Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Laylita Ramadhan Muzakir (11210150000070)
2. Rizky Afwan Al Rasyid (11210150000088)
3. M. Akhyarunnajmi Alfaz (11210150000099)
Ajaran Islam yang bersifat universal harus dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
baik bermasyarakat, berbangsa dan bernegara secara totalitas. Penerapan tersebut tentu
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban seseorang kepada Tuhan, rasul-Nya,
orang tua, dan sesama manusia.
Khusus penerapan akhlak seorang hamba kepada Tuhan-Nya akan terlihat dari
pengetahuan, prilaku dan gaya hidup yang dipenuhi dengan kesadaran tauhid kepada Allah
SWT, hal itu bisa dibuktikan dengan berbagai perbuatan amal shaleh, ketaqwaan, dan ketaatan
kepada Allah SWT.
Begitu juga bukti kecintaan kepada Rasulullah SAW seperti dengan melaksanakan
sunnahnya, kemudian saling menghormati sesama manusia dan menjaga kelestarian lingkungan
alam. Untuk itulah dalam menata kehidupan, diperlukan norma dan nilai, diperlukan standar
ukuran untuk menentukan apakah perbuatan dan tindakan yang dipilih itu baik atau tidak, benar
atau salah, sehingga yang dilihat bukan hanya kepentingan diri sendiri, melainkan juga
kepentingan orang lain, kepentingan bersama, kepentingan umat manusia secara keseluruhan.
Dan untuk itulah setiap individu dituntut untuk memiliki moral yang baik atau akhlakul
karimah.3
Dewasa ini moral bangsa ini semakin hancur dan hilang hal ini terbukti dengan adanya
perilaku-perilaku amoral yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia terutama kaum muda.
Sikap amoral yang sekarang semakin merajalela di kehidupan masyarakat dan malah sudah
dianggap biasa dan wajar dalam kehidupan masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari kesalahan
orang tua dalam mendidik anaknya yang membiarkan begitu saja tanpa dibekali adanya
pengetahuan-pengetahuan agama yang dijadikan pedoman hidup dalam mengarunggi
kehidupanya didunia.
Salah satu kunci utama dalam membenahi akhlak bangsa ini yaitu dengan menitik beratkan
pada lingkungan keluarga dan perlu penyadaran terhadap setiap keluarga bahwasanya
pendidikan akhlak terutama pendidikan akhlak penting untuk diajarkan dan ditanamkan dalam
diri seorang anak. Dalam proses penanaman nilai akhlak ini haruslah pertama kali ditanamkan
nilai-nilai akhlak terhadap diri sendiri karena semua hal itu dimulai dari diri kita sendiri, setelah
diri kita benar-benar tertanam nilai akhlak maka secara otomatis dapat menjalar dalam aspek-
aspek kehidupan yang lain.4
1
Nurbaity, http://etheses.iainponorogo.ac.id/2261/3/BAB%201%20pdf.pdf, diakses pada 04 September 2021
08:00
2
Kian, http://digilib.uinsgd.ac.id/19793/4/BAB%20I.pdf, diakses pada 04 September 2021 08:20
3
Muhrin, Akhlak Kepada Allah SWT, http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/tiftk/article/view/4855, diakses
pada 05 September 2021 08.45
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana akhlak kepada Allah?
b. Bagaimana akhlak kepada Rasulullah?
c. Bagaimana akhlak kepada orang tua?
d. Bagaimana akhlak kepada diri sendiri?
e. Bagaimana perbedaan sikap akhlak kepada Allah, Rasulullah, orang tua, dan diri
sendiri?
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui sikap akhlak kepada Allah
b. Untuk mengetahui sikap akhlak kepada Rasulullah
c. Untuk mengetahui sikap akhlak kepada orang tua
d. Untuk mengetahui sikap akhlak kepada diri sendiri
e. Untuk mengetahui apa saja perbedaan sikap akhlak kepada Allah, Rasulullah, orang tua,
dan diri sendiri
BAB II
PEMBAHASAN
4
Muhrin, Akhlak Kepada Diri Sendiri, http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/tiftk/article/view/3768/2090,
diakses pada 06 September 2021 10:25
A. Akhlak Kepada Allah
Akhlak yang baik kepada Allah adalah ridha terhadap hukum-Nya baik secara syar’i
maupun secara takdir. Ia menerima hal itu dengan lapang dada dan tidak mengeluh. Jika Allah
menakdirkan sesuatu kepada seorang muslim yang tidak disukai oleh muslim itu, dia merasa
ridha, menerima, dan bersabar. Ia berkata dengan lisan dan hatinya: Aku ridha Allah sebagai
Rabbku. Jika Allah menetapkan hukum syar’i, ia pun ridha dan menerima. Ia tunduk kepada
syariat Allah Azza Wa Jalla dengan lapang dada dan jiwa yang tenang.
