Anda di halaman 1dari 15

KARENA IKHLAS MENOLAK BENCI

Suara riuh penuh semangat mengalun indah di lapangan sekolah. Hari itu
mereka berkumpul di lapangan. Minggu kedua puasa ramadhan seperti tahun-tahun
sebelumnya mereka akan melaksanakan pesantren kilat selama sepekan. Namun,yang
istimewa di tahun ini adalah pesantren kilat tidak diadakan disekolah. Menariknya
diadakan di Pesantren. Semua atas permintaan kepala sekolah berhubung pesantren
tersebut adalah tempatnya dulu menimba ilmu. “ Jadi, kalian semua akan berangkat
pada hari senin pagi, siapkan keperluan yang telah di beritahukan oleh pengurus osis.
Ingat janga membawa barang yang tidak di perlukan.” Ucap pak kepala sekolah.
Seluruh siswa menganguk setuju sebelu akhirnya ditutup dengan salam dan seluruh
siswa di persilahkan untuk bubar.

“ Wah Masya Allah yah kepala sekolah kita, kalau masalah agama disiplinnya pake
banget”. Ucap Nina yang tersenyum manis merasa beruntung bisa memiliki
pemimpin sekolah seperti pak Ibrahim.

“ Iyah, pokoknya the best lah pak Ibrahim. Untuk pertamakalinya angkatan kita
pesantren kilatnya di pesantren sungguhan”. Komentar Ainun memuji. Dia sebagai
Anggota rohis di sekolah benar-benar kagum. Pak Ibrahim sangat memperhatikan
perkembangan ekskul tersebut.

Mereka melanjutkan perjalanan kekelas, tidak sengaja Ainun berpapasan


dengan Yusuf ketua Osis yang juga diberi amanah untuk mengurus kegiatan
pesantren kilat nantinya. Yusuf tidak mengenal Ainun, tapi Ainun sangat mengenal
Yusuf. Yah, perempuan berjilbab panjang itu sangat mengenal pemuda yang terkenal
sebagai siswa panutan disekolah. Ainun mengaguminya, namun tidak seperti
kebanyakan siswi lain yang lebih mengagumi paras tampan dan kepopulerannya.
Ainun mengagumi Akhlak dan Agamanya. Ainun takjub dengan kesholehan lelaki
itu, yang menjaga sholat dan pandangannya, suara merdu saat melantunkan kitab suci
Al-qur’an, serta tidak berpacaran seperti kebanyakan remaja pada umumnya. Yusuf
paham cara menghargai perempuan. Tidak heran jika banyak kaum hawa di sekolah
yang menaruh hati padanya.

Lebih dari rasa kagum, diam-diam Ainun menyimpan rasa untuk lelaki itu.
Tak ada yang tahu kecuali dirinya dan Allah. Bahkan sahabat kecilnya Nina pun tidak
tahu soal ini. Ainun ingin menjaga perasaannya, menjaga hatinya dan tidak
mengumbar kepada siapapun dengan apa yang dirsakannya. Karena dia sadar betul
jodoh di tangan Allah, jika mereka berjodoh Allah akan dekatkan mereka dengan
caraNya.

“ Kak Yusuf?!” suara lembut yang memanggil itu adalah suara Nina. Sementara
sahabatnya itu tersenyum ceria kearah Yusuf. Ainun sibuk mengatur hatinya yang
selalu tak karuan saat berdiri berhadapan dengan Yusuf.

“ Iya kenapa Nina?” Tanya Yusuf sambil membalas senyum Nina dan melihat
sebentar kearah Ainun. Ainun tersenyum dan terlihat sesantai yang ia bisa.Setelah itu
ia meegalihkan pandangannya kearah lapangan Yusuf sangat murah senyum.
Berbicara seperlunya jika lawan bicaranya perempuan.

“ Saya mau minta agenda untuk kegiatan pesantren kilat kak, tadi kehabisan pas
pembagian”.

