Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS AKHLAK KEPADA ALLAH, RASULULLAH,

ORANG TUA, DAN DIRI SENDIRI

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah


Pendidikan Akhlak

Dosen Mata Kuliah : Dr. Akhmad Sodiq, M.Ag.

Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Laylita Ramadhan Muzakir (11210150000070)
2. Rizky Afwan Al Rasyid (11210150000088)
3. M. Akhyarunnajmi Alfaz (11210150000099)

Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial


Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengertian Akhlak pada diri sendiri menurut etimologi kata akhlak berasal dari bahasa
Arab ‫ اخالق‬bentuk jamak dari mufradnya khuluq ‫ خلق‬yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah
laku, atau tabiat. Menurut Imam Ghazali, akhlak adalah sifat manusia yang sudah tertanam di
dalam dirinya yang tanpa dipikirkan lagi dapat melakukan perbuatan-perbuatan tersebut.1 Nabi
Muhammad diutus oleh Allah untuk menyampaikan inti dari ajaran Islam yakni
menyempurnakan akhlak, dimulai dari diri beliau kemudian menjadi panutan bagi umatnya. 2
Akhlak mengatur hubungan kita kepada yang lain, selain itu juga dapat digunakan sebagai tolak
ukur derajat manusia, karena itu wajarlah apabila Allah memuji beliau dan umatnya dapat
menjadikan beliau sebagai teladan dalam sehari-hari.

Ajaran Islam yang bersifat universal harus dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
baik bermasyarakat, berbangsa dan bernegara secara totalitas. Penerapan tersebut tentu
berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban seseorang kepada Tuhan, rasul-Nya,
orang tua, dan sesama manusia.

Khusus penerapan akhlak seorang hamba kepada Tuhan-Nya akan terlihat dari
pengetahuan, prilaku dan gaya hidup yang dipenuhi dengan kesadaran tauhid kepada Allah
SWT, hal itu bisa dibuktikan dengan berbagai perbuatan amal shaleh, ketaqwaan, dan ketaatan
kepada Allah SWT.

Begitu juga bukti kecintaan kepada Rasulullah SAW seperti dengan melaksanakan
sunnahnya, kemudian saling menghormati sesama manusia dan menjaga kelestarian lingkungan
alam. Untuk itulah dalam menata kehidupan, diperlukan norma dan nilai, diperlukan standar 
ukuran untuk menentukan apakah perbuatan dan tindakan yang dipilih itu baik atau tidak, benar
atau salah, sehingga yang dilihat bukan hanya kepentingan diri sendiri, melainkan juga
kepentingan orang lain, kepentingan bersama, kepentingan umat manusia secara keseluruhan.
Dan untuk itulah setiap individu dituntut untuk memiliki moral yang baik atau akhlakul
karimah.3

Dewasa ini moral bangsa ini semakin hancur dan hilang hal ini terbukti dengan adanya
perilaku-perilaku amoral yang dilakukan oleh masyarakat Indonesia terutama kaum muda.
Sikap amoral yang sekarang semakin merajalela di kehidupan masyarakat dan malah sudah
dianggap biasa dan wajar dalam kehidupan masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari kesalahan
orang tua dalam mendidik anaknya yang membiarkan begitu saja tanpa dibekali adanya
pengetahuan-pengetahuan agama yang dijadikan pedoman hidup dalam mengarunggi
kehidupanya didunia.
Salah satu kunci utama dalam membenahi akhlak bangsa ini yaitu dengan menitik beratkan
pada lingkungan keluarga dan perlu penyadaran terhadap setiap keluarga bahwasanya
pendidikan akhlak terutama pendidikan akhlak penting untuk diajarkan dan ditanamkan dalam
diri seorang anak. Dalam proses penanaman nilai akhlak ini haruslah pertama kali ditanamkan
nilai-nilai akhlak terhadap diri sendiri karena semua hal itu dimulai dari diri kita sendiri, setelah
diri kita benar-benar tertanam nilai akhlak maka secara otomatis dapat menjalar dalam aspek-
aspek kehidupan yang lain.4

1
Nurbaity, http://etheses.iainponorogo.ac.id/2261/3/BAB%201%20pdf.pdf, diakses pada 04 September 2021
08:00
2
Kian, http://digilib.uinsgd.ac.id/19793/4/BAB%20I.pdf, diakses pada 04 September 2021 08:20
3
Muhrin, Akhlak Kepada Allah SWT, http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/tiftk/article/view/4855, diakses
pada 05 September 2021 08.45
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana akhlak kepada Allah?
b. Bagaimana akhlak kepada Rasulullah?
c. Bagaimana akhlak kepada orang tua?
d. Bagaimana akhlak kepada diri sendiri?
e. Bagaimana perbedaan sikap akhlak kepada Allah, Rasulullah, orang tua, dan diri
sendiri?

