Anda di halaman 1dari 17

Penerapan Akad Sewa Menyewa Menurut Berbagai Pandangan

Agama
Aqilah Shadiqah Helke, Hasriani, Indah Permatasari, Noviana Ramadani
(Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Institut Agama Islam Negeri Parepare)

Abstrak
Sebagai makhluk sosial manusia selalu membutuhkan manusia yang lain, salah satu
hubungan kerja sama yang dilakukan manusia yaitu kegiatan sewa menyewa. Di Indonesia
kegiatan sewa menyewa sudah tidak asing lagi dilakukan oleh masyarakat, Indonesia merupakan
negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4, dilihat dari data The United States Census Bureau
dan United Nations Population Departement, jumlah penduduk Indonesia mencapai kurang lebih
273 juta jiwa1. Jumlah penduduk sebanyak itu Indonesia juga dikenal dengan negara yang
memiliki keberagaman agama yang dianut warganya, kurang lebih ada lima agama yang berdiri
di Indonesia diantaranya Islam, kristen, hindu, budha, dan konghucu, setiap agama tersebut
memiliki keberagaman aturan dalam melakukan kegiatan sewa menyewa.
Sewa menyewa merupakan suatu persetujuan dengan mana pihak yang lainnya dengan
perjanjian sewa menyewa terdapat dua pihak yaitu pihak penyewa dan pihak yang menyewakan.
Pihak yang menyewakan menyerahkan barang atau jasa yang hendak disewa kepada pihak
penyewa untuk digunakan sepenuhnya 2. Mengenal bentuk kegiatan usaha persewaan yang
didalamnya terdapat kesepakatan dan para pihak, dikenal sebagai perjanjian sewa menyewa.
Ada satu pihak (yang menyewakan) mengikatkan diri untuk memberikan suatu barang
kepada pihak yang lain (penyewa) selama waktu tertentu dengan pembayaran suatu harga yang
disanggupi atau sudah disepakati.
Subjek atau pihak yang terlibat dalam perjanjian sewa menyewa adalah pihak yang
menyewakan dan pihak penyewa. Pihak yang menyewakan adalah orang atau badan hukum yang
menyewakan barang atau benda kepada pihak penyewa, sedangkan pihak penyewa adalah orang
atau badan hukum yang menyewa barang atau benda dari pihak yang menyewakan.
Objek dalam perjanjian sewa menyewa adalah barang atau benda, dengan syarat barang
atau benda yang disewakan adalah barang yang halal, artinya tidak bertentangan dengan undang-
undang, ketertiban, dan kesusilaan. Hak dari pihak yang menyewakan adalah menerima harga
sewa yang telah ditentukan. Hak dari penyewa adalah menerima barang yang disewakan dalam
keadaan baik.

1
Siti Nurhikmah, “10 Negara Dengan Penduduk Terbanyak Di Dunia. Tebak, Indonesia Urutan Ke Berapa!,”
Rumah123.Com, last modified 2020, accessed May 1, 2021, https://artikel.rumah123.com/10-negara-dengan-
penduduk-terbanyak-di-dunia-tebak-indonesia-urutan-ke-berapa-76173.
2
Kitab Undang-undang Hukum Perdata and Pradya Paramita, “Subekti Dan Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (Jakarta: PT. Pradya Paramita, 2008), h. 381. 1” (2008): 1–10.
Risiko mewajibkan seseorang untuk memikul suatu kerugian, jikalau ada kejadian di luar
kemampuan salah satu pihak yang menimpa benda yang menjadi objek perjanjian. Musnah atas
barang atau benda yang menjadi objek sewa menyewa dapat dibagi menjadi 2 (dua) macam,
yaitu musnah secara total dan musnah sebagian dari objek sewa (ketentuan Pasal 1553
KUHPerdata).
• Jika barang yang disewakan oleh penyewa itu musnah secara keseluruhan di luar kesalahannya
pada masa sewa, sewa yang disewakan itu gugur demi hukum dan risiko atas musnahnya
barang tersebut adalah pihak yang menyewakan. Artinya, pihak yang menyewakan yang akan
memperbaiki dan segala kerugiannya.
• Jika barang yang disewa hanya sebagian yang musnah maka penyewa dapat memilih menurut
keadaan, akan meminta ganti harga sewa atau akan meminta pembatalan perjanjian sewa
menyewa. Pada kenyataan, pihak penyewa dapat menuntut kedua hal tersebut, namun tidak
dapat menuntut pembayaran kerugian kepada pihak yang menyewakan.

Rumusan Masalah
1. Apa pengertian akad sewa menyewa?
2. Bagaimana penerapan kegiatan sewa menyewa dalam pandangan agama yang dianut di
Indonesia?
3. Perbedaan sistem sewa menyewa dalam pandangan agama yang dianut di Indonesia?

Tinjauan Teori
Dalam teori ini memiliki dua tinjauan teori sewa menyea yang berbeda dari berbagai pandangan
yaitu sebagai berikut :

1. Tinjauan Teori Sewa Menyewa Secara Umum


Sewa menyewa seperti halnya jual-beli, adalah suatu perjanjian yang sangat sering dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, baik jual beli maupun sewa menyewa adalah merupakan
suatu upaya yang lazim dipergunakan oleh para warga masyarakat dalam rangka memenuhi
kepentingankepentingannya (Noemin S, 1998). Sedangkan (R. Subekti, 1996) Sewa menyewa adalah
perjanjian dimana pihak yang satu menyanggupi akan menyerahkan suatu benda untuk dipakai
selama suatu jangka waktu tertentu, sedangkan pihak lainnya menyanggupi akan membayar
harga yang telah ditetapkan untuk pemakaian itu pada waktu-waktu yang ditentukan. Sesuai
dengan yang dikemukakan R. Subekti, bahwa pihak penyewa memiliki dua kewajiban pokok,
yaitu3 :
1. Membayar uang sewa pada waktunya.
2. Memelihara barang yang disewa itu sebaikbaiknya seolah-olah barang miliknya sendiri.
3
“Bab 3 Landasan Teori,” E-Journal Universitas Atma Jaya Yogyakarta (1991): 11–27.
Dalam perjanjian sewa menyewa pada umumnya yaitu, menurut R. Setiawan,
menyatakan bahwa perjanjian ialah suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Suatu
perjanjian harus memenuhi syarat umum maupun syarat khusus. Syarat sahnya perjanjian diatur
dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu4 :
1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mengandung makna bahwa para pihak yang membuat
perjanjian telah sepakat atau ada persesuaian kemauan atau saling menyetujui kehendak masing-
masing yang dilahirkan oleh para pihak dengan tidak ada paksaan, kekeliruan, dan penipuan.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
Pada dasarnya setiap orang yang sudah dewasa dan sehat pikirannya adalah cakap menurut
hukum. Yang dimaksud dengan cakap untuk membuat suatu perjanjian berdasarkan Pasal
1329 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah “Setiap orang adalah cakap untuk
membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tak cakap”
3. Suatu hal tertentu.
Objek perjanjian, sehingga yang diperjanjikan harus cukup jelas, masing-masing pihak
mengetahui hak dan kewajibannya. Suatu hal tertentu tidak lain adalah apa yang menjadi hak
dan kewajiban yang timbul dari perjanjian. Suatu hak tertentu dalam perjanjian adalah barang
yang menjadi obyek suatu perjanjian. Menurut Pasal 1333 KUHPerdata barang yang menjadi
obyek suatu perjanjian ini haruslah tertentu, setidaknya haruslah ditentukan jenisnya,
sedangkan jumlahnya tidak perlu ditentukan, asalkan saja kemudian dapat ditentukan atau
dihitungkan. Dalam Pasal 1334 ayat (1) KUHPerdata ditentukan bahwa, barang-barang yang
baru akan ada di kemudian hari juga dapat menjadi objek suatu perjanjian.
4. Suatu sebab yang halal.
Mengenai syarat ini Pasal 1335 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu perjanjian tanpa sebab,
atau yang telah dibuat karena suatu sebab yang terlarang, tidak mempunyai kekuatan. Sebab
yang dimaksud adalah perjanjian itu sendiri atau tujuan para pihak mengadakan perjanjian itu
halal tidak bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Sebab yang
bertentangan dengan Undang-Undang terdapat dalam Pasal 1337 KUHPerdata adalah: “Suatu
sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan
kesusilaan baik atau ketertiban umum”. Apabila perjanjian yang dibuat tidak ada causa dan
memenuhi unsur Pasal 1337 KUHPerdata, maka tidak ada suatu perjanjian.