“ nanti ambil aja di ruang Osis masih ada beberapa disana”. Ucap Yusuf kemudian
pergi berlalu meninggalkan mereka berdua setelah mengucapkan salam.Ainun
bersyukur dalam hati. Ia menghela nafas. Beristigfar memohon ampun kepada Allah
atas kelancangannya mencuri pandang tadi, meski hanya 2 detik.

“ Ain, kak Yusuf ganteng yah?” Tanya Nina saat mereka hampir memasuki ruang
kelas. Ainun hanya mengangguk menanggapi Nina. Saat mereka memasuki kelas,
mereka terkejut dengan keributan para siswi yang menjerit histeris sambil
berkerumun. Ainun dan Nina saling pandang lalu berlari kearah pojok belakang
tempat keributan itu terjadi.

“ Adam?!” teriak Ainun kencang sambil menatap kearah lelaki yang ia panggil.
Sontak lelaki tersebut menghentikan aksinya yang hendak memukul kembali
lawannya yang telah babak belur. Ainun benar-benar tidak habis pikir dengan tingkah
lelaki itu. Ini adalah bulan suci ramadhan, apa dia tidak berpuasa? Mengapa tidak bisa
menahan amarahnya.

Adam lelaki yang telah berbuat ulah, yang memukuli temannya sendiri tanpa ampun
seolah dirasuki syeitan. Ia menatap Ainun, melihat gadis itu ketakutan dan hampir
menangis membuatnya merasa bersalah. “ Cukup!” hanya kalimat itu yang keluar
dari bibirnya yang bergetar sambil menunduk menahan air matanya agar tak pecah.

“Kamu lagi, kamu lagi. Sekarang ikut saya keruang BK!” Titah pak Haykal marah
sambil menatap Adam geram. Adam melangkah mengikuti pak Haykal bersama
dengan teman yang dipukulinya. Ainun menatap kepergian Adam. Sahabat barunya
yang selalu membuat masalah. Tidak dirumahnya maupun disekolah Adam selalu
membuat keributan.

Menjelang buka puasa Ainun sibuk di dapur membantu ibunya membuat


menu untuk berbuka. Hari ini ibunya membuat banyak makanan. Katanya akan
dibagikan ke tetangga. Sudah menjadi kebiasaan keluarga mereka. Ibunya selalu
menanamkan nilai-nilai Islam kepada anak-anaknya. Termasuk saling berbagi kepada
sesama. Agama Islam adalah agama yang indah. Mengajarkan banyak hal termasuk
Hablun minallah wa Hablun minannas. Kita diajarkan untuk memperbaiki hubungan
kita dengan Allah., tuhan sekalian alam di samping itu juga mengajaran kita untuk
meperbaiki hubungan kita sesame manusia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :

“ Barangsiapa memberi makan untuk berbuka kepada orang yang berpuasa, maka ia
akan mendapatkan pahala orang yang berpuasa itu tanpa dikurangi sedikitpun dari
orang yang berpuasa itu.” (HR. Ahmad, Tirmidzi,dll. Shahihul jaami’ no.6415).

Betapa indahnya Allah mengatur urusan dunia dalam Islam. Penuh dengan
keberkahan dan Ibadah yang bernilai pahala di dalamnya. Allah juga menjajikan
syurga bagi orang yang beriman. Tabarakalloh.

Ainun takjub dengan keindahan Islam dan ia merasa bersyukur kepada Allah
dilahirkan ke dunia dalam keadaan Islam dan berada dalam lingkungan keluarga yang
sangat mencintai nilai-nilai Islam.

“ Bu, senin lusa sekolah adakan pesantren kilat selama sepekan.” Tutur Ainun sambil
mengaduk sup Ayam.

“ yang ikut satu sekolah?” Tanya bunda.

“ Yang ikut cuman anak kelas 11dan 12 Bu sama pengurus Osis juga, anak kelas 10
tahun ini tidak ikut.” Terang Ainun pada Ibunya yang sibuk memotong buah.

“ Wah ada kebijakan baru yah, tahun kemarin satu sekolah ikut semua.”

“Beda kepala sekolah kan beda kebijkan bu, tahun ini special karena kita pesantren
kilatnya di pesantren beneran.” Jelas Ainun dengan perasan senang tidak sabar meanti
hari senin. Ia juga cukup penasaran dengan suasana pesantren seperti apa.

