Oleh:
Kelompok 2
KELAS B
PROGRAM STUDI PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SINJAI
2021
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya untuk Allah SWT yang telah membeikan nikmat serta
hidayah-Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga makalah tentang
“Muhammadiyah Sebagai Gerakan Islam yang berwatak Tarjih dan Tajdid” dapat
terselesaikan. Kemudian selawat serta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita
Muhammad SAW yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan
Sunnah untuk keselamatan ummat di dunia.
Makalah ini salah satu tugas dari mata kuliah “Al-Islam
Kemuhammadiyahan ” di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Sinjai. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
terdapat berbagai kekurangan, maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran
pembacanya.
Semoga makalh ini dapat memberi manfaat kepada pembacanya, serta
menambah keimanan kepada sang pencipta.
Penulis
1
DAFTAR ISI
Hal
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 1
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 3
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 3
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 3
C. Tujuan ..................................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 5
A. Pengertian Tarjih dan Tajdid................................................................................... 5
B. Model Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah .............................................................. 5
C. Model Gerakan Keagamaan Muhammadiyah ....................................................... 10
D. Makna Gerakan Keagamaan Muhammadiyah ...................................................... 12
E. Gerakan Tarjih dan Tajdid Pada Tahun 100 kedua ............................................... 13
BAB III PENUTUP .......................................................................................................... 16
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 16
B. Saran ..................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 17
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Tarjih
Istilah tajdid berasal dari bahasa Arab yaitu jaddada-
yujaddidu-tajdiidan, yang berarti memperbarui atau menjadikan
baru. Dalam kamus Bahasa Indonesia tajdid berarti
pembaruan, modernisasi atau restorasi. Secara bahasa
(etimologi) tajdid memiliki makna pembaharuan dan pelakunya
disebut mujaddid (pembaharu). Sedangkan dalam pengertian
istilah (terminology), tajdid berarti pembaharuan terhadap
kehidupan keagamaan, baik dalam bentuk pemikiran ataupun
gerakan, sebagai respon atau reaksi atas tantangan baik internal
maupun eksternal yang menyangkut keyakinan dan sosial umat
(Ibnu Salim dkk: 1998:1). Dalam pengertian lain, tajdid adalah
upaya untuk memperbaharui interpretasi- interpretasi atau
pendapat-pendapat ulama terdahulu terhadap ajaran-ajaran dasar
Islam, atas dasar bahwa ajaran tersebut sudah tidak relevan dengan
tuntutan dan perkembangan zaman. Oleh karena itu, tajdid adalah
usaha yang kontinyu dan dinamis, sebab selalu berhadapan dan
beinteraksi dengan historisitas kehidupan manusia.
2. Pengertian Tajdid
Istilah Tajrid berasal dari bahasa Arab berarti pengosongan
pengungsian, pengupasan, Pelepasan atau pengambil alihan (Atabik
Ali, 1999:410). Sedangkan tajrid dalam bahasa Indonesia berarti
pemurnian. Istilah ini, tidak sepopuler ketika menyebut istilah tajdid,
sekalipun yang dimaksudkan adalah memurnikan hal-hal yang
bersifat khusus. Dalam ibadah kita tajrid, hanya mengikuti Nabi
Muhammad saw dan tidak ada pembaharuan. Sedang dalam
muamalah kita tajdid, yakni melakukan modernisasi dan pembaruan.
6
b. Bidang Pendidikan
Dalam bidang ini Muhammadiyah mempelopori dan
meyelenggarakan sejumlah pembaharuan dan inovasi yang lebih nyata.
Bagi Muhammdiyah pendidikan memiliki arti yang penting dalam
penyebaran ajaran islam, karena melalui bidang pendidikan pemahaman
tentang islam dapat diwariskan dan ditanamkan dari generasi
kegenerasi. Pembaharuan dari segi pendidikan memiliki dua segi yaitu;
1) Segi cita-cita
Dari segi ini ingin membentuk manusia muslim yang baik budi, alim
dalam agama, luas dalam pandangan dan paham masalah ilmu
keduniaan, dan bersidia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya.
2) Segi teknik pengajaran
Dari segi ini lebih banyak berhubungan dengan cara
penyelenggaraan pengajaran. Dengan mengambil unsur-unsur yang
baik dari sistem pendidikan barat dan sistem pendidikan tradisonal,
muhammadiyah berhasil membangun sistem pendidikan sendiri.