2. Tinjauan Teori Sewa Menyewa dalam Pandangan Agama


Agama bagi manusia dijadikan sebagai pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan,
baik didunia maupun kebahagiaan di dunia akhirat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
manusia yang tidak memiliki agama adalah manusia yang tidak memiliki tujuan dalam hidupnya.

4
Annie goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee, “Kajian Teoritis Perjanjian Menurut Buku Iii Kitab Undang-
Undang Perdata,” Journal of Chemical Information and Modeling 53, no. 9 (2019): 1689–1699,
http://repository.unpas.ac.id/35375/1/G. BAB II.pdf.
Agama merupakan sebuah doktrin kepercayaan manusia terhadap penciptanya, sehingga
kepercayaan tersebut merupakan pendorong bagi kehidupan umat manusia untuk selalu berpikir
positif sesuai dengan agama yang dianutnya 5. Contoh teori sewa menyewa dalam pandangan
agam Islam dan agama Kristen, sebagai berikut dijelaskan.
Dalam Islam sewa menyewa merupakan akad yang berasal dari bahasa arab yang berarti
membangun atau mendirikan, memegang, perjanjian, percampuran, menyatukan, dan bisa pula berarti
kontrak (perjanjian yang tercatat)6. Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan satu
sama yang lain. Ketika salah satu membutuhkan dan tidak memiliki apa yang ia butuhkan, maka
yang lain bisa membantu untuk memenuhinya. Inilah di antara hikmah ijarah (persewaan) yang
disyariatkan di dalam islam. Habib Hasan bin Ahmad al-Kaaf berkata7 :

‫الحكمة منها أنها ليس لكل أحد مركوب وسكن وخادم وغير ذلك وقد يحتاج لها وال يستطيع أن يشتريها فجوزت اإلجارة لذلك‬
“Di antara hikmah dari ijarah adalah, sesungguhnya tidak setiap orang memiliki kendaraan,
tempat tinggal, pelayan dan selainnya, sedangkan ia membutuhkan semua itu namun tidak
mampu membelinya, maka ijarah (sewa menyewa) diperbolehkan karena hal itu.”

(Habib Hasan bin Ahmad al-Kaaf, Taqrirat as-Sadidah, Yaman, Dar al-Mirats an-Nabawi,
cetakan pertama, 2013, halaman 138) Akad ijarah dilegalkan di dalam syariat berdasarkan nash
Al-Qur’an, Hadits dan Ijma’ sebagaimana yang disampaikan oleh Syekh Zakariya al-Anshari
(Lihat: Asna al-Mathalib, Beirut, Dar al-Fikr, cetakan kelima, 2003, jilid 5 halaman 73).Allah
subhanahu wata’ala berfirman :
َ ‫ضعْنَ لَكُ ْم فَآتُوه َُّن أ ُ ُج‬
‫وره َُّن‬ َ ‫فَإ ِ ْن أ َ ْر‬
“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka
upahnya.” (QS Ath-Thalaaq: 6) Ayat ini menunjukan tentang akad ijarah sebab bentuk kalimat
َ ‫ فَآتُوه َُّن أ ُ ُج‬adalah bentuk kalimat perintah dan perintah di dalam ushul fiqh menunjukkan
‫وره َُّن‬
wajib. Upah hanya bisa diwajibkan/ditetapkan oleh akad (transaksi). Sehingga ayat ini secara
pasti diarahkan pada menyusui yang disertai dengan akad (ijarah). (Habib Hasan bin Ahmad al-
Kaaf, Taqrirat as-Sadidah, Yaman, Dar al-Mirats an-Nabawi, cetakan pertama, 2013, halaman
138) Di dalam sebuah hadits disampaikan:

ِ‫َّللا ْب ُن ا ْل ُ َر ْيقِط‬
ِ َّ ُ ‫ع ْبد‬ ِ ‫ع ْنهُ ا ْست َأ ْ َج َرا َر ُج اًل م ِْن بَنِي الد‬
َ ُ‫ِيل يُقَا ُل لَه‬ َّ ‫ي‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ‫ض‬ ِ ‫سلَّ َم َو‬
ِ ‫الصدِيقَ َر‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫ص َّلى‬
َ ُ‫َّللا‬ َّ ِ‫أ َ َّن النَّب‬
َ ‫ي‬
“Sesungguhnya baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan Abu Bakar Shiddiq ra pernah
menyewa seorang lelaki dari Bani ad-Diil yang bernama Abdullah ibn al-Uraiqith.” (HR.
Bukhari)

5
Lili Andria Putri, “Hukum Sewa Menyewa Mobil Tanpa Izin Dari Pemiliknya Menurut Mazhab Syafi’i”
(UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA, 2017).
6
Novi Fuji Astuti, “Akad Adalah Perjanjian Tertulis, Berikut Jenisnya Menurut Hukum Islam,” Merdeka.Com, last
modified 2021, accessed May 2, 2021, https://m.merdeka.com/jabar/akad-adalah-perjanjian-tertulis-berikut-
jenisnya-menurut-hukum-islam-kln.html.
7
M Sibromulis, “Definisi Dan Rukun Ijarah, Sewa-Menyewa Dalam Islam,” Nuonline, last modified 2017, accessed
June 4, 2021, https://islam.nu.or.id/post/read/84810/definisi-dan-rukun-ijarah-sewa-menyewa-dalam-islam.
Di dalam hadits yang lain juga disebutkan:
َ ْ ‫ع ِة َوأ َ َم َر ِب ْال ُم َؤا َج َرةِ َوقَا َل َال بَأ‬
‫س ِب َها‬ َ َ‫ع ْن ْال ُمز‬
َ ‫ار‬ َ ‫سلَّ َم نَ َهى‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ُ‫أَنَّه‬
“Sesungguhnya baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang muzara’ah dan
memerintahkan muajjarah (akad sewa). Beliau bersabda, ‘Tidak apa-apa melakukan muajjarah’.”
(HR. Muslim).