“ Wah bagus itu nak, kalian juga bisa saling mengenal satu sama lain dengan anak
santri. Adam sama Nina ikutkan?” pertanyaan Ibunya membuat Ainun mengingat
kejadian kemarin. Adam yang terlihat sangat marah dan emosi. Sebelumnya anak itu
memang selalu berbuat onar. Namun, Ainun belum pernah melihat Adam samarah
tadi.

“ Kalau Nina ikut Bu, dia mah excited, kan dia juga pengurus osis yang di percaya
untuk jadi panitia. Kalau Adam, Ainun kurang tahu ikut atau tidak.”

“ Yaudah kalau gitu, kamu bawa sup ini kerumahnya Adam yah, yang ini untuk Nina
nanti kakak kamu yang kotak lainnya ketetangga-tetangga.” Titah Ibu pada Ainun
setelahnya Ainun naik keatas kamarnya yang berada di lantai 2 untuk mengambil
jilbab. Tidak banyak yang tahu kalau Adam, Ainun, dan Nina adalah sahabat dekat.
Adam adalah anak pindahan yang tinggal di depan rumah Ainun setelah Ibunya
meninggal. Sedangkan Nina dia Rumahnya tepat di samping rumah Ainun. Ibu Ainun
dan Ibu Nina juga adalah sahabat dekat.

***

“ Assalamu ‘alaikum!” Ainun dan Nina sekarang berada di depan rumah Adam. Nina
sedikit khawatir dengan anak itu setelah keluar dari ruang BK. Dia sempat melihat
wajah Adam sangat murung.

“ ‘Ain mungkin Adam tidak ada di Rumah! Padahal sebentar lagi buka puasa, aku
khawatir sama tuh anak.” Nina berucap khawatir, sedangkan Ainun hanya diam
mematung tanpa ekspresi. Pasti Adam pergi dari rumah. Kabar dari Ayahnya Adam
banyak berubah setelah ibunya meninggal. Lama mereka berdiri, tapi Mereka tetap
menunggu di teras rumah, sampai sebuah mobil sedang mengalihkan perhatian
mereka.

“ Eh, Ainun. Nina. Kenapa di luar? Adam tidak ada di rumah lagi yah?” Tanya Ayah
Adam yang heran melihat mereka tetap dluar berdiri sambil menenteng sebuah kotak
Tupperware.

“ Iyah nih Om, Adam kemana yah?” Tanya Ainun yang Heran karena Ayah Adam
pulang lebih awal dari biasanya.

“ Anak itu kemana lagi sih bikin pusing orang tua saja.” Gumam Ayah Adam gelisah
sambil memijit pelipisnya. Ia terlihat pusing. Ainun merasa prihatin selama hampir
setahun mereka bertetangga tidak pernah sekalipun Ainun melihatnya meluapkan
amarahnya pada Adam. Justru yang terlihat dari matanya adalah rasa sayang dan
prihatin. Adam juga saat pulang kerumah dia akan sangat berbeda saat berada
disekolah dan dirumah, dia terlihat seperti anak yang patuh. Dia sangat menghormati
Ayah nya. Keonaran yang dilakukannya adalah anak itu selalu membuat Ayahnya
khawatir karena terlalu sering pulang malam. Ayahnya juga pernah meminta Ainun
untuk menasehati Adam, karena Adam lebih mau mendengarkan nasehat Ainun.

“ Yaudah Om, ini ada makanan untuk buka puasa. Kalau om tidak keberatan papa
mengajak om untuk buka uasa bersama di rumah.”

“ Iyah makasih banyak, iya Insya Allah Om datang kok.”

Mereka berdua pamit untuk pulang. Nina dan Ainun diliputi rasa cemas. Dipikiran
mereka saat ini adalah kemana Adam pergi. Mereka bermunajat dalam hati semoga
Allah melindungi.

***

Malam kian meneggelamkan cahayanya. Kini sahutan jangkrik saling


berlomba mengalunkan irama. Gadis berjilbab panjang itu sedang menghabiskan
waktunya di balkon kamar. Dengan buku tulis dan pena ditangnnya. Dia memandang
sayu kearah rumah yang tepat berada didepannya. Anak itu belum memberi kabar
padanya maupun pada Nina. Ia menuliskan sesuatu dilembaran terakhir bukunya.
Lalu merobek dan membentuknya menjadi pesawat kertas.Menerbangkannya asal.
Tulisan itu memiliki makna tersirat. Namun siapa sangka saat Ainun
menerbangkannya pesawat kertas itu jatuh tepat di bawah kaki lelaki bertubuh tinggi
tegap. Lelaki itu mengernyitbingung. Ia melihat kesekeliling. Kompleks rumah
tampak sepi, tidak ada siapa-siapa. Matanya kembali menyusuri sekitar sampai ia
melihat lampu kamar di lantai dua yang masih menyala dengan seorang perempuan
berjilbab panjang sedang asyik mengukir sesuatu pada kertasnya. Lelaki itu yakin
kertas pesawat ini adalah miliknya. Ia kemuadian mengambil da memasukkannya ke
saku baju sambil berjalan mengendap menuju rumah agar gadis itu tidak menyadari
kehadirannya.

***
Waktu yang di tunggu-tunggu telah tiba. Hari ini adalah keberangkatan para
siswa kelas 11 dan 12 ke Ponpes Darul Jannah. Ainun dan Nina juga sangat
bersemangat. meski mereka tidak melihat Adam tapi mereka sangat yakin anak itu
kan ikut. Dalam group chat mereka bertiga, Ainun dan Nina menceramahi habi-
habisan. Sampai Adam mengalah dan mengaku salah. Hanya saja anak itu tak mau
mengatakan penyebab dia sangat marah pada Bobi sampai main tangan dan berakhir
ke BK.

“ Masya Allah ya Akhi!” teriak Ainun dan Nina yang pangling melihat penampilan
Adam. Bukan hanya mereka yang pangling semua siswa yang berkumpul sama
terkejutnya. Si anak badboy pake baju koko, sarung, plus peci. Kelihatan seperti
santri. Adam terlihat lebih tampan dari biasanya, rambutnya pun sudah di cukur.

“ Selow aja kali, aku kayak gini biar nggak malu-maluin kalian. Masa iya, punya
teman sholehah kayak kalian sahabatan sama anak berandalan. Jadi aku berusaha
menyesuaikan.” Ucap Adam dengan khasnya yang angkuh, yang selalu diperlihatkan
setiap kali di sekolah.

“ Tapi aku senang sama perubahan kamu Dam.” Puji Ainun,dalam hati ia bersyukur
karena Adam mau memakai Baju pemberiannya. Masa iyah Adam ke pesantren
memakai kaos oblong dan celana pendek seperti yang ia katakana semalam group
chat mereka.

“ Kamu cocok pake baju koko, kayak calon imam idaman gitu.” imbuh Nina memuji.

***

Tidak terasa sudah 5 hari mereka menjalani puasa ramadhan di pondok


pesantren. Pesantren kilat yang mereka rasakan tahun ini benar-benar sangat
bermakna dari tahun sebelumnya. Banyak pelajaran yang mereka dapatkan. Seperti
disiplin bangun pagi dan sholat malam. Waktu di pergunakan dengan sebaik-baiknya.
Berkenalan dan akrab dengan anak santri serta berbagi pengalaman bersama. Ainun
merasa sangat bersyukur. Kadang ia berfikir kenapa dulu tak ia setujui keinginan
papanya untuk mondok. Ternyata menjadi anak santri tidak seburuk yang ia fikirkan
selama ini. Dulu ia sangat takut berpisah dari orang tuanya. Ia juga merasa senang
karena Adam perlahan berubah. Saat tak sengaja berjalan melintasi masjid untuk
mengambil air Ainun melihat Adam sedang khusyuk dalam melaksanakan sholat
dhuha. Ia juga mendengar kabar dari teman-temannya Adam siswa yang paling rajin
menyetor hafalan al qur’an sebelum waktunya. Allohu Akbar. Di tempat inilah
hatinya tergugah dan mau berubah. Allah memberikan hidayahNya dan Adam
menjemputnya di bulan suci yang penuh berkah lagi Mulia.