C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui sikap akhlak kepada Allah
b. Untuk mengetahui sikap akhlak kepada Rasulullah
c. Untuk mengetahui sikap akhlak kepada orang tua
d. Untuk mengetahui sikap akhlak kepada diri sendiri
e. Untuk mengetahui apa saja perbedaan sikap akhlak kepada Allah, Rasulullah, orang tua,
dan diri sendiri

BAB II
PEMBAHASAN

4
Muhrin, Akhlak Kepada Diri Sendiri, http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/tiftk/article/view/3768/2090,
diakses pada 06 September 2021 10:25
A. Akhlak Kepada Allah
Akhlak yang baik kepada Allah adalah ridha terhadap hukum-Nya baik secara syar’i
maupun secara takdir. Ia menerima hal itu dengan lapang dada dan tidak mengeluh. Jika Allah
menakdirkan sesuatu kepada seorang muslim yang tidak disukai oleh muslim itu, dia merasa
ridha, menerima, dan bersabar. Ia berkata dengan lisan dan hatinya: Aku ridha Allah sebagai
Rabbku. Jika Allah menetapkan hukum syar’i, ia pun ridha dan menerima. Ia tunduk kepada
syariat Allah Azza Wa Jalla dengan lapang dada dan jiwa yang tenang.
Akhlak kepada Allah SWT dapat diartikan sebagai sikap atau perbuatan yang seharusnya
dilakukan oleh manusia sebagai makhluk, kepada Allah sebagai khaliq. Sekurang-kurangnya
ada empat alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah SWT.
Pertama, karena Allah SWT –lah yang menciptakan manusia. Dia yang menciptakan
manusia dari air yang dikeluarkan dari tulang punggung dan tulang rusuk, hal ini sebagaimana
di firmankan Allah ‫ ﷻ‬dalam surat At-Thariq ayat 5-7, sebagai berikut :
‫ب‬ ِ ‫الص ْل‬
ِ ِ‫ب َوالت ََّرآئ‬ ُّ ‫ يَ ْخ ُر ُج ِمنْ بَ ْي ِن‬,‫ق‬
ٍ ِ‫ق ِمنْ َّمآ ٍء دَاف‬
َ ِ‫خل‬,َ َ ‫فَ ْليَ ْنظُ ِر اإْل ِ ْن‬
ُ ‫سا نُ ِم َّم ُخلِق‬
Artinya: “Maka hendaklah manusia memperhatikan dari apakah dia diciptakan?. Dia
diciptakan dari air (mani) yang terpancar. Yang terpancar dari tulang sulbi (punggung) dan
tulang dada”. Maka dari itu kita sebagai umat Islam harus tunduk dan patuh atas segala
perintah dan larangannya, karna Allah-lah yang telah menciptakan kita.
Kedua, karena Allah SWT–lah yang telah memperlengkapkan panca indera, berupa
pendengaran, penglihatan, akal fikiran dan hati, serta anggota badan yang kokoh dan sempurna
kepada manusia. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nahl ayat 78 :
ْ َ‫صا َر َواأْل َ ْفئِ َدةَ لَ َعلَّ ُك ْم ت‬
َ‫ش ُك ُر ْون‬ َ ‫س ْم َع َواأْل َ ْب‬ َ َ‫َوهَّللا ُ أَ ْخ َر َج ُك ْم ِمنْ بُطُ ْو ِن أُ َّم َها تِ ُك ْم اَل تَ ْعلَ ُم ْون‬
َّ ‫ش ْيأ َ َو َج َع َل لَ ُك ُم ال‬
Artinya: “Dan Allah telah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak
mengetahui sesuatu apapun dan Dia memberikan kamu pendengaran, penglihatan dan hati
agar kamu bersyukur”. Bersyukurlah kepada Allah karena telah diberikan kenikmatan
penglihatan dan pendengaran karna tidak semua orang diberikan kenikmatan tersebut.
Ketiga, karena Allah SWT–lah yang menyediakan berbagai bahan dan sarana yang
diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia, seperti bahan makanan, air, udara, binatang
ternak, dan lainnya. Firman Allah ‫ ﷻ‬dalam surat Al-Jasiyah ayat 12-13:
‫س َّخ َرلَ ُك ْم َّما فِ ْي‬ ْ َ‫ضلِ ِه َولَ َعلَّ ُك ْم ت‬
َ ‫ َو‬, َ‫ش ُك ُر ْون‬ ْ َ‫ي ا ْلفُ ْل ُك فِ ْي ِه بِأ َ ْم ِر ِهى َولِتَ ْبتَ ُغ ْوا ِمنْ ف‬
َ ‫س َّخ َرلَ ُك ُم ا ْلبَ ْح َر لِت َْج ِر‬
َ ‫هَّللا ُ الّ ِذى‬
ٍ ‫ض َج ِم ْي ًعا ِّم ْنهُ إِنَّ فِ ْي َذا لِكَ أَل َيَا‬
َ‫ت لِّقَ ْو ٍم يَتَفَ َّك ُر ْون‬ ِ ‫ت َو َما فِ ْي اأْل َ ْر‬ ِ ‫س َما َوا‬
َّ ‫ال‬
Artinya: “Allah lah yang menundukkan laut untuk mu agar kapal-kapal dapat berlayar di
atasnya dengan perintah-Nya, dan agar kamu bersyukur. Dan Dia menundukan apa yang ada
di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari -Nya. Sungguh,
dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-
orang yang berfikir. “ Allah memberikan kenikmatan akal kepada manusia untuk berpikir
tentang tanda-tanda kebesaran Allah, memperhatikan dan merenungkan apa yang diciptakan
dilangit dan dibumi.
Keempat, Allah SWT–lah yang memuliakan manusia dengan diberikannya kemampuan
daratan dan lautan. Firman Allah ‫ ﷻ‬dalam surat Al-Israa’ ayat 70 :

