Anda di halaman 1dari 2

Nama : Raden Muhammad Navis

NPM : 2106709806

Kelas : Sastra Arab A

Mata Kuliah : Sejarah Masyrakat Arab Pra-Islam

Ka’bah adalah sebuah bangunan suci yang terletak di tengah-tengah Masjidil Haram.
Ka’bah dalam agama Islam dianggap sebagai kiblat atau arah ketika melaksanakan shalat untuk
kaum Muslim di seluruh dunia. Selain shalat, kaum Muslim juga melaksanakan Tawaf ketika
Haji, yaitu mengelilingi Ka’bah sebanyak 7 kali. Ka’bah beberapa kali disebutkan dalam Al-
Qur’an dan Hadits, seperti Bait, Bait ul Haram, Bait Ullah, Bait al-Ateeq, dan Awal ul Bait.
Ka’bah yang dinamakan Bail al-Ateeq bangunan yang telah ada pada masa Nabi Ibrahim dan
Nabi Ismail setelah Nabi Ismail berada di Mekkah atas perintah Allah Swt.

Nabi Adam merupakan Nabi yang pertama kali mendirikan Ka’bah. Ka’bah kembali
didirikan pada tahun 1500 SM. Berdua dengan putranya yang taat, Nabi Ismail, Nabi Ibrahim
yang membangun Ka’bah dari bebatuan bukit Hira, Qubays, dan tempat-tempat lainnya.
Semakin tinggi dari hari ke hari mereka membangun Ka’bah, dan akhirnya selesai dengan
panjang 30 – 31 hasta, lebarnya 20 hasta. Pada awalnya bangunan tanpa atap, hanyalah empat
tembok persegi dengan dua pintu. Di salah satu celah sisi bangunan yang diisi dengan batu hitam
besar dikenal dengan nama Hajar Aswad. Batu ini tersimpan di bukit Qubays saat pada masa
Nabi Nuh ketika banjir besar melanda. Batu ini sangat istimewa, karena batu ini diberikan oleh
Malaikat Jibril.

Setelah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail wafat, Ka’bah tetap dirawat dan menjadi daya tarik
dari masa ke masa dan menjadi rebutan dari berbagai kaum. Ibn al Kalbi dalam Kitab al Ashnam
menceritakan, dahulu, setiap orang yang melewati Makkah nyaris pasti menyempatkan diri
mengambil batu atau tanah dari sekitaran kakbah. Sepulangnya di negeri masing-masing, mereka
akan tawaf mengelilingi oleh-oleh yang mereka bawa itu sebagaimana yang ia lakukan ketika di
Tanah Suci. Hal ini merupakan bukti pengagungan, cinta, dan rindu terhadap Baitullah.
Kemasyhuran kakbah, tidak cuma beredar di kalangan masyarakat jazirah. Bahkan di luar Arab
pun Ka’bah juga diyakini kesuciannya oleh berbagai kaum. Contohnya, masyarakat India yang
pernah mendatangi mereka. Orang-orang di sana meyakini bahwa hajar aswad yang terletak di
sisi tenggara kakbah adalah reinkarnasi ruh Siwa.

Menurut mereka, proses penjelmaan itu terjadi ketika sang dewa dan istrinya
mengunjungi Hijaz. Mereka menyebut Ka’bah dengan istilah Maksyisya, Muksyisya, atau
Muksyisyana yang berarti rumah Syisya atau Syisyana. Keduanya, merupakan nama dewa yang
mereka percaya. Begitupun dengan kaum Persia, bangsa Persia juga mengagungkan kakbah
karena meyakini Hormuz menetap di sana. Hormuz, dipercaya kaum Persia sebagai salah satu
Al-Azraqi. Akhbar Mecca: History of Mecca. hlm. 262.
Aldian Ilham. Sejarah Adanya Ka’bah Di Mekkah. September 12, 2016.
Sobih AW Adnan. Para Pemuja Ka’bah Sebelum Islam Datang. July 10, 2019.
Hadi Mulyono. Nama-nama Berhala yang Mengitari Ka'bah Sebelum Islam Datang. February 18, 2020.
anak Nabi Ibrahim as. Kepercayaan kalangan Persia atas keluhuran Ka’bah berlangsung cukup
lama.

Bukan hanya Ka’bah yang memikat perhatian. Air zamzam juga cukup menarik
perhatian. Asal nama zamzam diambil dari banyaknya kendaraan kuda penduduk negeri
seberang ketika berhaji ke Tanah Haram. Sumur zamzam diadopsi dari kata zamzamah, suara
tegukan kuda ketika meminum air demi menghilangkan dahaga. Karena menarik perhatian orang
luar, Ka’bah menjadi obyek rebutan antarpenguasa. Peperangan dan penyingkiran sering terjadi.
Hal itu berlangsung sejak Nabi Ismail As tiada.

Pertikaian kekuasaan itu baru reda ketika hak pemeliharaan Ka’bah jatuh kepada sosok
bernama Abdul Muthalib. Dia adalah wakil Bani Abdu Manaf yang mencetuskan sistem
kepemimpinan baru melalui musyawarah pembagian kekuasaan. Perebutan kepemimpinan
Makkah akhirnya bisa diselesaikan tanpa peperangan. Mereka lebih sepakat untuk membagi
kekuasaan. Urusan penyediaan air dan pelayanan akomodasi haji diserahkan kepada Bani Abdu
Manaf, sementara di bidang politik keamanan, seperti pemegang kunci Ka’bah dan bendera
perang diserahkan kepada Bani Abdud Dur.

Jauh sebelum masyarakat Makkah mengenal Islam, mereka telah memiliki sekitar 360
berhala yang mengelilingi Ka'bah. Berbagai jenis berhala yang dipuja-puja masyarakat Arab saat
itu berbahan dasar kayu, emas, perak, tembaga, dan batu. Dalam catatan sejarah, ratusan berhala
yang 'mengotori' Ka'bah dimulai sejak era Amr bin Luhay. Setiap kabilah yang ada di kota
Makkah masing-masing memiliki berhala sendiri, namun tidak menutup kemungkinan mereka
saling bertukar sesembahan antar kabilah.

Dari seluruh berhala yang mengitari Ka'bah, Hubal menjadi sesembahan yang paling
besar dan paling dimuliakan oleh kaum Quraisy. Hubal berbentuk manusia yang tangan
kanannya patah sebelum diperbaiki dengan bahan baku emas. Di hadapan Hubal, kaum
musyrikin akan berputar-putar, merapal doa, membungkuk, dan memohon agar seluruh
permintaannya dikabulkan. Lalu terdapat berhala lainnya seperti Lata, Uzza, dan Manat. Lata
terbuat dari batu putih persegi yang kemudian diletakkan di dalam suatu rumah menyerupai
Ka'bah. Adapun Uzza terbuat dari kayu pohon samurah milik Bani Ghafatan yang juga
diletakkan di rumah-rumahan layaknya Lata. Sementara Manat terbuat dari batu yang dibentuk
menyerupai sosok perempuan. Di kemudian hari setelah peristiwa Fathul Makkah, Hubal dan
seluruh berhala lainnya dihancurkan oleh Nabi Muhammad saw.

Al-Azraqi. Akhbar Mecca: History of Mecca. hlm. 262.


Aldian Ilham. Sejarah Adanya Ka’bah Di Mekkah. September 12, 2016.
Sobih AW Adnan. Para Pemuja Ka’bah Sebelum Islam Datang. July 10, 2019.
Hadi Mulyono. Nama-nama Berhala yang Mengitari Ka'bah Sebelum Islam Datang. February 18, 2020.

Anda mungkin juga menyukai