Akhlak kepada Allah SWT dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya
dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Allah sebagai khaliq. Sekurang-kurangnya
ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah SWT.
Pertama, karena Allah SWT –lah yang menciptakan manusia. Dia yang menciptakan
manusia dari air yang dikeluarkan dari tulang punggung dan tulang rusuk, hal ini sebagaimana
di firmankan Allah ﷻdalam surat At-Thariq ayat 5-7, sebagai berikut :
ب ِ الص ْل
ِ ِب َوالت ََّرآئ ُّ يَ ْخ ُر ُج ِمنْ بَ ْي ِن,ق
ٍ ِق ِمنْ َّمآ ٍء دَاف
َ ِخل,َ َ فَ ْليَ ْنظُ ِر اإْل ِ ْن
ُ سا نُ ِم َّم ُخلِق
Artinya: “Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?. Dia
diciptakan dari air (mani) yang terpancar. Yang terpancar dari tulang sulbi (punggung) dan
tulang dada”. Maka dari itu kita sebagai umat Islam harus tunduk dan patuh atas segala
perintah dan larangannya, karna Allah-lah yang telah menciptakan kita.
Kedua, karena Allah SWT–lah yang telah memperlengkapkan panca indera, berupa
pendengaran, penglihatan, akal fikiran dan hati, serta anggota badan yang kokoh dan sempurna
kepada manusia. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nahl ayat 78 :
ْ َصا َر َواأْل َ ْفئِ َدةَ لَ َعلَّ ُك ْم ت
َش ُك ُر ْون َ س ْم َع َواأْل َ ْب َ ََوهَّللا ُ أَ ْخ َر َج ُك ْم ِمنْ بُطُ ْو ِن أُ َّم َها تِ ُك ْم اَل تَ ْعلَ ُم ْون
َّ ش ْيأ َ َو َج َع َل لَ ُك ُم ال
Artinya: “Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu apapun dan Dia memberikan kamu pendengaran, penglihatan dan hati
agar kamu bersyukur”. Bersyukurlah kepada Allah karena telah diberikan kenikmatan
penglihatan dan pendengaran karna tidak semua orang diberikan kenikmatan tersebut.
Ketiga, karena Allah SWT–lah yang menyediakan berbagai bahan dan sarana yang
diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan, air, udara, binatang
ternak, dan lainnya. Firman Allah ﷻdalam surat Al-Jasiyah ayat 12-13:
س َّخ َرلَ ُك ْم َّما فِ ْي ْ َضلِ ِه َولَ َعلَّ ُك ْم ت
َ َو, َش ُك ُر ْون ْ َي ا ْلفُ ْل ُك فِ ْي ِه بِأ َ ْم ِر ِهى َولِتَ ْبتَ ُغ ْوا ِمنْ ف
َ س َّخ َرلَ ُك ُم ا ْلبَ ْح َر لِت َْج ِر
َ هَّللا ُ الّ ِذى
ٍ ض َج ِم ْي ًعا ِّم ْنهُ إِنَّ فِ ْي َذا لِكَ أَل َيَا
َت لِّقَ ْو ٍم يَتَفَ َّك ُر ْون ِ ت َو َما فِ ْي اأْل َ ْر ِ س َما َوا
َّ ال
Artinya: “Allah lah yang menundukkan laut untuk mu agar kapal-kapal dapat berlayar di
atasnya dengan perintah-Nya, dan agar kamu bersyukur. Dan Dia menundukan apa yang ada
di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari -Nya. Sungguh,
dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-
orang yang berfikir. “ Allah memberikan kenikmatan akal kepada manusia untuk berpikir
tentang tanda-tanda kebesaran Allah, memperhatikan dan merenungkan apa yang diciptakan
dilangit dan dibumi.
Keempat, Allah SWT–lah yang memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan
daratan dan lautan. Firman Allah ﷻdalam surat Al-Israa’ ayat 70 :
5
Hendry Noesae, Akhlak Kepada Allah SWT, Rasulullah SAW, Manusia, dan Lingkungan,
https://jambidaily.com/2020/06/10/akhlak-kepada-allah-swt-rasulullah-saw-manusia-dan-lingkungan/ diakses
pada 10 September 2021 20:40
b) Dzikir dengan tidak sadar. Allah SWT tidak akan menerima amal orang yang hatinya
tidak sadar.
c) Membaca Shalawat untuk Nabi Muhammad SAW tidak disertai dengan niat dan rasa
hormat.