ِ ‫ض ْلنَا ُه ْم َعلَى َكثِ ْي ٍر ِّم َّمنْ َخلَ ْقنَا تَ ْف‬


‫ض ْي َل‬ ِ ‫َولَقَ ْد َك َّر ْمنَا بَنِى َءا َد َم َو َح َم ْلنَا ُه ْم فِ ْي ا ْلبَ ِّر َوا ْلبَ ْه ِر َو َرزَ ْقنَا ُه ْم ِّمنَ الطَّيِبَا‬
َّ َ‫ت َوف‬
Artinya: “Dan sungguh, Kami telah muliakan anak-anak cucu Adam dan Kami angkut mereka
di darat dan di laut dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan
mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna”.
Dari uraian diatas, kita memang benar perlu untuk berakhlak kepada Allah SWT. Karena
alasan-alasan di atas adalah tolak ukur yang tepat dan terdapat perintah Allah di dalamnya
bahwa kita sebagai seorang muslim memang diharuskan untuk berakhlak kepada Sang
Pencipta. Beberapa bentuk akhlak terhadap Allah SWT, diantaranya:
1. Menaati segala perintah-Nya
Hal pertama yang harus dilakukan seorang muslim dalam beretika kepada Allah
SWT adalah dengan mentaati segala perintah-perintah–Nya. Allah SWT–lah yang telah
memberikan segala-galanya pada hambanya.
2. Beribadah kepada Allah
Melaksanakan perintah Allah untuk menyembah-Nya sesuai dengan perintah-Nya.
Seorang muslim beribadah membuktikan ketundukkan terhadap perintah Allah.
3. Berzikir kepada Allah
Mengingat Allah dalam berbagai kondisi, baik diucapkan dengan mulut maupun
dalam hati.
4. Berdo’a kepada Allah
Memohon apa saja kepada Allah. Do’a merupakan inti ibadah, karena ia merupakan
pengakuan akan keterbatasan dan ketidakmampuan manusia, sekaligus pengakuan akan
kemahakuasaan Allah terhadap segala sesuatu.
5. Tawakal
Tawakal untuk Allah, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah dan menunggu
hasil kerja atau menunggu dari suatu keadaan. Tawakal bukan berarti meninggalkan
kerja dan usaha, dalam surat Al-Mulk ayat 15 dijelaskan, bahwa manusia di syariatkan
berjalan di muka bumi utuk mencari rizki dengan berdagang, bertani dan lain
sebagainya.
6. Tawaduk untuk Allah
Yaitu hati yang rendah di hadapan Allah. Mengakui bahwa kita adalah makhluk yang
hina di hadapan Allah Yang Maha Kuasa, oleh karena itu tidak layak jika hidup dengan
angkuh dan sombong, tidak mau memaafkan orang lain, dan pamrih dalam melakukan
ibadah untuk Allah.
7. Ridho terhadap ketentuan Allah SWT
Etika berikutnya yang harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT, adalah
ridho terhadap segala ketentuan yang telah Allah berikan pada dirinya. Seperti ketika ia
dilahirkan baik dari keluarga yang berada maupun keluarga yang kurang mampu,
bentuk fisik yang Allah SWT berikan padanya, atau hal-hal lainnya. Karena pada
hakekatnya, sikap seorang muslim senantiasa yakin terhadap apaun yang Allah SWT
berikan padanya. Baik yang berupa kebaikan, atau berupa keburukan.
Rasulullah SAW bersabda : “Sungguh mempesona perkara orang beriman. Karena segala
urusannya adalah dipandang baik bagi dirinya. Jika ia mendapatkan kebaikan, ia bersyukur,
karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya. Dan jika ia tertimpa
musibah, ia bersabar, karena ia tahu bahwa hal tersebut merupakan hal terbaik bagi dirinya.”
(HR. Bukhari).
Apalagi terkadang sebagai seorang manusia, pengetahuan atau pandangan kita terhadap
sesuatu sangat terbatas. Sehingga bisa jadi, sesuatu yang kita anggap baik, justru buruk,
sementara sesuatu yang dipandang buruk ternyata malah memiliki nilai kebaikan bagi diri kita.5