Seperti sekolah model barat yang dimasukkan pelajaran agama
didalamnya, sekolah agama dengan menyertakan perlajaran umum.
Selain pembaharuan dalam pendidikan formal, Muhammadiyah
juga telah mempebaharui pendidika tradisional non formal yaitu
pengajian. Dimana yang semula pengajarnya hanya mengajar ngaji
dan ibadah oleh muhammadiyah diperluas dan pengajian di
sistematiskan dan diarahkan pada masalah kehidupan sehari-hari.
Begitupula muhammadiyah telah mewujudkan bidang bimbingaan
dan penyuluhan agama dalam masalah-masalah yang diperlukan dan
mungkin bersifat pribadi.
c. Bidang sosial masyarakat
Muhammadiyah merintis bidang sosial kemasyarakatan dengan
mendirikan rumah sakit, piklinik, panti auhan, rumah singgah, panti
jompo, Pusat kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), posyandu lansia
yang dikelola melalui amal usahanya dan bukan secara individual
sebagai mana dilakukan orang pada umumnya. Usaha pembaharuan
dalam bidang sosial kemasyarakatan ditandai dengan didirikannya
Pertolongan Kesengsaraan Oemoen (PKO)di tahun 1923. Perhatian
terhadap kesengsaraan orang lain merupakan kewajiban orang muslim,
sebagai perwujudan tuntunan agama yang jelas untuk ber amal ma’ruf
dan juga sebagai bentuk pengamalan firman Allah dalam surat Al-ma;un
107: 1-7 Yang artinya ; “ Tahukah kamu (orang) yang mendustakan
7
agama, itulah orang yang menghardik anak yatim dan tidak
menganjurkan memberi makanan orang miskin. Maka kecelakaanlah
bagi orang-orang yang shalat,(yaitu) orang yang lalai dari sholatnya,
orang-orang berbuat riya dan enggan(menolong dengan) barang
berguna.”
2. Model Tarjih Muhammadiyah
a. Al-Tarjih Baina al-Nusush
Al-tarjih baina al-nusush, atau menguatkan salah satu nash (ayat atau
hadith)yang saling bertentangan. Untuk mengetahui kuatnya salah satu
nash yang saling bertentangan, ada beberapa cara yang dikemukakan
para ulama usul fiqh, yaitu
1) Dari Segi Sanad ( Para Perawi Hadith)
Imam al-Syawkany ( 1172-1250 H/ 1759-1828 M) berpendapat
bahwa pentarjihan dapat dilakukan dengan 42 cara, yang di
antaranya dikelompokkan kepada:
• Menguatkan salah satu nash dari segi sanadnya.Cara ini antara
lain dengan meneliti kuantitas perawi hadith. Jumhur ulama
hadith yang sanadnya lebih banyak ditarjihkan dari hadith yang
sanadnya lebih sedikit. Karena kemungkinan terjadinya
kesalahan dalam suatu hadith yang diriwayatkan oleh banyak
perawi sangat kecil.
• Pentarjihan dengan melihat riwayat itu sendiri.Yaitu hadith
Mutawatir dikuatkan dari hadith Masyhur atau menguatkan
hadith Masyhur daripada hadith Ahad. Bisa juga dilakukan
dengan cara melihat persambungan sanadnya, yaitu mentarjih
hadith yang sanadnya bersambung sampai kepada Rasulullah
SAW dari hadith yang sanadnya terputus.
• Pentarjihan melalui cara menerima hadith dari Rasulullah
SAW.Yaitu menguatkan hadith yang langsung didengar dari
Nabi SAW dari pada hadith yang didengar melalui perantaraan
orang lain atau tulisan. Dirajihkan juga riwayat yang memakai
lafal langsung dari Nabi SAW yang menunjukkan kata kerja,
seperti kata naha (melarang), amara (memerintahkan), dan
adzina (mengizinkan), daripada riwayat yang lainnya
2) Dari Segi Matan
Yang dimaksud dengan matan di sini adalah teks ayat, hadith, atau
ijma`. Imam al-Amidi ahli ushul fiqh mazhab Syafi`i (551-631 H/
8
1156-1233 M), mengemukakan 51 cara dalam pentarjihan dari segi
matan, di antaranya adalah:
• Teks yang mengandung larangan diutamakan daripada teks yang
mengandung perintah, karena menolak kemudharatan lebih utama
daripada mengambil manfaat.
