Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

“Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam yang berwatak Tarjih


dan Tajdid”
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah: Al-Islam Kemuhammadiyahan III
Dosen Pengampu: A. Taufik Nur Parolai, S.Pd I.,M.Pd.

Oleh:

Kelompok 2

Nurul Ihfa : 200112036


Harjunifah : 200112014
Akhsanul Ikram : 200112002
Wahyu : 200112048

KELAS B
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SINJAI
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya untuk Allah SWT yang telah membeikan nikmat serta
hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga makalah tentang
“Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam yang berwatak Tarjih dan Tajdid” dapat
terselesaikan. Kemudian selawat serta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita
Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan
Sunnah untuk keselamatan ummat di dunia.
Makalah ini salah satu tugas dari mata kuliah “Al-Islam
Kemuhammadiyahan ” di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Sinjai. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
terdapat berbagai kekurangan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran
pembacanya.
Semoga makalh ini dapat memberi manfaat kepada pembacanya, serta
menambah keimanan kepada sang pencipta.

Sinjai, 30 November 2021

Penulis

1
DAFTAR ISI

Hal
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 1
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 3
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 3
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 3
C. Tujuan ..................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 5
A. Pengertian Tarjih dan Tajdid................................................................................... 5
B. Model Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah .............................................................. 5
C. Model Gerakan Keagamaan Muhammadiyah ....................................................... 10
D. Makna Gerakan Keagamaan Muhammadiyah ...................................................... 12
E. Gerakan Tarjih dan Tajdid Pada Tahun 100 kedua ............................................... 13
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 16
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 16
B. Saran ..................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 17

2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Modernitas muhammadiyah lahir sebagai respon atas sejarah,


bukan spontanitas. Ketika rakyat tenggelam dalam kemiskinan dan
kebodohan semasa rezim kolonial, muhammadiyah lahir dengan
banyak respon; pendidikan modern dan mengembangkan spirit PKO
(Pertolongan Kesengsaraan Oemoem) ketika masyarakat terlena
dalam tradisional dan mencampuradukan ajaran agama,
muhammadiyah memberikan wacana dan spirit baru, tajdid dan
purifikasi.
Muhammadiyah sebagai gerakan islam merumuskan gerakan
pembaharuannya dalam bentuk purifikasi dan dinamisasi. Purifikasi
didasarkan pada asumsi bahwa kemunduran umat islam terjadi karena
umat islam tidak mengembangkan aqidah islam yang benar, sehingga
harus dilakukan purifikasi dalam bidang aqidah-ibadah dengan teori
“segala sesuatu dalam ibadah madlah dilaksanakan bila ada perintah
dalam Al-Qur’an dan Hadist” sedangkan dinamisasi dilakukan dalam
bidang muamalah, dengan melakukan gerakan modernisasi sesuai
dengan teori “segala sesuatu boleh dikerjakan selama tak ada larangan
dala Al-qur’an dan Hadist”.
Muhammadiyah dalam gerakan pembaharuannya di lakukan
bersamaan antara gerakan purifikasi dengan gerakan muamalah.
Purifikasi dalam bidang aqidah yang dilakukan oleh muhammadiyah
adalah aqidah yang memiliki keterkaitan dengan aspek sosial
kemasyarakatan.

