Anda di halaman 1dari 5

NAMA : EFI KRISTIANI HULU

NIM : 031219866

MK : HUKUM PERUSAHAAN

TUGAS 1

Kasus
CV. Garuda Persada Otokindo merupakan suatu badan usaha yang bergerak dalam bidang jual
beli otomotif. Beberapa tahun sejak didirikan, CV. Garuda Persada Otokindo mengalami
perkembangan usaha yang cukup besar. Terbukti dalam kurun waktu 3 tahun terakhir, laju
penjualan terus meningkat dan mendirikan cabang di beberapa kota dan provinsi. Dengan makin
majunya usaha yang didirikan, Bapak Widodo Ali selaku pemegang saham berkeinginan untuk
meningkatkan bentuk perusahaannya dari Comanditaire Vennootschap (CV) menjadi Perseroan
Terbatas (PT), dengan tetap bergerak pada bidang usaha yang sama tanpa membuat bentuk usaha
baru.
Pertanyaan:
1. Dari uraian diatas, jelaskanlah perbedaan Garuda Persada Otokindo sebagai
CV dan Garuda Persada Otokindo apabila beralih menjadi PT!  
Jawaban :
a. Status Hukum. dan Garuda Persada Otokindo Bentuk Perusahaan
Perbedaan CV. Garuda Persada Otokindo apabila menjadi PT pertama ialah bentuk
perusahaan dengan dasar hukumnya. Jika PT saat didirikan harus sesuai dengan peraturan
tertulis dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Memiliki badan hukum
yang bisa digunakan untuk usaha dalam skala kecil, menengah, atau skala besar sekalipun.
Sedangkan CV bukan usaha berbadan hukum. Sebab tak ada peraturan tertentu yang
mengaturnya. Sehingga kerap dipilih oleh para penggiat Usaha Kecil Menengah (UKM)

b. Syarat Pendirian
Perbedaan PT dan CV selanjutnya mengenai syarat mendirikan perusahaan. Ketentuan untuk
PT (Perseroan Terbatas):
 Didirikan oleh minimal dua orang yang sama-sama mengambil bagian saham, keduanya
adalah Warga Negara Indonesia (WNI). Tetapi, dalam aturan Penanaman Modal Asing
(PMA), Warga Negara Asing (WNA) diperbolehkan sebagai pendiri.
 Pendirian berbentuk akta notaris dibuat dalam Bahasa Indonesia.
 Harus mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia supaya
berstatus badan hukum.
Perseroan Komanditer (CV)
Sedangkan CV (Commanditaire Vennootschap):
 Didirikan oleh minimal dua orang, tapi tidak memungkinkan WNA sebagai pendiri.
 Pendirian berbentuk akta notaris yang dibuat dalam Bahasa Indonesia.
 Didaftarkan ke Sistem Administrasi Badan Usaha Kementerian Hukum dan HAM
(Kemenkumham)

c. Nama Perusahaan
Perbedaan PT dan CV selanjutnya dari pemakaian nama perusahaan.
Perseroan Terbatas (PT)
Jika PT namanya telah diatur secara khusus dalam Pasal 16 UU No. 40 Tahun 2007, yakni:
Nama Perseroan harus didahului dengan frasa "Perseroan Terbatas" atau disingkat PT. Nama
Perseroan tidak boleh sama atau mirip dengan nama "PT" yang sudah ada dan berdiri di
wilayah RI seperti yang diatur PP No 26 Tahun 1998.

Perseroan Komanditer (CV)


Sementara CV tak ada peraturan secara khusus yang mengatur nama perusahaan. Sehingga
bisnis perseroan terkadang bisa memiliki kesamaan nama dengan perusahaan CV lain.

d. Modal Usaha
Perseroan Terbatas (PT)
Dilansir dari cermati.com untuk perusahaan PT modal usaha yang digunakan, diatur dalam
UU No. 40 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa modal dasar perseroan ditentukan sebagai
berikut: Modal dasar minimal Rp50.000.000, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang
atau peraturan yang mengatur tentang pelaksanaan kegiatan usaha tersebut di Indonesia. Dari
modal dasar tersebut, minimal 25 persen atau sebesar Rp12.500.000 harus sudah ditempatkan
dan disetor para pendiri perseroan selaku pemegang saham perseroan.