Sedangkan agama Kristen di dalam Alkitab SABDA kata menyewa (root: sewa) merupakan
kata kerja, kata benda dan keluarga kata dari sewa, menyewa, menyewakan, sewaan, mempersewakan,
penyewa, penyewaan, dan jumlah dalam TB adalah 1-4 dalam 4 ayat (dalam OT : 4 dalam 4 ayat)8:

(1.00) 2Taw 25:6 Selain itu ia menyewa seratus ribu pahlawan yang gagah perkasa dari Israel
dengan bayaran seratus talenta perak.
(0.73) 1Taw 19:7 Mereka menyewa tiga puluh dua ribu kereta, serta raja negeri Maakha
dengan tentaranya, yang datang berkemah dekat Medeba. o Juga bani Amon
itu berkumpul dari kota-kota mereka dan datang untuk berperang.
(0.59) 2Sam 10:6 Setelah dilihat bani Amon, bahwa mereka dibenci y Daud, maka bani Amon
itu menyuruh orang menyewa dari orang Aram-Bet-Rehob z dan orang
Aram a dari Zoba b dua puluh ribu orang pasukan berjalan kaki, dari raja
negeri Maakha c seribu orang dan dari orang-orang Tob d dua belas ribu
orang.
(0.59) 1Taw 19:6 Setelah dilihat bani Amon, bahwa mereka telah membuat dirinya
dibenci m oleh Daud, maka Hanun dan bani Amon itu mengirim seribu
talenta perak untuk menyewa kereta dan orang-orang berkuda dari Aram-
Mesopotamia, dari Aram-Maakha dan dari Aram-Zoba. n

Sedangkan Kata sewa dalam Alkitab SABDA yaitu: jumlah dalam TB 1 - 2 dari 2 ayat untuk sewa9:
(1.00) 1Taw 2:49 Perempuan itu melahirkan juga Saaf, bapa Madmana, d dan Sewa, bapa
Makhbena dan bapa Gibea; anak perempuan Kaleb ialah Akhsa. e
(0.86) Kel 22:15 Tetapi jika pemiliknya ada di situ, maka tidak usahlah ia membayar ganti
kerugian. Jika binatang itu disewa, maka kerugian p itu telah termasuk
dalam sewa.

8
Yayasan Lembaga SABDA (YLSA), “Menyewa AND Book:[1 TO 39] (TB)-Teks,” Alkitab SABDA, accessed May 2,
2021, https://alkitab.sabda.org/search.php?exact=on&scope=def&version=tb&search=menyewa AND book:[1 TO
39].
9
Yayasan Lembaga SABDA (YLSA), “Sewa (TB)-Teks,” Alkitab SABDA, accessed May 2, 2021,
https://alkitab.sabda.org/search.php?exact=on&scope=def&version=tb&search=sewa.
Pembahasan
1. Pengertian Akad Sewa Menyewa

Sesuai dengan teori akad merupakan dari bahasa arab yang artinya membangun atau
mendirikan, memegang, perjanjian, percampuran, menyatukan, dan bisa pula berarti kontrak (perjanjian
yang tercatat). Sedangkan sewa menyewa merupakan suatu perjanjian konsensuil, artinya adalah
sewa-menyewa itu sudah sah dan mengikat (lahir) sejak tercapainya kata sepakat mengenai.
barang dan harga. Pihak yang satu berkewajiban menyerahkan barang untuk dinikmati,
sedangkan pihak yang lain yaitu si penyewa berkewajiban membayar harga sewa.
Sewa menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari suatu barang,selama suatu
waktu tertentu dan dengan pembayaran sesuatu harga yang oleh pihak yang tersebut terakhir itu
disanggupi pembayarannya (Pasal 1548 KUH Perdata).Dalam sewa menyewa,barang diserahkan
bukan untuk dimiliki,tetapi untuk dinikmati kegunaannya dalam jangka waktu sewa. Harga sewa
harus dibayar,dan pembayaran sewa selain menggunakan uang,dapat juga dilakukan dengan
barang atau jasa. Menurut Pasal 1579 KUH Perdata, pihak yang menyewakan tidak dapat
menghentikan sewanya dengan menyatakan hendak memakai sendiri barangnya yang disewakan,
kecuali jika telah diperjanjikan sebaliknya. tetapi apabila tidak ditentukan waktu sewa,maka
yang menyewakan dapat menghentikan sewa menyewa sewaktu-waktu asal ia mengindahkan
cara-cara dan jangka waktu yang diperlukan untuk pemberitahuan pengakhiran sewa menurut
kebiasaan setempat.
Maka kesimpulan dari pengertian di atas bahwa akad sewa menyewa merupakan suatu
kegiatan dalam perjanjian yang tercatat dan sudah sah atau mengikat dalam peraturan yang sudah
ditentukan seusai dengan peraturan dari pandangan lainnya.