B. Rumusan Masalah

1. Menjelaskan pengertian tarjih dan tajdid

2. Menjelaskan model tarjih dan tajdid muhammadiyah

3. Menjelaskan model gerakan keagamaan muhammadiyah

4. Menjelaskan makna gerkan keagamaan muhammadiyah

5. Menjelaskan gerakan tarjih dan tajdid pada 100 tahun kedua


3
C. Tujuan

1. Mengetahui pengertian tarjih dan tajdid

2. Mengetahui model tarjih dan tajdid muhammadiyah

3. Mengetahui model gerakan keagamaan muhammadiyah

4. Mengetahui makna gerkan keagamaan muhammadiyah

5. Mengetahui gerakan tarjih dan tajdid pada 100 tahun kedua

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tarjih dan Tajdid

1. Pengertian Tarjih
Istilah tajdid berasal dari bahasa Arab yaitu jaddada-
yujaddidu-tajdiidan, yang berarti memperbarui atau menjadikan
baru. Dalam kamus Bahasa Indonesia tajdid berarti
pembaruan, modernisasi atau restorasi. Secara bahasa
(etimologi) tajdid memiliki makna pembaharuan dan pelakunya
disebut mujaddid (pembaharu). Sedangkan dalam pengertian
istilah (terminology), tajdid berarti pembaharuan terhadap
kehidupan keagamaan, baik dalam bentuk pemikiran ataupun
gerakan, sebagai respon atau reaksi atas tantangan baik internal
maupun eksternal yang menyangkut keyakinan dan sosial umat
(Ibnu Salim dkk: 1998:1). Dalam pengertian lain, tajdid adalah
upaya untuk memperbaharui interpretasi- interpretasi atau
pendapat-pendapat ulama terdahulu terhadap ajaran-ajaran dasar
Islam, atas dasar bahwa ajaran tersebut sudah tidak relevan dengan
tuntutan dan perkembangan zaman. Oleh karena itu, tajdid adalah
usaha yang kontinyu dan dinamis, sebab selalu berhadapan dan
beinteraksi dengan historisitas kehidupan manusia.
2. Pengertian Tajdid
Istilah Tajrid berasal dari bahasa Arab berarti pengosongan
pengungsian, pengupasan, Pelepasan atau pengambil alihan (Atabik
Ali, 1999:410). Sedangkan tajrid dalam bahasa Indonesia berarti
pemurnian. Istilah ini, tidak sepopuler ketika menyebut istilah tajdid,
sekalipun yang dimaksudkan adalah memurnikan hal-hal yang
bersifat khusus. Dalam ibadah kita tajrid, hanya mengikuti Nabi
Muhammad saw dan tidak ada pembaharuan. Sedang dalam
muamalah kita tajdid, yakni melakukan modernisasi dan pembaruan.

B. Model Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah

1. Model tajdid muhammadiyah


Pertama; kongkrit dan produktif, yaitu melalui amal usaha yang
didirikan, hasilnya kongkrit dapat dirasakan dan dimanfaatkan oleh umat
Islam, bangsa Indonesia dan umat manusia di seluruh dunia. Suburnya amal
5
saleh di lingkungan aktivis Muhammadiyah ditujukan kepada komunitas
Muhammadiyah, bangsa dan kepada seluruh umat manusia di dunia dalam
rangka rahmatan lil alamin.
Kedua; tajdid Muhammadiyah bersifat terbuka. Maksud dari
keterbukaan tersebut, Muhammadiyah mampu mengantisipasi perubahan
dan kemajuan di sekitar kita. Dari sekian amal usahanya, rumah sakitnya
misalnya, dapat dimasuki dan dimanfaatkan oleh siapapun. Sekolah sampai
kampusnya boleh dimasuki dan dimanfaatkan oleh siapa saja. Kalau
Muhammadiyah mendirikan lembaga ekonomi dan usaha atau jasa, maka
yang menjadi nasabah, partner dan komsumennya pun bisa siapa saja yang
membutuhkan.
Ketiga; tajdid Muhammadiyah sangat fungsional dan selaras dengan
cita-cita Muhammadiyah untuk menjadikan Islam itu, sebagai agama yang
berkemajuan, juga Islam yang berkebajikan yang senantiasa hadir sebagai
pemecah masalah-masalah (problem solv), temasuk masalah
kesehatan,pendidikan, dan masalah sosial ekonomi. Dengan Demikian
model Tajdid dibagi dalam tiga bidang, yaitu :
a. Bidang keagamaan
Pembaharuan dalam bidang keagamaan adalah penemuan kembali
ajaran atau prinsip dasar yang berlaku abadi, yang karena waktu
lingkungan situasi dan kondisi mungkin menyebabkan dasar-dasar
tersebut kurang jelas dan tertutup oleh kebiasan dan pemikiran
tambahan lain. Pembaharuan dalam bidang kaagamaan adalah
memurnikan kembali atau mengembalikan kepada aslinya, oleh karena
itu dalam pelaksanaan agama baik yang menyangkut akidah atau pun
ibadah harus sesuai dengan aslinya, yang sebagai mana diperintahkan
dalam Al-Qur’an dan as sunah. Dalam masalah akidah muhammadiyah
bekerja untuk tegaknya akidah islam yang murni, bersih dari gejala
kemusyrikan, bid’ah dan curafat tanpa mengabaikan prinsip toleransi
menurut islam. Sedangkan dalam ibadah, muhammadiyah bekerja untuk
tegaknya ibadah tersebut sebagaimana yang dituntunkan Rasullah tanpa
perubahan dan tambahan dari manusia. Usaha permurnian yang
dilakukan muhamaadiyah terhadap keadaan keagamaan yang tampak
dari serapan berbagai unsur kebudayaan yang ada di indonesia yaitu
Penentuan arah kiblat dalam sholat, yang sebelumnya mengarah tepat
ke arah barat.