• Teks yang mangandung perintah didahulukan daripada teks yang
mengandung kebolehan karena melaksanakan perintah berarti
sekaligus kebolehan sudah tercakup di dalamnya.
• Makna hakikat suatu lafaz lebih didahulukan darpada makna
majaz.
• Dalil Khusus lebih didahulukan dari dalil umum.
• Teks umum yang belum ditakhsis lebih didahulukan daripada teks
umum yang telah ditakhsis.
3) Dari Segi Hukum atau Kandungan Hukum
Cara pentarjihan melalui metode ini, Imam al-Amidi mengemukakan
ada 11 cara, sedangkan Muhammad ibn Ali al-Syawkani
menyederhanakannya menjadi 9 cara, di antaranya sebagai berikut:
• Teks yang mengandung bahaya Jumhur lebih didahulukan dari
teks yang membolehkan. Alasannya hadith Rasulullah SAW:
Artinya: "Tidaklah berkumpul antara yang halal dengan yang
haram, kecuali yang haram lebih dominan". (HR. Al-Baihaqy).
• Suatu teks yang mengandung hukum menetapkan, sedangkan
yang lain meniadakan, maka dalam hal seperti ini terjadi
perbedaan pendapat ulama. Misalnya Ibn `Abbas meriwayatkan
sebuah hadith bahwa Rasulullah SAW mengawini Maimunah
dalam keadaan ihram sebagaimana hadith berikut ini:
Artinya: " Sesungguhnya Nabi SAW mengawini Maimunah binti
al-Harith sewaktu beliau sedang ihram". (HR.Bukhari dan
Muslim).
4) Pentarjihan dengan Menggunakan Faktor (dalil) Lain di Luar Nash
(amr al-Kharij).
Al-Amidi mengemukakan lima belas cara pentarjihan dengan
menggunakan faktor di luar nash. Dan Imam al-Syawkani
meringkasnya menjadi sepuluh cara, di antaranya:
• Mendahulukan salah satu dalil yang mendapatkan dukungan dari
dalil lain, baik dalil itu al-Qur`an, Sunnah, ijma`, maupun logika.
• Mendahulukan salah satu dalil yang didukung oleh amalan ahli
Madinah, karena mereka lebih mengetahui persoalan turunnya al-
9
Qur`an dan penafsirannya serta adanya anjuran Rasulullah SAW
untuk mengikuti mereka.
• Mendahulukan nash yang menyebutkan `illat (motivasi)
hukumnya daripada nash yang tidak menyebutkan `illatnya.
• Mendahulukan dalil yang mengandung kehati-hatian (ihtiyath)
daripada dalil yang tidak menyebutkan demikian
• Mendahulukan dalil yang dibarengi dengan perbuatan atau
perkataan perawinya dari dalil yang tidak demikian halnya.
b. Tarjih Bain al-Aqyisah
Ta`arudh dengan segala macam cara penyelesaiannya tersebut di atas
adalah bertentangan antara dua dalil syara` yang berupa nash. Di
samping itu ada ta`arudh yang terjadi antara dua dalil syara` yang bukan
nash yaitu ta`arudh antara qiyas dengan qiyas. Muhammad bin `Ali al-
Syawkani mengemukakan tujuh belas macam pentarjihan dalam
persoalan qiyas yang saling bertentangan (ta`arudh). Ketujuh belas
macam pentarjihan tersebut dikelompokkan oleh Wahbah al-Zuhaily
(guru besar fikih Islam/usul Fiqh di Universitas Damaskus, Suriah)
menjadi empat kelompok, yaitu ;
1) Tarjih dari Segi Hukum Asal.
2) Tarjih dari Segi Hukum Furu`
3) Tarjih dari Segi `Illat.
4) Tarjih Qiyas Melalui Faktor Luar.
10
Kesadaran untuk memperhatikan masyarakat di akar rumput merupakan
kelanjutan dari spirit perubahan formasi sosial dengan terlibat dalam penguatan
kesadaran sosial, politik, ekonomi dan ideologi, -kini terkooptasi oleh
kecenderungan kapitalistik, birokrasi, politisasi yang berlangsung secara massif
pasca Orde Baru. Dan terakhir, beberapa dekade yang lalu, telah di rumuskan
pembinaan Jamaah, keluarga sakinah, dan qaryah thoyyibah untuk memperkuat
basis gerakan.
