Anda di halaman 1dari 4

Anggota Kelompok :

1. Dita Angelia Damayanti 190621642405


2. Febry Saputra 190621642408
3. Rosyida Oktaviani 190621642483

Offering : IKOR A 2019

1. Pengertian Gender

(Ini aku nemu ndek jurnal, nanti tambahin sendiri ya pengertian


laine) Secara umum gender dapat di definisikan sebagai perbedaan peran,
kedudukan dan sifat yang dilekatkan pada kaum laki-laki maupun perempuan
melalui konstruksi secara sosial maupun kultural (Nurhaeni, 2009). Menurut
Oakley (1972) dalam Fakih (1999), gender adalah perbedaan perilaku antara
laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara social, yakni perbedaan
yang bukan kodrat dan bukan ketentuan Tuhan melainkan diciptakan oleh
manusia melalui proses social dan kultural (Oakley - Fakih, 1999). Haspels
dan suriyasrn (2005), mengatakan bahwa gender adalah sebuah variable social
untuk menganalisa perbedaan laki-laki dan perempuan yang berkaitan dengan
peran, tanggung jawab dan kebutuhan serta peluang dan hambatan.Gender
adalah suatu perbedaan yang ada pada laki-laki dan perempuan yang
diciptakan oleh manusia yang dihasilkan dari social dan kultural yang
berkaitan dengan peran dan tanggung jawab dalam suatu lingkungan tertentu.

2. Partisipasi wanita dalam olahraga


3. Diskriminasi gender dalam olahraga
Diskriminasi perempuan diakibatkan oleh adanya pengotak-
kotakan sektor yang disebut domestic dan publik. Itu yang membuat ruang
gerak perempuan menjadi terbatas. Masalah ketidaksetaraan gender yang
dialami perempuan menurut Bemmelen (2003; dalam Fitrianti &
Habibullah, 2012), meliputi keterbatasan akses dalam pendidikan, nilai
yang dianut masyarakat, nilai dan peran gender yang diketahui masyarakat
secara umum dari buku pelajaran, dan nilai yang diinternalisasi oleh guru
serta kebijakan yang bias gender. Ihromi (2007; dalam Unsriani, 2014)
mengatakan diskriminasi merupakan bentuk sikap dan perilaku yang
melanggar hak asasi manusia.
Diskriminasi perempuan masih terjadi sampai saat ini, Salah
satunya dalam bidang olahraga. Stigma tentang posisi perempuan sebagai
atlet masih belum hilang. Di beberapa negara konservatif, perempuan
masih belum mendapat tempat setara. Tantangan perempuan untuk bisa
menyetarakan diri memang menjadi pekerjaan rumah besar bagi semua,
khususnya di dunia olahraga. Hal ini antara lain didukung oleh beberapa
literatur yang menempatkan olahraga sebagai “a male domain” (Anderson,
2005). Bagi kaum laki-laki partisipasi olahraga dianggap sebagai aktivitas
yang lebih “natural” dan secara signifikan didukung oleh pihak-pihak lain
seperti orang tua dan sesama laki-laki.
Sejak anak-anak telah ditanamkan keyakinan kepada anak laki-laki
bahwa keberhasilan dalam kompetisi olahraga merupakan akses kunci
untuk mendapatkan prestise dan harga diri (Messner & Sabo, 1990, 2002).
Sementara partisipasi wanita dalam aktivitas olahraga, meskipun bukti-
bukti ditemukan bahwa olahraga tidak hanya cocok untuk lakilaki, tetapi
juga untuk wanita, implementasinya masih terikat dengan dualisme
tradisional dalam sistem budaya masyarakat yang menempatkan laki-laki
dan karakteristik maskulinisasinya jauh lebih berpeluang untuk
berpartisipasi dan berprestasi daripada wanita (Clasen, 2001).
Dengan mencermati bentuk mobilitas maka pemberian status sosial
kepada wanita berolahraga hendaknya mampu diberikan sesuai porsi
proses yang telah dilakukannya. Hal ini mungkin berdampak kepada
proses menghilangkan perbedaan pemberian penghargaan diantara atlet
pria dan wanita yang sama-sama menjadi juara di kelompoknya (gender).
Misalnya sejumlah hadiah yang masih dibedakan diberikan antara
kelompok putra dengan putri. Meski mungkin pertimbangannya adalah
ketika pertandingan putra sering melahirkan tindakan yang lebih
akrobatik, atraktif, skill tinggi (jika dibandingkan dengan kelompok putri),
terlebih jika didramatisir oleh pers yang secara jumlah memang kaum pria
di kalngan pers lebih banyak yang tentu saja akan selalu memberikan
dukungan lebih pada sesamanya, yang berdampak pada semakin
banyaknya jumlah penonton dan secara otomatis pemasukan keuntungan
dari penjualan karcispun lebih besar.
Kemampuan fisik wanita, efisiensi dan kinerja di bidang yang
didominasi laki-laki juga merupakan salah satu perhatian utama yang
mempengaruhi partisipasi perempuan dalam olahraga dan kegiatan lain
yang terkait. Persepsi bahwa wanita itu lemah dan tidak cocok untuk
olahraga apapun, terutama olahraga ketahanan seperti maraton danAngkat
Berat. Selanjutnya, asums idan keyakinan bahwa olahraga berbahaya bagi
kesehatan reproduksi wanita secara umum dibawa oleh orang-orang yang
terbukti salah. Namun dari data yang ada adalah mengamati bahwa wanita
memperoleh banyak manfaat kesehatan dari berpartisipasi dalam olahraga.
Beberapa penelitian menunjukkan fakta bahwa olahraga dapat
menghasilkan perbaikan seumur hidup untuk pendidikan, pekerjaan dan
prospek kesehatan.
Daftar Rujukan :

Ardiansyah, A. G., Surwati, C. H. D., & Sos, S. DISKRIMINASI PEREMPUAN


DALAM BIDANG OLAHRAGA PADA FILM SERIAL THE QUEEN’S
GAMBIT. (http://www.jurnalkommas.com/docs/Jurnal
%20D1219008.pdf)

Berliana, B. (2014). Analisis Peran Pola Asuhan dan Proses Sosialisasi Olahraga
Beladiri Ditinjau dari Perspektif Kesetaraan Gender. Cakrawala
Pendidikan, (3), 8408. (https://media.neliti.com/media/publications/84080-
none-f921ab35.pdf).

Dermawan, D. F., Dlis, F., & Mahardhika, D. B. (2019). Analisis Perkembangan


Wanita dalam Olahraga. Jurnal Speed (Sport, Physical Education,
Empowerment), 2(1), 24-29. (file:///C:/Users/User/Downloads/2223-File
%20Utama%20Naskah-5911-1-10-20191031.pdf)

Kumar, S. V. (2017). Gender Discrimination and Sosio-cultural Barriersin Sport.


(https://ijrssis.in/upload_papers/11072017054154134%20vijay%20kumar
%20161.pdf)

Anda mungkin juga menyukai