B. Akhlak Kepada Rasulullah


Selain berakhlak kepada Allah SWT, kita juga sebagai umat muslim di haruskan untuk
berakhlak kepada Nabi Muhammad SAW. Karena dari beliaulah kita banyak mendapatkan
warisan yang bisa kita wariskan lagi turun-menurun ke anak cucu kita.
Mencintai Rasulullah adalah wajib dan termasuk bagian dari iman. Semua orang Islam
mengimani bahwa Rasulullah adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Makna mengimani ajaran
Rasulullah SAW adalah menjalankan ajarannya, menaati perintahnya. Ahlus sunnah mencintai
Rasulullah SAW dan mengagungkannya sebagaimana para sahabat beliau mencintai beliau
lebih dari kecintaan mereka kepada diri mereka sendiri dan keluarga mereka.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw, yang artinya, ”Tidak beriman salah seorang diantara
kamu, sehingga aku lebih dicintai olehnya daripada dirinya sendiri, orang tuanya, anaknya
dan manusia semuanya, ” (HR. Bukhari Muslim).

Bentuk akhlak terhadap Rasul SAW, diantaranya:


1. Menghidupkan Sunnah
Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda yang menerangkan bahwa,
kita sebagai umat muslim diperintahkan untuk menghidupkan sunah-sunah yang telah
beliau wariskan. “Barangsiapa yang menghidupkan satu sunnah dari sunnah-sunnahku,
kemudian diamalkan oleh manusia, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti
pahala orang-orang yang mengamalkannya, dengan tidak mengurangi pahala mereka
sedikit pun.” (HR Ibnu Majah)
2. Taat
“Hai orang-orang yg beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka
kembalikanlah hal itu kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya.”
3. Selalu bershalawat
Membaca salawat harus disertai dengan niat dan dengan sikap hormat kepada
Nabi Muhammad SAW. Orang yang membaca shalawat untuk Nabi hendaknya disertai
dengan niat dan didasari rasa cinta kepada beliau dengan tujuan untuk memuliakan dan
menghormati beliau.
Dalam penjelasan hadits (Akhbar Al-Hadits) disebutkan bahwa apabila
seseorang membaca shalawat tidak disertai dengan niat dan perasaan hormat kepada
Nabi SAW, maka timbangannya tidak lebih berat ketimbang selembar sayap. Nabi
SAW bersabda: “Sesungguhnya sahnya amal itu tergantung niatnya”.
Ada tiga perkara yang timbangannya tidak lebih berat dari pada selembar
sayap, yaitu:
a) Shalat yang tidak disertai dengan tunduk dan khusyuk.

5
Hendry Noesae, Akhlak Kepada Allah SWT, Rasulullah SAW, Manusia, dan Lingkungan,
https://jambidaily.com/2020/06/10/akhlak-kepada-allah-swt-rasulullah-saw-manusia-dan-lingkungan/ diakses
pada 10 September 2021 20:40
b) Dzikir dengan tidak sadar. Allah SWT tidak akan menerima amal orang yang hatinya
tidak sadar.
c) Membaca Shalawat untuk Nabi Muhammad SAW tidak disertai dengan niat dan rasa
hormat.
4. Mencintai Keluarga Nabi
Rasulullah SAW bersabda, “Wahai manusia sesungguhnya aku tinggalkan dua
perkara yang besar untuk kalian, yang pertama adalah Kitabullah (Al-Quran) dan yang
kedua adalah Ithrati (Keturunan) Ahlulbaitku. Barangsiapa yang berpegang teguh
kepada keduanya, maka tidak akan tersesat selamanya hingga bertemu denganku di
telaga al-Haudh.” (HR. Muslim dalam Kitabnya Sahih juz. 2, Tirmidzi, Ahmad,
Thabrani dan dishahihkan oleh Nashiruddin Al-Albany dalam kitabnya Silsilah Al-
Hadits Al-Shahihah).6

C. Akhlak Kepada Orang Tua


Akhlak kepada kedua orang tua adalah jiwa manusia yang menimbulkan perbuatan baik
karena kebiasaan tanpa pemikiran dan pertimbangan sehingga menjadi kepribadian yang kuat
didalam jiwa seseorang untuk selalu berbuat baik kepada orang yang telah mengasuhnya mulai
dari dalam kandungan maupun setelah dewasa.
Adapun akhlak terhadap orang tua adalah sebagai berikut : Menyayanginya,
mencintainya,menghormatinya, mematuhinya, dan merendahkan diri padanya serta sopan
kepadanya.Pandanglah kedua orang tua dengan penuh kasih sayang , janganlah memandangnya
dengan pandangan marah dan bersuara keras kepadanya.Dalam AL-Qur’an surat Alisra’ ayat
23-24 Allah mengatakan , “ Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuatbaik pada ibu bapakmu dengan sebaik-
baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-dua sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka selaki-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan
“ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
mulia. Berbuat baik kepada kedua orang tua lebih dikenal dengan istilah Birrul Walidain
artinya menunaikan hak orang tua dan kewajiban terhadap mereka berdua.