1. Gerakan Jamaah dan Dakwah (GDJD)
Esensi GDJD adalah penguatan kesadaran jamaah dan kepedulian mereka
terhadap lingkungan sosialnya. Definisi sederhana tentang jamaah adalah
kumpulan keluarga muslim yang berada dalam suatu lingkungan tempat
tinggal. Ajakan warga aktif merupakan landasan gerakan Muhammadiyah
yang menuntut adanya komunitas yang solid dan terorganisir untuk
memperjuangkan tegaknya kebaikan menentang segala macam keburukan.
Orientasi dari gerakan ini adalah membangun basis kehidupan dakwah bil
halal di bidang pendidikan, sosial, ekonomi dan Kesehatan. KH. Ahmad
Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah dan beberapa sahabatnya sangat
peduli terhadap pembinaan jamaah. Beliau melakukan perjalanan keliling
Jawa untuk melakukan pembinaan hingga ke Banyuwangi, Jakarta dan Jawa
Tengah. Itu artinya, penguatan jamaah sudah menjadi platform dari berdiri
dan pengembangan gerakan Muhamaadiyah.
2. Langkah Penguatan Jama’ah
Langkah pemberdayaan melalui penguatan institusi cabang dan ranting
akan memberi kontribusi bagi penguatan kohesi sosial /solidaritas antar
warga di tengah meluasnya paham-paham radikal yang cenderung anarkis
belakangan ini. Ledakan bom di Pesantren Umar Bin Khattab Bima NTB,
dapat menjadi bukti betapa rapuhnya kohesi sosial warga. Komunitas kecil
jauh di Bima saja, terdapat tindakan kekerasan terhadap ummat Islam. oleh
karena itu, memperkuat kembali identitas lokal melalui gerakan jamaah,
dipandang perlu dalam kerangka penguatan potensi dan basis gerakan untuk
hal-hal yang produktif. Langkah yang dapat dilakukan untuk menggiatkan
cabang dan ranting Muhammadiyah melalui gerakan jamaah dan dakwah
jamaah antara lain:
• Melakukan assesment awal mengenai kehidupan keagamaan di desa
atau komunitas atau ranting
• Memantapkan konsep dakwah jamaah yang akan dipergunakan agar
sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat basis
11
• Melakukan sosialisasi dan pelatihan bagi para fasilitator yang akan
menggerakkan cabang dan ranting
• Melakukan pendampingan dakwah jamaah
• Memantapkan organisasi gerakan di akar rumput (pimpinan ranting)
sebagai ujung tombak gerakan dakwah jamaah
Untuk mensinergiskan langkah-langkah diatas, diperlukan adanya
keterlibatan berbagai lembaga amal Muhammadiyah, seperti: sekolah,
rumah sakit ataupun masjid dari seluruh daerah di Indonesia. Pelibatan
lembaga amal itu dalam mempercepat proses pengembangan cabang dan
ranting sebagai sentral untuk mengembangkan Muhammadiyah sebagai
organisasi yang bercorak community based. Agar nantinya tidak hanya
memperkuat infrastruktur Muhammadiyah, tetapi juga memperkuat
infrastruktur masyarakat, sehingga terbentuk masyarakat khairah ummah
sebagaimana cita-cita Muhammadiyah.
Tajdid merupakan proses yang tidak pernah berhenti. Ia akan tumbuh dan
berkembang seiring dengan perkembangan kehidupan manusia. Dalam ranah
agama, tajdid dimaknai sebagai upaya untuk redefinisi makna di tengah-tengah
kehidupan manusia yang progresif Islam seringkali dimaknai penganutnya
sebagai agama yang “rahmatan lil alamin”, agama yang senantiasa sesuai di
setiap tempat dan zaman. Untuk mengejawantahkannya, seringkali dihadapkan
pada dilema antara normativitas teks dengan realitas sosial. Dalam menghadapi
dilema ini, maka yang harus diubah adalah cara pandang terhadap teks al-
Qur’an dan al-Sunnah. Amin Rais menyebut tajdid dilakukan secara
konprehensif yang mengarah kepada future oriented. (Amin Rais, Visi dan Misi
Muhammadiyah, 1998: 10).