4. Mencintai Keluarga Nabi
Rasulullah SAW bersabda, “Wahai manusia sesungguhnya aku tinggalkan dua
perkara yang besar untuk kalian, yang pertama adalah Kitabullah (Al-Quran) dan yang
kedua adalah Ithrati (Keturunan) Ahlulbaitku. Barangsiapa yang berpegang teguh
kepada keduanya, maka tidak akan tersesat selamanya hingga bertemu denganku di
telaga al-Haudh.” (HR. Muslim dalam Kitabnya Sahih juz. 2, Tirmidzi, Ahmad,
Thabrani dan dishahihkan oleh Nashiruddin Al-Albany dalam kitabnya Silsilah Al-
Hadits Al-Shahihah).6
6
Hendry Noesae, Akhlak Kepada Allah SWT, Rasulullah SAW, Manusia, dan Lingkungan,
https://jambidaily.com/2020/06/10/akhlak-kepada-allah-swt-rasulullah-saw-manusia-dan-lingkungan/, diakses
pada 10 September 2021 20:40
kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang
Engkau ridhai dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku.
Sungguh aku bertaubat kepada Engkau, dan sungguh aku termasuk orang muslim”. “
Mereka itulah orang-orang yang kami terima amal baiknya yang telah mereka kerjakan ,
dan (orang -orang) yang kami maafkan kesalahan-kesalahannya, (mereka akan menjadi)
penghuni-penghuni syurga. Itu janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka”.
(Q.S. Al-Ahqaf 15-16 ).
Adapun hak-hak yang wajib dilaksanakan semasa orang tua masih hidup adalah sebagai
berikut:
1. Mentaati Mereka selama tidak mendurhakai Allah.
Mentaati kedua orang tua hikumnya wajib atas setiap muslim. Haram
hukumnya mendurhakai keduanya. Tidak diperbolehkan sedikitpun mendurhakai mereka
berdua kecuali apabila mereka menyuruh untuk menyekutukan Allah atau
mendurhakainya.
7
http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=1728234&val=8243&title=AKHLAK%20ANAK
%20TERHADAP%20KEDUA%20ORANG%20TUA, diakses pada 11 September 2021 15:13
D. Akhlak Kepada Diri Sendiri
Manusia memiliki kewajiban terhadap dirinya sendiri selain kepada Allah sebagai makhluk
Allah, kewajiban ini bukanlah untuk memenuhi ego dan hasrat, mementingkan diri sendiri, atau
menzalimi diri sendiri. Selain akal pikiran yang dimiliki manusia untuk membedakan dengan
makhluk Allah yang lain, manusia memiliki dua unsur utama, yakni jasad (jasmani) dan jiwa
(rohani) yang mempunyai kewajiban untuk dilaksanakan untuk memenuhi haknya masing-
masing.
Yang dimaksud akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang pada dirinya sendiri
kepada jasmani maupun rohani. Bertindak adil dalam memperlakukan diri kita dan tidak
memaksakan diri melakukan sesuatu yang berbahaya ataupun tidak baik dan berdampak pada
diri kita masing-masing. Sebagai contoh: sering begadang, terlalu banyak merokok, minum
minuman keras, mengonsumsi obat-obatan terlarang, dsb. Hal tersebut dapat membahayakan
jasmani kita, adapun hal yang dapat merusak rohani kita, misalnya iri, munafik, emosi, dsb.
Oleh karena itu kita harus berakhlak baik demi jasmani dan rohani diri kita sendiri supaya
terhindar dari berbagai penyakit, baik itu penyakit fisik ataupun psikis.8
8
Rizkifisthein, Akhlak Terhadap Diri Sendiri, https://rizkifisthein-wordpress-
com.cdn.ampproject.org/v/s/rizkifisthein.wordpress.com/2011/06/23/akhlak-terhadap-diri-sendiri/amp/?
amp_js_v=a6&_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D
%3D#aoh=16313635139438&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&_tf=Dari
%20%251%24s&share=https%3A%2F%2Frizkifisthein.wordpress.com%2F2011%2F06%2F23%2Fakhlak-
terhadap-diri-sendiri%2F, diakses pada 10 September 2021 14:40
Allah menciptakan berbagai bahan di dunia untuk dibuat pakaian dan digunakan
manusia sebagai alat pelindung diri.
b. Berakhlak terhadap akal
1) Menuntut ilmu yang merupakan kewajiban bagi setiap muslim, menuntut ilmu
tidak hanya dinilai sebagai kewajiban yang apabila telah selesai maka berhenti.