Disamping itu, rasa kagum Ainun terhadapYusuf semakin tumbuh dari hari ke
hari. Yusuf yang sering bergantian dengan anak santri lainnya untuk menjadi Imam
sholat. Ikut mengajar anak-anak di pesantren. Suara lantunan kalamullah dari
bibirnya berhasil menggetarkan hati dan jiwanya. Ainun telah jatuh pada keindahan
akhlak makhluk tuhan yang bernama Yusuf. Diam-diam ia menyimpan pengharapan.
Semoga dialah laki-laki yang menjadi pendamping hidupnya nanti. Yang
membimbingnya untuk lebih dekat denga Allah. Yang berdiri di depan sajadahnya
sambil mengucapkan takbiratul ihram. Dan yang selalu dia Aamiinkan doa-doanya.

“Ainun? Ngapain kamu berdiri disitu?” gadis itu berjingkat keget mendengar suara
baritone dari arah belakang.

“ Adam? Lah, kamu sendiri kenapa kesini?” Tanya Ainun bingung.

“ laki-laki dilarang berkunjung ke asrama putri!” Tegas Ainun mengingatkan.

“ Ya elah, selow inikan baru perbatasan belum termasuk wilayah santri putri.” Adam
membela diri.

“ Cuma sebentar kok, si Nina di cariin ketos.”

“ Yusuf maksud kamu?” Tanya Ainun dibalik palang pembatas, siapapun yang
melihat pasti akan tertawa geli dengan tingkah Ainun seolah dialah pemilik palang
tersebut.

“ iyah aku kesini karena mau bilang itu, Bilang ke Nina yah, tadi niatnya mau chat aja
tapi lupa disini hp kita di amankan. Jadi aku kesini langsung, sekalian tahu gimana
kabar kalian. Kata Yusuf ada rapat.” Ucap sambil cengir kuda menaik turukan
Alisnya. Ainun hanya mengangguk mengiyakan kemudian mengibaskan tangannya
menyuruh Adam segera pergi. Adam hanya mendengus melambaikan tangannya lalu
pergi setelah mengucapkan salam.

Sebenarnya ada yang mengganggu pikiran gadis itu. Dia merasa ada yang
aneh antara Yusuf dan Nina. Mereka memang satu organisasi di Osis, tapi Ainun
merasa Yusuf jadi lebih dekat dengan Nina selama mereka jadi panitia penanggung
jawab kegiatan. Nina juga tidak seperti biasanya, sepulang melaksanakan agenda
bersama anak Osis dan santri lainnya wajahnya tampak gembira. Ainun juga pernah
memergoki sahabatnya itu senyum-senyum sendiri. Fikiran aneh terlintas di benaknya
setelah kedatangan Adam. “ Ya Allah. Jaga hati dan fikiranku, jangan biarkan hamba
berprasangka buruk terhadap sahabat sendiri.” Lirihnya dalam hati. jangan sampai
puasanya menjadi tak berkah karena fikiran tersebut.

***

Hari ini adalah hari terakhir di pesantren. Ainun merasa waktu berlalu terlalu
cepat. Rasanya baru kemarin tiba di pesantren ini. Sekarang sudah waktunya unuk
pulang. Benar-benar pengalaman pesantren kilat paling berkesan. Banyak hal yang ia
dapatkan di tempat ini dan tidak di dapatkan di tempat lain. Seperti bangun pagi
pukul 03.00 setiap harinya untuk melaksanakan qiyamul lail. Makan sahur bersama.
Setelah itu menuju ke masjid dan membaca ayat suci al-qur’an sambil menunggu
subuh. Ba’da subuh, bersholawat bersama kepada baginda Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam. Kemudian mendengarkan kajian dari para Ustad dan ustadzah. Baru
setelahnya pulang ke Asrama masing-masing untuk mandi bersiap kekelas memulai
pelajaran. Ada begitu banyak kegiatan. Mulai dari ekskul pramuka, tapak suci, latihan
hadroh, hafizh qur’an dan masih banyak lagi kegiatan yang mereka lakukan sebelum
sampai waktu buka puasa tiba. Istrahat yang sedikit. Pagi dan petang diisi dengan
kegiatan positif yang insya aAllah akan bernilai Ibadah.

Ainun menahan haru, saat kepala sekolah dan pimpinan santri saling berjabat
tangan. Setelah pidato perpisahan dan berakhirnya pesantren kilat. Entah kenapa ia
merasa sangat betah berada di pesantren bersama dengan teman baru yang baik dan
sopan. Ainun undur diri berterimakasih pada teman barunya, dan memeluk mereka
satu persatu. Air matanya lancang jatuh tanpa mampu ia bendung. Semoga Allah
mempertemukan mereka kembali dalam ukhuwah. Nina pun melakukan hal yang
sama berpamitan pada mereka yang telah menjadi teman baik selama sepekan ini.

***

Ainun berjalan bersama Adam memasuki area sekolah. Tiba-tiba langkahnya


berhenti. Membuat Adam juga berhenti melangkah. Matanya menatap lurus kearah
lapangan sekolah yang ramai, mengikuti arah pandang Ainun. Disana Yusuf dan Nina
sedang bercengkrama. Nina yang sesekali menunduk sambil tersenyum dan Yusuf
yang tertawa lepas. Mereka terlihat sangat akrab. Dan itu mengusik perasaan Ainun.
“ Jadi kak Yusuf alasan Nina berangkat sekolah pagi-pagi?” lirih Ainun menatap
sendu kearah mereka. Dalam hati ia beristigfar. Adam menatapnya sendu. Selain
almarhum ibunya perempuan yang sangat tidak ingin ia lihat duka di wajahnya adalah
Ainun. Ainun berbeda di hatinya. Ainun seperti lentera untuk hidupnya yang kelam.

“ jangan Soudzon ‘Ainun, Nina sahabat kita, dan kita juga tahu si Nina itu sibuknya
minta ampun. Apalagi jika berkaitan dengan Osis.

“ Astagfirullah.” Ucapnya lirih berisigfar. Lalu refleks menoleh kearah Adam. Sambil
tersenyum. Adam mengernyit heran dengan sikap Ainun.

“ wah, kamu banyak berubah Dam sepulang dari pesantren. aku juga nggak nyangka
bacaan Al-qur’an kamu ternyata bagus. Kamu selama ini bohong yah, kalau kamu
nggak bisa ngaji. Buktinya tajwid kamu bagus.”

“ itu karena dulu aku merasa bahwa Allah tidak adil. Allah mengambil ibuku terlalu
cepat. Rasa sakit, kecewa dan tidak ikhlas menguasaiku. Aku tidak bisa menerima
kenyataan. Supaya aku bisa lupa dengan rasa sakit ini, ayah mengambil keputusan
untuk pindah rumah. Aku semakin depresi dan marah. kutinggalkan sholat dan tidak
mau lagi membaca al-qur’an, padahal sebelumnya aku tidak pernah
meninggalkannya. Aku menjauh dari Allah. Tida menerima takdir-Nya. Aku
tinggalkan ibadah yang wajib maupun sunnah. Sampai akhirnya aku sadar aku salah
setelah aku menemukan tulisan tangan yang sangat berarti maknanya.” Penuturan
Adam dan kebenaran mengenai dirinya membuat Ainun terpukau. Selama setahun
mereka bersahabat. Adam tidak pernah menceritakan tentang dirinya pada siapapun.
Meski Ainun tahu banyak tentangnya itupun berdasarkan cerita Ayah Adam.

“ ngapain bengong?”

“ seneng aja, Adam yang dulu sudah kembali.” Ucap Ainun sambil tersenyum.

“ om sering cerita tentang kamu.” lanjutnya, saat melihat tatapan heran Adam.

Sebelum Adam melanjutkan ucapannya, Ainun terlebih dahulu menyuruhnya diam


dan berjalan bersama menuju kelas.
***

Sekolah akhirnya libur, karena sebentar lagi akan Lebaran. Di hari ahad yang
cerah ini, Adam dan Ayahnya, Ainun berserta keluarganya bertamu ke rumah Nina.
Orang tua Nina mengundang mereka. Nina pun telah berkabar sebelumnya pada
Ainun dan Adam. Hanya saja mereka berdua belum tahu apa maksud Nina mengajak
orang tua berkumpul.

“ Siapa sih yang mau datang Nin?” Tanya Ainun penasaran.

“ Insya Allah orang yang kamu kenal kok ‘Ain. Tapi rahasia orangnya siapa, nanti
juga tahu.” ucap Nina yang semakin membuat Ainun dan Adam penasaran. Meski
Adam punya firasat yang tidak enak, dia tetap menormalkan mimic wajahnya.

“ Yaelah pake rahasia-rahasiaan!” Adam melempar bantal sofa kearah Nina. Nina
terkekeh menangkap bantal sofa.

“ Kita akan buka puasa bersama di rumah.” Katanya tersenyum penuh bahagia. Ainun
merasa senang melihat Nina sebahagia ini. Namun juga penasaran apa yang membuat
sahabat kecilnya itu sangat bahagia.

***

Setelah melaksanakan sholat ashar, Ainun dan Adam kembali berkumpul di


ruang keluarga Nina. Mereka membicarakan banyak hal. Sambil menunggu buka
puasa Nina dan Ainun membantu ibu mereka di dapur. Sedangkan Adam bersama
dengan kakak lelaki Ainun sibuk membahas berita yang ditayangkan di televisi. Para
bapak-bapak di ruang tamu berbincang santai.

“ Ma, tamunya sudah datang.” Panggil papa Nina, Ainun melihat Nina sangat
bersemangat dan terlihat malu-malu. Ibu Ainun dan Naya keluar menyambut. Sampai
akhirnya Nina di panggil keluar. Nina meminta Ainun menemaninya dan mengatakan
bahwa ini adalah surprise dari Allah. Ainun tersenyum menggenggam tangan Nina.
Namun, saat kakinya berpijak di ruang tamu. Hatinya bergemuruh hebat. Susah payah
ia menghirup oksigen, entah kenapa rasanya paru-parunya tak berfungsi normal.
Dalam benaknya terpatri banyak pertanyaan. Yang akan segera ia tahu
jawabannya.Ainun mencoba untuk tetap tenang.

Adam dan kakaknya datang menyusul. Adam menatap tak percaya pada tamu
special Nina. Matanya beralih menatap Ainun, entah bagaimana perasaan gadis itu
sekarang. Dia Yusuf kakak kelas si murid teladan yang sholeh juga ketua osis di
sekolah nya, datang bertamu kerumah Nina dengan membawa serta orang tuanya.
Jadi Yusuf tamu special itu.

Setelah berbuka puasa dan sholat maghrib berjama’ah. Semua keluarga


berkumpul di ruang tamu. Nina, Ainun dan Adam berkumpul di ruang keluarga.
Namu masih bisa mendengar pembicaraan di ruang tamu. Bagai dilempari batu
berton-ton, pernyataan Yusuf membuat segala pengharapan Ainun runtuh. Kecewa,
sedih, sakit, dirasakannya menjadi satu.

“ Maksud kedatangan saya kesini om, saya berniat mengkhitbah anak om Arinina
Prasmaya.”

“ Saya ingin menghalalkannya setelah ujian kelulusan nanti selesai.”

“ Kamu Yakin?”

“ Atas nama Allah saya sangat Yakin.”

Nina mengucap hamdalah lalu memeluk Ainun penuh haru saat orangtuanya
menerima lamaran Yusuf. Luruh air mata Ainun yang diartikan Nina sebagai air mata
bahagia. Jauh di lubuk hatinya ia menjerit menahan rasa sakit dan luka.
Pengharapannya yang bertolak dengan kenyataan membuatnya rapuh. Ainun
menangis menahan kepiluan. Cinta nya pada Yusuf bertepuk sebelah tanga. karena
lelaki yang di sukainya diam-diam ternyata mencintai sahabatnya.

