukarno sebagai
ketuanya. Namun, tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan
PPKI ditambah 6 orang lagi sehingga totalnya menjadi 27
anggota.
Tujuan PPKI dibentuk untuk “mempercepat semua upaya
persiapan terakhir bagi pembentukan sebuah pemerintahan
Indonesia merdeka". Sementara tugasnya, antara lain:
meresmikan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945 yang
telah disepakati di level BPUPKI; mempersiapkan pemindahan
kekuasaan dari Jepang; dan menyusun segala sesuatu terkait
tata negara setelah Indonesia merdeka nanti.

Proklamasi
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diawali dengan
peristiwa dijatuhkannya bom atom di kota Hiroshima pada
tanggal 6 Agustus 1945 dan Nagasaki pada 9 Agustus 1945
oleh tentara Amerika. Hal ini menyebabkan Jepang menyerah
tanpa syarat pada sekutu, sehingga kesempatan ini
dimanfaatkan oleh para pejuang kemerdekaan untuk
memproklamasikan kemerdekan.
Dalam pelaksanaannya, ada perbedaan pendapat antara
golongan tua dan golongan muda. Golongan muda ingin
proklamasi kemerdekaan segera dilakukan sedangkan
golongan tua tidak ingin terburu-buru dalam proklamasi
kemerdekaan karena takut akan terjadi pertumpahan darah.
Golongan tua terdiri dari Ir. Soekarno, Mohammad Hatta,
Achmad Soebardjo, Mohammad Yamin, Iwa Kusuma, dan Dr.
Syamsi. Golongan muda yang berjuang untuk kemerdekaan
Indonesia diantaranya Sukarni, Wikana, Adam Malik, Chaerul
Saleh, Darwis, dan Jusuf Kunto.
Pada 16 Agustus 1945 terjadi peristiwa Rengasdengklok,
dimana Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta diculik oleh para
pemuda dan dibawa ke Rengasdengklok dengan tujuan agar Ir.
Soekarno dan Moh Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang dan
segera menyatakan kemerdekaan.
Pada 16 Agustus 1945 pukul 23.00 malam, Ir. Soekarno dan
rombongannya tiba di Jakarta, sehingga perumusan teks
proklamasi dilakukan oleh Ir. Soekarno, Moh Hatta dan
Achmad Soebardjo di kediaman Laksamana Muda Maeda
Tadashi. Rumusan teks proklamasi diketik oleh Sayuti Melik
dan ditandatangani Ir. Soekarno dan Moh Hatta. Terdapat
perubahan teks proklamasi yang ditulis tangan oleh Ir.
Soekarno dengan ketikkan Sayuti Melik, hal ini dikarenakan
ada beberapa kata dan kalimat yang kurang sesuai menurut
Sayuti Melik.
Lalu pembacaan teks proklamasi dilakukan pada pukul 10
pagi di rumah Soekarno bertempat di Jl. Pegangsaan Timur
No. 56, Jakarta. Pembacaan teks proklamasi tersebut juga
diikuti dengan pengibaran bendera Merah Putih yang dijahit
oleh istri dari Ir. Soekarno yaitu Fatmawati.
Begitulah sejarah pembacaan teks proklamasi kemerdekaat
Indonesia, namun walau begitu pemerintah kolonial Belanda
masih tidak mengakui kedaulatan bangsa Indonesia, sehingga
Belanda melakukan agresi militer agar mereka dapat
menguasai kembali Indonesia sampai Resolusi DK PBB pada
28 Januari 1948 mengharuskan Belanda dan Indonesia
menghentikan segala tindak militerisasi yang terjadi dengan
beberapa poin yang disepakati PBB.

Anda mungkin juga menyukai