6
b. Bidang Pendidikan
Dalam bidang ini Muhammadiyah mempelopori dan
meyelenggarakan sejumlah pembaharuan dan inovasi yang lebih nyata.
Bagi Muhammdiyah pendidikan memiliki arti yang penting dalam
penyebaran ajaran islam, karena melalui bidang pendidikan pemahaman
tentang islam dapat diwariskan dan ditanamkan dari generasi
kegenerasi. Pembaharuan dari segi pendidikan memiliki dua segi yaitu;
1) Segi cita-cita
Dari segi ini ingin membentuk manusia muslim yang baik budi, alim
dalam agama, luas dalam pandangan dan paham masalah ilmu
keduniaan, dan bersidia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
2) Segi teknik pengajaran
Dari segi ini lebih banyak berhubungan dengan cara
penyelenggaraan pengajaran. Dengan mengambil unsur-unsur yang
baik dari sistem pendidikan barat dan sistem pendidikan tradisonal,
muhammadiyah berhasil membangun sistem pendidikan sendiri.
Seperti sekolah model barat yang dimasukkan pelajaran agama
didalamnya, sekolah agama dengan menyertakan perlajaran umum.
Selain pembaharuan dalam pendidikan formal, Muhammadiyah
juga telah mempebaharui pendidika tradisional non formal yaitu
pengajian. Dimana yang semula pengajarnya hanya mengajar ngaji
dan ibadah oleh muhammadiyah diperluas dan pengajian di
sistematiskan dan diarahkan pada masalah kehidupan sehari-hari.
Begitupula muhammadiyah telah mewujudkan bidang bimbingaan
dan penyuluhan agama dalam masalah-masalah yang diperlukan dan
mungkin bersifat pribadi.
c. Bidang sosial masyarakat
Muhammadiyah merintis bidang sosial kemasyarakatan dengan
mendirikan rumah sakit, piklinik, panti auhan, rumah singgah, panti
jompo, Pusat kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), posyandu lansia
yang dikelola melalui amal usahanya dan bukan secara individual
sebagai mana dilakukan orang pada umumnya. Usaha pembaharuan
dalam bidang sosial kemasyarakatan ditandai dengan didirikannya
Pertolongan Kesengsaraan Oemoen (PKO)di tahun 1923. Perhatian
terhadap kesengsaraan orang lain merupakan kewajiban orang muslim,
sebagai perwujudan tuntunan agama yang jelas untuk ber amal ma’ruf
dan juga sebagai bentuk pengamalan firman Allah dalam surat Al-ma;un
107: 1-7 Yang artinya ; “ Tahukah kamu (orang) yang mendustakan

7
agama, itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak
menganjurkan memberi makanan orang miskin. Maka kecelakaanlah
bagi orang-orang yang shalat,(yaitu) orang yang lalai dari sholatnya,
orang-orang berbuat riya dan enggan(menolong dengan) barang
berguna.”
2. Model Tarjih Muhammadiyah
a. Al-Tarjih Baina al-Nusush
Al-tarjih baina al-nusush, atau menguatkan salah satu nash (ayat atau
hadith)yang saling bertentangan. Untuk mengetahui kuatnya salah satu
nash yang saling bertentangan, ada beberapa cara yang dikemukakan
para ulama usul fiqh, yaitu
1) Dari Segi Sanad ( Para Perawi Hadith)
Imam al-Syawkany ( 1172-1250 H/ 1759-1828 M) berpendapat
bahwa pentarjihan dapat dilakukan dengan 42 cara, yang di
antaranya dikelompokkan kepada:
• Menguatkan salah satu nash dari segi sanadnya.Cara ini antara
lain dengan meneliti kuantitas perawi hadith. Jumhur ulama
hadith yang sanadnya lebih banyak ditarjihkan dari hadith yang
sanadnya lebih sedikit. Karena kemungkinan terjadinya
kesalahan dalam suatu hadith yang diriwayatkan oleh banyak
perawi sangat kecil.
• Pentarjihan dengan melihat riwayat itu sendiri.Yaitu hadith
Mutawatir dikuatkan dari hadith Masyhur atau menguatkan
hadith Masyhur daripada hadith Ahad. Bisa juga dilakukan
dengan cara melihat persambungan sanadnya, yaitu mentarjih
hadith yang sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah
SAW dari hadith yang sanadnya terputus.
• Pentarjihan melalui cara menerima hadith dari Rasulullah
SAW.Yaitu menguatkan hadith yang langsung didengar dari
Nabi SAW dari pada hadith yang didengar melalui perantaraan
orang lain atau tulisan. Dirajihkan juga riwayat yang memakai
lafal langsung dari Nabi SAW yang menunjukkan kata kerja,
seperti kata naha (melarang), amara (memerintahkan), dan
adzina (mengizinkan), daripada riwayat yang lainnya
2) Dari Segi Matan
Yang dimaksud dengan matan di sini adalah teks ayat, hadith, atau
ijma`. Imam al-Amidi ahli ushul fiqh mazhab Syafi`i (551-631 H/