Menuntut ilmu haruslah dilakukan hingga akhir hayatnya sebagai bentuk akhlak
dengan menambah wawasan dan pengetahuan, tidak hanya melalui formal
akademis tapi juga dimana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja.
2) Memiliki spesialisasi ilmu yang dikuasai, setiap muslim perlu mempelajari hal-
hal yang memang sangat urgen dalam kehidupannya. Menurut Dr. Muhammad
Ali Al-Hasyimi (1993:48), hal-hal yang harus dikuasai setiap muslim adalah :
Al-Qur'an, baik dari segi bacaan, tajwid dan tafsirnya; kemudian ilmu hadits;
sirah dan sejarah para sahabat; fikih terutama yang terkait dengan permasalahan
kehidupan, dan lain sebagainya. Setiap muslim juga harus memiliki bidang
spesialisasi yang harus ditekuninya, tidak harus bersifat ilmu syariah, namun
bisa juga dalam bidang-bidang lain, seperti ekonomi, teknologi, politik, dsb.
3) Mengajarkan ilmu yang dimilikinya pada orang lain yang membutuhkannya.
Firman Allah SWT:
َالذ ْك ِر اِنْ ُك ْنتُ ْم اَل تَ ْعلَ ُم ْو ۙن
ِّ لُ ْٓوا اَ ْه َلœََٔسٔـ
ْ س ْلنَا ِمنْ قَ ْبلِكَ اِاَّل ِر َجااًل نُّ ْو ِح ْٓي اِلَ ْي ِه ْم فَا
َ َو َمٓا اَ ْر
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki
yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (An-Nahl:43).
4) Mengamalkan ilmu dalam kehidupan sebagai bagian dari tuntutan dan juga
akhlak, tidak hanya memiliki ilmu tapi juga harus mengamalkannya. Karena
akan berdosa apabila seseorang memiliki ilmu tapi tidak mengamalkannya.
Firman Allah SWT:
َٰيٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا لِ َم تَقُ ْولُ ْونَ َما اَل تَ ْف َعلُ ْون
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan
sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa
kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. As-Saff:2).
c. Berakhlak terhadap jiwa
1) Bertaubat, taubat adalah menjauhkan diri dari dosa besar maupun kecil,
menyesali perbuatan dosa di masa lalu, dan berjanji untuk tidak akan melakukan
dosa itu lagi. Diantara contoh dosa besar yakni syirik, membunuh, zina/menuduh
zina, kufur, sumpah palsu, dll.
2) Bermuraqabah, rasa kesadaran seorang muslim bahwa dia selalu diawasi oleh
Allah sehingga dia tenggelam dalam pengawasan Allah dan merasa tenang,
senang, akrab, dan dekat dengan Allah, seperti dalam Firman Allah yakni :
اِنَّ هللَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِيبًا
Artinya: “Sesungguhnya Allah itu maha mengawasimu.” (QS. An-Nisa : 1)
3) Bermuhasabah dengan menyempatkan diri untuk menghitung amal hariannya,
apabila terdapat kekurangan dalam amalnya maka dia akan menghukum dirinya
dan berusaha memperbaikinya, apabila ada yang harus diqadha maka dia akan
mengqadha, dan apabila melakukan sesuatu yang terlarang maka dia akan
memohon ampun, menyesali, dan berusaha untuk tidak mengulangi. Muhasabah
adalah cara untuk menyucikan, membina, dan memperbaiki diri.
4) Mujahadah adalah berjuang, bersungguh-sungguh, berperang melawan hawa
nafsu. Seorang muslim mengerti bahwa musuh terbesar yang sesungguhnya
adalah hawa nafsu, maka dia akan berjuang dan berperang melawan hawa nafsu.
Cara memelihara akhlak terhadap diri sendiri antara lain:
a. Sabar
b. Syukur
c. Tawaduk
d. Shidiq
e. Amanah
f. Istiqamah
g. Iffah
h. Pemaaf
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
9
Muhrin, Akhlak Kepada Diri Sendiri, http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/tiftk/article/view/3768/2090,
diakses pada 09 September 2021 14:15
DAFTAR PUSTAKA