2. Penerapan Kegiatan Sewa Menyewa dalam Pandangan Agama di Indonesia

Berbicara sewa menyewa di Indonesia, mungkin sebagian masyarakat sudah mengenal


lebih dalam, akan tetapi bagimana proses sewa menyewa di negara luar, misalnya jepang ?Nah
berikut kami ulas dalam pembahasan kali ini. Perbedaan utama transaksi sewa menyewa di
Jepang dan di Indonesia ada pada metoda pembayaran, pembatalan selama kontrak, tatacara
pembaruan kontrak, dan tanggung jawab penyewa selama masa perjanjian sewa rumah.
Perbedaan pembayaran dan tatacara pembatalan atau pembaruan selama kontrak. Kalau di
Jepang masa kontrak biasanya 2 tahun tapi di Indonesia bisa kontrak dengan bebas per 1 tahun
tergantung negosiasi dengan pemilik. Soal pembayaran sewa rumah, di Jepang biasanya per 1
bulanan tapi di Indonesia dilakukan sekaligus untuk pembayaran sebesar masa waktu kontrak.
Pembatalan di tengah masa waktu kontrak, biasanya di Jepang dikabulkan bila 1 bulan
sebelum pembatalan pemilik diberitahu secara tertulis, tapi di Indonesia pembatalan selama
kontrak berlangsung tidak diperkenankan. Itu karena Indonesia tidak memiliki undang-undang
penangguhan hak atas sewa menyewa (undang-undang perdata pasal 618) yang ada ketentuan
waktunya yang ditetapkan oleh hukum perdata di Jepang, sehingga mau tidak mau bila
menyelesaikan kontrak di tengah masa kontrak, uang sewa rumah yang sudah dibayar pada
dasarnya tidak bisa dikembalikan.
Pembaruan kontrak setelah masa kontrak selesai penuh, ditentukan oleh persetujuan
pemilik dan penyewa, selain itu penolakan pembaruan oleh pemilik perlu alasan hukum, namun
hampir semua kasus bisa diperbarui. Di Indonesia, karena tidak ada hukum seperti persyaratan
pembaruan, penolakan, dan lain-lain atas perjanjian sewa menyewa bangunan yang diatur oleh
peraturan sewa tanah dan sewa rumah di Jepang (ketentuan sewa tanah dan sewa rumah pasal
28), penolakan pembaruan sesuai kehendak pemilik dimungkinkan. Bila pembaruan ditolak oleh
pemilik saat pembaruan kontrak, atau bila pemilik menjual propertinya kepada pihak ketiga
selama kontrak masih berlangsung, dan pemilik baru tidak memperbarui kontrak, maka harus
pindah ke tempat hunian lain.
Perbedaan utama transaksi sewa menyewa di Jepang dan di Indonesia ada pada metoda
pembayaran, pembatalan selama kontrak, tatacara pembaruan kontrak, dan tanggung jawab
penyewa selama masa perjanjian sewa rumah10 :
1. Perbedaan pembayaran dan tatacara pembatalan atau pembaruan selama kontrak
Perbedaan kondisi kontrak sewa menyewa Item Jepang Indonesia masa waktu kontrak
biasanya 2 tahun diatur bebas per 1 tahun. Pembayaran sewa dibayar per 1 bulan dibayar
sekaligus sebesar lama waktu kontrak. Pembatalan selama kontrak berlangsung prinsipnya,
beritahu ke pemilik 1 bulan sebelumnya tidak bisa dibatalkan di tengah kontrak. Pembaruan
saat masa kontrak berakhir kesepakatan pemilik dan penyewa pemilik bebas menolak
pembaruan kontrak.
2. Perbedaan tanggung jawab penyewa selama kontrak
Fasilitas untuk umum di apartemen umum ditangani oleh kantor pengelola bangunan sama
seperti di Jepang, sedang untuk fasilitas di dalam ruang sewa diajukan ke pemilik melalui
perantara saat kontrak.
Kalau di Jepang (termasuk apartemen yang menyediakan furnitur dan perangkat
elektronik) untuk perbaikan skala kecil (penggantian barang konsumsi seperti lampu, packing air
kran, dan lain-lain) dan kerusakan akibat kesengajaan, di luar beban penyewa menjadi tanggung
jawab pemilik, sedang di Indonesia biasanya pada ayat-ayat kontrak tanpa mempersoalkan
kesalahan yang disengaja oleh penyewa, sampai batas jumlah tetap (sekitar 50-200 dolar) harus
ditanggung oleh penyewa.
Bila menyewa apartemen yang dilengkapi furnitur, maka termasuk untuk perbaikan
furnitur dan perangkat elektronik yang disediakan dari awal. Untuk properti baru yang belum
ditempati, furnitur dan perangkat elektroniknya baru, tetapi untuk properti yang tidak baru
banyak barangnya yang sudah dipakai, contoh bila kulkas rusak oleh ketidaksengajaan pun harus

10
“Situs Informasi Mengenai Investasi Real Estate Di Indonesia Dan Jepang,” Pulau Kecil Property Indonesia,
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.pkpi.net/page03.html&ved=2ahUKEwiD2q
Owz_3wAhWc8XMBHap-Dt0QFjABegQIAxAC&usg=AOvVaw1CW9ObRg0dbqTjt3KIIyfG.
menanggung biayanya dalam batas yang ditentukan pada kontrak Di samping itu, fasilitas yang
perlu perhatian secara khusus di dalam fasilitas yang disediakan adalah pendingin AC. Karena
frekuensi pendingin AC pemakaiannya tinggi, mudah terjadi kerusakan seperti kebocoran air.
Kewajiban pemeriksaan pendingin AC secara berkala (penggantian filter, pembersihan, dan lain-
lain) ditentukan di kontrak sebagai kewajiban penyewa, mengenai kerusakan yang disebabkan
karena kelalaian kewajiban tersebut maka pemilik sama sekali tidak menanggungnya. Sebab itu,
penyewa biasanya harus membersihkan pendingin AC 3 bulan sekali sebagai tanggung jawab
sendiri. Seperti iitu bedanya dengan Jepang, kewajiban penyewa selama kontrak berlangsung dan
bebannya ditetapkan dalam kontrak sehingga perlu sebelumnya memastikan detail kontrak.
Adapun penerapan kegiatan sewa menyewa dalam pandangan agama yang dianut di
Indonesia. Ada banyak bentuk kegiatan manusia yang telah diatur oleh agama, salah satunya
adalah sewa-menyewa. Dalam penerapan sewa menyewa setiap agama begitu berbeda baik dari
hukumnya, berikut penelitian dari kegiatan sewa menyewa dari agama yang dianut di Indonesia:

 Agama Islam
Akad sewa menyewa dalam Islam ada dua yaitu Akad Ijarah dan Akad Jua’lah. Sewa menyewa
(ijarah) ialah suatu akad yang berisi penukaran manfaat sesuatu dengan jalan memberikan imbalan dalam
jumlah tertentu yang sudah disepakati dan dasar hukumnya dalam sabda Rasulullah adalah:
Rasulullah SAW berbekam, lalu beliau membayar upahnya kepada orang yang membekamnya.
(HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad), adapun hukum kebolehannya berdasarkan ijma’ adalah
bahwa semua ulama sepakat membolehkannya, walaupun dari al-‘Ash Hamin dan Ibnu ‘Ulayyah
diriwayatkan melarangnya. Alasan Fuqaha’ yang tidak membolehkan adanya perjanjian sewa-
menyewa adalah bahwa dala mmenukar barang harus terjadi penyerahan harga dengan imbalan
penyerahan barang seperti halnya dalam barang yang nyata. Sedangkan manfaat (kegunaan)
dalam sewa-menyewa pada saat terjadi akad, maka oleh sebab itu adalah suatu tipuan dan sama
dengan hanya menjual barang yang belum ada11.
Secara etimologis al Ju‟alah adalah apa saja yang dijadikan (imbalan) bagi seseorang atas
suatu pekerjaan atau apa saja yang diberikan seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan
tertentu dan dalam konsep al-Jualah dalam kehidupan sehari-hari sangatlah banyak seperti
dalam bidang pendidikan, bisnis, dan Iptek sedangkan, dalam bidang pendidikan misalnya, al
Ju’alah dengan hadiah beasiswa kuliah penuh untuk siswa yang berhasil meraih peringkat 3
besar selama di SLTA, dan dalam bidang bisnis misalnya, Al Ju‟alah untuk membuat system
pembayaran modern yang memudahkan dalam transaksi12. Dalam bidang Iptek seperti, Al
Ju’alah membuat mobil, pesawat, dan berbagai alat transportasi untuk kelancaran urusan
manusia.