8
1156-1233 M), mengemukakan 51 cara dalam pentarjihan dari segi
matan, di antaranya adalah:
• Teks yang mengandung larangan diutamakan daripada teks yang
mengandung perintah, karena menolak kemudharatan lebih utama
daripada mengambil manfaat.
• Teks yang mangandung perintah didahulukan daripada teks yang
mengandung kebolehan karena melaksanakan perintah berarti
sekaligus kebolehan sudah tercakup di dalamnya.
• Makna hakikat suatu lafaz lebih didahulukan darpada makna
majaz.
• Dalil Khusus lebih didahulukan dari dalil umum.
• Teks umum yang belum ditakhsis lebih didahulukan daripada teks
umum yang telah ditakhsis.
3) Dari Segi Hukum atau Kandungan Hukum
Cara pentarjihan melalui metode ini, Imam al-Amidi mengemukakan
ada 11 cara, sedangkan Muhammad ibn Ali al-Syawkani
menyederhanakannya menjadi 9 cara, di antaranya sebagai berikut:
• Teks yang mengandung bahaya Jumhur lebih didahulukan dari
teks yang membolehkan. Alasannya hadith Rasulullah SAW:
Artinya: "Tidaklah berkumpul antara yang halal dengan yang
haram, kecuali yang haram lebih dominan". (HR. Al-Baihaqy).
• Suatu teks yang mengandung hukum menetapkan, sedangkan
yang lain meniadakan, maka dalam hal seperti ini terjadi
perbedaan pendapat ulama. Misalnya Ibn `Abbas meriwayatkan
sebuah hadith bahwa Rasulullah SAW mengawini Maimunah
dalam keadaan ihram sebagaimana hadith berikut ini:
Artinya: " Sesungguhnya Nabi SAW mengawini Maimunah binti
al-Harith sewaktu beliau sedang ihram". (HR.Bukhari dan
Muslim).
4) Pentarjihan dengan Menggunakan Faktor (dalil) Lain di Luar Nash
(amr al-Kharij).
Al-Amidi mengemukakan lima belas cara pentarjihan dengan
menggunakan faktor di luar nash. Dan Imam al-Syawkani
meringkasnya menjadi sepuluh cara, di antaranya:
• Mendahulukan salah satu dalil yang mendapatkan dukungan dari
dalil lain, baik dalil itu al-Qur`an, Sunnah, ijma`, maupun logika.
• Mendahulukan salah satu dalil yang didukung oleh amalan ahli
Madinah, karena mereka lebih mengetahui persoalan turunnya al-

9
Qur`an dan penafsirannya serta adanya anjuran Rasulullah SAW
untuk mengikuti mereka.
• Mendahulukan nash yang menyebutkan `illat (motivasi)
hukumnya daripada nash yang tidak menyebutkan `illatnya.
• Mendahulukan dalil yang mengandung kehati-hatian (ihtiyath)
daripada dalil yang tidak menyebutkan demikian
• Mendahulukan dalil yang dibarengi dengan perbuatan atau
perkataan perawinya dari dalil yang tidak demikian halnya.
b. Tarjih Bain al-Aqyisah
Ta`arudh dengan segala macam cara penyelesaiannya tersebut di atas
adalah bertentangan antara dua dalil syara` yang berupa nash. Di
samping itu ada ta`arudh yang terjadi antara dua dalil syara` yang bukan
nash yaitu ta`arudh antara qiyas dengan qiyas. Muhammad bin `Ali al-
Syawkani mengemukakan tujuh belas macam pentarjihan dalam
persoalan qiyas yang saling bertentangan (ta`arudh). Ketujuh belas
macam pentarjihan tersebut dikelompokkan oleh Wahbah al-Zuhaily
(guru besar fikih Islam/usul Fiqh di Universitas Damaskus, Suriah)
menjadi empat kelompok, yaitu ;
1) Tarjih dari Segi Hukum Asal.
2) Tarjih dari Segi Hukum Furu`
3) Tarjih dari Segi `Illat.
4) Tarjih Qiyas Melalui Faktor Luar.

C. Model Gerakan Keagamaan Muhammadiyah

Seperti yang dituliskan di awal bahwa dalam konstitusi


Muhammadiyah, terdapat tiga model gerakan yang mewujud menjadi modal
gerakan yaitu: Pertama: Muhammadiyah sebagai gerakan Islam. Kedua: sebagai
gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar, dan ketiga: Muhammadiyah sebagai
gerakan tajdid.
Pada dasarnya, Muhamadiyah telah menggagas mengenai penguatan
basis gerakan, sejak awal berdirinya. Bahkan dalam Muktamar pada tahun
1970-an telah diputuskan untuk menggalang jama’ah dan dakwah jamaah
(GJDJ). Hanya saja, gagasan tersebut belum ter-implementasi secara maksimal
dalam aktivistas gerakan organisasi.Kesadaran yang sama muncul pada
Muktamar ke 46 Yogyakarta dengan adanya program revitalisasi cabang dan
ranting serta pembentukan Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting
(LPCR), sebagai respons atas kondisi global dan tantangan yang dihadapi.

10
Kesadaran untuk memperhatikan masyarakat di akar rumput merupakan
kelanjutan dari spirit perubahan formasi sosial dengan terlibat dalam penguatan
kesadaran sosial, politik, ekonomi dan ideologi, -kini terkooptasi oleh
kecenderungan kapitalistik, birokrasi, politisasi yang berlangsung secara massif
pasca Orde Baru. Dan terakhir, beberapa dekade yang lalu, telah di rumuskan
pembinaan Jamaah, keluarga sakinah, dan qaryah thoyyibah untuk memperkuat
basis gerakan.
1. Gerakan Jamaah dan Dakwah (GDJD)
Esensi GDJD adalah penguatan kesadaran jamaah dan kepedulian mereka
terhadap lingkungan sosialnya. Definisi sederhana tentang jamaah adalah
kumpulan keluarga muslim yang berada dalam suatu lingkungan tempat
tinggal. Ajakan warga aktif merupakan landasan gerakan Muhammadiyah
yang menuntut adanya komunitas yang solid dan terorganisir untuk
memperjuangkan tegaknya kebaikan menentang segala macam keburukan.
Orientasi dari gerakan ini adalah membangun basis kehidupan dakwah bil
halal di bidang pendidikan, sosial, ekonomi dan Kesehatan. KH. Ahmad
Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah dan beberapa sahabatnya sangat
peduli terhadap pembinaan jamaah. Beliau melakukan perjalanan keliling
Jawa untuk melakukan pembinaan hingga ke Banyuwangi, Jakarta dan Jawa
Tengah. Itu artinya, penguatan jamaah sudah menjadi platform dari berdiri
dan pengembangan gerakan Muhamaadiyah.
2. Langkah Penguatan Jama’ah
Langkah pemberdayaan melalui penguatan institusi cabang dan ranting
akan memberi kontribusi bagi penguatan kohesi sosial /solidaritas antar
warga di tengah meluasnya paham-paham radikal yang cenderung anarkis
belakangan ini. Ledakan bom di Pesantren Umar Bin Khattab Bima NTB,
dapat menjadi bukti betapa rapuhnya kohesi sosial warga. Komunitas kecil
jauh di Bima saja, terdapat tindakan kekerasan terhadap ummat Islam. oleh
karena itu, memperkuat kembali identitas lokal melalui gerakan jamaah,
dipandang perlu dalam kerangka penguatan potensi dan basis gerakan untuk
hal-hal yang produktif. Langkah yang dapat dilakukan untuk menggiatkan
cabang dan ranting Muhammadiyah melalui gerakan jamaah dan dakwah
jamaah antara lain:
• Melakukan assesment awal mengenai kehidupan keagamaan di desa
atau komunitas atau ranting
• Memantapkan konsep dakwah jamaah yang akan dipergunakan agar
sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat basis

11
• Melakukan sosialisasi dan pelatihan bagi para fasilitator yang akan
menggerakkan cabang dan ranting
• Melakukan pendampingan dakwah jamaah
• Memantapkan organisasi gerakan di akar rumput (pimpinan ranting)
sebagai ujung tombak gerakan dakwah jamaah
Untuk mensinergiskan langkah-langkah diatas, diperlukan adanya
keterlibatan berbagai lembaga amal Muhammadiyah, seperti: sekolah,
rumah sakit ataupun masjid dari seluruh daerah di Indonesia. Pelibatan
lembaga amal itu dalam mempercepat proses pengembangan cabang dan
ranting sebagai sentral untuk mengembangkan Muhammadiyah sebagai
organisasi yang bercorak community based. Agar nantinya tidak hanya
memperkuat infrastruktur Muhammadiyah, tetapi juga memperkuat
infrastruktur masyarakat, sehingga terbentuk masyarakat khairah ummah
sebagaimana cita-cita Muhammadiyah.

D. Makna Gerakan Keagamaan Muhammadiyah

Secara harfiah ada perbedaan antara kata “gerak, “gerakan”, maupun


“pergerakan”. Gerak adalah perubahan sesuatu materi dari tempat yang satu ke
tempat lainnya[2], gerakan adalah perbuatan atau keadaan bergerak, sedangkan
pergerakan adalah usaha atau kegiatan. Pergerakan identik dengan kegiatan
dalam ranah sosial. Dengan demikian, kata gerakan atau pergerakan
mengandung arti, unsur, dan esensi yang dinamis tidak statis.

Muhammadiyah merupakan organisasi pergerakan. Kader muhammadiyah


di tuntut untuk selalu bergerak dalam menyebar syariat islam yang terinspirasi
dari surat Al-Imran ayat 104. Muhammadiyah bukanlah gerakan sosial-
keagamaan yang biasa. Tetapi sebagai gerakan Islam, pergerakan organisasi
terkait erat dengan perkembangan agama Islam di Nusantara. Tidak hanya
bergerak, karena setiap dakwah yang disampaikan dan disebarkan harus
berdasarkan bingkai petunjuk ajaran agama Islam: Islam tidak terbangun
sebagai asas formal (teks), tetapi menjiwai, melandasi, mendasari,
mengkerangkai, memengaruhi, menggerakan dan menjadi pusat orientasi dan
tujuan. Tidak sekadar meng-Islam KTP, menjadikannya slogan dan simbolik
belaka, tetapi menjadikannya jalan dan ruh kehidupan.
Inilah Islam yang modern, Islam yang melintasi batas-batas kaku tradisional
dan budaya, Islam yang senantiasa melangkah maju ke depan. Sebagaimana
semangat dasar gerakan Muhammadiyah dalam menyebarkan panji-panji
agama Islam dan menghadapi pergolakan arah global dunia.
12
Oleh karena itu, aktor-aktor gerakan dakwah wajib masuk dalam lingkaran
organisasi agar dapat terorganisir dan memiliki power yang kuat. Sehingga,
kelelahan dan keteteran dalam menyebarkan nilai-nilai ke-Islam-an dapat
teratasi sejak dini dan secara organisatoris. Dalam hal ini, para pendahulu
Muhammadiyah memaknainya dengan kaidah fiqhiyah “ma layatim al-wajib
Illa bihi da huma wajib.” Artinya: organisasi menjadi wajib adanya, karena
keniscayaan dakwah memerlukan perangkat-perangkat organisasi
Di sisi lain: Muhammadiyah bertujuan untuk mencetak ummat terbaik atau
ummat yang unggul. Sebagaimana pokok pikiran keenam Anggaran Dasar
Muhammadiyah. Disebutkan bahwa: “organisasi adalah satu-satunya alat atau
cara perjuangan yang sebaik-baiknya.”
Ciri-cirinya adalah: a) Muhammadiyah adalah subjek atau pemimpin, dan
masyarakat semuanya adalah objek atau yang dipimpinnya; b) Lincah
(dinamis), maju (progresif), selalu dimuka dan militan; c) Revolusioner; d)
Mempunyai pemimpin yang kuat, cakap, tegas dan berwibawa; dan e)
Mempunyai organisasi yang susunannya lengkap dan selalu tepat atau up to date
(PP Muhammadiyah, Manhaj Gerakan Muhammadiyah, 2000; 19-30).

E. Gerakan Tarjih dan Tajdid Pada Tahun 100 kedua

Tajdid merupakan proses yang tidak pernah berhenti. Ia akan tumbuh dan
berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan manusia. Dalam ranah
agama, tajdid dimaknai sebagai upaya untuk redefinisi makna di tengah-tengah
kehidupan manusia yang progresif Islam seringkali dimaknai penganutnya
sebagai agama yang “rahmatan lil alamin”, agama yang senantiasa sesuai di
setiap tempat dan zaman. Untuk mengejawantahkannya, seringkali dihadapkan
pada dilema antara normativitas teks dengan realitas sosial. Dalam menghadapi
dilema ini, maka yang harus diubah adalah cara pandang terhadap teks al-
Qur’an dan al-Sunnah. Amin Rais menyebut tajdid dilakukan secara
konprehensif yang mengarah kepada future oriented. (Amin Rais, Visi dan Misi
Muhammadiyah, 1998: 10).

Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid menggunakan tiga paradigma


dalam membaca teks yakni bayani, burhani, dan irfani. Ketiga paradigma ini
diharapkan mampu menjawab dilema antar teks dan konteks sehingga
menghasilkan Islam yang rahmatan lil alamin.
Pengetahuan dan peradaban manusia senantiasa berubah dan berkembang
seiring dengan perkembangan zaman. Sebagai bagian dari narasi besar ilmu
pengetahuan, ilmu-ilmu keislaman pun mengalami pergeseran paradigmatik.
13
Hal ini terjadi karena ilmu-ilmu yang lahir tidak lepas dari bingkai sosial yang
mengkonstruk realitas. Bingkai sosial inilah yang selalu mengalami perubahan
seiring dengan pperkembangan peradaban manusia. Oleh karena itu, pergeseran
paradigma merupakan tuntutan sejarah. Perkembangan peradaban manusia kini
sampai pada era pluralisme dan multikulturalisme. Agama-agama yang selama
ini mapan dengan dirinya, ternyata mengalami problematika ketika berhadapan
dengan realitas luar yang makin kompleks dan plural. Untuk itu, maka, harus
ada redefinisi terhadap makna dan orientasi agama, sehingga agama senantiasa
relevan dengan peradaban manusia. Tantangan selanjutnya datang dari ranah
budaya atau kultur sosial masyarakat lokal. Agama sebagai sistem nilai, norma
dan ajaran yang dominan, berhadapan dengan sistem nilai yang datang dari
tradisi atau adat masyarakat setempat. Sistem nilai itu lahir dari kearifan lokal
yang secara turun temurun dipegang oleh sebuah masyarakat sebagai suatu
ajaran yang harus dijunjung tinggi. Dialektika antara agama dan budaya
(kearifan) lokal ini juga sering memicu ketegangan, konflik dan perpecahan.
Muhammadiyah 100 tahun kedua, meninjau ulang paradigma yang selama ini
dipegang merupakan suatu keharusan. Misalnya, sikap Muhammadiyah
terhadap persoalan budaya lebih bersifat monolitik. Kecendrungan ini bisa
dilihat dari identitas yang melekat dalam Muhammadiyah yakni gerakan Islam
yang murni, di samping sebagai gerakan modernisme.
Muhammadiyah 100 tahun kedua, diharapkan mampu melangkah dengan
pandangan dan strategi yang lebih tepat sasaran dan mencapai keberhasilan
dalam mewujudkan visi dan tujuannya, baik tujuan jangka menengah dan
jangka panjang, maupun tujuan ideal yakni terbentuknya masyarakat Islam
yang sebenar-benarnya. Untuk mencapai tujuan yang ideal ini, diperlukan
transformasi baru dalam aktualisasi gerakannya di berbagai bidang kehidupan.
Disinilah pentingnya aktualisasi ideologi medernisme-reformasi Islam dalam
gerakan dakwah dan tajdid gelombang kedua yang diperlukan Muhammadiyah.
melalui potensi dan modal sebagai gerakan pencerahan, Muhammadiyah
diharapkan terus berkiprah untuk pencerahan dan kemajuan bangsa, serta
mampu menjadikan gerakan Islam kosmopolitan yang membawa Islam sebagai
rahmat bagi seluruh alam. Selain transformasi dalam aktualisasi gerakan, juga
transformasi di bidang pemikiran, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan usaha-
usaha lain yang bersifat unggul dan terobosan, Muhammadiyah dituntut untuk
terus berkiprah dengan inovatif. Dengan demikian transformasi dakwah dan
tajdid, yakni melakukan perubahan-perubahan pandangan dan strategi dakwah
dan tajdid lebih mendasar sebagai alternatif. Benni Setiawan,
www.muhammadiyahstudies.blog)

14
Sejumlah tawaran bagi Muhammadiyah dalam melakukan reorientasi
terhadap gerakan tajdid yang diperankannya. Jalaluddin Rahmat pernah
menawarkan formulasi Tauhid Sosial sebagaimana gagasan Dr. M. Amien Rais
sebagai blueprint (cetak biru) tajdid Muhammadiyah jilid dua. Ahmad Syafii
Maarif menawarkan Muhammadiyah sebagai gerakan ilmu untuk melangkah ke
depan di tengah pergulatan pemikiran Islam dan tantangan besar yang demikian
kompleks saat ini. Nurcholish Madjid secara isyarat memberikan catatan agar
gerakan-gerakan Islam modernis seperti Muhammadiyah memperkaya
khazanah keilmuan dan pemikiran agar “kunci” metodologis yang selama ini
kuat dimiliki dilengkapi dengan kekayaan materi pemikiran baik yang bersifat
pemikiran Islam klasik maupun kontemporer.Tawaran-tawaran pemikiran
tersebut berangkat dari penilaian bahwa gerakan Islam modern seperti
Muhammadiyah selama ini cenderung terlalu ad-hoc, kaya amal tetapi kering
pemikiran, dan kehilangan daya transformasionalnya di tengah perubahan dan
perkembangan zaman yang sarat kompleksitas masalah dan tantangan
sebagaimana kritik kaum noemodernisme terhadap modernisme. Ketua Majelis
Tarjih dan Tajdid, M. Syamsul Anwar juga memberikan tawaran bahwa kini
tajdid Muhammadiyah memerlukan pengembangan dari paradigma tajdid juz’i-
‘alami (pembaruan praksis amaliah) ke tajdid usuli-nazari (pembaruan
pemikiran yang lebih mendasar).Dalam konteks ini secara sistemik tentu saja
keseluruhan pengembangan pemikiran tajdid itu berada dalam bingkai dan
legalitas organisasi, bukan bersifat perseorangan kecuali untuk wacana dan
pengembangan wawasan pemikiran. Tajdid Muhammadiyah bersifat jama’iy
atau kolektif, tetapi tentu saja memerlukan etos ijtihad dan sistem yang lebih
dinamis agar tidak mengalami kelambanan dan tidak terperangkap pada posisi
statis. Sedangkan berbagai variasi dan pengembangan wacana pemikiran
sebaiknya diberi ruang yang lebih longgar agar tradisi pemikiran terus
berkembang, tentu saja disertai sikap tasamuh dan memiliki
pertanggungjawaban intelektual yang tinggi.
Keberhasilan Muhammadiyah melangkah melintasi zaman menuju 100
tahun kedua, karena potensi dan modal dasar yang dimiliki sebagai gerakan
pencerahan. Melalui gerakan pencerahan yang membawa misi dakwah dan
tajdid yang membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan di
tengah dinamika abad modern yang sarat tantangan.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat difahami, bahwa tajdid dalam
Muhammadiyah mengalami perubahan yang sangat berarti. Tajdid dalam
Muhammadiyah pada tataran praktis dan gerakan aksi yang mengarah pada
pemurnian akidah dan ibadah, sebagai reaksi terhadap penyimpangan yang
dilakukan oleh umat Islam.
Model model Tajdid dalam Muhammadiyah digolongkan dalam tiga bidang
diantaranya; (a) bidang keagarmaan yaitu Pembaharuan dalam bidang
keagamaan adalah penemuan kembali ajaran atau prinsip dasar yang berlaku
abadi, yang karena waktu lingkungan situasi dan kondisi mungkin
menyebabkan dasar-dasar tersebut kurang jelas dan tertutup oleh kebiasan dan
pemikiran tambahan lain. (b) bidang pendidikan yaitu Muhammadiyah
mempelopori dan meyelenggarakan sejumlah pembaharuan dan inovasi yang
lebih nyata dimana bidang pendidikan dipandang sangat penting dalam
penyebaran ajaran agama islam. (c) bidang sosial masyarakat Muhammadiyah
merintis bidang sosial kemasyarakatan dengan mendirikan rumah sakit,
piklinik, panti auhan, rumah singgah, panti jompo, Pusat kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM), posyandu lansia yang dikelola melalui amal usahanya dan
bukan secara individual sebagai mana dilakukan orang pada umumnya.

B. Saran
Penulis banyak kepada para pembaca agar berkenan memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis, demi sempurnanya makalah ini dan
penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini
berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya

16
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrohman, Asjmuni, Manhaj Tarjih Muhammadiyah, Metodologi dan


Aplikasi,( Jokyakarta : Pustaka Pelajar, 2002, Cet I )

Badan pendidikan Kader PP. Muhammadiyah, Materi Induk Perkaderan


Muhammadiyah, ( Jogyakarta : BPK PP.Muhammadiyah,Oktober 1994, Cet I )

§ Majlis Tarjih Dan Pengembangan Pemikiran Islam Pimpinan Pusat


Muhammadiyah, Buku Panduan Munas Tarjih ke 26 , (Jokyakarta : MTPPI PP
Muhammadiyah, 2003)

Wikepedia,arti tajdid secara harfiah:id.wikepedia.org/tajdid

17

Anda mungkin juga menyukai