“ Oh Allah, tidak kuat rasanya hatiku menerima kenyataan ini. Ternyata dia bukanlah
takdirku. Izinkan aku menangis ya Allah.” Lirhnya dalam hati sambil memeluk erat
Nina. Ainun menangis tersedu di bahu sahabatnya.

Sementara Adam memandangi mereka dengan tatapan yang sulit diartikan. Selama
ini dia tahu Ainun menyukai Yusuf. Tapi gadis itu memendamnya. Air mata
menggenang di pelupuk matanya melihat kedua sahabatnya. Ada yang menangis
bahagia dan adapula yang menangis karena luka. “ Ya Allah kau menyayangi
Ainun,engaku menguji imannya lewat rasa cintanya. Kau menyayangi Nina dengan
mengujinya lewat rasa bahagianya.” Dan Adam menangis. menangis atas takdir
kedua sahabatnya. Nina menjemput bahagia dan cinta Ainun yang tidak terbalas.
Mereka bertiga menangis membungkus air mata yang sebab datangnya berbeda.

***
Siang itu di tepi telaga Ainun menghabiskan waktunya hanya untuk melamun.
Buku serta pena berada di genggamannya. Dia sering ketelaga saat suasana hatinya
sedang kacau. Sesekali ia menyeka air mata yang lolos dari pelupuk matanya. Ia
menulis sesuatu di kertasnya.

“ Iklas Ainun. Itu yang selalu kamu bilang.” Seseorang dengan suara baritone
khasnya membuat ia menghentikan coretan di kertas. Lalu menoleh kaearah
belakang.

“ Adam? Kenapa tahu aku ada disini?” Tanya Ainun heran, wajahnya masih terlihat
tidak bersemangat.

“ Karena aku juga sering kesini.”

“ Apa maksud kamu Dam? Ikhlas untuk apa dan kapan aku bilang ke kamu?” Tanya
Ainun dengan tatapan sendu ke arah telaga.

“ Ikhlaskan Yusuf. Doakan Nina. Karena Ikhlas atas nama Allah menolak benci pada
takdir-Nya.” “Allah berkehendak atas takdir manusia Ainun, kamu harus bisa
menerimanya.” Sambung Adam. Sambil mengeluarkan secarik kertas yang di lipat
membentuk pesawat. Ainun terkejut. Ia ingat pesawat kertas itu. Dan tulisan tangan
itu adalah tulisan tangannya.

“ Nih!” Adam memperlihatkan Ainun “ Karena coretan inilah aku menjadi sadar dan
berubah Ainun. Kuncinya adalah Ikhlas. Aku Ikhlas Ibu pergi menghadap Allah
karena semua sudah menjdi kehendak Allah, rasa Ikhlas menghilangkan rasa benci
dan kecewaku pada takdir.” Adam tersenyum, lalu memberikan pesawat kertas itu
pada Ainun. Ainun menerimanya dengn mata berkaca-kaca.

Lalu Adam mengambil pena dan buku Ainun. Ia menuliskan sesuatu di sana.
Membuat Ainun sadar bahwa sakit yang dirasakannya adalah karena ia terlalu
berharap pada selain Allah ta’ala.

“ Aku sudah merasakan semua kepahitan dalam hiup.

Dan paling pahit ialah berharap pada Manusia.”

-Ali bin Abi Tholib-


The End

Penulis; A. Nur Adnin Tamala


BIODATA DIRI

Nama : A. Nur Adnin Tamala

Tempa/tgl Lahir : Tombolo, 26 maret 1999

Jenias Kelamin : Perempuan

Alamat : Tombolo

RT/RW : 003/001

Kel/Desa : Mamampang

Kec. : Tombolo pao

Kab. : Gowa

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah

Pekerjaan : Mahasiswa

Kewarganegaraan : Indonesia

Riwayat pendidikan

TK :-

SD : SDI Cengkong

SMP : SMPN 04 Tombolo Pao

SMA : SMAN 011 Gowa

Perguruan Tinggi : Universitas Islam Negeri Makassar

Jurusan : Ilmu Hadits

Anda mungkin juga menyukai