Perseroan Komanditer (CV)


Tak ada peraturan khusus lagi perihal modal usaha. Tak ada besaran modal dasar yang wajib
dimiliki untuk disetorkan pada pendiri.
Besarnya modal awal tidak ditentukan sehingga penyetoran modal ini bisa ditentukan dan
dicatat secara mandiri oleh pendiri perusahaan. Bukti penyetoran modal akan dilakukan
Pesero Aktif dan Pesero Pasif, dapat diatur dalam perjanjian khusus yang disepakati semua
pihak.

e. Kepengurusan
Perseroan Terbatas (PT)
Wajib memiliki minimal dua orang pengurus yang bertindak sebagai Direksi dan Komisaris.
Namun, khusus untuk perseroan terbuka, diharuskan memiliki minimal dua orang anggota
direksi.
Apabila Direksi dan Komisaris lebih dari satu orang, satu di antaranya bisa diangkat menjadi
seorang Komisaris Utama atau Direktur Utama. Selain itu, pengurus juga bisa menjadi
seorang pemegang saham. Kecuali hal ini telah diatur secara khusus sejak awal.
Pengangkatan dan pemberhentian pengurus PT dilakukan berdasarkan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS).

Perseroan Komanditer (CV)


Sedangkan kepengurusan di dalam perusahaan CV dilakukan minimal dua orang, yakni
Pesero Aktif dan Pesero Pasif.

f. Tujuan dan Kegiatan Usaha


Perseroan Terbatas (PT)
Sebuah PT bisa melakukan semua kegiatan usaha yang sesuai dengan maksud serta tujuan
pendiriannya, seperti:
PT nonfasilitas meliputi usaha perdagangan, pembangunan (Kontraktor), perindustrian,
pertambangan, pengangkutan darat, pertanian, percetakan, perbengkelan, dan jasa.
PT usaha khusus meliputi berbagai kegiatan usaha, seperti forwarding, perusahaan pers,
perfilman dan perekaman video, pariwisata, radio siaran swasta, pengangkutan Udara Niaga,
ekspedisi muatan Kapal Laut, perusahaan bongkar muat, ekspedisi muatan Kapal Udara,
pelayaran, serta berbagai jenis usaha lain.

Perseroan Komanditer (CV)


Berbanding terbalik dengan CV yang memiliki keterbatasan. Hanya bisa melakukan berbagai
kegiatan usaha yang terbatas pada bidang tertentu, seperti perdagangan, pembangunan
(kontraktor) sampai dengan Gred 4, perindustrian, perbengkelan, pertanian, percetakan, dan
jasa.

2. Uraikanlah persyaratan yang harus dipenuhi oleh Garuda Persada Otokindo


untuk beralih menjadi PT!

Jawaban :

Untuk mengubah status Commanditair Venotschap (“CV”) menjadi Perseroan Terbatas (“PT”)
yaitu badan usaha yang berbadan hukum, CV tersebut harus disesuaikan/memenuhi persyaratan
pendirian PT sebagaimana diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas(“UUPT”).

Berikut ini hal-hal yang perlu diperhatikan dalam proses penyesuaian CV menjadi PT:
a. Menyelesaikan terlebih dahulu perikatan yang telah terjadi antara para pengurus CV dengan
pihak ketiga;
b. Menyesuaikan Anggaran Dasar CV. Hal ini karena pada Anggaran Dasar CV tidak ada
ketentuan mengenai Modal Dasar, Modal Ditempatkan, dan Modal Disetor. Sedangkan untuk
menjadi PT harus memenuhi ketentuan mengenai Modal Dasar PT, yakni minimal Rp.
50.000.000 (lihat Pasal 32 ayat [1] UUPT), dan 25% dari modal dasar harus ditempatkan dan
disetor penuh (lihat Pasal 33 ayat [1] UUPT). Dengan demikian, Anggaran Dasar CV harus
disesuaikan dengan ketentuan tersebut. Dan setiap pesero CV yang akan menjadi pendiri PT
harus mengambil bagian saham pada saat PT didirikan (lihat Pasal 7 ayat [2] UUPT);
c. Membuat Akta pendirian (akta notaris) yang memuat Anggaran Dasar dan keterangan lain
berkaitan dengan pendirian PT (lihat Pasal 7 ayat [1] jo. Pasal 8 ayat [1] UUPT);
d. Para pendiri bersama-sama mengajukan permohonan pengesahan badan hukum melalui jasa
teknologi informasi sistem administrasi badan hukum secara elektronik kepada Menteri
Hukum dan HAM (lihat Pasal 1 angka 16 jo. Pasal 9 ayat [1] UUPT);
e. Setelah dilakukan pengesahan, Menteri akan melakukan pendaftaran PT (lihat Pasal 29 ayat
[1] UUPT);
f. Pengumuman di Tambahan Berita Negara RI oleh Menteri (lihat Pasal 30 ayat [1] UUPT).
g. Dalam hal para pendiri hendak mengikutsertakan segala perbuatan hukum yang terjadi saat
badan usaha tersebut masih berbentuk CV ke dalam PT yang akan didirikan, sehingga
perbuatan hukum tersebut mengikat PT yang baru didirikan, Rapat Umum Pemegang Saham
(“RUPS”) pertama harus secara tegas menyatakan menerima atau mengambil alih semua hak
dan kewajiban yang timbul dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh calon pendiri atau
kuasanya (lihat Pasal 13 ayat [1] UUPT).