Keutamaan dari berbuat baik terhadap kedua orang tua adalah :


1. Merupakan amalan yang paling mulia.
Dari Abdullah Bin Mas’ud mudah-mudahan Allah meridhainya dia berkata:
Saya bertanya kepada Rasulullah salallahi alaihi wasallam, Apakah amalan yang paling
dicintai oleh Allah? , Bersabda Rasulullah SAW : “Shalat tepat pada waktunya”, Saya
bertanya kemudian apa lagi? Bersabda Rasulullah SAW “ Berbuat baik kepada kedua
orang tua. Saya bertanya lagi , lalu apa lagi? Rasulullah SAW bersabda “ Berjihad di jalan
Allah”.

2. Merupakan salah satu sebab-sebab diampuninya dosa.


Dalam surat Al-Ahqaf ayat 15-16 Allah mengatakan :” Kami perintahkan
kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua ibu bapaknya. Ibunya telah
mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Masa
mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, sehingga apabila dia (anak itu)
telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun, Dia berdoa ya Tuhanku, berilah
aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmatMu yang telah Engkau limpahkan

6
Hendry Noesae, Akhlak Kepada Allah SWT, Rasulullah SAW, Manusia, dan Lingkungan,
https://jambidaily.com/2020/06/10/akhlak-kepada-allah-swt-rasulullah-saw-manusia-dan-lingkungan/, diakses
pada 10 September 2021 20:40
kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang
Engkau ridhai dan berilah aku kebaikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku.
Sungguh aku bertaubat kepada Engkau, dan sungguh aku termasuk orang muslim”. “
Mereka itulah orang-orang yang kami terima amal baiknya yang telah mereka kerjakan ,
dan (orang -orang) yang kami maafkan kesalahan-kesalahannya, (mereka akan menjadi)
penghuni-penghuni syurga. Itu janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka”.
(Q.S. Al-Ahqaf 15-16 ).

3. Sebab masuknya seseorang ke syurga.


Dari Muawiyah bin jahimah mudah-mudahan Allah merihdai mereka berdua,
dia berkata kepada Rasulullah : Wahai Rasulullah, sya ingin berangkat untuk berperang,
dan saya datang kesini untuk minta nasehat pada Anda. Maka Rasulullah Saw Bersabda: “
kamu masih memiliki ibu?”. Berkata dia, “ Ya” . Bersabda Rasulullah Saw : “Tetaplah
dengannya karena sesungguhnya syurga itu dibawah telapak kakinya.”(Hadis Hasan
diriwayatkan oleh Nasa’I dalam Sunnahnya dan Ahmad dalam Musnatnya.

4. Merupakan keridhaan Allah.


Sebagaimana hadis-hadis yang lalu “ Keridhaan Allah ada pada keridhaan
kedua orang tua dan kemurkaanNya ada pada kemurkaan kedua orang tua.” Allah sangat
membenci orang yang selalu membuat orang tua marah, sakit hati dan lain-lain. Sebagai
seorang anak maka kita berkewajiban untuk selalu membuat mereka senang dan bangga
terhadap apa yang kita capai.

5. Bertambahnya Umur dan Rejeki.


Sebagaiman kita ketahui bahwa silaturrahmi dapat memperluas rizki dan
memanjangkan umur seseorang dan silaturrahmi yang paling utama adalah silaturrahmi
dengan orang tua dan senantiasa berbuat baik kepada mereka. Jika orang tua tinggal jauh
dengan anak maka sang anak hendaknya selalu berusaha menyambung komunikasi dengan
mereka dan mengunjungi orang tuanya pada suatu waktu untuk memastikan kondisi kedua
orang tuanya.

Adapun hak-hak yang wajib dilaksanakan semasa orang tua masih hidup adalah sebagai
berikut:
1. Mentaati Mereka selama tidak mendurhakai Allah.
Mentaati kedua orang tua hikumnya wajib atas setiap muslim. Haram
hukumnya mendurhakai keduanya. Tidak diperbolehkan sedikitpun mendurhakai mereka
berdua kecuali apabila mereka menyuruh untuk menyekutukan Allah atau
mendurhakainya.

2. Berbicara dengan baik , merendahkan dan mendoakannya.


Setiap anak harus berkata baik kepada orang tua dalam bentuk ucapan maupun
perbuatan, serta merendahkan diri kepadanya dan mendoakan keduanya.

