Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PRAKTIKUM ANATOMI FISIOLOGI MANUSIA

PERCOBAAN 3
SISTEM KARDIOVASKULER

Disusun oleh:

Nama : Diani Elza Fitria Siti Nurjan (10060320037)


Indah Maulida Rakhmah (10060320039)
Haikal Zaidani Dawamma (10060320040)
Alika Ismita (10060320041)
Ratri Putri Chairunnisa (10060320042)
Mohamad Akbar Dirgana (10060316106)
Shift/kelompok : B/1
Tanggal Praktikum : 20 Oktober 2021
Tanggal Laporan : 27 Oktober 2021
Asisten : Imas Yumniati

LABORATORIUM FARMASI TERPADU UNIT D


PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
2021/1442 H
I. TUJUAN PERCOBAAN
1.1 Menjelaskan pengertian tekanan darah dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
1.2 Menjelaskan fenomena pengaturan aliran darah
1.3 Menjelaskan karakteristik darah dan manfaat penentuan parameter-parameter
hemtologi

II. TEORI DASAR


2.1 Sistem kardiovaskular

Sistem kardiovaskular pada prinsipnya terdiri dari jantung, pembuluh darah dan
saluran limfe. Sistem kardiovaskular berfungsi untuk mengangkut oksigen, nutrisi dan
zat-zat lain untuk didistribusikan ke seluruh tubuh serta membawa bahan-bahan hasil
akhir metabolisme untuk dikeluarkan dari tubuh (Fikriana, 2018).

Sistem kardiovaskular memerlukan banyak mekanisme yang bervariasi agar


fungsi regulasinya dapat merespon aktivitas tubuh, salah satunya adalah meningkatkan
aktivitas suplai darah agar aktivitas jaringan dapat terpenuhi. Pada keadaan berat aliran
darah tersebut lebih banyak diarahkan pada organ-organ vital seperti jantung dan otak
yang berfungsi memelihara dan mempertahankan sistem sirkulasi itu sendiri
(Campbell, 2008).

Sistem kardiovaskuler merupakan organ sirkulsi darah yang terdiri dari jantung,
komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi memberikan dan mengalirkan
suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh yang di perlukan dalam proses
metabolisme tubuh. Sistem kardivaskuler memerlukan banyak mekanisme yang
bervariasi agar fungsi regulasinya dapat merespons aktivitas tubuh, salah satunya
adalah meningkatkan aktivitas suplai darah agar aktivitas jaringan dapat terpenuhi.
Pada keadaan berat, aliran darah tersebut, lebih banyak di arahkan pada organ-organ
vital seperti jantung dan otak yang berfungsi memelihara dan mempertahankan sistem
sirkulasi itu sendiri (Nurachmach, 2009).

Fungsi Sistem Kardiovaskuler Sistem kardiovaskular yang berfungsi sebagai


sistem regulasi melakukan mekanisme yang bervariasi dalam merespons seluruh
aktivitas tubuh. Salah satu contoh adalah mekanisme meningkatkan suplai darah agar
aktivitas jaringan dapat terpenuhi. Pada keadaan tertentu, darah akan lebih banyak
dialirkan pada organorgan vital seperti jantung dan otak untuk memelihara sistem
sirkulasi organ tersebut (Nurachmach, 2009).

2.2 Siklus Jantung

Siklus jantung (cardiac cycle) terdiri dari sistole dan diastole. Jantung
berkontraksi secara berirama dengan pusat kendali impuls berasal dari simpul sinus.
Pengisian darah di dalam ruang-ruang jantung terjadi selama diastole (diastolic filling)
dan pengeluarannya terjadi selama sistole (systolic ejection) secara berirama dan secara
serentak di jantung kanan dan kiri. Pada akhirdiastole, tekanan ventrikel hamper sama
dengan tekanan atrium, sebab kedua ruang tersebut berhubungan langsung melalui
katup atrioventrikular yang masih terbuka, tetapi hanya sedikit atau hampir tidak ada
darah yang mengalirdi antara ruang-ruang tersebut (Ronny, 2009).

Darah, seperti semua cairan, mengalir dari daerah-daerah yang bertekanan lebih
tinggi ke daerah-daerah yang bertekanan lebih rendah. Kontraksi ventrikel jantung
menghasilkan tekanan darah, yang memberikan gaya ke semua arah. Gaya yang terarah
memanjang dalam suatu arteri menyebabkan darah mengalir dari jantung, tempat yang
bertekanan paling tinggi. Gaya yang diberikan terhadap dinding arteri yang elastis
akanmerentangkan dinding tersebut, dan pelentingan kembali dinding-dinding arteri
memainkan peran yang penting dalam mempertahankan tekanan darah, demikian pula
dengan aliran darah, di seluruh siklus jantung. Begitu darah memasuki jutaan arteriola-
arteriola dan kapiler-kapiler yang mungil, diameter pembuluh-pembuluh ini yang
sempit akan menghasilkan tahanan yang cukup besar terhadap aliran darah. Tahanan
ini menyingkirkan sebagian besar tekanan yang dihasilkan oleh pemompaan jantung
pada saat darah memasuki vena-vena (Campble, 2008).

2.3 Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri. Tekanan ini
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti curah jantung, ketegangan arteri,
volume, dan laju serta kekuatan (viskositas) darah. Tekanan darah terjadi akibat
fenomena siklis. Tekanan puncak terjadi saat jantung beristirahat. Tekanan darah
biasanya digambarkan sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik, dengan
nilai dewasa normalnya berkisar dari 100/60 mmHg sampai 140/90 mmHg. Rata-rata
tekanan darah normal biasanya 120/80 mmHg (Bare, 2002).
Tekanan darah merupakan faktor yang penting pada sistem sirkulasi tubuh
manusia. Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada dinding arteri.
Diketahui tekanan sistolik adalah tekanan puncak yang terjadi pada saat ventrikel
berkontraksi dan tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang terjadi pada saat
jantung beristirahat. Nilai tekanan darah sangat bervariasi bergantung pada keadaan,
akan meningkat pada aktivitas fisik, emosi, dan stress dan turun selama tidur. Usia
dewasa muda yaitu dimulai sekitar usia 18-22 tahun dan terjadi peningkatan penderita
hipertensi menjadi 15% 1 . Usia dewasa muda merupakan usia yang rentan untuk
mudah terjangkit suatu penyakit. Oleh karena itu, diperlukan adanya pemeriksaan
tekanan darah secara rutin untuk mengontrol bagaimana kondisi tubuh.

Secara umum ada dua komponen tekanan darah, yaitu tekanan darah sistolik
(angka atas) yaitu tekanan yang timbul akibat pengerutan bilik jantung sehingga ia
akan memompa darah dengan tekanan terbesar, dan diastolik (angka bawah) yang
merupakan kekuatan penahan pada saat jantung mengembang antar denyut, terjadi
pada saat jantung dalam keadaan mengembang (saat beristirahat). Tekanan darah
normal (normotensi) sangat dibutuhkan untuk mengalirkan darah ke seluruh tubuh,
yaitu untuk mengangkut oksigen dan zat-zat gizi. Tekanan darah ada dalam pembuuh
darah, sedangkan tekanan darah tertinggi ada dalam arteri terbesar (Martuti, 2009).

Tabel Klasifikasi tekanan darah yang berkisaran umur 18 tahun atau lebih:

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


Optimal < 120 < 80
Normal <130 < 89
Normal-Tinggi 130-139 85 – 89

Tekanan darah diukur dengan menggunakan alat sfignomanometer (tensimeter)


dan stetoskop. Ada tiga tipe dari sfignomanometer yaitu dengan menggunakan air
raksa atau merkuri, aneroid, dan elektronik. Tipe air raksan adalah jenis
spygmomanometer yang paling akurat. Tingkat bacaan dimana detak tersebut
terdengar pertama kali adalah tekanan sistolik. Sedangkan tingkat dimana bunyi detak
menghilang adalah tekanan diastolik. Spygmomanometer aneroid prinsip
penggunaannya yaitu menyeimbangkan tekanan darah dengan tekanan dalam kapsul
metalis tipis yang menyimpan udara didalamnya. Spygmomanometer elektronik
merupakan pengukur tekanan darah terbaru dan lebih mudah digunakan dibanding
model standar yang menggunakan air raksa, tetapi akurasinya juga relatif rendah (Bare,
2002).

2.3.1 Metode Pengukuran Tekanan Darah

Pada hakikatnya ada 2 metode untuk mengukur tekanan darah yaitu


dengan metode Palpatori (perabaan dengan anggota tubuh) dan metode
Auskultasi (pengukuran dengan bantuan stetoskop):

a. Metode Palpatori

Tekanan sistolik dapat ditentukan dengan mengembangkan manset lengan


dan kemudian membiarkan tekanan turun dan menentukan tekanan saat denyut
radialis dapat diraba pertama kali. Karena kesulitan menentukan dengan tepat
kapan denyut pertama teraba, maka tekanan yang didapat dengan metode palpasi
ini biasanya 2-5 mmHg lebih besar daripada yang diukur oleh metode auskultasi
(Bare, 2002).

b. Metode Auskultasi

Tekanan darah arteri dalam manusia rutin diukur oleh metode auskultasi.
Manset yang dapat dikendalikan (manset Riva-Rocci) dilekatkan ke manometer
air raksa (sfignomanometer) yang dibalutkan sekeliling lengan dan stetoskop
ditempatkan diatas arteria brachialis pada siku. Manset ini dikembangkan sampai
tekanan dalamnya tepat diatas tekanan sistolik yang diperkirakan di dalam arteria
brachialis. Arteri ini ditutup dengan manset dan tidak ada bunyi yang terdengar
dengan stetoskop. Tekanan dalam manset kemudian direndahkan pelan-pelan pada
titik tekanan sistolik di dalam arteri tepat melebihi tekanan manset, maka
semburan darah lewat bersama tiap denyut jantung dan secara serentak dengan tiap
denyut, serta terdengar bunyi mengetok di bawah manset. Tekanan manset saat
bunyi pertama terdengar merupakan tegangan sistolik. Karena tekanan manset
direndahkan lebih lanjut, maka bunyi menjadi lebih keras, lalu redup dan
berkurang, dan akhirnya dalam kebanyakan individu ia menghilang (Bare, 2002)
2.3.2 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Tekanan Darah Seseorang

Tekanan darah dapat diketahui dengan 2 faktor, yaitu faktor fisiologis dan
faktor patologis. Faktor fisiologis ialah faktor yang berkaitan langsung terhadap
kondisi jantung. Sedangkan faktor patologis adalah faktor yang berhubungan
dengan kondisi tubuh secara fisik (Martuti, 2009).

 Faktor fisiologis dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu: (Martuti,


2009).

a. Volume darah, semakin besar volume darah maka semakin tinggi tekanan
darah

b. Kelenturan dinding arteri

c. Curah jantung, semakin tinggi curah jantung maka tekanan darah


meningkat

d. Kekuatan gerak jantung

e. Viskositas darah, semakin besar viskositas maka semakin besar pula


resistensi terhadap aliran

f. Kapasitas pembuluh darah, semakin besar kapasitas pembuluh darah maka


semakin tinggi tekanan darah.

 Faktor patologis dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yaitu: (Martuti,


2009).

a. Posisi tubuh, baroresepsor akan merespon saat tekanan darah turun dan
akan berusaha menstabilkan tekanan darah

b. Aktifitas fisik, aktifitas fisik membutuhkan energy sehingga butuh aliran


yang lebih cepat untuk suplai O2 dan nutrisi (tekanan darah naik).

c. Temperature, menggunakan system rennin-angiotensin – vasokonstriksi


perifer. Temperature pun dapat berkaitan dengan aktifitas, suhu yang
tinggi diakibatkan karena aktifitas yang banyak ssedangkan suhu yang
rendah dikarenakan aktifitas yang cenderung ringan

d. Usia, semakin bertambah usia, semakin bertambah pula tekanan darah hal
ini disebabkan oleh berkurangnya elastisitas pembuluh darah

e. Jenis kelamin, wanita cenderung memiliki tekanan darah rendah karena


komposisi tubuhnya yang lebih banyak lemak sehingga butuh O2 lebih
untuk pembakaran. Sedangkan pria yang memiliki banyak aktifitas pun
cenderung memiliki tekanan darah yg lebih tinggi

f. Emosi, emosi akan menaikkan tekanan darah karena pusat pengatur


emosi akan menset baroresepsor untuk menaikkan tekanan darah. Emosi
akan memicu kerja hormone adrenalin, adrenalin pria lebih tinggi karena
dipengaruhi oleh saraf parasimpatis.

g. Makanan, makanan dapat menjadi pemicu tekanan darah yang tinggi,


diantaranya makanan yang mengandung garam (NaCl). Garam akan
mempengaruhi retensi Na+ dalam darah sehingga dapat menyebabkan
penumpukkan Na+ dalam darah.

h. Hormon, hormon renin yang terdapat dalam ginjal memiliki peranan


untuk merangsang pengeluaran angiotensin yang kemudian akan
mempengaruhi rangsangan vasokonstriksi (penyempitan pembuluh
darah).

2.4 Hyperemia

Hyperemia adalah suatu keadaan dimana terdapat darah secara berlebihan didalam
pembuluhdarah atau keadaan yang disertai meningkatnya volume darah dalam
pembuluh darah yang melebar (Campbell, 2008).

Pada dasarnya terdapat dua mekanisme dimana hiperemi dapat timbul:

 Kenaikan jumlah darah yang mengalir ke daerah

 Penurunan jumlah darah yang mengalir dari daerah

2.4.1 Hyperemia Aktif

Terjadi oleh karena aliran darah ke dalam daerah bertambah atau


lebihbanyak darah mengalir ke dalam daerah itu dari biasanya. Hal ini
terjadi karena adanyadilatasi arteriol atau kapiler yang bekerja sebagai
katup yang mengatur aliran ke dalammikrosirkulasi lokal, akibat
terangsangnya syaraf vasodilator atau kelumpuhan vasokonstriktornya.
Contohnya hyperemia pada radang akut, warna merah pada wajah, yang
timbul akibat respon terhadap stimulus neurogenic (Campbell, 2008).

2.4.2 Hyperemia Pasif

Disini tidak menyangkut kenaikan jumlah darah yang mengalir


ke suatu daerah, tetapi lebih merupakan gangguan aliran darah dari
daerah itu. Hal ini terjadi karena jumlah darah vena atau aliran darah
vena berkurang atau terjadi gangguan pengosongan darah vena.
Contohnya, Pada pemasangan torniket, penekanan aliran vena oleh
tumor, atau obstrukssipada lumen karena thrombosis. Hiperemia pasif
dibagi berdasarkan perlangsungannya: (Campbell, 2008).

2.5 Darah

Gambar 2.3 Sketsa Darah

Darah adalah cairan kompleks dengan total volume kurang lebih 8% dari berat
tubuh manusia. Umumnya dalam tubuh seorang pria dewasa terdapat sekitar 5 – 6 liter
darah dan wanita dewasa sekitar 4 – 5 liter. Kekentalan darah biasanya sekitar 4,4 – 4,7
relatif terhadap viskositas air = 1. Hal ini yang mengakibatkan darah lebih sulit
mengalir dibandingkan air (Sadikin, 2008).

Darah adalah jaringan cair yang terdiri atas dua bagian. Bahan interseluler
adalah cairan yang disebut plasma dan di dalamnya terdapat unsur-unsur padat, yaitu
sel darah. Volume darah secara keseluruhan kira-kira 5 liter. Sekitar 55 persennya
adalah cairan, sedangkan 45 persen sisanya terdiri atas sel darah. Angka ini dinyatakan
dalam nilai hematokrit atau volume darah yang dipadatkan yang berkisar antara 40
sampai 47 (Ronny, 2009).
Komponen darah, terdiri dari atas dua komponen utama yaitu plasma darah dan
komponen padatan. Dalam tubuh manusia darah terdiri atas 55 % plasma dan
komponen padat sekitar 45 %. Komponen plasma darah terdiri atas: 91% air, 8%
protein terlarut, 1 % asam organik dan 1 % garam, sedang komponen padat terdiri atas
sel darah. Terdapat tiga jenis sel darah yaitu: sel darah merah, (eritrosit), sel darah putih
(leukosit), dan trombosit (Guyton A. , 1993)

2.5.1 Sel Darah Merah (eritrosit)

Eritrosit merupakan sel yang terdapat dalam darah dengan bentuk


bikonkafyang berwarna merah kekuningan serta bersifat elastis dan lunak. Eritrosit
yangterdapat dalam pembuluh darah tidak memiliki inti sel. Salah satu
kandunganeritrosit yang sangat penting hemoglobin, hemoglobin inilah yang
menyebabkandarah berwana merah. Jika eritrosit banyak mengikat oksigen maka
warnanyaadalah merah terang, jika sedikit maka akan berwarna merah pucat. Sel
eritrositrata-rata berumur 120 hari, dimana sel eritrosit yang sudah tua akan
dirombakdalam hati, kemudian hemoglobin akan diubah menjadi bilirubin, yaitu
pigmenwarna empedu yang berfungsi dalam proses pencernaan. Hemoglobin
merupakanmetaloprotein berfungsi sebagai pengangkut oksigen yang mengandung
besidalam sel darah merah dalam darah mamalia dan hewan lainnya (Nurachmach,
2009)

Eritrosit merupakan bagian utama dari sel-sel darah. Dalam setiap 1 mm3
darah terdapat sekitar 5 juta eritrosit atau sekitar 99%. Oleh karena itu setiap pada
sediaan darah yang paling banyak menonjol adalah sel-sel tersebut. Dalam
keadaan normal eritrosit manusia berbentuk bikonkaf dengan diameter sekitar 7-
8 mikrometer, tebal kurang lebih 2.6 mikrometer dan tebal tengah kurang lebih
0.8 mikrometer dan tanpa memiliki inti (Pearce, 2006)
2.5.2 Eritrosit dan Ukurannya

Sel darah merah mampu mengangkut secara efektif tanpa meninggalkan


fungsinya di dalam jaringan, sedang keberadaannya dalam darah hanya melintas
saja. Darah mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh melalui saluran halus darah
yang di sebut pembuluh kapiler. Darah kemudian kembali ke jantung melalui
pembuluh darah vena cava superior dan inferior (Pearce, 2006).

Eritosit atau sel darah merah membawa hemoglobin dalam sirkulasi. Sel
darah merah berbentuk bikonkaf. Sel darah merah berwarna merah kekuningan.
Warna merah berasal dari hemoglobin (Pearce, 2006).

2.5.3 Sel Darah Putih

Leukosit adalah unit dari sistem pertahanan tubuh, dibentuk sebagian dari
sumsum tulang (granulosit, monosit, dan beberapa limfosit) dan sebagian dari
jaringan limfe (limfosit dan plasma), tetapi setelah pembentukan mereka di
transport dalam darah ke bagian-bagian tubuh dimana mereka dibutuhkan.
Manfaat sebenarnya dari sel darah putih yaitu sebagian besar mereka secara
khusus di transport ke daerah-daerah peradangan yang berbahaya, dengan cara
demikian memberikan pertahanan yang cepat dan paten terhadap setiap agen
infeksi yang mungkin terdapat. (Guyton A. , 1993).

Ciri-ciri leukosit: (Pearce, 2006).

a. Berfungsi mempertahankan tubuh dari serangan penyakit dengan cara


memakan (fagositosis) penyakit tersebut. Itulah sebabnya leukosit disebut
juga fagosit..

b. Jumlah leukosit sangat sedikit dibandingkan dengan eritrosit (dalam setiap


mm3 darah hanya 6000 - 9000).

2.6 Hematokrit

Hematokrit adalah persentase volume seluruh eritrosit yang ada di dalam darah
dan diambil dalam volume eritrosit yang dipisahkan dalam plasma dengan cara
memutarnya di dalam tabung khusus dalam waktu dan kecepatan tertentu yang nilainya
dinyatakan dalam persen. Nilai untuk pria 40-48 volume% dan untuk wanita 37-43
volume% (Sadikin, 2008).
Nilai hematokrit dapat digunakan sebagai tes skrining sederhana untuk anemia,
sebagai referensi kalibrasi untuk metode otomatis hitung sel darah, dan secara kasar
untuk membimbing keakuratan pengukuran hemoglobin. Nilai hematokrit yang
dinyatakan g/L adalah sekitar tiga kali kadar Hb (Pearce, 2006).

Nilai hematokrit dari sampel adalah perbandingan antara volume eritrosit


dengan volume darah secara keseluruhan. Nilai hematokrit dapat dinyatakan sebagai
persentase atau sebagai pecahan desimal. (Pearce, 2006).

2.7 Hemositometer

Hemositometer adalah suatu ruang kaca dengan sisi yang menjulang dan kaca
penutup yang akan menahan cairan tepat 0,1 mm dari atas lantai ruang kaca. Ruang
hitung memiliki total luas apermukaan 9 mm2. Ada berbagai macam cara untuk
mengukur jumlah sel, antara lain dengan hitungan cawan, hitungan mikroskopis
langsung yang menggunakan mikroskop serta ruang hitung (hemositometer). Jumlah
cairan yang terdapat antara cover glass dan alat ini mempunyai volume tertentu
sehingga satuan isi yang terdapat dalam satu bujur sangkar juga tertentu (Yustiah,
2011).

2.8 Penentuan Hb

Hemoglobin merupakan suatu zat organik yang terdapat pada sel darah merah
yang berfungsi untuk mengikat oksigen dalam darah. Hemoglobin merupakan zat yang
menentukan warna pada darah yang berhubungan dengan nilai hematokrit, sel darah
merah, dan sel darah putih. Darah yang merupakan cairan dengan volume yang
berbeda-beda tergantung pada jenis kelamin, ukuran tubuh, dan usia (Soewolo,
Fisiologi Manusia, 2003).

Hemoglobin, komponennya terdiri atas: Heme yang merupakan gabungan


protoporfirin dengan besi dan Globin yaitu bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa
dan 2 rantai beta. Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam setiap sel darah
merah. Hemoglobin berfungsi untuk mengikat oksigen, satu gram hemoglobin akan
bergabung dengan 1,34 ml oksigen. Oksihemoglobin merupakan hemoglobin yang
berkombinasi atau berikatan dengan oksigen. Tugas akhir hemoglobin adalah menyerap
karbondioksida dan ion hidrogen serta membawanya ke paru tempat zat-zat tersebut
dilepaskan dari hemoglobin (Guyton A. , Fisiologi Kedokteran , 2007).
Hemoglobin merupakan protein yang banyak mengandung zat besi dan
memiliki afinitas terhadap oksigen untuk membentuk oksihemoglobin di dalam
eritrosit. Dari mekanisme tersebut dapat berlangsung proses distribusi oksigen dari
pulmo menuju jaringan. Pada hemoglobin manusia dewasa normal (hemoglobin A),
terdapat 2 jenis rantai polipeptida yang dinamakan rantai α dan rantai β. Pada rantai α,
masing-masing mengandung 141 gugus asam amino, sedangkan pada rantai β masing-
masing mengandung 146 rantai asam amino. Sehingga hemoglobin A dinamai α2β2.
Akan tetapi tidak semua hemoglobin dalam darah dewasa normal merupakan
hemoglobin A, sekitar 2,5% hemoglobin merupakan hemoglobin A2, tempat rantai β
diganti oleh rantai δ (α2δ2) (Ganong, 2001).

2.8.1 Metode Tallquist

Prinsip: Membandingkan darah asli dengan suatu skala warna yang


bertingkat-tingkat mulai dari warna merah muda sampai warna merah tua. Cara
ini hanya mendapat kesan dari kadar hemoglobin saja, sebagai dasar diambil
adalah 100% = 15,8 gram hemoglobin per 100 ml darah. Tallquist
mempergunakan skala warna dalam satu buku mulai dari merah muda 10%.
Ditengah-tengah ada lubang di mana darah yang akan dibandingkan secara
langsung sehingga kesalahan dalam melakukan pemeriksaan antara 25-50%
(Sholekah, 2018).

2.8.2 Metode Sahli

Prinsip dari penetapan kadar hemoglobin dengan metode Sahli adalah


mereaksikan hemoglobin dengan asam klorida yang menghasilkan asam hematin
yang berwarna coklat tua kemudian dibandingkan secara visual dengan warna
standar pada alat hemometer. Kadar hemoglobin dibaca dalam g/100 ml. Namun
metode ini memiliki kelemahan karena bersifat subjektif, adapaun metode lain
yang memiliki tingkat kepercayaan lebih tinggi yaitu metode cyanmethemoglobin
(Guyton A. , Fisiologi Kedokteran , 1997).

2.9 Waktu Pendarahan

Waktu pendarahan adalah interval waktu mulai timbulnya tetes darah dari
pembuluh darah yang luka sampai darah berhenti mengalir keluar dari pembuluh darah.
Penghentian pembuluh darah ini disebabkan terbentuknya agregat yang menutupi celah
pembuluh darah yang rusak. Waktu pendarahan adalah waktu yang dibutuhkan kulit
berdarah untuk berhenti setelah kulit berdarah. Darah dihapus tiap 30 detik atau luka
direndam dalam larutan fisiologis. Waktu pendarahan merupakan interval waktu mulai
timbulnya tetes darah dari pembuluh darah yang luka sampai darah berhenti mengalir
keluar dari pembuluh darah. Penghentian pendarahan ini disebabkan oleh terbentuknya
agregat pletelat yang menutupi calah pembuluh darah yang rusak (Wulangi, 1995).

Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu perdarahan antara lain:

 Tekanan darah didalam pembuluh darah lebih kecil dari luar pembuluh darah.
 Tersumbatnya pembuluh darah yang robek.
 Pembentukan gumpalan fibrin yang terbentuk disekitar sumbatan eritrosit yang
menyebabkan terjadinya penyumbatan.
 Volume darah cukup (Gibson, 1996)

2.9.1 Waktu Koagulasi

Koagulasi darah adalah suatu fungsi penting dari darah untuk mencegah
banyaknya darah yang hilang dari pembuluh darah yang rusak (terluka). Bagian dari
darah yang sangat berperan dalam proses koagulasi adalah trombosit atau keping
darah. Trombosit berasal dari sistem sel di sumsum tulang yaitu mengakarosit yang
berkembang menjadi trombosit (Nurcahyo, 1998).

Dalam keadaan normal, darah terdapat di dalam pembuluh darah (arteri, kapiler
dan vena). Jika terjadi pendarahan, darah keluar dari pembuluh darah tersebut, baik
ke dalam maupun keluar tubuh. Tubuh mencegah atau mengendalikan pendarahan
melalui beberapa cara seperti homeostatis. Homeostatis adalah cara tubuh untuk
menghentikan perdarahan pada pembuluh darah yang mengalami cedera. Hal ini
melibatkan 3 proses utama, yaitu konstiksi (pengerutan) pembuluh darah, aktivitas
trombosit (partikel berbentuk seperti sel yang tidak teratur, yang terdapat di dalam
darah dan ikut serta dalam proses pembekuan) dan aktivitas faktor-faktor
pembekuan darah darah (protein yang terlarut dalam plasma) (Soewolo, Fisiologi
Manusia, 1999).

Pendarahan dapat berhenti sendiri misalnya dengan kontraksi vasa di tempat


pendarahan yang terjadi beberapa menit sampai beberapa jam. Apabila pembuluh
darah mengalami dilatasi, darah tidak keluar lagi karena sudah dicegah oleh
mekanisme trombosit. Vasa kontraksi timbul melalui beberapa jalan kontraksi
langsung otot pembuluh darah kemudian anoksia dan reflek lalu adanya serotonis
yang keluar dari trombosit yang menyebabkan vasa kontraksi. Kisaran waktu
pendarahan yang normal untuk manusia adalah 15 hingga 120 detik. Trombosit
melekat pada endotel pada tepi-tepi pembuluh yang rusak. Hal ini terjadi sampai
elemen-elemen pembuluh darah yang putus menyempit. Penjedalan darah sangat
penting dalam mekanisme penghentian darah (Guyton A. C., 1989).

2.9.2 Penggolongan Darah

Golongan darah adalah pengklasifikasian darah dari individu berdasarkan ada


atau tidak adanya zat antigen warisan pada permukaan membran sel darah manusia.
Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan jenis karbohidrat dan protein pada
permukaan membran sel darah merah tersebut. Antigen adalah Antigen adalah
karbohidrat yang menempel pada protein atau lipid yang berada di permukaan luar
sel darah merah yang disebut aglutinogen. Terdapat dua macam antigen, yaitu
antigen A dan antigen B. Sedangkan aglutinin atau juga bisa disebut antibodi adalah
senyawa kimia yang berperan dalam menjalankan fungsi sistem kekebalan tubuh.
Terdapat dua macam aglutinin, yaitu alpha dan betha (Suryo, 2005).

2.9.2.1 Golongan darah menurut sistem ABO

Golongan darah menurut sistem ABO dapat diwariskan dari orang tua kepada
anaknya. Landsteiner membedakan darah manusia ke dalam empat golongan, yaitu
A, B, AB, dan O. Penggolongan darah ini disebabkan oleh macam antigen yang
dikandung oleh eritrosit (sel darah merah). Adanya antigen di dalam eritrosit,
ditentukan oleh suatu seri alel ganda, yaitu I A, IB, dan IO (Darmawati, 2005). Alel
ganda adalah suatu keadaan dimana sebuah gen memiliki lebih dari satu alela.

Landsteiner menunjukkan bahwa bila suspensi sel darah merah yang diperoleh
dari bermacam-macam orang dicampur dengan serum darah yang diperoleh dari
orang lain, maka akan tampak perbedaan yang tegas dalam reaksi. Pada beberapa
kasus ada penggumpalan nyata sel darah merah. Pada beberapa kasus sel darah
merah tetap tidak terpengaruh. Penggumpalan tadi disebabkan karena pengikatan
zat antigenik tertentu pada permukaan sel darah merah dengan antibodi khususan
(imun globulin) yang ada dalam serum. dengan penggumpalan silang menggunakan
sel darah merah dan serta dari individu sehat normal, ternyata mungkin untuk
menggolongkan orang ke dalam empat macam golongan dari sudut dua kekhususan
antigenik (A dan B). Beberapa orang (golongan O) tidak memiliki salah satu dari
kedua kekhususan ini, lainnya hanya memiliki satu kekhususan (golongan A atau
golongan B), sedangkan lainnya lagi memiliki keduanya (golongan AB). Antibodi
yang bersangkutan disebut anti-A dan anti-B, dan adanya dalam serum individu
keempat golongan ditunjukkan pada tabel berikut: (Harris, 1994).

Golongan Kekhususan Antigenik pada


Antibodi dalam Serum
Darah Sel Darah Merah

O - anti-A dan anti-B


A A anti-B
B B anti-A
AB A dan B -

Dari tabel diatas, dapat diketahui orang yang memiliki antigen A tidak
memiliki anti-A, melainkan anti-B didalam serum atau plasma darah. Orang
demikian dimasukkan dalam golongan darah A. Orang dari golongan darah B
mempunyai antigen B dan anti-A. Orang yang tidak memiliki antigen A maupun
antigen B, tetapi memiliki serum anti-A dan anti-B di dalam serum atau plasma
darah, dimasukkan dalam golongan darah O. Adapun orang yang memiliki antigen
A maupun antigen B, tetapi tidak memiliki anti-A dan anti-B didalam serum atau
plasma darah, dimasukkan dalam golongan darah AB (Suryo, 2005).

Antigen A dan antigen B dapat diwariskan dari orang tua kepada keturunannya
melalui tiga alel I A, IB, dan IO. Orang yang memiliki alel IA mampu untuk
membentuk antigen A, sedang yang memiliki alel I B mampu untuk membentuk
antigen B. Orang yang tidak memiliki alel I A maupun IB, melainkan hanya
memiliki alel I saja, tidak akan memiliki antigen A maupun antigen B. Interaksi
antara alel-alel IA, IB, dan IO menyebabkan terjadinya 4 fenotip (golongan darah)
O, A, B, dan AB (Suryo, 2005).

Golongan Antigen Alel


Darah dala dala Genotip
(fenotip) m Eritrosit m Kromosom
O - I Ii

A A IA IA IA atau IAi

B B IB IBIB atau IBi

AB A dan B IA dan IB IAIB

2.9.2.2 Golongan darah menurut sistem Rh


Golongan darah rhesus sistem rhesus merupakan suatu sistem yang sangat
kompleks. Masih banyak perdebatan baik dari aspek genetika, nomeklatur,
maupun interaksi antigenetiknya. Rhesus mengalami penggumpalan atau
tidak dapat dianalisis dengan menggunakan hukum Hardy-Weinberg dengan
rumus:

(p + q + r) = p2 + q2 + r2 + 2pq + 2pr = 1 (Suryo, 2005).

Menurut K. Landsteiner dan A. S. Wiener, orang dibedakan atas dua


kelompok:

1. Orang Rh-positif (disingkat Rh+) ialah orang yang memiliki antigen Rh


di dalam eritrositnya, sehingga waktu darahnya dites (diuji) dengan
antiserum yang mengandung anti-Rh, maka eritrositnya menggumpal.
2. Orang Rh-negatif (disingkat Rh-) ialah orang yang tidak memiliki
antigen Rh di dalam eritrositnya, sehingga eritrosit tidak menggumpal
pada waktu dilakukan tes dengan antiserum anti-Rh (Suryo, 2005).

Secara umum, golongan darah manusia ditentukan berdasarkan jenis


antigen dan antibodi yang terkandung didalam darahnya, sebagai berikut:

 Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan


antigen A di permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi
terhadap antigen B dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan
golongan darah A negatif hanya dapat menerima darah dari orang yang
bergolongan darah A negatif atau O negatif.

 Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel


darah merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam
serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah B negatif hanya
dapat menerima darah dari orang yang bergolongan darah B negatif atau O
negatif.

 Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan


antigen A dan antigen B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap
antigen A maupun antigen B. Sehingga, individu dengan golongan darah
AB positif dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah ABO
apapun dan disebut resipien universal. Namun, orang dengan golongan
darah AB positif tidak dapat mendonorkan darah kecuali dengan individu
golongan darah AB positif.

 Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, akan
tetapi memproduksi antibodi terhadap antigen A dan antigen B. Sehingga,
orang dengan golongan darah O negatif dapat mendonorkan darahnya
kepada orang dengan golongan darah ABO apapun dan disebut donor
universal. Namun, orang dengan golongan darah O negatif hanya dapat
menerima darah dari individu yang bergolongan darah O negatif juga
(Suryo, 2005).

III. ALAT DAN BAHAN


3.1.1 Pembuluh darah dan tekanan darah.
Alat
Sfignomanometer
Stetoskop

3.1.2. Darah
Alat Bahan
Lanset darah Kapas
Hemositometer Alcohol 70%
Tabung reaksi NaCl
Kaca objek Na sitrat
Pipet pengencer sel darah merah Asam asetat
Pipet pengencer sel darah Gentian violet
Mikroskop Kertas tes Tallquist
Pipa kapiler hematocrit Lilin
Mikrosentrifuga Tusuk gigi
Alat pengukur 6 hematokrit Serum anti-A
Pipet Sahli Serum anti-B
Stopwatch Serum Rh
Tali

IV. PROSEDUR PERCOBAAN


a. Pengukuran tekanan darah
Pada pengukuran tekanan darah terbagi menjadi dua cara yaitu cara palpatori dan
auskultasi. Untuk cara palpatori yang pertama yaitu menutup sekrup pentil pada bola karet
yang dipegang oleh tangan kanan. Meraba nadi pergelangan tangan yang akan diukur oleh ibu
jari tangan kiri. Secara berangsur-angsur memompa bola karet dengan cara mengembangkan
ban. Setelah itu, memperhatikan tekanan ketika denyut jantung menghilang dan nilai tekanan
dinaikkan lagi 10mmHg di atas tekanan tadi. Terakhir menurunkan tekanan secara berangsur-
angsur dengan cara perlahan-lahan membuka sekrup pentil. Tekanan diastolic yaitu tekanan
manometer yang munculnya kembali denyut nadi untuk pertama kali.
Cara auskultasi yang pertama mengikatkan ban pada lengan atas. Lalu, menempatkan bel
stetoskop pada percabangan arteri bronchial menjadi arteri ulnaris dan arteri radialis.
Menaikkan tekanan dalam ban sehingga aliran darah dalam arteri radialis dan arteri ulnaris
dihambat. Menurunkan tekanan secara berangsur-angsur dengan membuka sekrup pentil.
Mencatat tekanan saat bunyi terdengar untuk pertama kalinya dan disebut tekanan sistolik.
Setelah itu, menurunkan terus tekanan dalam ban sampai pada suatu saat bunyi tidak terdengar
lagi. Mencatat tekanan saat bunyi menghilang dan disebut tekanan diastolik.
b. Hyperemia
Hyperemia terbagi menjadi aktif dan pasif dan untuk melakukan percobaan memiliki
prosedur percobaan yang berbeda. Untuk hyperemia pasif yang pertama mengikatkan seutas
benang di atas sendi kedua pada sebuah jari tangan dan dibiarkan beberapa menit. Setalah itu
mengamati perubahan warna, ukuran dan suhu. Sedangkan, untuk hyperemia aktif yaitu
merendam sebuah jari tangan anda dalam air panas yang dapat ditahan dan membiarkan
beberapa menit. Setelah itu mengamati suhu, ukuran dan warna.

Darah
A. Anatomi
Cara memperoleh darah segar
Pada praktikum kali ini memerlukan darah segar dan dapat diperoleh melalui prosedur
membersihkan jari manis atau kelingking menggunakan kapas yang sudah dibasahi oleh
alkohol 70% lalu dibiarkan alkohol menguap. Setelah itu, mengambil darah dengan cara
menusukkan lanset steril ke ujung jari yang telah dibersihkan dan biarkan darah mengaliri
sendiri tanpa adanya tekanan serta jangan menggunakan tetes pertama.
Cara pengisian pipet
Selanjutnya, diperlukan prosedur percobaan untuk pengisian pipet. Pertama, memegang
pipet dekat pada ujungnya dan menempatkan ujung pipet pada tetesan darah segar sehingga
darah masuk sebanyak 0,5 tanda. Mengisi pipet dengan cairan pengencer sebanyak yang
ditentukan dan pipet dalam keadaan horizontal. Jangan sampai terbentuk gelembung udara di
dalam pipet. Menutup ujung pipet oleh jari dan mengocoknya selama 2 menit. Meneteskan 2
tetes larutan encer ini pada hemositometer dan menutup hemositometer menggunakan kaca
penutup. Setelah 30 detik dilakukan perhitungan jumlah sel darah di bawah mikroskop.
Pengukuran sel darah merah dan sel darah putih
Untuk mengetahui karakteristik dan morfologi darah diperlukan pengukuran sel darah
merah dan sel darah putih dan harus dilakukan melalui prosedur yang sesuai. Untuk
pengukuran sel darah merah melalui prosedur yang benar. Pertama mengambil darah segar
sesuai prosedur sebelumnya. Mengencerkan 200x menggunakan cairan pengencer sel darah
merah, yaitu natrium sitrat 2,5% kemudian dikocok. Meneteskan 2 tetes pada hemositometer 7
dan menghitung jumlah sel darah merah yang menyentuh batas atau berada di atas batas serta
yang dihitung hanya pada sisi yang saling tegak lurus dengan kotak yang bersangkutan. Faktor
perhitungan untuk menghitung sel darah merah adalah 10.000.
Pengambilan sel darah putih yang pertama mengambil darah segar sesuai prosedur
sebelumnya dan mengencerkan 20x dengan cairan pengencer yaitu larutan Turk Larutan Turk
yang terbuat dari asam asetat glasial 1 ml, larutan gentian violet 1% (dalam air) 1 ml dan
akuades ad 100 ml kemudian dikocok. Meneteskan 2 tetes pada hemositometer dan
menghitung jumlah sel darah putih. Menghitung jumlah neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit
dan monosit serta persentasenya terhadap sel darah putih total. Sel darah putih yang dihitung
adalah yang terdapat pada 4 kotak besar pada kedua sudut hemositometer 8 dan sel darah putih
yang berada pada batas, dihitung dari dua sisi yang saling tegak lurus dari kotak yang
bersangkutan. Faktor perhitungan untuk menghitung sel darah putih adalah 50.
Hematokrit
Mengambil darah segar sesuai dengan prosedur sebelumnya. Menempatkan pipa
kapiler hematokrit pada tetes tersebut dan mengisi kapiler hematokrit, minimal sampai dengan
2/3 penuh. Menutup pipa kapiler yang telah terisi darah menggunakan lilin. Meletakkan pipa-
pipa kapiler ada chamber mikrosentrifuga hingga posisinya seimbang dan jika diperlukan dapat
ditambahkan pipa kapiler kosong sebagai penyeimbang. Menutup chamber dengan tutup
sentrifuga dan sentrifuga dilakukan pada kecepatan tinggi selama 4 menit. Menentukan nilai
hematokrit menggunakan cara mengukur perbandingan tinggi antara darah (sel darah dan
plasma) dengan sel darah. Mengamati warna plasma yang di sel darah dan membandingkan
nilai hematocrit perempuan dan laki-laki.
B. Fisiologi
Penentuan Hb
Untuk menentukan nilai Hb dapat melalui dua metode yaitu metode tallquist dan
metode sahli. Untuk metode tallquist yaitu mengambil satu tetes darah dengan kertas Tallquist
kemudian menentukan presentase Hb dan dibandingkan warna yang diperoleh dengan kertas
pembanding. Sedangkan untuk metode sahli yaitu mengisi tabung Sahli diisi oleh HCl 0,1N
sampai dengan setinggi 10% dari tinggi skala maksimal. Lalu dimasukkan darah sebanyak 20
mikroliter dan diaduk dengan menggunakan pengaduk yang tersedia. Mengncerkan dengan
HCl sampai warna campuran sama dengan warna standar pada alat. Untuk pembacaan
dilakukan pada penerangan yang wajar, tidak di depan jendela dan angka tersebut menunjukkan
kadar Hb darah. Membandingkan hasil yang diperoleh dari ke-2 metode.
Waktu perdarahan
Pada praktikum kali ini terdapat prosedur waktu perdarahan dan prosedur yang harus
dilalui adalah melukai ujung jari menggunakan lanset steril dan mencatat waktu ketika timbul
tetes darah pertama. Menyerap darah yang keluar menggunakan kerta yang dapat menyerap
dan mencatat waktu darah berhenti mengalir hingga bersih.
Waktu koagulasi
Waktu koagulasi yaitu selisih waktu dari timbulnya darah sampai terbentuk benang
fibrin. Prosedur yang harus dilakukan yaitu melukai ujung jari menggunakan lanset steril.
Mengisi kapiler oleh darah yang keluar dari ujung jari. Mematkan sebagian pipa kapiler pada
interval waktu 30 detik sampai terbentuknya benang fibrin.
Penggolongan darah
Pada percobaan penggolongan darah yaitu diperlukan menyiapkan sebuah kaca objek
dan diberi garis tengah oleh lilin sebagai tanda batas agar tidak tercampur. Meneteskan serum
anti-A pada bagian bertanda A dan teteskan serum anti-B pada bagian bertanda B serta
meneteskan satu tetes darah pada bagian A (anti-A) kemudian mencampurkan kedua cairan
dengan tusuk gigi. Mengamati terjadinya aglutinasi. Kemudian meneteskan satu tetes darah
pada bagian B (anti-B) dan dicampurkan kedua cairan dengan tusuk gigi.

V. HASIL PENGAMATAN
5.1. Pengukuran Tekanan Darah
5.1.1 Cara Palpatori

Nilai tekanan dinaikan 10MmHg diatas tekanan sebelumnya, lalu turunkan tekanan
berangsur hingga terdengar tekanan sistolik dan diastolik untuk pertama kalinya
5.1.2 Cara Auskultasi

Tekanan pada saat bunyi pertama kalinya disebut dengan tekanan sistolik, pada saat
bunyi hilang disebut tekanan diastolic, dicatat saat denyut nadinya menghilang.
5.1.3 Pengukuran Tekanan Darah Menggunakan Sfigmomanometer

Nilai tekanan sistolik dan diastoliknya adalah 122/59


5.1.4 Tabel Tekanan Darah Dengan Posisi Atau Aktivitas Tubuh
5.1.5 Hyperemia Aktif

Setelah telunjuk jari tangan dicelupkan ke dalam air hangat, warna telunjuk jari
tangan yang dicelupkan menjadi kemerahan dan ukuran jari agak membesar.

5.1.6 Hyperemia Pasif

Setelah telunjuk jari tangan diikatkan dengan tali, warna telunjuk jari tangan
menjadi biru keunguan dan ukuran jari agak membesar

5.2. Darah
5.2.1 Pengukuran Sel Darah Merah
= (m1 + m2 + m3 + m4 + m5) x 10.000
= (85 + 90 + 93 + 108 + 100) x 10.000
= (476) x 10.000
= 4.760.000
5.2.2 Pengukuran Sel Darah Putih
= (p1 + p2 + p3 + p4 ) x 50
= (50 + 45 + 48 + 45) x 50
= (188) x 50
= 9.400
5.2.3 Hematokrit
Tinggi sel darah merah : 2,5 cm
Tinggi sel darah merah dan plasma : 4,5 cm

𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑠𝑒𝑙 𝑑𝑎𝑟𝑎ℎ


%hematokrit = 𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑠𝑒𝑙 𝑑𝑎𝑟𝑎ℎ+𝑝𝑙𝑎𝑠𝑚𝑎
x 100%

2,5
= x 100%
4,5

= 55,56 %

5.2.4 Penentuan Hb
a. Metode Tallquist

Penentuan Hb dengan Metode Tallquist diperoleh angka yg ditunjukan yaitu 70


b. Metode Sahli

Penentuan Hb dengan Metode Sahli diperoleh angka yang ditunjukan yaitu 80


5.2.5 Waktu Perdarahan

Waktu perdarahan yang diperoleh yaitu 90 detik


5.2.6 Waktu Koagulasi

Waktu koagulasi yang diperoleh yaitu 3 menit

5.2.7 Penggolongan Darah

Sampel darah yang diuji menunjukan darah yang bergolongan darah A

VI. PEMBAHASAN
Anatomi
Cara Memperoleh Darah Segar untuk Pemeriksaan
Untuk memperoleh darah segar, terlebih dahulu jari manis dibersihkan alkohol, lalu
dilakukan penusukan pada jari manis karena jari tangan yang tidak dominan atau ketebalannya
sedang, pada jari telunjuk ataupun ibu jari permukaan kulit lebih tebal, sedangkan pada
kelingking permukaan lebih tipis. Alkohol berperan sebagai antiseptik, agar pada saat
penusukkan lanset steril tidak terjadi infeksi. Menurut (Noviansari,2013) alkohol menunjukkan
aktifitas sebagai antifungi dan dapat mendenaturasi protein, alkohol mempunyai aktifitas
sebagai bakteriid yang membunuh bakteri dalam bentuk vegetatifnya. Kemudian alkohol
dibiarkan menguap dahulu, agar darah yang diambil tidak bercampur dengan alkohol. Lalu
darah diambil dengan cara menusukkan lanset steril ke ujung jari yang telah dibersihkan.
Tusukan harus dalam sehingga darah tidak harus diperas-peras keluar. Jangan menusukkan
lancet jika ujung jari masih basah oleh alkohol. Hal ini bukan saja karena darah akan
diencerkan oleh alkohol,tetapi darah juga melebar di atas kulit sehingga susah ditampung
dalam wadah. Jangan gunakan tetes darah pertama, karena tetesan darah pertama hapus dengan
kapas kering dan bersih, karena darah ini sangat mungkin masih bercampur dengan alkohol.(I
Gusti Ngurah Gede,2018).Lanset steril ini pemakaiannnya (single use only) untuk menghindari
penularan penyakit dan ketajaman mata lanset tetap baik dan tajam.
3.3 Pengukuran Sel Darah Putih
Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui bagaimana morfologi dan karakteristik
sel darah putih serta untuk menguji apakah sel darahj putih yang diuji normal atau tidak. Pada
percobaan pengukuran sel darah putih. Pada pengukuran leukosit digunakan larutan Turk yang
terdiri dari Asam Asetat Glasial dan Larutan Gentian Violet. Fungsi asam asetat glasial adalah
untuk melisiskan atau menghancurkan sel-sel lain selain leukosit. Fungsi larutan gentian violet
adalah untuk memberi warna pada inti dan granula leukosit. Reagen Turk memiliki komposisi
asam asetat glasial, gentian violet, dan aquadest. Reagen tersebut berperan untuk melisiskan
sel selain leukosit dan mewarnai sel yang tidak dilisiskan. Asam asetat glasial pada larutan turk
berfungsi melisiskan eritrosit dan mempunyai kandungan asam dengan pH 2.4. Sedangkan
gentian violet berfungsi sebagai pemberi warna sehingga leukosit tampak jelas. L (Nugraha &
Badrawi 2018). Kemudian diteteskan pada hemositometer dan diamati dibawah mikroskop dan
dihitung jumlah sel darah putihnya. Pada hasil pengamatan dibawah mikroskop didapatkan
hasil yaitu jumlah leukosit yang diperoleh adalah 9400 sel/mm3. Dapat dinyatakan bahwa
jumlah leukosit dalam darah normal. Karena Menurut (Gapar, 2015) Normoleukosit yaitu
kisaran normal angka leukosit dimana nilai leukosit memiliki rentang antara 4.000/uL darah
sampai 11.000/uL darah
3.4 Hematokrit
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui jumlah presentase sel darah merah
serta bertujuan untuk mengukur volume sel derah marah dalam darah. Percobaan diawali
dengan diambilnya darah segar kemudian dimasukan kedalam pipa kapiler lalu dimasukan
kedalam chamber mikrosentrifuga untuk di sentrifugasi. Sentrifugasi merupakan suatu teknik
pengendapan yang dilakukan untuk memisahkan endapan dari suatu suspensi. Tujuan dari
sentrifugasi adalah untuk memisahkan serum dan plasma yang terkandung didalam darah.
Plasma mengandung zat pengkoagulasi, sedangkan serum tidak mengandung zat
pengkoagulasi. Sentrifugasi dilakukan pada kecepatan tinggi. Prinsip dari alat ini adalah objek
diputar secara horizontal pada jarak tertentu. Objek akan berotasi didalam tabung silinder yang
berisi cairan dan pada akhirnya akan membentuk endapan. Sentrifugasi akan memisahkan
cairan berdasarkan BJ, sehingga zat yang lebih besar BJ-nya akan berada diatas, dan zat yang
BJ-nya lebih ringan akan berada dibawah. Seperti yang didapatkan pada praktikum kali ini,
plasma berada diatas, dan serum berada dibawah Gressner & Gressner (2017). Sentrifugasi
adalah teknik pemisahan cairan dari padatannya Pada praktikum kali ini, sentrifugasi
digunakan untuk memisahkan cairan dari padatan sel darah sehingga diperoleh serum.
(Brassard et al., 2018). Pada percobaan hematokrit didapatkan tinggi sel darah merah adalah
2,5 cm dan tinggi sel darah ditambah plasma darah yaitu setinggi 4.5 cm kemudian dihitung
dan didapatkan % (persen) hematokrit sebesar 55,56%. pada literature persen (%) hematokrit
yaitu Nilai normal hematokrit pada laki - laki berbeda dengan wanita. Nilai hematokrit pada
laki – laki yaitu 40 – 48% sedangkan pada wanita 37 – 43%. (Gandasoebrata,2010)
Berdasarkan hal itu maka persen hematokrit yang diuji memilik presentase yang tinggi artinya
praktikan yang diuji sedang mengalami dehidrasi.
Penentuan Hb
Pada percobaan kali ini, dilakukan pengukuran nilai Hb dengan menggunakan Metode
Tallquist dan Metode Sahli. Hemoglobin adalah zat yang terkandung dalam eritrosit yang
berfungsi untuk mengangkut oksigen. Warna merah dalam darah disebabkan karena adanya
hemoglobin. Penentuan kadar hemoglobin dalam darah memiliki peranan yang penting, karena
dengan mengetahui kadar hemoglobin kita dapat mengetahui dan mendeteksi ada atau tidaknya
penyakit yang ada didalam tubuh, misalnya anemia. (Guyton, 2006) Darah yang digunakan
pada percobaan ini diperoleh dari jari praktikan yang dilukai oleh lanset steril. Penetapan
kandungan hemoglobin darah ada beberapa metode. Salah satunya adalah dengan melakukan
hemolisis sel darah merah (pemecahan sel dan pelepasan hemoglobin), kemudian
membandingkan kepekatan warna larutan hemoglobin yang diperoleh dengan larutan standar
(Green, 2008). Metode ini yang paling banyak dipakai di Indonesia dengan faktor kesalahan
kira-kira 10% (Shalehah, 2011)
3.5 Metode Tallquist
Pada metode ini, darah langsung ditempelkan ke kertas tallquist yang kemudian
disamakan dengan warna standar pada buku tallquist adam dan skala yang terbaca adalah 70.
Kelemahan pada metode tallquist adalah, metode ini merupakan metode kualitatif. Pada
metode Tallquist, prinsipnya adalah membandingkan darah asli dengan suatu skala warna yang
bertingkat-tingkat mulai dari warna merah muda sampai warna merah tua. Skala warna ini
mempunyai lubang ditengahnya sehingga darah dapat dilihat dan dibandingkan secara visual
langsung. Kesalahan metode Tallquist dalam melakukan pemeriksaan antara 25-50%
(Shalehah, 2011).
3.6 Metode Sahli
Terlebih dahulu tabung diisi HCl 0,1 N lalu dimasukkan darah sebanyak 20 mikroliter
Tujuan ditambahkan HCl 0,1 N, berfungsi untuk memecah heme dan globin menjadi hematin.
Ditambahkan HCl terus menerus hingga warna darah mendekati warna indikator yang berada
tepat dikedua sisi. Diperolehlah angka 80. Hal ini menunjukan bahwa metode sahli merupakan
metode kuantitatif. Kesalahan dalam melakukan pemeriksaan metode sahli kira-kira 10%.
Kelemahan cara sahli ini adalah hematin asam itu bukan merupakan larutan sejati dan juga
alat haemometer sukar di standardisasi. selain itu tidak semua macam hemoglobin dapat diubah
menjadi hematin, misalnya karboxy hemoglobin, methemoglobin dan sullfhemoglobin
(Depkes RI, 1989). Cara sahli ini bukanlah cara yang teliti karena ketidaktepatan metode ini
disebabkan oleh batang gelas dapat berubah warnanya bila sudah lama (Syamsunir, 1992) .
Prinsipnya Metode Sahli adalah hemoglobin dihidrolisi dengan HCl menjadi globin ferroheme.
Ferroheme oleh oksigen yang ada di udara dioksidasi menjadi ferriheme yang akan segera
bereaksi dengan ion Cl membentuk ferrihemechlorid yang juga disebut hematin atau hemin
yang berwarna cokelat.Warna yang terbentuk ini dibandingkan dengan warna standar (hanya
dengan mata telanjang). Untuk memudahkan perbandingan, warna standar dibuat konstan,
yang diubah adalah warna hemin yang terbentuk. Perubahan warna hemin dibuat dengan cara
pengenceran sedemikian rupa sehingga warnanya sama dengan warna standar. Karena yang
membandingkan adalah dengan mata telanjang, maka subjektivitas sangat berpengaruh. Di
samping faktor mata, faktor lain, misalnya ketajaman, penyinaran dan sebagainya dapat
mempengaruhi hasil pembacaan. (Febianty, Sugiarto and Sadeli, 2013)
Dari data diatas, berarti kadar persentase Hb-nya normal. Karena persentase kadar Hb yang
normal pada kertas tallquist dan sahli berkisar antara 70-100%, sedangkan persentase kadar Hb
yang di dapat pada percobaan kali ini yaitu 70% untuk yang menggunakan metode tallquist
dan 80% yang menggunakan metode sahli
3.7 Waktu Pendarahan
Pada percobaan ini, darah dilukai dengan lanset steril kemudian dihitung dengan
stopwatch pada saat darah mulai keluar sampai darah berhenti keluar. Selisih waktu antara saat
timbulnya tetes darah pertama dengan saat darah berhenti mengalir adalah waktu perdarahan.
Waktu pendarahan terjadi saat jari dilukai dan mulai mengeluarkan darah, lalu diserap dengan
kapas agar darah tidak berceceran. Menurut Pierce,2006 waktu pendarahan adalah interval
waktu mulai timbulnya tetes darah dari pembuluh darah yang luka sampai darah berhenti
mengalir keluar dari pembuluh darah. Kisaran waktu pendarahan yang normal adalah 15 hingga
120 detik. Pada percobaan ini waktu pendarahannya 90 detik, hal tersebut normal. Namun,
waktu pendarahan bisa saja berbeda-beda berdasarkan faktornya seperti besar kecilnya luka,
suhu, umur, status kesehatan, besarnya tubuh, dan aktivitas kadar hemoglobin dalam
darah.Waktu pendarahan adalah interval waktu dari tetes darah pertama sampai darah berhenti
menetes. Waktu pendarahan merupakan salah satu parameter pengukuran pembekuan darah
untuk mengetahui proses vasokontriksi pada fase vascular dan pembentukan sumbat
hemostatic sementara pada fase platelet dalam proses hemostasis, merupakan proses yang
sangat terkendali dan berkesinambungan serta terbatas hanya ditempat kerusakn dinding
pembuluh darah, jadi tidak boleh meluas secar sistemik. (Shamsher,2010). Waktu pendarahan
adalah waktu dari keluarnya darah sampai terbentuknya sumbat platelet.
3.8 Waktu Koagulasi
Pada praktikum kali ini dilakukan pengamatan terhadap waktu pembekuan darah atau
koagulasi. Sampel darah dimasukkan ke dalam pipa kapiler, lalu pada waktu tertentu pipa
dipatahkan sedikit demi sedikit hal ini dilakukan untuk mempermudah melihat terbentuknya
benang halus fibrin. Menurut Bithell 1993 masa pembekuan darah normal pada manusia
umumnya terjadi diantara 3-18 menit. Maka berdasarkan praktikum ini, waktu koagulasi
berlangsung normal karena waktu koagulasi berlangsung sekitar 3 menit. Waktu koagulasi
merupakan selisih dari waktu pendarahan dan waktu terbentuknya benang fibrin. Pembekuan
darah adalah rangkaian enzimatik yang melibatkan banyak protein plasma yang disebut sebagai
faktor koagulasi darah. Tiap faktor koagulasi diubah menjadi bentuk aktif oleh faktor
sebelumnya dalam rangkaian faktor enzimatik. Faktor pembekuan beredar dalam darah sebagai
prekusor yang akan diubah menjadi enzim bila diaktifkan. Enzim ini akanmengubah prekusor
selanjutnya menjadi enzim.Mula-mula, faktor pembekuan bertindak sebagaisubstrat dan
kemudian sebagai enzim. Banyakreaksi dalam kaskade koagulasi melibatkam satufaktor yang
mengaktifkan faktor yang lain.Beberapa faktor koagulasi diaktifkan denganmelibatkan
beberapa faktor koagulan dan adayang bertindak sebagai ko-faktor. Ini disebut sebagai
’reaction complex’.(Petrovich,1997). Trombin adalah alat dalam mengubah fibrinogen
menjadi benang fibrin. Trombin tidak ada dalam darah normal yang masih dalam pembuluh,
tetapi yang ada adalah zat pendahulunya yaitu protrombin. Protrombin akan menjadi zat aktif
trombin oleh adanya trombokinase. Trombokinase atau tromboplastin adalah zat penggerak
yang dilepaskan ke darah di tempat yang luka. Tromboplastin terbentuk karena terjadinya
kerusakan trombosit, yang selama ada garam kalsium dalam darah, akan mengubah protrombin
menjadi trombin sehingga terjadi pembekuan darah.Waktu pembekuan darah pada saat
praktikum berada dalam jangkauan waktu normal koagulasi. Dari pernyataan di atas dapat
diketahui bahwa adanya senyawa kalsium dalam darah mempengaruhiproses pembekuan
darah. Apabila jumlah garam kalsium tidak cukup, maka pembentukan trombin akan
terhambat.(Oesman,2009) Selain itu yang dapat membantu dalam proses pembekuan darah
yaitu Vitamin K. Dimana kekurangan vitamin K ini dapat menyebabkan darah sukar membeku.
Koagulasi darah memerlukan sistem penguatan biologis dimana relatif sedikit zat pemula
secara beruntun (sequentially) mengaktifkan, dengan proteolisis, reaksi(cascade) protein
prekursor yang beredar (enzim-enzim faktor koagulasi) yang memuncak pada pembentukan
trombin, selanjutnya, ini mengkonversi fibrinogen plasma yang larut menjadi fibrin. Fibrin
menjaring agregat trombosit pada tempat luka vaskular dan mengubah sumbatan trombosit
primer yang agak tidak stabil menjadi sumbatan hemostasis yang kuat, utuh dan stabil. Waktu
koagulasi adalah waktu dimana terjadinya pembekuan darah sampai terbentuk benang-benang
fibrin.(Ayuni,2020)
Waktu pendarahan dan waktu pembekuan adalah mekanisme hemostasis,
Hemostasis merupakan mekanisme tubuh yang bekerja untuk melindungi tubuh dari
perdarahan dan kehilangan darah. Sistem ini melibatkan faktor plasma, trombosit dan dinding
pembuluh darah. Oleh karna itu, mekanisme hemostasis mencerminkan keseimbangan antara
mekanismeprokoagulan dan antikoagulan yang dikaitkan dengan proses fibrinolisis. (Umar
I,2020). Proses hemostasis akan dipertahankanyaitu merupaka proses untuk mengehentikan
pendarahan. Hemostasis terbagi menjdai dua yaitu primer dan sekunder. Pada hemostasis
primer, akan terbentuk sumbat platelet dimana trombosit berperan pada pembekuan darah,
platelet akan menempel dibagian luka karena adanya kolagen sehingga dapat terbentuk
penyumbatan platelet, penyumbatan platelet ini tidak stabil jadi darah masih sering
keluar.Waktu pendarahan merupakan hemostasis primer. Selanjutnya ada hemostasis
sekunder, yaitu terjadi pembentukan benang-benang fibrin sehingga bisa menutup luka dengan
stabil, Waktu koagulasi merupak hemostasis sekunder. Tahapan atau proses hemostasis dibagi
menjadi tiga langkah utama yaitu:spasme vaskuler (Vasokonstriksi vaskuler),pembentukan
sumbat trombosit, Hemostasis Primer, (3) koagulasi darah, Hemostasis
Sekunder.(Minors,2007)
3.9 Penggolongan Darah
Percobaan ini, terlebih dahulu jari ditusuk dengan lanset steril agar tidak terjadi infeksi.
Darah yang keluar dari jari diteteskan di kertas uji khusus untuk uji golongan darah, yaitu kertas
rhesus. Darah diteteskan pada kotak A dan kotak B, Setelah itu diteteskan Anti Serum-A pada
bagian A, dan Anti Serum-B pada bagian B. Masing-masing darah dan serumnya dicampurkan
dengan menggunakan tusuk gigi. Setelah diamati, pada kotak A terjadi penggumpalan yang
artinya golongan darahnya adalah A. Menurut Hoffbrand,2006 golongan darah A akan
mengalami aglutinasi atau pengggumpalan jika ditambahkan reagen anti-A. Golongan darah
yang dimiliki oleh setiap orang berbeda karena adanya antigen di dalam darah. Pada sistem
penggolongan darah ABO, antigen A, B, atau tidak adanya antigenA maupun B yang terdapat
di permukaan sel darah merah dapat menentukan jenis golongan darah dari setiap orang.
Karena sifat golongan darah sangat dipengaruhi oleh keturunan,sehingga genotip dari orangtua
merupakan merupakan penyumbang terbesar dalam menentukan keberadaan antigen pada
anak-anaknya. Penggolongan darah rhesus merupakan terbesar kedua setelah sistem ABO,
namun terdapat perbedaan, dimana pada rhesus ditentukan berdasarkan keberadaan antigen D,
selain itu golongan darah rhesus juga bersifat imunogenik. Golongan darah manusia ditentukan
berdasarkan jenis antigen dan antibodi yang terkandung dalam darahnya. Golongan darah A
biasanya memiliki antigen A pada permukaan sel darah merah dan memiliki antibodi B pada
plasma darah. Golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel darah merah dan
memiliki antibodi A pada plasma darah. Golongan darah O tidak memiliki antigen A dan
antigen B tetapi memiliki antibodi A dan B pada plasma darah.Golongan darah AB memiliki
antigen A dan Antigen B tetap tidak memiliki antibodi A dan B pada plasma darah
(Hoffbrand,2006). Bila darah yang tidak cocok dicampur sehingga aglutinin plasma anti A atau
anti B dicampur dengan sel darah merah yang mengandung aglutinogen A atau B, terjadilah
aglutinasi sel darah merah, aglutinin melekatkan diri pada sel darah merah. Keadaan ini
menyebabkan sel - sel menggumpal bersama-sama yang merupakan proses aglutinasi.
Kemudian, gumpalan ini menyumbat pembuluh darah kecil diseluruh system sirkulasi. Hal ini
juga yang menjadi permasalahan pada proses transfusi darah, karena transfusi pada golongan
darah yang tidak kompatibel dapat menyebabkan reaksi imunologis, yang dapat berefek pada
terjadinya anemia hemolisis, gagal ginjal, syok sistemik hingga kematian (Suminar, 2011). Hal
ini jugadiperkuat oleh (Bayususetyo, Santoso, & Tarno 2017) yang menyatakan bahwa
kesalahan Golongan darah A; Rh+ Golongan darah B; Rh+ Golongan darah O; Rh+ Golongan
darah AB;Rh+ dalam penentuan golongan darah dapat membahayakan nyawa resipien karena
terjadi pembekuan darah karena antigen yang berbeda. Inkompatibilitas golongan darah ABO
pada neonates juga menjadi salah satu penyebab ikterik patologis atau hiperbilirubinemia
(Akbar,Ritchie, & Nurmala, 2019).

Pengukuran tekanan darah


Pengukuran tekanan darah dapat di lakukan dengan dua cara yaitu dengan
menggunakan cara palpatori dan cara aukultasi. Dalam prosedur kedua cara tersebut 90% sama
adapun perbedaannya adalah dengan alat yang digunakan dan hasil yang didapatkan. Pada cara
palpatori stetoskop tidak digunakan untuk melihat tekanan darah dan pengukuran darah dengan
Palpatori hanya dapat mengukur tekanan darah sistolik, sedangkan auskaltasi dapat mengukur
tekanan darah sistolik dan diastolic. Pada cara aukultasi ada penambahan alat berupa stetoskop
untuk menentukan tekanan darah. Dengan cara aukultasi, sistolik dan diastolik dapat diketahui
karena metode ini menggunakan stetoskop sehingga dapat mendengarkan detak di alteri dan
dapat mengetahui tekanan darah diastole. Tekanan darah diastole adalah situasi Ketika jantung
mengalami relaksasi normal nya tekanan darah adalah 120/80 mmHG. Naik atau turunnya
tekanan darah dapat dipengaruhi beberapa factor, diantaranya adalah obesitas, umur, jenis
kelamin dan stress, hal tersebut dapat mempengaruhi tekanan darah dikarenakan berdampak
pada kerja jantung contohnya adalah ketika orang berolahraga maka jantung akan memompa
darah lebih cepat dari biasanya guna menyuplai oksigen lebih banyak ke tubuh sehingga
tekanan darah akan menjadi lebih besar
Terlebih dahulu dilakukan penentuan tekanan darah dengan metode palpotori dengan
menggunakan alat stginomanometer dengan meraba deenyut nandi. Tekanan sistolik terbaca
saat munculnya kembali denyut nadi pertama kali. Hilangnya denyutan menunjukkan bahwa
tekanan sistolik darah telah dilampaui dan arteri brakialis telah tertutup (Smeltzer dan Bare,
2001). Lalu dilakukan penentuan tekanan darah dengan metode auskultasi, pengukuran ini
dilakukan dalam beberapa posisi antara lain posisi duduk, berbaring, kaki 90 derajat, serta saat
otak melakukan aktivitas dan olahraga 1 menit.
Berdasarkan hasil pengamatan didapatkan hasil tekanan darah pada laki-laki dan
perempuan pada posisi duduk adalah 119/80 mmHg dam 120/80 mmHg tekanan tersebut
dinyatakan normal. Berdasarkan literature, rata-rata tekanan darah normal biasanya adalah
120/80 mmHg (Smeltzer dan Bare, 2001). Tekanan darah pada saat berbaring lebih rendah dari
posisi duduk karena pada saat duduk tekanan dibawah jantung lebih tinggi dan hal ini
berhubungan dengan gaya gravitasi, dimana darah lebih tertekan didaerah bawah tubuh,
sedangkan pada posisi berbaring, tekanan tidak terlalu besar. Lalu tekanan darah pada posisi
duduk dengan kaki 90 lebih rendah daripada tekanan darah pada posisi berdiri. Pada posisi
berdiri tekanan darah lebih tinggi dibandingkan posisi tubuh yang lain, karena jantung
membutuhkan lebih banyak energi untuk memompa darah dengan posisi tubuh yang tinggi.
Selain itu saat tekanan darahnya diukur menghasilkan tekanan yang lebih tinggi hal ini
disebabkan karena pada saat kita berpikir otak membutuhkan lebih banyak suplai oksigen yang
diangkut oleh darah. Pada melakukan aktivitas 1 menit tekanan darah lebih tinggi hal itu terjadi
karean jantung berdetak lebih cepat sehingga memerlukan oksigen lebih banyak alhasil pun
darah yang dipompa juga lebih banyak (Smeltzer dan Bare,2001)
Hiperemia
Selanjutnya dilakukan percobaan uji hyperemia pasif dan aktif. Hyperemia adalah suatu
keadaan dimana terdapat darah secara berlebihan didalam pembuluh darah atau keadaan yang
disertai meningkatnya volume darah dalam pembuluh darah yang melebar (Campbell, 2008).
Pada praktikum kali ini dilakukan pengujian hiperemia aktif dan hiperemia pasif
Pada hiperemia pasif, jari tangan dililit oleh seutas benang. Setelah itu didiamkan
selama beberapa menit seolah-olah ada penyumbatan pada pembuluh darah, jari tangan
berubah menjadi warna biru keunguan dan ukurannya membesar karena membengkak,
suhunya pun menjadi dingin. Ini disebabkan karena pembuluh darah menyempit
(vasokontriksi), hal itu dapat terjadi karena ikatan tali menghambat aliran darah.Darah didalam
jari mengalami penyumbatan sehingga warna jari yang diikat berwarna ungu hal tersebut dapat
terjadi karena kadar oksigen dalam jari rendah.(Graha A,2010)
Pada hyperemia pasif, jari tangan di rendam didalam air panas pada suhu tertinggi yang
dapat ditahan oleh praktikan. Setelah itu didiamkan dan diamati. Terjadi perubahan yaitu pada
jari tangan berubah menjadi warna merah dan ukurannya membesar karena membengkak,
suhunya pun menjadi hangat karena jari tangan menyerap kalor. Hal ini disebabkan karena
adanya pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi). (Graha A,2010) Peningkatan aliran darah dan
terjadinya kemerahan disebabkan karena adanya permintaan oksigen atau nutrisi di jari tangan
yang dipanaskan. Pembuluh darah berdilatasi atau melebar karena bertambahnya kadar oksigen
pada pembuluh darah di bagian tubuh tertentu dalam praktikum kali ini jari yang di rendam
dalam air panas mengalami perubahan warna menjadi warna merah, hal ini terjadi karena
adanya pembesaran pori-pori pada jari yang di rendam pada air panas.
Karakteristik dan Morfologi Darah
Pada pengukuran sel darah merah, terlebih dahulu memperoleh darah segar pada jari
manis yang dibersihkan alkohol, dilakukan penusukan pada jari manis karena jari tangan yang
tidak dominan atau ketebalannya sedang. Dilakukan percobaan dengan mengambil sel darah
merah dari tangan praktikan. Sel darah merah diambil degan cara melukai ujung jari dengan
menggunakan lanset steril yang sebelumnya jari dibersihkan dengan menggunakan alcohol
70% . Tujuan digunakan alkohol adalah sebahai pengsteril jari dimana alkohol dapat
membunuh bakteri sehingga jari yang akan ditusuk lanset menjadi steril. Selanjutnya darah
diambil dengan menggunakan pipet volume. Terlebih dahulu pipet di isi dengan menggunakan
larutan pengencer, tujuannya adalah agar darah yang diisikan ke dalam pipet tidak menggumpal
didalam pipet volum. Kemudian dilakukan penghitungan sel darah merah. Sel darah merah
dihitung dengan menggunakan alat berupa hemositometer yang di amati dengan menggunakan
mikroskop. Darah diencerkan degan larutan natrium sitrat dan dincerkan 20x kemudian di
teteskan sebanyak 2 tetes pada hemositometer. Tujuan diberi larutan natrium sitrat 2.5% karena
natrium sitrat merupakan zat antikoagulan yaitu zat yang digunakan untuk mencegah
pembekuan dengan cara mengikat ion kalsium. Sehingga natrium sitrat digunakan sebagai
pengencer darah dan agar tidak terjadinya pengumpalan darah sehingga eritrosit dapat diamati
dibawah mikroskop. Antikoagulan Natrium Sitrat (Na3C6H5O7.2H2O) sering digunakan
dalam bentuk larutan dengan konsentrasi 3,8% dan 3,2%. Cara kerjanya sebagai bahan yang
isotonik dengan darah dan mencegah pembekuan darah dengan cara mengikat ion Ca++
melalui gugus karboksilat dari senyawa ini membentuk ikatan kompleks khelasi larut.
Antikoagulan Natrium Sitrat 3,8% dan 3,2% tidak dapat digunakan bila mengalami
kekeruhan. Antikoagulan sitrat ini karena tidak toksis maka sering digunakan dalam unit
transfusi darah dalam bentuk ACD (Acid Citric Dextrose) namun pemakaiannya terbatas
dalam pemeriksaan hematologi (Riswanto, 2013).
Berdasarkan perhitungan didapatkan jumlah eritrosit yaitu 4.760.000 sel/mm3 didapat
dari hasil pengalian dengan 10.000. Hal itu menunjukkan bahwa eritrosit normal. Berdasarkan
literatur nilai normal jumlah eritrosit tergantung pada umur dan jenis kelamin. Pada pria
4,4 - 5,6 x 106 sel/mm3 dan pada wanita 3,8 -5,0 x 106 sel/mm3 (Depkes, 2011). Fungsi
eritrosit adalah mengangkut oksigen dari paru-paru untuk diedarkan ke seluruh tubuh. Eritrosit
mampu mengangkut oksigen ke seluruh tubuh karena memiliki hemoglobin (Hb).

VII. KESIMPULAN
1. Tekanan darah merupakan gaya atau dorongan ke dinding arteri saat darah dipompa
keluar dari jantung ke seluruh tubuh. Faktor-faktor yang mempengaruhi tekanan darah
daintaranya, usia, jenis kelamin, stress, aktivitas, posisi tubuh, berat badan.
2. Metode pengukuran tekanan darah ada 2 yaitu metode auskultasi dan palpatory. Metode
auskultasi dapat digunakan untuk memperoleh tekanan sistolik, sedangkan metode
palpatory digunakan untuk memperoleh tekanan diastolic dan sistolik.
- Tekanan darah sistol merupakan tekanan pada pembuluh darah sewaktu jantung
memompakan darah melalui arteri pulmonary dan aorta.
- Tekanan darah diastole merupakan tekanan pada pembuluh darah sewaktu jantung
terisi darah dari vena cava superior, vena cava inferior dan vena pulmonary.
3. Karakteristik darah berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi golongan darahA, B,
AB, dan 0. Penilaian dasar komponen sel darah yang dilakukan dengan menentukan
jumlah sel darah dan trombosit, persentase dari setiap jenis sel darah putih dan
kandungan hemoglobin (Hb). Hematologi meliputi pemeriksaan Hb, eritrosit, leukosit,
trombosit, dan hematokrit bermanfaat untuk mengevaluasi anemia, leukemia, reaksi
inflamasi dan infeksi, karakteristik sel darah perifer, tingkat hidrasi dan dehidrasi,
polisitemia, dan penyakit hemolitik.

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Adam, Syamsunir. 1992. Dasar-dasar Mikrobiologi Parasitisme untuk Perawat.Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Akbar, T. I. S., Ritchie, N. K., & Nurmala. 2019. Inkompatibilitas ABO Pada Neonatus Di
UTD PMI Kota Banda Aceh Tahun 2018. Jurnal Averrous, 5(2), 59–75.
Ayuni.2020. Uji aktivitas ekstrak getah batang betadine (Jatropha multifida L.) terhadap waktu
koagulasi darah secara in-vitro. Fakultas Kedokteran Gigi:Universitas Sumatera Utara
Bare, S. &. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Belah Brunner & Suddart. Jakarta: EGC.
Bayususetyo, D., Santoso, R., & Tarno. 2017. Klasifikasi Calon Pendonor Darah
Menggunakan Metode Naïve Bayes Classifier. Jurnal Gaussian, 6(3), 193–200.
Bithell, T. C. 1993. The DiagnosticApproach To The BleedingDiscordes. In Lee, R. G.,
Bitthell,T. C., Foerster, J., Athens, J. W.,Lukens, J. N. ed. Wintrobe'sClinical Hematology.
Ninthedition. Malvern, Pennsylvania:Lea and Febiger. 1993;2:1301-1324
Brassard, D., Clime, L., Daoud, J., Geissler, M., Malic, L., Charlebois, D., & Veres, T.2018.
Microfluidic-Based Platform for Universal Sample Preparation and Biological Assays
Automation for Life-Sciences Research and Remote Medical Applications. Deep Space
Gateway Science Workshop 2018
Campbell, N. A. (2008). Biologi Edisi Kedelapan Jilid III. Erlangga:Jakarta
Campbell, N. A. (2008). Biologi Edisi Kedelapan Jilid III. Jakarta: Erlangga.
Darmawati, S. E. (2005). Frekuensi dan Penyebaaran Alel Golongan Darah A B O SMUN 1
Suku Bangsa Melayu di Kecamatan Rupat Kabupaten Bengkalis Riau. Jurnal Biogenesis
, vol. 1 (2): 66-69.
Depkes RI, 1989, Materia Medika Indonesia, Jilid V, 434, 436, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta
Depkes RI. 2011. Target Tujuan Pembangunan MDGs. Direktorat Jendral Kesehatan Ibu dan
Anak: Jakarta.
Febianty, N., Sugiarto, C. and Sadeli, L. 2013. Perbaningan Pemeriksaan KadarHemoglobin
dengan Menggunakan Metode Sahli Dan Autoanalyzer Pada Orang Normal, pp. 3–6.
Fikriana, Riza. (2018). Sistem Kardiovaskular. Sleman : Penerbit Deepublish.
Gandasoebrata, R, 2010. Penuntun Laboratorium Klinik, cetakan ke-16, Jakarta :Dian rakyat.
Ganong, F.G. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 14. Jakarta: Kedoteran EGC.
Ganong, W. (2001). Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Gapar. 2015. Hubungan Peningkatan Angka Leukosit Pada Pasien Stroke Hemoragik Fase
Akut Dengan Mortalitas Di RSUD DR. Abdul Aziz Singkawang. Fakultas Kedokteran:
Universitas Tanjung Pura: Sumatera Utara
Gibson, J. (1996). Mikrobiologi dan Patologi Modern. Jakarta: EGC.
Graha A.2010.Adaptasi Suhu Tubuh Terhadap Latihan dan Efek Cedera di Cuaca Panas dan
Dingin. Jurnal Olahraga Prestasi, Volume 6, Nomor 2. Universitas Negeri Yogyakarta :
Yogyakarta.
Gressner, A. M., & Gressner, O. A. 2017. International Federation of Clinical Chemistry and
Laboratory Medicine. Lexikon der Medizinischen Laboratoriumsdiagnostik.
https://doi.org/10.1007/978-3-662-49054-9_1601-1
Guyton, A. (1993). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Jakarta :EGC.
Guyton, A. (1997). Fisiologi Kedokteran . Jakarta: EGC.
Guyton, A. (2007). Fisiologi Kedokteran . Jakarta: EGC.
Guyton, A. C. (1989). Fisiologi Manusia dan Mekanismenya Terhadap Penyakit. Jakarta: EGC.
Harris, H. (1994). Dasar-Dasar Genetika Biokemis Manusia. Yogyakarta: UGM Press.
Hoffbrand, A. V., Moss, P. A. H., & Pettit, J. E. 2006. Essential Haematology (Fifth
Edit).Blackwell Publishing.
I Gusti Ngurah Gede.2018. Gambaran Kadar Hemoglobin Dengan Pemeriksaan Menggunakan
Metode Point of Care Testing dan Hematology Analyzer. Diploma thesis. Jurusan Analis
Kesehatan,Poltekkses Denpasar: Bali
Martuti, A. (2009). Hipertensi Merawat dan Menyembuhkan Penakut Tekanan Darah Tinggi.
Bantul: Kreasi Kencana
Minors S.2007.Hoffbrand A, Mehtta A. Anaesthesia and intensive care medicine. Haemostasis,
blood platelet and coagulation. Elsevier Ltd
Noviansari.2013. Transformasi Metil Eugenol Menjadi 3-3,4 Dimetoksi Fenil-1- Propanol Dan
Uji Aktifitasnya sebagai Antibakteri, Jurnal Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri
Semarang: Semarang
Nugraha, Gilang and Badrawi, Imaduddin.2018.Pedoman Teknik Pemeriksaan Laboratorium
Klinik. Trans Info Media:Jakarta. ISBN 978-602-202-264-0
Nurachmach, Elly. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta: Penerbit Salemba Medika
Nurcahyo, H. (1998). Anatomi dan Fisiologi Hewan. Yogyakarta: UNY Press.
Oesman F, Setiabudy R.2009..Fisiologi Hemostasis dan Fibrinolisis. In: Hemostasis and
Trombosis. ed. 4. Jakarta: FK UI:1-10.
Pearce, E. (2006). Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia
Pearce, E. 2006. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Para Medis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Petrovich C.1997. Hemostasis and Hemotherphy. In: Clinical Anesthesia. 3th editio.
Philadelpia: Lippincott – Raven:199-206.
Riswanto. 2013. Pemeriksaan Laboratorium Hematologi. Alfamedika dan Kanal Medika.
Yogyakarta
Ronny, S. 2009. Fisiologi Kardiovaskular Berbasis Masalah Keperawatan. Jakarta: EGC.
Sadikin, M. (2008). Biokimia Darah. Jakarta: Widyamedika.
Shamsher,A.A.2010.Effect of Transdermally Delivered Aspirin on Blood Coagulation
Parameters.Am.J.Biomed.Sci.2(2):129-141
Sholekah, L. (2018). Perbedaan kadar hemoglobin darah vena dengan darah kapiler metode
cupri sulfat . UMS.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner
&Suddarth. Vol. 2. E/8”, EGC :Jakarta.
Soewolo. (1999). Fisiologi Manusia. Malang: FMIPA UNM. Soewolo. (2003). Fisiologi
Manusia. Jakarta: EGC.
Suminar, S. R. 2011. Analisis Hukum Terhadap Pemberian Transfusi Darah Di RumahSakit
Berdasarkan UndangUndang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jurnal
FH.UNISBA, 13(3).
Suryo. (2005). Genetika. Yogyakarta: UGM Press.
Umar I.2020. Hemostasis and Disseminated Intravascular Coagulation (DIC). Journal of
Anaesthesia and Pain, Volume: 1, No.2: 19-32https://jap.ub.ac.id
Wulangi. (1995). Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Jakarta: Departemen P&K Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi. Pembina Tenaga Kependidikan Pendidikan Tinggi.
Yustiah. (2011). Teknik Penyimpanan dan Pemeliharaan Mikroba. Bogor: Balai Penelitian
Bioteknologi Tanaman Pangan

Anda mungkin juga menyukai