3. Analisislah bagaimana pertanggungjawaban Bapak Widodo dan Pemegang


Saham lain pada Garuda Persada apabila melakukan kesalahan dalam
menjalankan perusahaan berdasarkan prinsip Piercing the corporate
veil, Jelaskan!
Jawaban :
Pada prinsipnya, organ Direksi dalam suatu PT mempunyai tanggungjawab yang sifatnya
terbatas, namun hal tersebut juga tidak selamanya berlaku mutlak. Dalam hal direksi tidak
menjalankan tugasnya mengurus perseroan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab seperti
yang dimuat dalam Pasal 97 ayat (2) jo (3) UUPT, maka pertanggungjawaban atas kerugian yang
diderita perseroan dapat dibebankan hingga kepada harta pribadi yang bersangkutan.
Berikut ini adalah hal-hal yang dapat membuat seorang direksi dalam hal ini Bpk. Widodo
dimintai pertanggungjawaban secara pribadi atas kerugian suatu PT, yakni:
1) Persyaratan Perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi Sesuai dengan
ketentuan Pasal 14 ayat (1) UUPT dinyatakan bahwasanya dalam hal persyaratan perseroan
sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi, misalnya anggaran dasar perseroan belum
disahkan atau belum diumumkan dalam berita negara, atau belum didaftarkan pada
pengadilan negeri setempat, maka .seluruh anggota direksi bersama-sama semua pendiri PT
serta seluruh anggota Dewan Komisaris Perseroan bertanggung jawab secara tanggung
renteng atas perbuatan hukum yang dilakukan perseroan.
2) Direksi melanggar ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan anggaran dasar
perseroan.
3) Direksi melanggar prinsip ultra vires.
Sebagaimana diketahui, setiap perseroan memiliki maksud dan tujuan tertentu dalam
pendiriannya yang dapat terlihat dalam anggaran dasarnya. Maksud dan tujuan tersebut
memiliki peran ganda, yaitu di satu pihak merupakan sebab keberadaan perseroan dan di
pihak lain menjadi pembatasan bagi kecakapan perseroan untuk bertindak. Perbuatan hukum
perseroan menjadi tidak cakap manakala perbuatan tersebut di luar cakupan maksud dan
tujuan perseroan yang disebut dengan ultra vires. Perbuatan ultra vires pada prinsipnya
merupakan tindakan hukum direksi yang tidak mengikat perseroan, karena:
 Tindakan yang dilakukan berada di luar maksud dan tujuan perseroan;
 Tindakan yang dilakukan berada di luar kewenangan yang diberikan kepadanya
berdasarkan undang-undang yang berlaku dan anggaran dasar perseroan. Dalam hal
anggota direksi melanggar prinsip ultra vires di atas, maka yang bersangkutan demi
hukum bertanggung jawah secara pribadi atas kerugian yang diderita perseroan.
4) Direksi melanggar prinsip fiduciary duty. Dalam hal direksi melanggar prinsip menjalankan
tugasnya dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan usaha
Perseroan (fiduciary duty), maka sesuai dengan ketentuan Pasal 85 ayat (1) dan (2) UUPT,
maka setiap anggota direksi perseroan bertanggung jawab sampai kekayaan pribadinya.
Prinsip fiduciary duty tersebut berlaku juga dalam hal terjadi kepailitan pada perseroan. Hal
ini diatur dalam Pasal 104 ayat (2) UUPT yang menyatakan bahwasanya, apabila terjadi
kepailitan karena kelalaian atau kesalahan direksi dan kekayaan Perseroan tidak cukup untuk
menutupi kerugian akibat kepailitan tersebut, maka anggota Direksi secara tanggung renteng
bertanggung jawab atas kerugian tersebut.

Anda mungkin juga menyukai