3. Meminta Izin Dan Restu Orang Tua.


Anak yang berbakti adalah anak yang selalu meminta restu orang tuanya dan
meminta izin kepada orang tuanya dalam hal apapun.Dalam hal ini berijtihad seorang anak
juga harus meminta izin kepada orang tuanya. Jika orang tua mengijinkan maka boleh
dilaksanakan. Tapi jika tidak ,maka jangan dikerjakan. Hendaknya anak ikhlas menerima
keputusan orang tuanya yang tidak member izin. Sebab kepatuhannya mendatangkan
kepatuhan yang besar dan bisa jadi hal itulah yang terbaik untuk anak.

4. Menjalin silaturrahmi Yang Dijalin Oleh Orang Tua.


Setiap anak hendaklah melakukan kebaikan-kebaikan kepada orang tuanya.
Karena dengan melakukan silaturrahmi selain dari bentuk berbakti juga merupakan
perintah Rasul, kerena dengan melakukan silaturrahmi akan memperluas rezeki atau
dipanjangkan rezeki atau dipanjangkan umur. Hal ini merupakan salah satu yang amat
ditekankan oleh Rasulullah saw. Sebagai amalan kebaikan yang sangat baik. Seperti yang
dijelaskan dalam hadis Nabi yang artinya” Dari Anas Bin Malik ra. Ia berkata” Mendengar
Rasulullah saw bersabda.Barang siapa ingin dilapangkan rezekinya atau dipanjangkan
umurnya, hendaklah ia menyambung silaturrahmi” (HR.Muslim).

5. Membantu Orang Tua.


Pemenuhan kebutuhan materil orang tua merupakan kewajiban anak ketika
mampu meskipun demikian pemenuhan kewajiban tersebut bukanlah segalanya, sebab ada
aspek lain yang lebih dibutuhkan oleh kedua orang tua yakni aspek psikologis atau
kejiwaan. Hal ini merupakan ekspresi ihsan anak terhadap orang tua. Dengan demikian,
keharusan berbuat ihsan kepada kedua orang tua merupakan kewajiban setelah beribadah
kepada Allah. Kewajiban menyantuni keduanya menjadi sangat penting ketika salah satu
dari keduanya atau kedua-duanya telah berumur lanjut.

6. Tidak memanggil dengan nama terangnya.


Seorang anak tidak dibenarkan memanggil orang tua dengan nama
terangnya,hal ini menunjukkan kesejajaran anak dengan orang tuanya.

7. Menafkahi orang tua / merelakan harta yang diambil .


Apabila orang tua mengambil harta anaknya, maka sang anak harus merelakan
harta yang diambilnya itu bila memang jumlahnya wajar, hal ini karena orag tua sudah
begitu banyak berkorban dengan hartanya untuk mendidik dan membesarkan sang anak.
Sebab menafkahi dan memenuhi kebutuhan mereka merupakan cara anak berbakti kepada
orang tuanya, maka sudah sepatutnya seorang anak memenuhi kebutuhan orang tua.

8. Tidak mencela orang tua lain.


Seorang anak sangat dituntut untuk menjaga citra atau nama baik orang tuanya.
Karena itu Rasulullah saw sangat melarang seorang anak mencela orang tua yang lain
karena penghinaan itu akan berakibat pada dihinanya orang tuanya sendiri . Untuk itu
setiap anak dianjurkan berbuat baik pada kedua orang tuanya yaitu memuliakan keduanya
serta menjaga nama baik keduanya dengan tidak melakukan maksiat yang dapat
meredahkan nama baik keduanya.

9. Hubungan setelah orang tua meninggal dunia.


Meskipun orang tua sudah meninggal dunia, anak tetap harus berlaku baik pada
orang tuanya dengan melakukan hal-hal yang disebutkan oleh Rasulullah saw. Dalam hadis
yang merupakan jawaban atas pertanyaan Bani Salamah yang bertanya sebagai berikut:
Dari Abu Usaid Malik Bin Rabiah As-Sa’diy ra. Berkata: “ Takkala kami duduk dihadapan
Rasulullah saw, tiba-tiba datanglah seorang laki-laki dari Bani Salamah dan bertanya,
Wahai Rasulullah , apakah ada kebaikan yang dapat aku kerjakan untuk bapak dan ibuku
sesudah mereka meninggal duania? Rasulullah saw menjawab, ya yaitu menshalatkan
jenazahnya, memintakan ampunan baginya, menunaikan haji (wasiat), menghubungi
keluarga yang tidak dapat dihubungi, kecuali dengan keduanya (silaturrahmi), dan
memuliakan kenalan baik mereka.” (HR. Abu Daud).7