14
Sejumlah tawaran bagi Muhammadiyah dalam melakukan reorientasi
terhadap gerakan tajdid yang diperankannya. Jalaluddin Rahmat pernah
menawarkan formulasi Tauhid Sosial sebagaimana gagasan Dr. M. Amien Rais
sebagai blueprint (cetak biru) tajdid Muhammadiyah jilid dua. Ahmad Syafii
Maarif menawarkan Muhammadiyah sebagai gerakan ilmu untuk melangkah ke
depan di tengah pergulatan pemikiran Islam dan tantangan besar yang demikian
kompleks saat ini. Nurcholish Madjid secara isyarat memberikan catatan agar
gerakan-gerakan Islam modernis seperti Muhammadiyah memperkaya
khazanah keilmuan dan pemikiran agar “kunci” metodologis yang selama ini
kuat dimiliki dilengkapi dengan kekayaan materi pemikiran baik yang bersifat
pemikiran Islam klasik maupun kontemporer.Tawaran-tawaran pemikiran
tersebut berangkat dari penilaian bahwa gerakan Islam modern seperti
Muhammadiyah selama ini cenderung terlalu ad-hoc, kaya amal tetapi kering
pemikiran, dan kehilangan daya transformasionalnya di tengah perubahan dan
perkembangan zaman yang sarat kompleksitas masalah dan tantangan
sebagaimana kritik kaum noemodernisme terhadap modernisme. Ketua Majelis
Tarjih dan Tajdid, M. Syamsul Anwar juga memberikan tawaran bahwa kini
tajdid Muhammadiyah memerlukan pengembangan dari paradigma tajdid juz’i-
‘alami (pembaruan praksis amaliah) ke tajdid usuli-nazari (pembaruan
pemikiran yang lebih mendasar).Dalam konteks ini secara sistemik tentu saja
keseluruhan pengembangan pemikiran tajdid itu berada dalam bingkai dan
legalitas organisasi, bukan bersifat perseorangan kecuali untuk wacana dan
pengembangan wawasan pemikiran. Tajdid Muhammadiyah bersifat jama’iy
atau kolektif, tetapi tentu saja memerlukan etos ijtihad dan sistem yang lebih
dinamis agar tidak mengalami kelambanan dan tidak terperangkap pada posisi
statis. Sedangkan berbagai variasi dan pengembangan wacana pemikiran
sebaiknya diberi ruang yang lebih longgar agar tradisi pemikiran terus
berkembang, tentu saja disertai sikap tasamuh dan memiliki
pertanggungjawaban intelektual yang tinggi.
Keberhasilan Muhammadiyah melangkah melintasi zaman menuju 100
tahun kedua, karena potensi dan modal dasar yang dimiliki sebagai gerakan
pencerahan. Melalui gerakan pencerahan yang membawa misi dakwah dan
tajdid yang membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan di
tengah dinamika abad modern yang sarat tantangan.
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat difahami, bahwa tajdid dalam
Muhammadiyah mengalami perubahan yang sangat berarti. Tajdid dalam
Muhammadiyah pada tataran praktis dan gerakan aksi yang mengarah pada
pemurnian akidah dan ibadah, sebagai reaksi terhadap penyimpangan yang
dilakukan oleh umat Islam.
Model model Tajdid dalam Muhammadiyah digolongkan dalam tiga bidang
diantaranya; (a) bidang keagarmaan yaitu Pembaharuan dalam bidang
keagamaan adalah penemuan kembali ajaran atau prinsip dasar yang berlaku
abadi, yang karena waktu lingkungan situasi dan kondisi mungkin
menyebabkan dasar-dasar tersebut kurang jelas dan tertutup oleh kebiasan dan
pemikiran tambahan lain. (b) bidang pendidikan yaitu Muhammadiyah
mempelopori dan meyelenggarakan sejumlah pembaharuan dan inovasi yang
lebih nyata dimana bidang pendidikan dipandang sangat penting dalam
penyebaran ajaran agama islam. (c) bidang sosial masyarakat Muhammadiyah
merintis bidang sosial kemasyarakatan dengan mendirikan rumah sakit,
piklinik, panti auhan, rumah singgah, panti jompo, Pusat kegiatan Belajar
Masyarakat (PKBM), posyandu lansia yang dikelola melalui amal usahanya dan
bukan secara individual sebagai mana dilakukan orang pada umumnya.
B. Saran
Penulis banyak kepada para pembaca agar berkenan memberikan kritik dan
saran yang membangun kepada penulis, demi sempurnanya makalah ini dan
penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini
berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca pada umumnya
16
DAFTAR PUSTAKA
17