11
Kustiadi Basuki, “BAB III KONSEP SEWA MENYEWA DALAM ISLAM A. Pengertian Sewa-Menyewa (Ijarah),” ISSN
2502-3632 (Online) ISSN 2356-0304 (Paper) Jurnal Online Internasional & Nasional Vol. 7 No.1, Januari – Juni 2019
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta 53, no. 9 (2019): 3–4, www.journal.uta45jakarta.ac.id.
12
Haryono, “KONSEP AL JU’ALAH DAN MODEL APLIKASINYA DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI,” AAL MASHLAHAH
JURNAL HUKUM ISLAM DAN PRANATA SOSIAL ISLAM (n.d.): 14.
Dalam perjanjian/akad dan termasuk juga sewa-menyewa menimbulkan hak dan
kewajiban kepada para pelaku akad yang membuatnya. Hak-hak dan kewajiban tersebut iyalah13:
a. Pihak yang menyewakan (Mu‟ajjir)
1) Ia wajib menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa.
2) Memelihara barang yang disewakan sedemikian sehingga barang itu dapat dipakai untuk
keperluan yang dimaksudkan.
3) Memberikan si penyewa manfaat atas barang yang disewakan selama waktu
berlangsungnya sewa menyewa.
4) Menanggung si penyewa terhadap semua cacat dari barang yang disewakan, yang
merintangi pemakaian barang.
5) Ia berhak atas barang sewa yang besarnya sesuai dengan yang telah diperjanjikan,
6) Menerima kembali barang obyek perjanjian diakhir masa sewa.
b. Pihak penyewa (Musta‟jir)
1) Ia wajib memakai barang yang disewa sebagai bapak rumah yang baik, sesuai dengan
tujuan yang diberikan pada barang itu menurut perjanjian sewanya, atau jika tidak ada
perjanjian mengenai itu, menurut tujuan berhubungan dengan itu.
2) Membayar harga sewa pada waktu yang telah ditentukan.
3) Ia berhak menerima manfaat dari barang yang disewanya.
4) Menerima ganti kerugian, jika terdapat cacat pada barang yang disewakan.
5) Tidak mendapat gangguan dari pihak lain, selama memanfaatkan barang yang disewa.

 Agama Kristen
Misalnya jika orang Non-muslim (Kristen) menyewa rumah untuk tempat tinggal,
kemudian dia salah gunakan dengan dijadikan gereja, atau tempat peribadatan umum, sewa-
menyewa tetap sah dengan kesepakat ulama. Sementara pemiliknya atau kaum muslimin yang
lain punya tanggung untuk melarangnya dalam rangka amar makruf nahi munkar .
Bahkan menurut Imam Sarkhasi, menyewakan tempat kos atau rumah kepada non-
muslim tetap diperbolehkan meskipun nantinya rumah atau tempat kos tersebut hendak dijadikan
tempat maksiat, seperti minum khamar dan lainnya. Beliau berkata dalam kitab Al-Mabsuth
berikut; Seorang muslim boleh menyewakan rumah kepada non-muslim untuk tempat tinggal.
Jika di rumah itu dia minum khamar, menyembah salib, atau membawa babi,maka dia
tidak mendapat dosanya sama sekali14. Karena dia tidak menyewakan rumah untuk itu.
Sementara tindakan maksiat yang dilakukan penyewa, di luar tanggung jawab pemilik rumah.

13
“BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Tori Sewa Menyewa” (UIN SUSKA RIAU, 2013), http://repository.uin-
suska.ac.id/18373/8/8. BAB III__2018520EI.pdf.
14
Moh Juriyanto, “Hukum Menyewakan Tempat Kos Kepada Non-Muslim,” Bincang Syariah, last modified 2019,
accessed May 2, 2021, https://bincangsyariah.com/kalam/menyewakan-tempat-kos-kepada-non-muslim/.
 Agama Hindu
Pada permulaan tarikh masehi, pada Benua Asia terdapat 2(dua) negeri besar yang tingkat
peradabannya itu dianggap sudah tinggi, yaitu India dan juga Cina. Kedua negeri
tersebut menjalin hubungan ekonomi serta juga perdagangan yang baik. Arus lalu lintas
perdagangan serta juga pelayaran berlangsung dengan melalui jalan darat serta laut. Salah satu
jalur lalu lintas laut yang dilalui oleh India-Cina ialah Selat Malaka. Keterlibatan bangsa
Indonesia didalam kegiatan perdagangan serta juga pelayaran internasional yang menyebabkan
timbulnya percampuran budaya. India adalah negara pertama bangsa yang memberikan pengaruh
kepada Indonesia, yakni didalam bentuk budaya Hindu 15.
Adanya tanah-tanah seperti Pekarangan Desa (PKD) dan tanah Ayaban D (AYDS) di Bali
mempunyai hubungan dengan upacara-upacara keagamaan (Agama Hindu) yang dilakukan oleh
setiap Dsa Adat Bali. Dalam penerapan sewa menyewa agama Hindu yaitu kegiatan perjanjian
sewa menyewa tanah adat di Bali. Dalam Hukum Tanah Adat dikenal beberapa macam jenis dan
fungsi tanah adat di Bali, yaitu16:
1. Tanah Druwe atau sering disebut juga Druwe Desa adalah tanah yang dimiliki atau dikuasai
oleh desa pakraman seperti Tanah Pasar, Tanah Lapang, Tanah Kuburan, Tanah Bukti,
2. Tanah Pelaba pura adalah tanah yang dulunya milik desa yang khusus digunakan untuk
keperluan Pura yaitu tempat bangunan Pura dan yang digunakan untuk pembiayaan keperluan
Pura seperti pembiayaan upacara-upacara rutin, hingga perbaikan pura,
3. Tanah Pekarangan Desa merupakan tanah yang dikuasai oleh desa pakraman yang diberikan
kepada krama negak untuk tempat tinggal dengan ayahan yang melekat,
4. Tanah Ayahan merupakan tanah yang dikuasai desa pakraman yang penggarapannya
diserahkan kepada krama desa setempat dengan hak untuk dinikmati dengan perjanjian
tertentu serta kewajiban memberikan ayahan.
Desa adat dalam melakukan perbuatan hukum perjanjian sewa menyewa tanah adat di
Bali telah sah karena telah memenuhi Kriteria dari pasal 1320 BW, yaitu17:
1) Sepakat mereka yang mengikat dirinya,
2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian,
3) Suatu hal tertentu, dan
4) Suatu sebab yang halal.
Akan tetapi guna menjamin kepastian hukum yang diberikan oleh peraturan perundang-
undangan seyogyanya pemerintah Cq Departemen Kehakiman (d/h Gubernur Jendral-Pasal 1 Stb
1870 No.64) menetapkan/menunjuk keberadan dari desa adat di Bali sebagai badan hukum
keagamaan yang boleh memiliki ha katas tanah, karena merupakan syarat mutlak untuk dapat
dikatakan sebagai badan hukum adalah adanya pengaturan dalam hukum positif yang berlaku
pada suatu negara tertentu, pada waktu tertentu, pada waktu tertentu, dan pada masyarakat
tertentu, misalnya perseroan firman diakui sebagai badan hokum di perancis dan belgia. Bila
terjadi suatu perselisihan maka, pola-pola yang digunakan adalah:

15
Parta Setiawan, “Sejarah Perkembangan Hindu Budha Di Indonesia,” GURUPENDIDIKAN.Com, last modified
2021, accessed May 2, 2021, https://www.gurupendidikan.co.id/perkembangan-hindu-budha/.
16
Dewi Ayu Dwi Mayasari, “KEDUDUKAN DESA PAKRAMAN DALAM PRAKTEK PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH
PELABA PURA” (UNIVERSITAS UDAYANA, 2018).
17
SH H.FERI NIFAL, “PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH ADAT DI BALI” (UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2003).
1. Negoisasi: Perundingan diantara pihak-pihak yang berselisi dengan menggunakan cara-cara
mereka yang dianggap baik,
2. Mediasi: Kepala Adat bertindak sebagai mediator atau penegah bagi phak-pihak yang
bersengketa,
3. Ajudikasi: Kepala adat bertindak sebagai hakim yang akan memberikan keputusan terhadap
perkara yang diajukan.
Bagi kasus-kasus yang masih pada tingkatan infralegal atau belum menyentuh
ketentraman desa, menggunakan cara-cara negoisasi atau kalau diminta kepala adat hadir maka
ia bertindak sebagai penengah (mediator) yang tidak memberi keputusan tetapi bertindak
mengarahkan, memberi pertimbangan dan ikut memberi jalan keluar sepantasnya.

 Agama Budha
Banyak orang yang beranggapan bahwa agama Buddha merupakan agama pertapaan
yang tidak tertarik pada urusan duniawi. Anggapan tersebut tentu saja tidak tepat. Bagaimanapun
juga, agama Buddha selalu bersentuhan dengan kehidupan duniawi. Laszlo Zsolnai (2011: 3),
menyatakan bahwa “Buddhisme has a well-developed social facet and Buddhist are often
engaged in progressive social change”. Kontribusi Buddhisme dalam kehidupan sosial salah
stunya adalah di bidang ekonomi. Berikut yang dilakukan oleh agama Budha dalam manajemen
ekonomi : Menurut Buddhisme maupun berdasarkan analisis modern, perencanaan keuangan
dapat dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu: bagaimana memperoleh penghasilan dan
menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan, investasi, dan sebagai simpanan untuk keadaan
darurat dan masa pensiun (Kekanadure Dhammasiri, 2010: 16). Piboolsravut (1997: 149)
menyebutkan tiga jenis aktivitas dalam ekonomi Buddhis, yaitu bagaimana seseorang berusaha
untuk memperoleh penghasilan (bekerja), bagaimana kekayaan yang diperoleh dari bekerja harus
dijaga, dan bagaimana cara menggunakan kekayaan yang dimiliki dengan benar 18. Jadi manusia
untuh memenuhi suatu kebutuhan memerlukan kekayaan dengan memperoleh penghasilan.

 Agama Khonghucu
Dalam agama Konghucu dikenal hubungan vertikal antara manusia dengan Sang Khalik
dan hubungan horizontal antara sesama manusia dan dalam kosa kata Agama Konghucu disebut
sebagai Zhong Shu, Satya kepada (Firman) Tuhan, dan Tepasalira (tenggang rasa) kepada
sesama manusia. Prinsip Tepasalira ini kemudian ditegaskan dalam beberapa sabdanya yang
terkenal, “Apa yang diri sendiri tiada inginkan, jangan diberikan kepada orang lain” dan “Bila
diri sendiri ingin tegak (maju), berusahalah agar orang lain tegak (maju)”. Kedua sabda ini
dikenal sebagai “Golden Rule” (Hukum Emas) yang bersifat Yin dan Yang 19.

18
mulyana, “MANAJEMEN EKONOMI KELUARGA DALAM PERSPEKTIF BUDDHIS” (n.d.): 6.
19
“AJARAN POKOK AGAMA KONGHUCU,” Binus University, last modified 2018, accessed May 28, 2021,
https://student-activity.binus.ac.id/kbmk/2018/06/ajaran-pokok-agama-konghucu/.
Agama Konghuchu dalam kaitan dengan ekonomi terutama dari perbankan yaitu, hanya tentang
tingginya suku bunga dan perpajakan. Dalam Esensi dan Urgensi Agama Khonghucu dalam
Persoalan Ekonomi “Mengurus harta pun ada jalannya yang besar; bila penghasilan lebih besar
dari pemakaian dan bekerja setangkas mungkin sambil berhemat, niscaya harta benda itu akan
terpelihara.” (Daxue X:19) “Maka penimbunan kekayaan itu akan menimbulkan perpecahan di
antara rakyat; sebaliknya tersebarnya kekayaan akan menyatukan rakyat.” (Daxue X: 9)
Menurut Xun Zi, negara akan kuat apabila memiliki unsur yaitu 1) memiliki ideology
pembangunan negara yang tepat dan diterima rakyat, 2) mempunyai pemerintahan yang kuat
yang dapat membina rakyatnya, 3) adanya penegakan hukum yang berlandaskan kebajikan dan
keadilan, 4) adanya pembangunan ekonomi yang memperhatikan keadilan dan pemerataan, dan
5) memiliki sistem pertahanan dan keamanan yang berwibawa dan dapat melindungi rakyatnya20.

2. Perbedaan Sistem Sewa Menyewa dalam Pandangan Agama di Indonesia

Dalam perbedaan sistem sewa menyewa pada pandangan agama yang ada di Indonesia,
kita melakukan penelitian atau observasi karena hal tersebut perlu kejelasan dari system sewa
menyewa dalam berbagai pandangan agama. Pada penelitian atau observasi yang kami lakukan
dengan secara daring karena kita sesuaikan dengan keadaan pada sekarang ini yaitu adanya
pandemi Covid-19 dan dibantu dengan beberapa referensi yang diambil dari internet. Sesuai
pada judul kami yaitu “Penerapan Akad Sewa Menyewa Menurut Berbagai Pandangan Agama”
sehingga dalam observasi kami mewawancarai beberapa orang dari agama yang berbeda, antara
lain.
Wawancara seorang guru pendidikan agama Hindu yang bernama Ibu Gusti Ayu Alet
Irmawati, menurutnya bahwa “kalau sewa menyewa yah secara umum yang di ketahui, harus ada
perjanjian secara lisan dan tertulis antara ke dua belah pihak. Ini pendapat ibu aja ya, karena ibu
juga jurusan pendidikan bukan perihal hukum atau perbankan, ucapnya. Kalau di Hindu itu
mengenai perjanjian sih biasanya ya, ini karena bukan ranah keilmuan ibu juga, ucapnya lagi.
Biasanya perjanjian itu harus ada saksi berupa saksi adat masing-masing Banjar atau tokoh-tokoh
yang berwenang terhadap umat Hindu. Ini pun di lakukan jika perjanjiannya berupa sewa
menyewa dalam skala besar. Kalau syarat yang harus di penuhi ya hitam di atas putih tanda
tangan bermaterai beserta KTP kedua belah pihak.” Jadi itulah pendapat tentang sewa menyewa
yang diketahui oleh seorang beragama Hindu sekaligus seorang guru pendidikan agama Hindu.
Adapun wawancara dari beberapa orang yang beragama Kristen berpendapat bahwa yang
diketahuinya, agamanya tidak ada mengenai sistem sewa menyewa. Namun ada juga seorang
mahasiswa semester 2 bernama Wisnu yang tentu saja dia beragama Kristen. Memberikan
jawaban tentang penerapan sewa menyewa yang ada di Alkitab, sebagai berikut: Upah atau uang
sewa tidak saja dibayar dalam bentuk uang atau perak (2 Tawarikh 24:11, 12; 25:6) tetapi juga
20
dan Rudi Ismoyo Paristiyanti Nurwardani, Hestu Yoga Saksama, Uung Sudiana, Edi Mulyono, Sanityas Jukti
Prawatyani, Aan Almaidah Anwar, Evawany, Fajar Priyautama, Ary Festanto, PENDIDIKAN AGAMA KHONG HU CU
Di Pendidikan Tinggi, Cetakan 1. (Jakarta: RISTEDIKTI, 2016).
dalam bentuk binatang peliharaan, hasil bumi, dan sebagainya. Upah Yakub untuk bekerja
selama 14 tahun adalah kedua istrinya, Lea dan Rakhel. Dan ia melayani selama enam tahun lagi
untuk mendapat bagian yang telah disepakati dari ternak Laban. (Kejadian 29:15, 18, 27; 31:41)
Ketika memberikan buah-buah dudaim putranya kepada Rakhel, Lea ”menyewa” Yakub untuk
melakukan hubungan dengannya, dan karena itu ia menyebut putra yang dilahirkannya sebagai
”upah sewaan”. Hukum Allah kepada Israel menetapkan bahwa buruh upahan harus
mendapatkan bayarannya pada akhir hari kerja. (Imamat 19:13; Ulangan 24:14, 15) Alkitab
dengan keras mengecam orang-orang yang tidak jujur dengan upah para pekerja upahan.—Yer
22:13; Maleakhi 3:5; Yakobus 5:4.Orang yang mengupah orang lain harus berhati-hati untuk
memastikan bahwa orang upahan itu kompeten. Karena itu, terdapat peribahasa, ”Bagaikan
pemanah yang menusuk segala sesuatu, begitulah dia yang mengupah orang yang bebal atau dia
yang mengupah orang yang lewat.”—Amsal 26:10. Dan pada Alkitab (keluaran 22:15) “Tetapi
jika pemiliknya ada di situ, maka tidak usahlah ia membayar ganti kerugian. Jika binatang itu
disewa, maka kerugian itu telah termasuk dalam sewa.
Sedangkan dalam sistem sewa menyewa dalam agama Islam ada dua yaitu Ijarah dan
Jualah. Di dalam buku M. Majdy Amiruddin berjudul “Mashrafiyah Konsep Perbankan Islam
Aliran Moderat” mengenai rukun dan syarat Ijarah dengan Jualah bahwa rukun Ijarah ada lima,
yaitu :
1. Orang yang menyewakan, haruslah Baligh, Berakal dan Atas kehendak sendiri.
2. Orang yang menyewa, Syaratnya sama dengan syarat orang yang menyewakan.
3. Barang atau benda yang disewakan
a) Barang yang disewakan harus bermanfaat
b) Barang yang disewakan bukan termasuk barang yang dilarang oleh agama seperti minuman
keras dan lain sebagainya,
c) Barang yang disewakan harus diketahui jenis, kadar, sifatnya dan ada ketentuan sampai
seberapa pemanfaatannya atau ditentukan waktunya, misalnya satu minggu, satu bula, dan
seterusnya.
4. Imbalan sebagai bayaran (upah)
a) Tidak berkurang nilainya harus jelas, artinya sebelum pekerjaan dilaksanakan maka upah
harus ditentukan dengan pasti terlebih dahulu.
b) Bisa membawa manfaat yang jelas.
5. Akad (ijab qabul)
Akad harus dilakukan sebelum barang disewakan itu dipergunakan.
Dan rukun dan syarat Jualah yaitu, sebagai berikut 21:
a. Lafadh, hendaklah dipergunakan lafadh yang jelas dan mengandung arti izin kepada yang
akan bekerja dan bekerja dan juga tidak ditentukan waktunya.
b. Orang yang menjanjikan upahnya, yang menjanjikan upah itu boleh juga orang yang lain
mendapat persetujuan dari orang yang kehilangan.

21
M. Majdy Amiruddin, “mashrafiyah Konsep Perbankan Islam Aliran Moderat” (Hal. 120-124, Cetakan pertama,
November 2020)
c. Pekerjaan, yaitu mencari barang yang hilang.
d. Upah, disyaratkan keadaan upah dengan barang/benda yang tertentu. Kalau yang kehilangan
itu berseru kepada umum: “Barangsiapa yang memdapat barang/bendaku, akan saya beri uang
sekian. Kemudian dua orang bekerja mencari barang itu, sampai keduanya mendapatkan
barang itu secara bersama-sama, maka upah yang dijanjikan itu berserikat anatara keduanya
(dibagi-bagikan).

Kesimpulan
Sewa menyewa merupakan suatu persetujuan dengan mana pihak yang lainnya dengan
perjanjian sewa menyewa terdapat dua pihak yaitu pihak penyewa dan pihak yang menyewakan.
Sewa menyewa seperti halnya jual-beli, adalah suatu perjanjian yang sangat sering dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari. Sesuai dengan teori akad merupakan dari bahasa arab yang artinya
membangun atau mendirikan, memegang, perjanjian, percampuran, menyatukan, dan bisa pula
berarti kontrak (perjanjian yang tercatat). Maka kesimpulan dari pengertian di atas bahwa akad
sewa menyewa merupakan suatu kegiatan dalam perjanjian yang tercatat dan sudah sah atau
mengikat dalam peraturan yang sudah ditentukan seusai dengan peraturan dari pandangan
lainnya.
Dalam Islam sewa menyewa merupakan akad yang berasal dari bahasa arab yang berarti
membangun atau mendirikan, memegang, perjanjian, percampuran, menyatukan, dan bisa pula
berarti kontrak (perjanjian yang tercatat). Akad sewa menyewa dalam Islam ada dua yaitu Akad
Ijarah dan Akad Jua’lah. Sedangkan jika orang Non-muslim (Kristen) menyewa rumah untuk
tempat tinggal, kemudian dia salah gunakan dengan dijadikan gereja, atau tempat peribadatan
umum, sewa-menyewa tetap sah dengan kesepakat ulama. Sementara pemiliknya atau kaum
muslimin yang lain punya tanggung untuk melarangnya dalam rangka amar makruf nahi munkar.
Adapun hasil wawancara dari beberapa orang yang beragama Kristen berpendapat bahwa yang
diketahuinya, agamanya tidak ada mengenai sistem sewa menyewa. Namun ada juga pewancara
memberikan jawaban tentang penerapan sewa menyewa yang ada di Alkitab, sebagai berikut:
Upah atau uang sewa tidak saja dibayar dalam bentuk uang atau perak (2 Tawarikh 24:11, 12;
25:6) tetapi juga dalam bentuk binatang peliharaan, hasil bumi, dan sebagainya.

 Agama Hindu dalam kasus sewa menyewa seperti ajaran:


1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya
2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian
3. Suatu hal dalam manajemen
4. Suatu sebab yang halal
 Agama Buddha dalam paham budhalisme dalam menopan ekonomi: dalam analisis modern
perencanaan keuangan terbagi menjadi 3:
1. Memperoleh penghasilan
2. Memenuhi kebutuhan
3. Investasi dimasa tua
 Agama Konghucu mengajarkan 5 konsep bernegara yang makmur:
1. Indeology perekonomian yang tepat dan diterima oleh rakyat.
2. Pemerintah yang kuat dapat membina rakyat.
3. Adanya penegakan hokum
4. Adanya pembangunan ekonomi.
5. Meiliki sistem pemerintahan dan keamanan negara
Daftar Pustaka

Basuki, Kustiadi. “BAB III KONSEP SEWA MENYEWA DALAM ISLAM A. Pengertian
Sewa-Menyewa (Ijarah).” ISSN 2502-3632 (Online) ISSN 2356-0304 (Paper) Jurnal Online
Internasional & Nasional Vol. 7 No.1, Januari – Juni 2019 Universitas 17 Agustus 1945
Jakarta 53, no. 9 (2019): 3–4. www.journal.uta45jakarta.ac.id.
Dewi Ayu Dwi Mayasari. “KEDUDUKAN DESA PAKRAMAN DALAM PRAKTEK
PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH PELABA PURA.” UNIVERSITAS
UDAYANA, 2018.
goleman, daniel; boyatzis, Richard; Mckee, Annie. “Kajian Teoritis Perjanjian Menurut Buku Iii
Kitab Undang-Undang Perdata.” Journal of Chemical Information and Modeling 53, no. 9
(2019): 1689–1699. http://repository.unpas.ac.id/35375/1/G. BAB II.pdf.
H.FERI NIFAL, SH. “PERJANJIAN SEWA MENYEWA TANAH ADAT DI BALI.”
UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2003.
Haryono. “KONSEP AL JU’ALAH DAN MODEL APLIKASINYA DALAM KEHIDUPAN
SEHARI-HARI.” AAL MASHLAHAH JURNAL HUKUM ISLAM DAN PRANATA SOSIAL
ISLAM (n.d.): 14.
Lili Andria Putri. “Hukum Sewa Menyewa Mobil Tanpa Izin Dari Pemiliknya Menurut Mazhab
Syafi’i.” UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA, 2017.
Moh Juriyanto. “Hukum Menyewakan Tempat Kos Kepada Non-Muslim.” Bincang Syariah.
Last modified 2019. Accessed May 2, 2021.
https://bincangsyariah.com/kalam/menyewakan-tempat-kos-kepada-non-muslim/.
mulyana. “MANAJEMEN EKONOMI KELUARGA DALAM PERSPEKTIF BUDDHIS”
(n.d.): 6.
Novi Fuji Astuti. “Akad Adalah Perjanjian Tertulis, Berikut Jenisnya Menurut Hukum Islam.”
Merdeka.Com. Last modified 2021. Accessed May 2, 2021.
https://m.merdeka.com/jabar/akad-adalah-perjanjian-tertulis-berikut-jenisnya-menurut-
hukum-islam-kln.html.
Paristiyanti Nurwardani, Hestu Yoga Saksama, Uung Sudiana, Edi Mulyono, Sanityas Jukti
Prawatyani, Aan Almaidah Anwar, Evawany, Fajar Priyautama, Ary Festanto, dan Rudi
Ismoyo. PENDIDIKAN AGAMA KHONG HU CU Di Pendidikan Tinggi. Cetakan 1.
Jakarta: RISTEDIKTI, 2016.
Parta Setiawan. “Sejarah Perkembangan Hindu Budha Di Indonesia.”
GURUPENDIDIKAN.Com. Last modified 2021. Accessed May 2, 2021.
https://www.gurupendidikan.co.id/perkembangan-hindu-budha/.
Perdata, Kitab Undang-undang Hukum, and Pradya Paramita. “Subekti Dan Tjitrosudibio, Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (Jakarta: PT. Pradya Paramita, 2008), h. 381. 1” (2008):
1–10.
Sibromulis, M. “Definisi Dan Rukun Ijarah, Sewa-Menyewa Dalam Islam.” Nuonline. Last
modified 2017. Accessed June 4, 2021. https://islam.nu.or.id/post/read/84810/definisi-dan-
rukun-ijarah-sewa-menyewa-dalam-islam.
Siti Nurhikmah. “10 Negara Dengan Penduduk Terbanyak Di Dunia. Tebak, Indonesia Urutan
Ke Berapa!” Rumah123.Com. Last modified 2020. Accessed May 1, 2021.
https://artikel.rumah123.com/10-negara-dengan-penduduk-terbanyak-di-dunia-tebak-
indonesia-urutan-ke-berapa-76173.
Yayasan Lembaga SABDA (YLSA). “Menyewa AND Book:[1 TO 39] (TB)-Teks.” Alkitab
SABDA. Accessed May 2, 2021.
https://alkitab.sabda.org/search.php?exact=on&scope=def&version=tb&search=menyewa
AND book:[1 TO 39].
———. “Sewa (TB)-Teks.” Alkitab SABDA. Accessed May 2, 2021.
https://alkitab.sabda.org/search.php?exact=on&scope=def&version=tb&search=sewa.
“AJARAN POKOK AGAMA KONGHUCU.” Binus University. Last modified 2018. Accessed
May 28, 2021. https://student-activity.binus.ac.id/kbmk/2018/06/ajaran-pokok-agama-
konghucu/.
“Bab 3 Landasan Teori.” E-Journal Universitas Atma Jaya Yogyakarta (1991): 11–27.
“BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Tori Sewa Menyewa.” UIN SUSKA RIAU, 2013.
http://repository.uin-suska.ac.id/18373/8/8. BAB III__2018520EI.pdf.
“Situs Informasi Mengenai Investasi Real Estate Di Indonesia Dan Jepang.” Pulau Kecil
Property Indonesia.
https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://www.pkpi.net/page03.ht
ml&ved=2ahUKEwiD2qOwz_3wAhWc8XMBHap-
Dt0QFjABegQIAxAC&usg=AOvVaw1CW9ObRg0dbqTjt3KIIyfG.
M. Majdy Amiruddin “mashrafiyah Konsep Perbankan Islam Aliran Moderat” (2020) publiseher

Anda mungkin juga menyukai