7
http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=1728234&val=8243&title=AKHLAK%20ANAK
%20TERHADAP%20KEDUA%20ORANG%20TUA, diakses pada 11 September 2021 15:13
D. Akhlak Kepada Diri Sendiri
Manusia memiliki kewajiban terhadap dirinya sendiri selain kepada Allah sebagai makhluk
Allah, kewajiban ini bukanlah untuk memenuhi ego dan hasrat, mementingkan diri sendiri, atau
menzalimi diri sendiri. Selain akal pikiran yang dimiliki manusia untuk membedakan dengan
makhluk Allah yang lain, manusia memiliki dua unsur utama, yakni jasad (jasmani) dan jiwa
(rohani) yang mempunyai kewajiban untuk dilaksanakan untuk memenuhi haknya masing-
masing.
Yang dimaksud akhlak terhadap diri sendiri adalah sikap seseorang pada dirinya sendiri
kepada jasmani maupun rohani. Bertindak adil dalam memperlakukan diri kita dan tidak
memaksakan diri melakukan sesuatu yang berbahaya ataupun tidak baik dan berdampak pada
diri kita masing-masing. Sebagai contoh: sering begadang, terlalu banyak merokok, minum
minuman keras, mengonsumsi obat-obatan terlarang, dsb. Hal tersebut dapat membahayakan
jasmani kita, adapun hal yang dapat merusak rohani kita, misalnya iri, munafik, emosi, dsb.
Oleh karena itu kita harus berakhlak baik demi jasmani dan rohani diri kita sendiri supaya
terhindar dari berbagai penyakit, baik itu penyakit fisik ataupun psikis.8

Macam-macam akhlak seorang muslim pada diri sendiri:


a. Berakhlak terhadap jasmani
1) Selalu menjaga kebersihan, sebagai seorang muslim tentu mengerti bahwa
kebersihan sebagian dari iman. Suci badan, tempat, dan pakaiannya terutama
ketika hendak melakukan shalat
2) Menjaga makan dan minumnya yang merupakan kebutuhan bagi setiap manusia.
Allah memerintahkan untuk makan dan minum tidak berlebihan (sepertiga untuk
makan, sepertiga untuk minum, dan sepertiga untuk ruang kosong) dan yang
terpenting yakni halal, sebagaimana dalam firman Allah:
ْ ‫فَ ُكلُوا ِم َّما َرزَ قَ ُك ُم هَّللا ُ َحاَل اًل طَيِّبًا َوا‬
َ‫ش ُك ُروا نِ ْع َمتَ هَّللا ِ إِنْ ُك ْنتُ ْم إِيَّاهُ تَ ْعبُدُون‬
Artinya: Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan
Allah kepadamu; dan syukurilah ni'mat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja
menyembah. (QS. An Nahl:114)
3) Menjaga kesehatan tubuhnya dengan berolahraga dan tidak melakukan aktivitas
yang berlebihan. Menjaga kesehatan merupakan kewajiban bagi seorang muslim
dan merupakan bentuk ibadah kepada Allah. Orang mukmin yang kuat, lebih
baik dan lebih dicintai Allah SWT daripada mukmin yang lemah. Dari sahabat
Abu Hurairah, Bersabda Rasulullah, “Mu’min yang kuat lebih dicintai Allah
dari mu’min yang lemah, dan masing-masing memiliki kebaikan.
Bersemangatlah terhadap hal-hal yang bermanfaat bagimu dan mohonlah
pertolongan kepada Allah dan jangan merasa malas, dan apabila engkau
ditimpa sesuatu maka katakanlah “Qodarulloh wa maa syaa’a fa’al, Telah
ditakdirkan oleh Allah dan apa yang Dia kehendaki pasti terjadi” (HR. Muslim).
4) Manusia haruslah berbusana yang Islami dikarenakan manusia dikaruniai
akhlak, akal, dan kehormatan dimana manusia memiliki aurat yang tidak pantas
untuk diperlihatkan kepada orang lain, sedangkan dalam kebutuhan umum,
diperlukan pakaian untuk melindungi dari panas, dingin, dll. Oleh karena itu,

