Anda di halaman 1dari 8

Untuk dapat mengetahui sifat mekanik dari suatu material maka diperlukan suatu pengujian,

salah satu pengujian yang paling sering dilakukan yaitu uji tarik (tensile test). Pengujian ini
memiliki fungsi untuk mengetahui tingkat kekuatan suatu material dan untuk mengenali
karakteristik pada material tersebut.

Terdapat beberapa spesimen pada uji tarik. Uji Tarik (Tensile Test) adalah suatu metode yang
digunakan untuk menguji kekuatan (tensile strength) suatu material/bahan dengan cara
memberikan beban (gaya statis) yang sesumbu dan diberikan secara lambat atau cepat. Diperoleh
hasil sifat mekanik dari pengujian ini berupa kekuatan dan elastisitas dari material/bahan.

Nilai kekuatan dan elastisitas dari material uji dapat dilihat dari kurva hasil uji tarik. Selain
kekuatan dan elastisitas, sifat lain yang dapat diketahui adalah sebagai berikut :

1. Kekuatan luluh dari material.


2. Keuletan dari material.
3. Kelentingan dari suatu material
Pengujian dilakukan dengan tujuan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu
material/bahan dan juga sebagai referensi pendukung untuk spesifikasi material/bahan. Kekuatan
ini ada beberapa macam, tergantung pada jenis beban yang bekerja, yaitu kekuatan tarik,
kekuatan geser, kekuatan tekan kekuatan torsi dan kekuatan lengkung. Sifat Mekanik yang
didapat dari uji tarik meliputi :

Regangan tertinggi menunjukkan nilai keuletan suatu material.


Modulus elastisitas (E)
Kalau regangan menunjukkan keuletan, maka modulus elastisitas menunjukkan kekakuan suatu
material. Apabila nilai E semakin besar, menandakan semakin kakunya suatu material. Nilai E
ini diturunkan dari persamaan hukum Hooke. Dari persamaan tersebut juga nampak bahwa
kekakuan suatu material relatif terhadap yang lain dapat di amati dari sudut kemiringan α pada
garis proporsional.

Reduksi penampang/reduction of area (RA )


RA=[(A0-A1)/A0] 100%

Dimana A1 = luas penampang setelah patah (mm²) Reduksi penampang juga dapat digunakan
untuk menetukan keuletan material. Semakin tinggi nilai RA, semakin ulet material tersebut.

Prosedur Pengujian Tarik :


Terdapat beberapa bentuk spesimen pada pengujian tarik. Adapun bentuk dari spesimen tersebut
adalah sebagai berikut :

a. Spesimen Bentuk Pelat (Plate Form)


Dalam ASTM E8 (Standard Test Methods for Tension Testing of Metallic Materials) telah diatur
mengenai bentuk spesimen uji tarik yang baku. Dalam standar tersebut, sebuah spesimen uji tarik
harus memiliki spesifikasi tertentu meliputi Gauge Length (G), Width (W), Thickness (T),
Radius (R), Over all length (L), Length of Reduced (A), Length of Grip Section (B), dan Width
of Grip Section (C).

Dalam ASTM E8 juga diatur dimensi standar dari spesimen uji tarik berbentuk Round Bar,
seperti yang terlihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 1 Dimensi Spesimen Uji Tarik Pelat
Berdasarkan ASTM E8.
Gambar 1 Spesimen Uji Tarik Pelat Berdasarkan ASTM E8

Pada Tabel 1 ditunjukkan bahwa dimensi spesimen uji tarik harus memenuhi, panjang Gauge
Length (G) sebesar 2 inch (50.8 mm), dimensi Width (W) sebesar 0.5 inch (12.7 mm) dan lebar
area cekam sekitar 3/4 in. (19.05 mm). Dibagian tengah dari batang uji (bagian yang paralel)
adalah bagian yang menerima tegangan yang uniform dan pada bagian ini disebut panjang ukur
(gauge length), yaitu bagian yang dianggap menerima pembebanan, bagian ini selalu diukur
panjangnya selama proses pengujian.

b. Spesimen Bentuk Silinder (Round Bar Form).


Jika batang uji berupa round bar maka ditentukan gauge length nya berdasarkan ASTM E8
(Standard Test Methods for Tension Testing of Metallic Materials) adalah 2 in. (50.8 mm).
Disertai pembentukan diameter spesimen uji sebesar 0.5 in. (12.7 mm) , radius of fillet 3/8 in.
dan Length of reduced section (A) sebesar 2 ¼ in. Pada Gambar 2 berikut ini, ditunjukkan
bentuk spesimen uji round bar sesuai dengan ASTM E8.

Gambar 2 Spesimen Uji Tarik Bentuk Round Bar Berdasarkan ASTM E8


Dalam ASTM E8 juga diatur dimensi standar dari spesimen uji tarik berbentuk Round Bar,
seperti yang terlihat pada Tabel 2 di bawah ini Tabel 2 Dimensi Spesimen Uji Tarik Pelat
Berdasarkan ASTM E8.

c. Spesimen Bentuk Baja Tulangan Beton Sirip


Besi beton diproduksi secara umum terdiri dari 2 jenis yaitu besi beton permukaan polos (round
bar) dan besi beton ulir (deformed bar). Perbedaan dua jenis besi tersebut adalah terletak pada
bagian permukaannya. Besi polos mempunyai penampang bundar dengan permukaan tidak
bersirip, sedangkan besi ulir memiliki berbentuk sirip melintang (sirip ikan). Pada Gambar 3
ditunjukkan perbedaan antara besi beton polos dan besi beton ulir.

Gambar 3 Spesimen Uji Tarik Bentuk Besi Beton Ulir


Batang uji berupa deformed diratakan dulu ujung-ujungnya supaya dapat diperoleh pengukuran
panjang yang lebih presisi. Dalam menghitung diameter batang uji deformed tidak bisa
dilakukan seperti beton polos karena permukaan bidang deformed memiliki bentuk sirip
melintang. Melalui Persamaan 1 dan Persamaan 2, penentuan diameter awal (Do) dan gauge
length (Lo) dapat dilakukan. Besi beton ulir diukur massanya di timbangan digital, untuk
menghitung diameter awal beton ulir.
Selanjutnya diukur panjang total dari batang uji dengan menggunakan jangka sorong. Batang uji
diukur pada penampang panjang yang paling rata agar didapatkan nilai hasil uji yang akurat.
Langkah berikutnya yakni dengan memasukkan massa jenis dari bahan baja ke Persamaan 1
berikut ini. Persamaan tersebut didasarkan pada perhitungan massa, massa jenis dan panjang
total dari batang uji.

Do = √4𝑚 𝜋𝜌𝐿

Dengan :
Do = diameter awal besi beton ulir (mm)
m = massa besi beton ulir (g)
𝜌 = massa jenis besi beton ulir (7.85 g/cm3)
L = panjang total besi beton ulir (mm)

Setelah diketahui diameter awal besi beton ulir dilanjutkan menghitung gauge length (Lo)
dengan Persamaan 2 di bawah ini.

Lo = 8 x Do

Dengan :
Lo = panjang gauge length besi beton ulir (mm)
Do = diameter awal besi beton ulir (mm)

Pemberian beban
Spesimen akan diberi beban uji aksial yang semakin besar secara kontinyu. Akibat dari
pembebanan aksial tersebut, spesimen akan mengalami perubahan panjang. Perubahan beban (P)
dan perubahan panjang (∆L) tercatat pada mesin uji tarik berupa grafik, yang merupakan fungsi
beban dan pertambahan panjang dan disebut sebagai grafik P – ∆L dan kemudian dijadikan
grafik Stress-Strain yang menggambarkan sifat bahan secara umum seperti pada Gambar 4
berikut ini.
Gambar 4 Grafik P – ∆L hasil pengujian tarik
Keterangan :
A = Titik propolsionalitas
B = Titik elastis
C = Titik yield
D = Titik maksimum
E = Titik patah

Dari Gambar 4 di atas tampak bahwa sampai titik A perpanjangan sebanding dengan
pertambahan beban. Pada daerah inilah berlaku hukum Hooke, sedangkan titik C merupakan
batas berlakunya hukum tersebut. Oleh karena itu titik A di sebut juga batas proporsional. Sedikit
di atas titik A terdapat titik B yang merupakan batas elastis di mana bila beban dihilangkan maka
belum terjadi pertambahan panjang permanen dan spesimen kembali ke panjang semula.

Daerah di bawah titik B disebut daerah elastis. Sedangkan di atasnya disebut daerah plastis. Di
atas titik B terdapat titik C yang merupakan titik yield (luluh) yakni di mana logam mengalami
pertambahan panjang tanpa pertambahan beban yang berarti. titik yield merupakan keadaan
dimana spesimen terdeformasi dengan beban minimum.

Pada kenyataannya karena perbedaan antara ketiga titik A, B dan C sangat kecil maka untuk
perhitungan teknik seringkali keberadaan ketiga titik tersebut cukup diwakili dengan titik C saja.
Dalam kurva titik yield ditunjukkan pada bagian kurva yang mendatar atau beban relatif tetap.
Titik C ini tidak sama untuk semua logam. Pada material yang ulet misalkan besi murni dan baja
karbon rendah, titik C tampak sangat jelas. Namun pada umumnya penampakan titik C tidak
tampak jelas.
Metode offset
Untuk kasus seperti ini cara menentukan titik y dengan menggunakan metode offset. Metode
offset dilakukan dengan cara menarik garis lurus yang sejajar dengan garis miring pada daerah
proporsional dengan jarak 0,2% dari regangan maksimal. Titik yield didapat pada perpotongan
garis tersebut dengan kurva σ-ε seperti ditunjukkan pada Gambar 5.

Gamba
r 5 Metode offset untuk menentukan titik yield

Langkah kerja Uji Tarik (Tensile Test) :


Urutan langkah kerja yang dilakukan dalam pengujian ini adalah:

1. Menyiapkan spesimen. Langkah yang dilakukan dalam menyiapkan


spesimen adalah: – Ambil spesimen dan jepit pada ragum. – Siapkan kikir,
dan kikir bekas machining pada spesimen yang memungkinkan
menyebabkan salah ukur. – Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen.
2. Pembuatan gauge length. Langkah yang dilakukan dalam pembuatan gauge
length adalah: – Siapkan penitik dan tandai spesimen dengan dua titikan
sejuh 60 mm untuk spesimen plate bar dan round bar. Sedangkan untuk
beton neser gauge lenghtnya 8 x diameter. Dimana gauge lenght untuk beton
neser kami memperoleh: ℓ = 78.40 mm m = 177.38 gram ρbaja = 0,00785
gram/mm3 d= √((4 m)/(π ρ l)) d= √((4 x 177.38)/(π 0,00785 x 78.40)) =
9,816 mm Sehingga gauge lenght beton neser ℓ0 = 8 x 9,816 = 78,526 mm
Ulangi langkah di atas untuk seluruh spesimen.
3. Pengukuran dimensi Langkah yang dilakukan dalam pengukuran dimensi
adalah: – Ambil spesimen dan ukur dimensinya. – Catat jenis spesimen dan
data pengukurannya pada lembar kerja. – Ulangi langkah di atas untuk
seluruh spesimen.
4. Pengujian pada mesin uji tarik. Langkah yang dilakukan dalam pengujian
pada mesin uji tarik adalah: – Catat data mesin pada lembar kerja. – Ambil
kertas milimeter dan pasang pada tempatnya. – Ambil spesimen dan
letakkan pada tempatnya secara tepat. – Setting beban dan pencatat grafik
pada mesin tarik. – Berikan beban secara kontinyu sampai spesimen patah. –
Catat besarnya beban pada saat yield, ultimate dan ketika patah yang
nilainya tampak pada monitor beban. – Setelah patah, ambil spesimen dan
ukur panjang dan luasan penampang yang patah . – Ulangi langkah di atas
untuk seluruh spesimen. 
Acceptance Criteria Tensile Test :
Ada banyak hal yang bisa didapatkan dari uji tarik, dengan memberikan gaya tarik pada material
sampai putus maka semua susunan struktur material bisa diketahui dengan jelas sehingga dapat
menentukan kualitas dari material tersebut. Untuk Acceptance Criteria dari Uji Tarik (Tensile
test) sendiri mengacu pada nilai kekuatan tarik pada sertifikat material atau bahan tersebut,
apabila nilai dari Uji Tarik kurang dari nilai kekuatan tarik pada sertifikat material atau bahan
maka material atau bahan tersebut tidak bisa diterima. Sedangkan untuk spesimen hasil
pengelasan mengacu pada ASME Sec IX, AWS dan API tergantung dari produk dan jenis
material.

Anda mungkin juga menyukai