8
Rizkifisthein, Akhlak Terhadap Diri Sendiri, https://rizkifisthein-wordpress-
com.cdn.ampproject.org/v/s/rizkifisthein.wordpress.com/2011/06/23/akhlak-terhadap-diri-sendiri/amp/?
amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D
%3D#aoh=16313635139438&referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&amp_tf=Dari
%20%251%24s&ampshare=https%3A%2F%2Frizkifisthein.wordpress.com%2F2011%2F06%2F23%2Fakhlak-
terhadap-diri-sendiri%2F, diakses pada 10 September 2021 14:40
Allah menciptakan berbagai bahan di dunia untuk dibuat pakaian dan digunakan
manusia sebagai alat pelindung diri.
b. Berakhlak terhadap akal
1) Menuntut ilmu yang merupakan kewajiban bagi setiap muslim, menuntut ilmu
tidak hanya dinilai sebagai kewajiban yang apabila telah selesai maka berhenti.
Menuntut ilmu haruslah dilakukan hingga akhir hayatnya sebagai bentuk akhlak
dengan menambah wawasan dan pengetahuan, tidak hanya melalui formal
akademis tapi juga dimana saja, kapan saja, dan dengan siapa saja.
2) Memiliki spesialisasi ilmu yang dikuasai, setiap muslim perlu mempelajari hal-
hal yang memang sangat urgen dalam kehidupannya. Menurut Dr. Muhammad
Ali Al-Hasyimi (1993:48), hal-hal yang harus dikuasai setiap muslim adalah :
Al-Qur'an, baik dari segi bacaan, tajwid dan tafsirnya; kemudian ilmu hadits;
sirah dan sejarah para sahabat; fikih terutama yang terkait dengan permasalahan
kehidupan, dan lain sebagainya. Setiap muslim juga harus memiliki bidang
spesialisasi yang harus ditekuninya, tidak harus bersifat ilmu syariah, namun
bisa juga dalam bidang-bidang lain, seperti ekonomi, teknologi, politik, dsb.
3) Mengajarkan ilmu yang dimilikinya pada orang lain yang membutuhkannya.
Firman Allah SWT:
َ‫الذ ْك ِر اِنْ ُك ْنتُ ْم اَل تَ ْعلَ ُم ْو ۙن‬
ِّ ‫لُ ْٓوا اَ ْه َل‬œََٔ‫سٔـ‬
ْ ‫س ْلنَا ِمنْ قَ ْبلِكَ اِاَّل ِر َجااًل نُّ ْو ِح ْٓي اِلَ ْي ِه ْم فَا‬
َ ‫َو َمٓا اَ ْر‬
Artinya: “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki
yang Kami beri wahyu kepada mereka; maka bertanyalah kepada orang yang
mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (An-Nahl:43).
4) Mengamalkan ilmu dalam kehidupan sebagai bagian dari tuntutan dan juga
akhlak, tidak hanya memiliki ilmu tapi juga harus mengamalkannya. Karena
akan berdosa apabila seseorang memiliki ilmu tapi tidak mengamalkannya.
Firman Allah SWT:
َ‫ٰيٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا لِ َم تَقُ ْولُ ْونَ َما اَل تَ ْف َعلُ ْون‬
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan
sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa
kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. As-Saff:2).
c. Berakhlak terhadap jiwa
1) Bertaubat, taubat adalah menjauhkan diri dari dosa besar maupun kecil,
menyesali perbuatan dosa di masa lalu, dan berjanji untuk tidak akan melakukan
dosa itu lagi. Diantara contoh dosa besar yakni syirik, membunuh, zina/menuduh
zina, kufur, sumpah palsu, dll.
2) Bermuraqabah, rasa kesadaran seorang muslim bahwa dia selalu diawasi oleh
Allah sehingga dia tenggelam dalam pengawasan Allah dan merasa tenang,
senang, akrab, dan dekat dengan Allah, seperti dalam Firman Allah yakni :
‫اِنَّ هللَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِيبًا‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah itu maha mengawasimu.” (QS. An-Nisa : 1)
3) Bermuhasabah dengan menyempatkan diri untuk menghitung amal hariannya,
apabila terdapat kekurangan dalam amalnya maka dia akan menghukum dirinya
dan berusaha memperbaikinya, apabila ada yang harus diqadha maka dia akan
mengqadha, dan apabila melakukan sesuatu yang terlarang maka dia akan
memohon ampun, menyesali, dan berusaha untuk tidak mengulangi. Muhasabah
adalah cara untuk menyucikan, membina, dan memperbaiki diri.
4) Mujahadah adalah berjuang, bersungguh-sungguh, berperang melawan hawa
nafsu. Seorang muslim mengerti bahwa musuh terbesar yang sesungguhnya
adalah hawa nafsu, maka dia akan berjuang dan berperang melawan hawa nafsu.
Cara memelihara akhlak terhadap diri sendiri antara lain:
a. Sabar
b. Syukur
c. Tawaduk
d. Shidiq
e. Amanah
f. Istiqamah
g. Iffah
h. Pemaaf

Manfaat Akhlak Terhadap Diri Sendiri


a. Berakhlak terhadap jasmani
1) Jauh dari penyakit karena sering menjaga kebersihan
2) Tubuh menjadi sehat dan selalu bugar
3) Menjadikan badan kuat dan tidak mudah lemah
b. Berakhlak terhadap akalnya
1) Memperoleh banyak ilmu
2) Dapat mengamalkan ilmu yang kita peroleh untuk orang lain
3) Membantu orang lain
4) Mendapat pahala dari Allah SWT
c. Berakhlak terhadap jiwa
1) Selalu dalam lindungan Allah SWT
2) Jauh dari perbuatan yang buruk
3) Selalu ingat kepada Allah SWT9

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

9
Muhrin, Akhlak Kepada Diri Sendiri, http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/tiftk/article/view/3768/2090,
diakses pada 09 September 2021 14:15
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai