Anda di halaman 1dari 34

Referat

FAKTOR RISIKO KONSUMSI MSG DALAM


TUMBUH KEMBANG ANAK

Oleh:
Indah KurniaSari, S.Ked.
NIM 71 2020 016

Pembimbing:
dr. Liza Chairani, Sp.A, M.Kes

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
TAHUN 2021
HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT
FAKTOR RISIKO KONSUMSI MSG DALAM
TUMBUH KEMBANG ANAK

Dipersiapkan dan disusun oleh


Indah KurniaSari, S.Ked.
NIM 71 2020 016

Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang

Palembang, Oktober 2021


Pembimbing

dr. Liza Chairani, Sp.A, M.Kes

ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya bisa menyelesaikan referat ini. Penulisan referat ini dilakukan
dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik di
SMF Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang pada
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Saya menyadari
bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa kepaniteraan
klinik sampai pada penyusunan referat ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan referat ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1) dr. Liza Chairani, Sp. A, M.Kes, selaku pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan referat ini;
2) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
3) Rekan sejawat serta semua pihak yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan referat ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga referat ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu.

Palembang, Oktober 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………… i


HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………….. ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH ………… iii
DAFTAR ISI …………………………………………………………. iv

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan .............................................................................. 2
1.3 Manfaat Teoritis ................................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1.Definisi Flu Burung .............................................................................. 3
2.2 Epidemiologi Flu Burung ...................................................................... 3
2.3 Etiologi Flu Burung .............................................................................. 4
2.4 Patogenesis Flu Burung ....................................................................... 5
2.5 Manifestasi Klinis Flu Burung .............................................................. 6
2.6 Tipe-Tipe Kasus Flu Burung ................................................................. 9
2.7 Diagnosis Flu Burung .......................................................................... 10
2.8 Diagnosis Banding Flu Burung ............................................................ 12
2.9 Komplikasi Flu Burung ........................................................................ 15
2.10 Prognosis Flu Burung ......................................................................... 15

BAB III KESIMPULAN ............................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 17

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tumbuh kembang merupakan manifestasi yang kompleks dari peubahan
morfologi,biokimia dan fisiologi yang terjadi sejak konsepsi sampai
maturitas/ dewasa.
Pertumbuhan (growth) adalah perubahan yang bersifat kuantitatif,
yaitu bertambahnya jumalah, ukuran, dimensi pada tingkat sel, organ,
maupun individu. Anak tidak hanya bertambah besar secara fisik, melainkan
juga ukuran dan struktur organ-organ tubuh dan otak. 1
Perkembangan (development) adalah bertambahnya yang bersifat
kuantitatif dan kualitatif. Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan
(skill) struktur dan hasil dari proses pematangan/maturitas. Perkembangan
menyangkut berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat
memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan kognitif, bahasa,
motorik, emosi dan perkembangan prilaku sebagai hasil interaksi dengan
lingkungannya. 1
Kemajuan teknologi informasi membawa dampak terhadap perubahan gaya
hidup masyarakat, termasuk perubahan pola konsumsi makanan yang lebih
banyak mengkonsumsi jenis makanan cepat saji, makanan kemasan dan
awetan yang belakangan ini semakin banyak dijual di pasar tradisional dan
swalayan. Penggunaan bahan tambahan makan banyak sekali digunakan
dalam kehidupan sehari-hari, seperti senyawa Lasam glutamat yang
digunakan dalam bentuk garamnya yaitu MSG. Berbagai merk dagang
MSG telah dikenal di masyarakat secara luas seperti ajinomoto, vetsin,
micin, sasa, miwon dan sebagainya. 2 (Maidawilis, 2010).
Beberapa kali muncul kekhawatiran di media, terutama diwakili oleh
Lembaga Konsumen, soal di pasaran ada berbagai produk makanan ringan
dalam kemasan yang biasa dikonsumsi anak-anak, tidak mencantumkan
kandungan MSG (vetsin).Kritik tersebut menyatakan, konsumsi MSG
dalam jumlah tertentu mengancam kesehatan anak anak.Menteri Kesehatan

1
pun sudah memberi pernyataan yang meminta Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM) menarik produk makanan kemasan yang tidak
mencantumkan kandungan MSG atau seberapa jauhkah sebenarnya MSG
membahayakan kesehatan manusia. 3 (Ardyanto, 2004).
Monosodium glutamat mengandung glutamat sebagai komponen utama
dan merupakan neurotransmitter yang bersifat eksitasi. Peran glutamat dalam
tubuh dapat bersifat fisiologis maupun patologis. Efek samping monosodium
glutamat adalah efek toksik terhadap sel neuron otak dan mengganggu fungsi
sistem saraf pusat, salah satunya hipokampus yang berperan pada proses
belajar dan memori (Rofiqoh, 2018). Apabila terdapat gangguan pada sistem
kerja hipokampus hal tersebut ditakutkan dapat mempengaruhi prestasi
pembelajaran anak di sekolah.
Informasi mengenai pengaruh buruk MSG terhadap kesehatan tentu saja
membuat masyarakat khususnya orang tua mempunyai penilaian negatif
terhadap MSG. Monosodium glutamat merupakan salah satu contoh BTP
(Bahan Tambahan Pangan) dalam makanan yang seringkali dikonsumsi oleh
anak-anak (Saraswati, 2012).

1.2. Maksud dan Tujuan


Adapun maksud dan tujuan pembuatan refrat ini adalah :
1. Diharapkan pada semua sarjana kedokteran dapat memahami setiap kasus
faktor risiko konsumsi MSG dalam tumbuh kembang anak.
2. Diharapkan adanya pola pikir kritis setelah dilakukannya diskusi referat
tentang faktor risiko konsumsi MSG dalam tumbuh kembang anak.
3. Diharapkan pada semua sarjana kedokteran dapat mengaplikasikan
pemahaman yang didapat mengenai kasus faktor risiko konsumsi MSG
dalam tumbuh kembang anak.

1.3. Manfaat Teoritis


1.3.1. Teoritis
Untuk meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan ilmu
tentang faktor risiko konsumsi MSG dalam tumbuh kembang anak.

2
1.3.2. Praktis
Diharapkan agar dokter muda dapat mengaplikasikan ilmu
yang diperoleh daro refrat ini dalam kegiatan kepaniteraan klinik senior
(KKS) dan diterapkan di kemudian hari didalam praktik klinik.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Monosodium Glutamat


Asam glutamat (glutamat) merupakan salah satu dari 20 asam
amino yang menyusun protein dalam tubuh manusia dan berperan
penting dalam tubuh. Asam glutamat termaksud asam amino
nonesensial yang biasa di produksi sendiri oleh tubuh dihati serta
banyak terdapat pada makanan yang mengandung protein. Asam
glutamat yang terkandung didalam berbagai macam makanan ada
dalam bentuk terikat maupun bebas. Fungsinya adalah sebagai molekul
penting dalam dalam metabolisme seluler, bahan untuk biosintesa
dengan asam amino yang lain serta meningkatkan neurotrasmiter untuk
fungsi normal otak (Kurtanty, 2018).
Monosodium glutamate (MSG) seperti bubuk kristal berwarna
putih sejak lama telah digunakan sebagai bahan tambahan pada
berbagai jenis makanan di berbagai negara. Kandungan garam natrium
asam glutamat pada MSG berfungsi sebagai penguat dan penyedap rasa
bila ditambahkan terutama pada makanan yang mengandung protein.
Glutamat adalah salah satu jenis asam amino penyusun protein dan
merupakan komponen alami dalam setiap makhluk hidup baik dalam
bentuk terikat maupun bebas. Semua makanan yang mengandung
protein seperti daging, ikan, susu dan tanaman banyak mengandung
glutamat. Glutamat yang masih terikat dengan asam amino lain sebagai
protein tidak memiliki rasa, tetapi dalam bentuk bebas memiliki rasa
gurih. Semakin tinggi kandungan glutamat bebas dalam suatu makanan,
semakin kuat rasa gurihnya. Glutamat bebas dalam makanan sehari-hari
umumnya rendah, sehingga untuk memperkuat cita rasa perlu adanya
tambahan bumbu-bumbu yang kaya kandungan glutamat
bebas.Glutamat bebas tersebut bereaksi dengan ion natrium membentuk
garam MSG. European Food Information Council [internet]. Europe:

4
European Food Information Council;2002 [diakses tanggal 12 April 2016].
Tersedia dari: http://www.eufic.org/

Diketahui komposisi senyawa MSG adalah 78% glutamat, 12%


natrium dan 10% air. Monosodium glutamate bila larut dalam air
ataupun saliva akan berdisosiasi menjadi garam bebas dan menjadi

bentuk anion dari glutamat. Glutamat akan membuka channel Ca2+

pada neuron yang terdapat taste bud sehingga memungkinkan Ca2+


bergerak ke dalam sel dan menimbulkan depolarisasi reseptor dan
potensial aksi yang sampai ke otak lalu diterjemahkan sebagai rasa
lezat.

2.2 Fungsi Monosodium Glutamat


1. Substansi Untuk Sintesis Protein
Glutamat sebagai salah satu asam amino yang banyak terdapat di
dalam sumber alami. Diperkirakan 10-40% glutamat terkandung
di dalam protein. L-glutamic acid merupakan bahan yang penting
untuk sintesis protein. Asam glutamat memiliki karakter fisik dan
kimia yang dapat menjadi struktur sekunder dari protein yang
disebut rantai α.
2. Pasangan Transaminasi dengan α- ketoglutarate
L-glutamatedisintesis dari amonia dan α- ketoglutarate dalam
suatu reaksi yang dikatalisir oleh L-glutamate dehydrogenase
(siklus asam sitrat). Reaksi ini penting dalam biosintesis seluruh
asam amino. Glutamat yang diserap akan ditransaminasikan
dengan piruvat dalam bentuk alanin.Alanin dari hasil
transaminasi dari piruvat oleh asam amino dekarboksilat
menghasilkan aketoglutarat atau oksaloasetat. Glutamat yang
lolos dari metabolisme mukosa dibawa melalui vena portal ke
hati. Sebagian glutamat dikonversikan oleh usus dan hati dalam
bentuk glukosa dan laktat, kemudian dialirkan ke darah perifer.

5
3. PrekursorGlutamin
Glutamin dibentuk dari glutamat oleh glutamin sintetase. Ini juga
merupakan reaksi yang sangat penting di dalam metabolisme
asam amino. Amonia akan dikonversikan menjadi glutamin
sebelum masuk ke dalam sirkulasi. Glutamat dan glutamin
merupakan mata rantai karbon dan nitrogen di dalam proses
metabolisme karbohidrat dan protein. Prekursor dari N-
acetylglutamate. N-acetylglutamate merupakan allosterik yang
penting untuk mengaktifkan carbamyl, phosphate synthetase I,
suatu enzim yang berperan penting di dalam siklus urea.
4. Neurotransmitter
Glutamat adalah transmitter mayor di otak yang berfungsi sebagi
mediator untuk menyampaikan transmisi post-sinaptik. Selain itu,
glutamat berfungsi sebagai prekursor dari neurotransmiter
Gamma amino butiric acid (GABA).

2.3 Efek Samping Monosodium Glutamat


Di otak terdapat asam amino glutamat yang berfungsi sebagai
neurotransmiter untuk menjalarkan rangsang antar neuron. Tetapi bila
terakumulasi di sinaps (celah antar sel saraf) akan bersifat
eksitotoksikbagi otak. Hal itu terjadi karena ada kerja dari glutamat
transporter protein untuk menyerapnya dari cairan ekstraseluler,
termasuk salah satu peranannya untuk keperluan sintesis GABA oleh
kerja enzim GlutamicAcid Decarboxylase (GAD). Gamma amino
butiric acid ini juga termasuk neurotransmitter sekaligusmemiliki
fungsi lain sebagai reseptor glutamatergik, sehingga bisa menjadi target
dari sifat toksik glutamat. Disamping kerja glutamat transporter protein,
ada enzim glutamine sintetase yang bertugas merubah amonia dan
glutamat menjadi glutamin yangtidak berbahaya dan bisa dikeluarkan
dari otak.

Dengan demikian, meski terakumulasi di otak, asam glutamat


diusahakan untuk dipertahankan dalam kadar rendah dan non- toksik.

6
Reseptor sejenis untuk glutamat juga ditemukan di beberapa bagian
tubuh lain seperti tulang, jantung, ginjal, hati, plasenta, dan usus. Pada
konsumsi MGS, asam glutamat bebas yang dihasilkan sebagian akan
terikat di usus dan selebihnya dilepaskan ke dalam ke darah.
Selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh termasuk akan menembus
sawar darah otak dan terikat oleh reseptornya. Namun, seperti
disebutkan sebelumnya, asam glutamat bebas ini bersifat eksitotoksik
sehingga dihipotesiskan akan bisa merusak neuron otak bila sudah
melebihi kemampuan .

Jika monosodium glutamat dipanaskan dalam suhu tinggi, MSG


akan terpecah menjadi pyrolised-1 (Glu-P-1) dan glutamamic pyrolind-
2 (Glu-P-2), yaitu dua zat yang bersifat mutagenik dan karsinogenik.
Kedua zat ini telah terbukti menginduksi mutase Salmonella
typhimurium dan menyebabkan kanker kerongkongan ,lambung, usus,
hati, dan otak.Kemampuan menumbuhkan kanker hati dari kedua zat
ini jauh melebihi kekuatan aflatoksin. Keterangan dari atas belum
menjelaskan dampak kelebihan natrium (yang bersenyawa dengan
MSG) dalam jangka panjang terhadap misalnya tekanan darah.

2.4 Penyakit yang disebabkan oleh Monosodium Glutamat

1. Chinese Restaurant Syndrome

Diawali dari sebuah laporan kasus yang dituliskan dalam New


England Jurnal Of medicine 1968 sebagai pengalaman pribadi
Dr.Robert Ho Man Kwok (Amerika), setelah mengonsumsi
makanan dirumah makan Cina. Ia menamakan sebagai Chinese
Restaurant Syndrome (CRS) yang merupakan kumpulan gejala
berupa rasa kebas dibelakang leher, tubuh menjadi lemas serta
palpitasi (jantung berdebar-debar). Sejak itu berbagai penelitian

7
dilakukan untuk menilai keamanan penggunaan MSG terhadap
kesehatan (Kurtanty, 2018).

2. MSG dan Asma

MSG pertamakali dilaporkan sebagai Alergen oleh Allen dan Baker


(1981) yang di publikasikan dalam New England Jurnal Of medicine
Laporan ini berawal dari hasil pemeriksaan dua orang pasien yang
mengeluh serangan asma setelah 12 jam mengonsumsi makanan di
rumah makan Cina. Kemudian Peneliti melakukan uji provokasi
dengan memberikan kapsul yang berisi 2,5 gram MSG untuk
dikonsumsi. Dua belas jam kemudian, dilaporkan pasien mengalami
serangan asma dan dinilai dari berkurangnya laju ekspirasi
(Kurtanty, 2018).

3. MSG dan Kanker

MSG merupakan salah satu bahan tambahan makanan yang secara


pro-kontra dianggap sebagai karsinogen. MSG diduga berperan
dalam pertumbuhan dan invasi tumor otak melalui mekanisme
aktivitas peningkatan reseptor glutamat di daerah sekitar tumor.
Selain itu, MSG juga diduga memengaruhi proliferasi dan migrasi
sel-sel tumor (Kurtanty, 2018).
4. Alergi

Alergi akibat mengkonsumsi MSG memang dapat terjadi pada


sebagian kecil sekali dari konsumen. Beberapa peneliti bahkan
cenderung berpendapat nampaknya glutamat bukan merupakan
senyawa penyebab yang efektif, tetapi besar kemungkinannya gejala
tersebut ditimbulkan oleh senyawa hasil metabolisme seperti
misalnya GABA (Gama Amino Butyric Acid), serotinin atau bahkan
oleh histamin (Wahyuni, 2017).

8
5. Obesitas

MSG mengganggu hubungan endokrin antara meta-


thermoregulatory modulators (neuropeptida dan leptin) dan brown
fat. MSG mengurangithermogenicity brom fatsambil menekan
asupan makanan. Artinya, MSG berpotensi menyebabkan obesitas
bahkan ketika seseorang mengurangi asupan makanan sekalipun
(Wahyuni, 2017).

2.5 Makanan yang Mengandung MSG

Perlu diketahui bahwa produk makanan siap saji, makanan beku


maupun makanan kaleng biasanya mengandung MSG dalam jumlah
yang cukup besar disamping jajanan anak-anak, yakni pada berbagai
macam makanan kemasan cemilan seperti jenis kerupuk maupun
kentang goreng atau panggangan yang banyak dijual oleh pedagang
keliling maupun dalam bentuk makanan dalam kemasan yang aroma
baik gabungan dengan alami maupun dari bahan itu sendiri.

Selain ditambahkan sebagai bumbu masakan, selama ini makanan


instanlah yang dituding sebagai “gudang” MSG. mengenai jumlahnya,
tak diketahui pasti karena banyak produsen enggan menuliskannya
pada setiap kemasan. Kadar dalam masakan yang kita masak sendiri
sehari-hari pun sulit diketahui secara pasti karena senyawa ini
tercampur sedemikian rupa dalam makanan sehingga banyak orang
yang sama sekali tidak menyadari ketika sudah mengonsumsi MSG
dalam jumlah berlebih (Yuliarti, 2007).

Berikut klasifikasi makanan yang mengandung MSG yang sering


di jumpai di sekolah menurut Fimela (2013):

a. Bakso

Makanan yang satu ini paling terkenal dengan kandungan MSG nya. Selain
pada adonan bakso, kuah mie paling banyak mengandung MSG dan garam.

9
Namun tetap saja, jajanan ini paling banyak dicari dan bisa kita temukan
dijual. Selain bakso, makanan sejenis yang mengandung MSG adalah jenis
cilok atau pentol yang juga banyak dijual di pinggir jalan.

b. Mie Instant

Mie instant dalam bumbunya saja sudah mengandung banyak MSG. Mie
kriting yang berkuah atau dengan bumbu pedas dan telur mata sapi adalah
kenikmatan yang tak tergantikan.

c. Snack

Snack kemasan jaman kanak-kanak adalah salah satu makanan yang masih
digemari meski seseorang sudah beranjak dewasa. Selain kaya MSG,
makanan ini juga banyak mengandung bahan pengawet, bahkan pewarna.

d. Frozen food

Makanan beku memang enak disantap, namun bahan-bahan yang digunakan


mungkin tak pernah Anda bayangkan. Beberapa waktu lalu, chicken nugget
terbukti hanya 50% saja kandungan dagingnya. Sisanya adalah bahan
tambahan, bahkan tulang. Dan yang pasti, makanan ini tak terlepas dari
kandungan MSG.

e. Aneka Junk Food

Tidak beda jauh dari frozen food, junk food adalah salah satu makanan yang
mengandung MSG dan garam tinggi. Itulah yang membuat makanan ini jadi
salah satu makanan paling bikin ketagihan di dunia, namun juga bisa
menjadi makanan yang mengancam kesehatan. Makanan fast food yang
paling sering dijumpai disekolah seperti nugget, sosis, donat dan lain
sebagainya.

f. Gorengan

Untuk membangkitkan selera, kebanyakan gorengan menggunakan MSG.


Tepung bumbu atau sejenisnya yang digunakan tidak luput dari penggunaan

10
vetsin. Selain nikmat disantap selagi hangat, gorengan merupakan makanan
yang banyak dijual di pasaran.

2.6 Tumbuh Kembang


2.6.5 Pengertian Tumbuh Kembang
Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa
yang sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit di pisahkan,
yaitu pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan (growth)
berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau
dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan
ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter),
umur tulang dan keseimbanga metabolic (retensi kalsium dan nitrogen
tubuh). Perkembangan (development) adalah bertambahnya
kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih
kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil
dari proses pematangan. Di sini menyangkut adanya proses diferensiasi
dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang
berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat
memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual
dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan mempunyai


dampat terhadap aspek fisik, sedangkan perkembangan berkaitan
dengan pematangan fungsi organ/individu. Walaupun demikian kedua
peristiwa itu terjadi secara sinkron pada setiap individu.

Sedangkan untuk tercapainya tumbuh kembang yang optimal


tergantung pada potensi biologiknya. Tingkat tercapainya potensi
biologik seseorang, merupakan hasil interaksi berbagai factor yang
saling berkaitan, yaitu faktor genetik, lingkungan biofisiko-psiko-sosial
dan perilaku. Proses yang unik dan hasil akhir yang berbeda-beda yang
memberikan cirri tersendiri pada setiap anak.

11
2.6.5 Faktor yang Berpengaruh Terhadap Tumbuh Kembang
a. Faktor genetik.
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil
akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang
terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan
kualitas dan kuantintas pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan
kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap
rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang.
Termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai faktor bawaan
yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa.
Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi dengan
lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal.

Gangguan pertumbuhan di negara maju lebih sering diakibatkan


oleh faktor genetik ini. Sedangkan di negara yang sedang berkembang,
gangguan pertumbuhan selain diakibatkan oleh faktor genetik, juga
faktor lingkungan yang kurang memadai untuk tumbuh kembang anak
yang optimal, bahkan kedua faktor ini dapat menyebabkan kematian
anak-anak sebelum mencampai usia Balita. Disamping itu, banyak
penyakit keturunan yang disebabkan oleh kelainan kromosom, seperti
sindrom Down, sindrom Turner, dll.

b. Faktor lingkungan.
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai
atau tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan
memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang
baik akan menghambatnya. Lingkungan ini merupakan lingkungan
“bio-fisiko-psiko-sosial” yang mempengaruhi individu setiap hari,
mulai dari konsepsi sampai akhir hayatnya. Faktor lingkungan ini
secara garis besar dibagi menjadi ;

1) Faktor lingkungan yang mempengaruhi anak pada waktu masih di


dalam kandungan (Faktor prenatal).

12
2) Faktor lingkungan yang mempengaruhi tumbuh kembang anak
setelah lahir (Faktor postnatal).

2.6.5 Masa Pertumbuhan dan Perkembangan


Pertumbuhan dan perkembangan secara garis besar terbagi dua tahap,
yaitu masa prenatal, dan masa post natal. Masa prenatal, adalah masa janin
didalam kandungan, dan terdiri atas dua periode yaitu masa embrio dan
masa fetus. Masa embrio adalah periode setelah konsepsi hingga umur
kehamilan 8 minggu, dimana ovum yang dibuahi akan mengalami
diferensiasi yang berlangsung cepat hingga membentuk suatu sistem organ
dalam tubuh.

Masa fetus adalah kehamilan pada awal minggu ke 9, dan dibagi pada
dua tahap yaitu masa fetus dini dan masa fetus lanjut. Masa fetus dini mulai
saat kehamilan berusia 9 minggu sampai dengan trimester kedua. Pada tahap
ini, terjadi kecepatan yang meningkat pada pertumbuhan dan pembentukan
janin, sehingga membentuk manusia dengan organ – organ tubuh yang
mulai berfungsi.

Masa akhir trimester kedua memasuki trimester ketiga, menunjukkan


fasa fetus dini memasuki fase fetus lanjut dimana, pertumbuhan berlangsung
dengan pesat dan perkembangan fungsi-fungsi tubuh mulai terlihat. Pada
fase ini juga terjadi transfer immunoglobulin G (IgG) dari darah ibu melalui
plasenta sedangkan di daerah otak dan retina fetus terjadi akumulasi asam
lemak essensial dari seri omega 3 dan omega 6 (Tanuwidjaya.S, 2002).

Sesudah lahir, tahap pertumbuhan dan perkembangan akan masuk ke


masa post natal. Masa post natal terdiri dari beberapa periode, yaitu masa
neonatal (0-28 hari), masa bayi (bayi dini dan bayi lanjut), masa prasekolah,
masa sekolah atau pra-pubertas dan masa remaja (adolescent). Tahap awal
neonatus adalah beradaptasi terhadap lingkungan, yang termasuk perubahan
sirkulasi darah dan mulainya berfungsi berbagai organ – organ tubuhnya
yang lain seperti parunya (Tanuwidjaya. S, 2002).

13
Setelah berakhirnya masa neonatus, fase berikutnya adalah fase bayi,
yang terbagi dua fase yaitu bayi dini dan bayi lanjut. Fase bayi dini yang
berawal dari usia 1 bulan hingga 12 bulan. Pada fase bayi dini pertumbuhan
akan terjadi dengan pesat dan proses pematangan organ akan berlangsung
secara berkelanjutan terutama meningkatnya fungsi sistem saraf
(Tanuwidjaya.S, 2002).

Setelah bayi mencapai usia 1 tahun, ia akan masuk ke masa bayi akhir,
yang berlangsung hingga ia mencapai usia 2 tahun, ditahap ini kecepatan
pertumbuhan mulai menurun dan ada kemajuan pada perkembangan
motorik dan fungsi ekskresi. Pada saat usianya masuk 2 tahun, dia akan
memasuki tahap prasekolah (preschooler), di usia ini pertumbuhan anak
akan berlangsung dengan stabil dan terjadi perkembangan dengan
aktifitasnya sehari-hari dan meningkatnya keterampilan dan proses berpikir.
Masa sekolah atau masa prapubertas terjadi pada anak wanita dikalangan
usia 6 hingga 10 tahun, sedangkan anak laki laki usia 8 hingga 12 tahun,
diperiode ini anak-anak akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat
dibandingkan dengan masa prasekolah, keterampilan dan intelektual makin
berkembang, dia senang bermain berkelompok dengan jenis kelamin yang
sama.

Anak wanita biasanya akan memasuki masa adolesensi 2 tahun lebih


cepat dibandingkan anak laki-laki. Usia anak wanita memasuki masa
adolesensi adalah antara usia 10 hingga 18 tahun, sedangkan anak laki -laki
akan mengalami masa adolensensi diusia 12 hingga 20 tahun. Masa ini
merupakan transisi periode anak memasuki tahap menjadi seorang dewasa.
Ada terjadi percepatan pertumbuhan berat badan dan tinggi badan yang
sangat pesat yang disebut Adolescent Growth spurt yang disertai juga
dengan terjadi pertumbuhan dan perkembangan pesat dari alat kelamin dan
timbulnya tanda- tanda kelamin sekunder (Tanuwidjaya. S, 2002).

Monitoring pertumbuhan dan perkembangan anak dapat dilakukan


dengan parameter ukur tertentu seperti fisik, gizi, maturitas dan penilaian
milestones perkembangan (Narendra, 2002). Penilaian pertumbuhan anak

14
menggunakan parameter ukuran antropometrik yang sering dipakai pada
penilaian pertumbuhan fisik yaitu berat badan, tinggi badan, lingkaran
kepala, tebal lipatan kulit dan lingkaran lengan atas panjang (Narendra,
2002).

Untuk berat badan pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan


timbangan seperti timbangan injak. Berat badan merupakan ukuran
antropometrik terpenting, karena merupakan hasil keseluruhan peningkatan
jaringan-jaringan tulang, otot, lemak dan juga cairan tubuh. Berat badan
pada saat ini merupakan indikator yang baik untuk menentukan status gizi
anak serta keadaan tumbuh kembang anak (Narendra, 2002).

Pengukuran tinggi badan pada usia hingga 2 tahun diukur dengan


menggunakan alat infantometer. Bayi dalam posisi berbaring diantara alat,
dan satu bagian dari alat menempel dibagian ubun-ubun bayi. Untuk anak
usia diatas 2 tahun dapat digunakan alat seperti stadiometer, microtoise, dan
tinggi duduk. Tujuan dari pengukuran ini adalah mendapatkan jarak tinggi
dari permukaan kepala hingga telapak kaki, atau hingga ujung tulang sacrum
pada tinggi duduk. Anak biasanya disarankan untuk menarik nafas dalam-
dalam dan berdiri tegak untuk meluruskan posisi tubuh jika sang anak
menderita kifosis atau lordosis. Keistimewaan dari pengukuran tinggi badan
adalah nilai tinggi badan yang terus meningkat walaupun laju tumbuh akan
berubah dari masa ke masa. Tinggi badan hanya menyusut pada usia lanjut
maka dari itu nilai tinggi badan dapat digunakan untuk dasar perbandingan
terhadap perubahan-perubahan relatif seperti berat badan dan lingkaran
lengan atas (Narendra, 2002).

Pengukuran lingkaran kepala dilakukan pada daerah occipitofrontal


anak, dan mencerminkan volume intrakranial yang merupakan ukuran
pertumbuhan otak. Laju tumbuh akan pesat dalam waktu 6 bulan pertama
semenjak lahir, dan akan terus berkurang hingga usia 3 tahun. Maka manfaat
pengukuran lingkaran kepala terbatas hingga usia 3 tahun kecuali pada
kasus hidrosefalus (Narendra, 2002).

15
Lingkaran lengan atas dilakukan dari biasanya pada lengan kiri.
Lengan dibiarkan menggantung bebas disamping badan. Batas pengukuran
adalah pertengahan antara akromion dan olekranon pada lengan
dibengkokkan 90 derajat. Pengukuran lingkaran lengan mencerminkan
tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang tidak dipengaruhi terlalu
banyak oleh jumlah cairan tubuh seperti berat badan. Ini juga bisa dipakai
untuk menilai status gizi dan keadaan tumbuh kembang pada anak di dalam
kelompok usia prasekolah (Narendra 2002).

Ketebalan lipatan kulit atau skinfold, dilakukan agar dapat menilai


tebalnya lemak subkutan. Alat yang dapat digunakan adalah Harpenden
skinfold caliper dan pengukuran dilakukan pada daerah biceps, triceps,
subskapula dan daerah panggul. Tebalnya lipatan kulit pada daerah triceps
dan subskapuler merupakan refleksi tumbuh kembang jaringan lemak di
bawah kulit, yang merceminkan kecukupan energi. Dalam keadaan
defisiensi lipatan kulit akan menipis dan dalam keadaan gizi yang
berlebihan seperti obesitas lipatan kulit dapat menebal (Narendra, 2002).

Selain menggunakan pengukuran antropometrik untuk menilai


pertumbuhan anak, dapat juga dilakukan pemantauan terhadap bentuk
tubuh, perbandingan bagian kepala, tubuh dan bagiannya, pertumbuhan
rambut termasuk warna rambut, diameter ketebalan atau ketipisan rambut
dan akar rambut.Pemantauan juga dapat dilakukan terhadap gigi, melihat
kapan gigi susu anak tumbuh atau erupsi dan penggantian dengan gigi
permanen (Narendra, 2002).

Kemajuan perkembangan pada anak dapat ditentukan oleh


kemampuan fungsionalnya yang dicapainya dengan prinsip-prinsip seperti
terdapat pola kemajuan perkembangan yang nyata dan konsisten dan dapat
digambarkan dengan patokan kemampuan perkembangan (milestones)
berjenjang yang penting. Kemajuan perkembangan pada setiap tahap harus
dipertimbangkan tercapai dalam batasan usia yang sesuai patokan dan dalam
jangka waktu yang tepat (Narendra, 2002).

16
Perkembangan anak pada fase awal dapat dibagi menjadi 4 aspek
kemampuan fungsional yaitu motorik kasar, motorik halus serta
penglihatan, berbahasa, berbicara dan pendengaran dan juga secara sosial
emosi dan perilaku. Adanya kekurangan pada salah satu aspek kemampuan
tersebut dapat mempengaruhi kemampuan-kemampuan seperti perhatian,
kemampuan konsentrasi dan sejauh mana kemampuan individual anak
terintegrasi (Narendra, 2002). Terdapat variasi pada pola batas pencapaian
dan kecepatan baik pada perkembagan motorik sosial maupun perilaku.
Kurangnya stimulasi mungkin berkaitan dengan keterlambatan
perkembangan terutama pada kemampuan berbicara, bahasa dan sosial.
Selain mencapai tahap perkembangan, kualitas yang dicapai juga penting.
Anak mungkin akan mencapai tolok ukur berbahasa, menyusun kalimat,
pada tahap yang sesuai akan tetapi tidak mampu atau lemah dalam berdikusi
atau berkomunikasi dengan orang dilingkungannya (Narendra, 2002).

Penilaian perkembangan anak kecil dilakukan diprogram kegiatan


surveilans dan skrining, kepedulian orang tua dan apabila terdapat hal-hal
yang ganjil ditemukan oleh para profesional pada perkembangan anak
(Narendra, 2002). Skrining perkembangan adalah instrumen yang standard
dan valid yang telah diteliti kepekaannya untuk mendeteksi gangguan
perkembangan pada anak. Instrumen standard pengukuran memerlukan
kepekaan dan spesifisitas sebanyak 70-80% (Glascoe, 2004).

Ada beberapa instrumen yang dapat digunakan untuk deteksi


gangguan perkembangan anak, salah satu yang paling sering digunakan
secara internasional adalah DDST (Denver Developmental Screening Test)
(Narendra, 2002). Sedangkan di Indonesia alat yang paling sering
digunakan oleh para ahli medis seperti dokter, bidan, perawat dan juga
dikalangan masyarakat oleh petugas PADU terlatih atau Guru TK terlatih,
adalah KPSP atau Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia 2005).

KPSP adalah suatu kuesioner yang berisi 9 hingga 10 pertanyaan yang


disusun merurut umur anak. Sasaran KPSP adalah anak umur 0 hingga 72

17
bulan. Acuan yang digunakan dalam penyusunan KPSP adalah
'Prescreening Developmental Questionaire' (PDQ) dari Frankenburg dkk
pada tahun 1976.

2.6.5 Penyimpangan Tumbuh Kembang


Sesuai dengan definisi proses tumbuh (pertumbuhan) yaitu
perubahan ukuran fisik dan struktur tubuh, dan proses kembang
(perkembangan) yaitu perobahan fungsi dan pematangan organ,
psikomotor, dan perilaku anak dari tahap intra uterine hingga dewasa.
Oleh karena itu yang dimaksud penyimpangan tumbuh kembangpun
perlu ditelaah masalahnya dari proses yang berlangsung sejak intra
uterine hingga dewasa pula.

Dalam praktek pelayanan kesehatan anak, masalah


penyimpangan tumbuh kembang secara praktis dapat dibagi 2 yaitu :

a. Penyimpangan pertumbuhan dengan menggunakan tolok ukur


pertumbuhan, yaitu ukuran tubuh (anthropometri) dan bentuk
morfologi yang menyimpang dari normal.
b. Penyimpangan perkembangan dengan menggunakan tolok ukur
perkembangan
1). Motorik kasar

2). Motorik halus

3). Kepribadian sosial

4). Bahasa
Telah diketahui bersama bahwa pada kurva distribusi normal dari
Gauss terdapat kelompok mayoritas dalam batas normal, kemudian
terdapat kelompok yang menyimpang lambat atau cepat. Begitu pula
perkembangan yang dibandingkan dengan milestones baku (standard).
Dengan tolok ukur yang ada misalnya dengan menggunakan instrumen
Denver II dapat dinilai penyimpangan yang terdapat pada sekelompok
anak dalam proses tumbuh kembangnya. Walaupun pada hakekatnya
proses pertumbuhan dan perkembangan anak itu berlangsung secara

18
simultan (bersama-sama dan bertahap), akan tetapi dalam sistematika
prosedur menetapkan penilaian menuju diagnosis perlu difokuskan
pada pertumbuhan dahulu kemudian pada perkembangannya juga.

a. Penyimpangan Pertumbuhan Anak


Penyimpangan pertumbuhan anak dapat diketahui dengan cara
pemantauan dan pemeriksaan seksama sejak kehamilan misalnya dengan
memperhatikan kenaikan berat badan ibu setiap bulan dan USG untuk
kemungkinan kelainan organik. Beberapa hal berikut perlu diperhatikan
sebagai tanda adanya penyimpangan pertumbuhan:

1) Bentuk tubuh , ukuran, simetris atau tidak :


Kepala (fontanella, pembengkakan), muka (posisi mata,
bentuk palpebra, pupil, lensa, telinga, bentuk mandibula, maxilla,
hidung dan bibir), dada/thorax, jarak puting susu, umbilicus, otot
perut, vertebra scoliosis/kyphosis, spina dan posisi serta adanya
anus. Pada remaja; bentuk dan ukuran genitalia,payudara, rambut
pubis dan axilla.

2) Anthropometri :
Ukuran tinggi/panjang badan, berat badan, lingkaran
kepala,lingkaran lengan, lingkaran dada, panjang lengan/tungkai.
Data-data pengukuran yang dilakukan dengan tepat dan benar diplot
dan dibandingkan dengan standard yang sudah disepakati untuk
negara bersangkutan atau oleh WHO untuk digunakan.

3) Gagal tumbuh (Failure to thrive)


Terminologi ini sekarang disebut juga sebagai Growth
Deficiency didefinisikan sebagai melambatnya kecepatan tumbuh
yang mengakibatkan garis pertumbuhan memotong 2 garis persentil
pertumbuhan dibawahnya pada kurva pertumbuhan anak. Gagal
tumbuh bukanlah suatu penyakit akan tetapi suatu tanda dari
keadaan galur (pathway) umum dari banyak masalah medik,
psikososial dan lingkungan yang mengakibatkan pertumbuhan yang

19
terhambat pada anak. Walaupun konsep awal gagal tumbuh
diklasifikasikan sebagai organik dan non organik, akan tetapi
sekarang telah difahami bahwa gagal tumbuh merupakan interaksi
antara lingkungan dengan kesehatan anak, perkembangan dan
perilaku.

Evaluasi pada anak dengan pertumbuhan yang lambat atau tidak


tumbuh sama sekali, merupakan tantangan bagi kemampuan dokter anak
untuk secara simultan mengevaluasi informasi biomedik dan psikososial
yang didapatkan melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik. Masalah yang
penting adalah pada tahap penegakkan diagnosis, karena kondisi anak
bisa saja dalam penyakit yang gawat atau dalam keadaan kegawatan
lingkungan psikososial. Akan tetapi kebanyakan kasus gagal tumbuh
disebabkan oleh gizi yang tidak adekuat dikarenakan faktor biologi dan
lingkungan yang tidak saling menunjang sehingga menyulitkan
tercapainya status gizi yang baik.

Dalam buku Lange Current Pediatric Diagnosis&Treatment


tercantum 3 pola Growth deficiency sebagai berikut:

1) Tipe I. Berat badan lebih tertekan daripada tinggi badan, lingkaran


kepala tidak terganggu pertumbuhannya. Umumnya karena masukan
kalori tidak cukup, pengeluaran kalori yang berlebihan, masukan
kalori yang berlebihan, atau ketidak mampuan tubuh perifer
menggunakan kalori. Kebanyakan kasus merupakan akibat dari
kegagalan pada penyampaian (delivery) kejaringan yang dituju.
Kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor kemiskinan,
kesenjangan hubungan pengasuh dan anak, pola makan yang
abnormal atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut.
2) Tipe II. Ditandai oleh tubuh kecil yang proporsional, lingkaran
kepala dalam batas normal. Berkaitan dengan faktor genetik pada
perawakan pendek,endokrinopati, pertumbuhan lambat
konstitusional, penyakit jantung atau ginjal, displasia tulang.

20
3) Tipe III. Ditandai oleh ketiga parameter (tinggi, berat dan lingkaran
kepala) dibawah normal. Tipe ini berkaitan dengan Susunan Syaraf
Pusat yang abnormal, defek pada khromosom, dan gangguan
perinatal.

b. Penyimpangan Perkembangan Anak


Penilaian perkembangan anak meliputi identifikasi dini masalah-
masalah perkembangan anak dengan screening (skrining/ penapisan/
penjaringan) dan surveillance ukuran standard atau non standard, yang
juga digabungkan dengan informasi tentang perkembangan sosial,
riwayat keluarga, riwayat medik dan hasil pemeriksaan mediknya.
Penyimpangan perkembangan biasanya dibahas bersama-sama dengan
penyimpangan perilaku dalam bab yang sama, dengan kelainan yang
sangat luas variasinya.

Tolok ukur perkembangan meliputi motorik kasar, halus,


berbahasa, perilaku sosial dipakai dalam skrining pada Denver
Developmental Screening Test (DDST) dan Denver II misalnya.
Sedangkan untuk IQ (Intelligence Qotient, SQ (Social Qotient), EQ
(Emotional Qotient) yang dilakukan oleh para psikolog diperlukan
untuk menetapkan batas-batas kemampuan kurang, normal, atau
berbakat (pada gifted children), pada test pemilihan sekolah/pendidikan
yang tepat (placement test). atau semacam fit and proper test pada
orang dewasa. Dikatakan terdapat penyimpangan perkembangan
apabila kemampuan anak tidak sesuai dengan tolok ukur (milestones)
anak normal.

Dalam survai diperoleh dari informasi kepedulian orang tua


terhadap perkembangan dan perilaku anaknya. Kategori kepedulian
orang tua dalam deteksi penyimpangan perkembangan anak :

1) Emosi dan perilaku


2) Berbicara dan berbahasa
3) Ketrampilan sosial dan menolong diri sendiri

21
4) Motorik kasar
5) Motorik halus
6) Membandingkan dengan lingkungan
7) Masalah anak yang orang tuanya tidak mengeluh

2.6.5 Penyimpangan Tumbuh Kembang


a. Anamnesa
Keluhan orang tua dan riwayat tumbuh kembang (lisan dan
tertulis/ kuesioner skrining perkembangan anak).

b. Pemeriksaan
Observasi dan pemeriksaan (bentuk muka, tubuh, tindak tanduk
anak, hubungan anak dengan orang tua/pengasuhnya, sikap anak
terhadap pemeriksa). Dilakukan juga pengukuran anthropometri:

Rutin: Tinggi badan, berat badan, lingkaran kepala, lingkaran lengan.

Atas indikasi: Lingkaran dada, panjang lengan (armspan), panjang


tungkai, tebal kulit (skinfold).

c. Penilaian pertumbuhan
Plot pada kurva pertumbuhan yang sesuai dengan standard:

1) PB /U, PB/BB,BB/U : NCHS/CDC 2000


2) BB/U : KMS – WHO
3) Lingkaran kepala Nellhaus
4) Lingkaran lengan (Depkes RI)
5) Lingkaran dada, panjang lengan/tungkai: buku referensi untuk
anak normal ataukah untuk keadaan khusus, KMS/Buku KIA.
d. Penilaian maturitas
Penilaian pertumbuhan pubertas berdasar Tanner yaitu anak
perempuan ditandai dengan pertumbuhan payudara, haid, rambut pubis.
Anak laki-laki ditandai pertumbuhan testis, penis, rambut pubis. Umur
tulang (bone age) juga bisa digunakan sebagai penanda.

e. Penilaian perkembangan

22
Skrining dengan instrumen Denver II, Munchen, Bayley,
Stanford Binnet atau lainnya. Pilihlah test yang paling dikuasai oleh
pemeriksa.

f. Pemeriksaan lain yang diperlukan atas indikasi


1) Radiologi: Umur Tulang ( Bone Age), Foto tengkorak, CT
scan/MRI.
2) Laboratorium: Darah (umum atau hormonal), urine tergantung
penyakit atau kelainan organik yang mendasari.
3) Fungsi Pendengaran (TDD)
4) Fungsi Penglihatan(TDL), Funduskopi, Lapang pandang
5) Pemeriksaan otot (EMG)
g. Klasifikasi / Diagnosis Kerja
Setelah dilakukan skrining kemudian perlu ditetapkan apakah
anak termasuk kategori normal atau menyimpang (terlambat atau
terlalu cepat).

h. Rujukan
Menetapkan indikasi rujukan, lalu tentukan kemana? Persiapan
apa saja? Apabila penderita tidak bisa dikirim? Penggunaan
telemedicine? Perlu dipersiapkan pada intervensi/tindakan invasif Perlu
information for consent dan disusul dengan informed consent ?

A. Faktor Risiko Konsumsi MSG dalam Tumbuh Kembang Hubungan


Masa anak-anak merupakan masa pertumbuhan dan
perkembangan. Anak-anak perlu mendapatkan zat gizi sesuai dengan
kebutuhan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan yang
optimal. Pola makan dan nafsu makan anak-anak mengalami perubahan
ketika memasuki usia sekolah pada usia 6 sampai 12 tahun. Anak sudah
mulai menentukan sendiri makanan yang akan mereka makan di
sekolah. Anak cenderung lebih memilih jajan dan makan di luar rumah
dibandingkan makan di rumah. Hal ini menyebabkan kontribusi asupan
zat gizi dari jajanan cenderung meningkat (Anggiruling, 2019).

23
Monosodium glutamat (MSG) merupakan salah satu dari zat
aditif pada makanan yang masih marak digunakan pada masakan di
negara negaraberkembang.MSG biasa digunakan sebagai penyedap
rasa. MSG itu sendiri merupakan garam sodium dari asam glutamat
dengan nama dagang ajinomoto, vetcin, ac’cent, tasting powder.
Standar konsentrasi penggunaan MSG yang diperbolehkan untuk
konsumsi adalah 0 - 120 mg/KgBB/hr, sementara perkiraan
penggunaan MSG bisa mencapai lebih dari 10 gr/hr secara mendunia,
sedangkan di Indonesia pada anak usia pra sekolah mencapai 0.06 kg/hr
bahkan lebih (Winarno, 2004).

Beberapa kali muncul kekhawatiran di media, terutama diwakili


oleh Lembaga Konsumen, soal di pasaran ada berbagai produk
makanan ringan dalam kemasan yang biasa dikonsumsi anak-anak,
tidak mencantumkan kandungan MSG (vetsin).Kritik tersebut
menyatakan, konsumsi MSG dalam jumlah tertentu mengancam
kesehatan anak- anak.Menteri Kesehatan pun sudah memberi
pernyataan yang meminta Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) menarik produk makanan kemasan yang tidak mencantumkan
kandungan MSG atau seberapa jauhkah sebenarnya MSG
membahayakan kesehatan manusia (Ardyanto, 2004).

Ketika sel-sel neuron di otak menerima senyawa MSG, mereka


menjadi sangat bergairah dan meningkatkan impulsnya sampai pada
tingkat kelelahan yang sangat tinggi. Tapi, beberapa jam kemudian
neuron-neuron tersebut mati seakan-akan bergairah untuk mati. Jika
banyak sel neuron yang mati, maka fungsi otak pun bisa menurun, yang
tentunya sangat berbahaya bagi perkembangan otak, terutama anak-
anak. Dalam suatu percobaan, anak-anak yang mengonsumsi sup
mengandung MSG dan meminum Nutrasweet (soft drink) darahnya
akan mempunyai tingkat excitotoxin (keracunan) enam kali lebih besar
dari excitotoxin yang menghancurkan hypothalamus neuron pada bayi
Jadi, MSG dapat menyebabkan menurunnya fungsi otak dan semakin

24
muda anak yang mengonsumsi MSG, semakin besar bahaya yang dapat
ditimbulkan MSG pada otak sehingga jangka panjang akan mengurangi
kecerdasan pada anak (Wahyuni, 2017).

Sekarang ini dimana-mana termaksud di sekolah sangat mudah


kita menemukan berbagai jenis makanan jadi, baik hasil olahan
teknologi industri (kaleng atau bungkusan), maupun yang buatan
sendiri. Bahan tambahan makanan tersebut berfungsi sebagai
pengawet, pewarna, pemanis, penyedap rasa penambah aroma,
penggumpal dan sebagainya. Pengaruh bahan tambahan makanan
khususnya berupa bahan penyedap, pemanis dan pengawet pada
makanan. Diantara jenis bahan tambahan yang paling banyak
digunakan orang adalah bahan penyedap berupa MSG atau lebih
populer dikenal dengan istilah Vetsin. Bahan tambahan ini dapat
menimbulkan berbagai jenis gangguan pada kesehatan manusia. Salah
satu sifat toksik (racun) yang disebabkan oleh bahan penyedap adalah
sifatnya sebagai racun syaraf selain itu gangguan kesehatan yang terjadi
akibat zat adiktif (pemanis,penyedap,pewarna dan sebagainya) dapat
berupa gangguan pertumbuhan dan perkembangan (Yamin, 2018).
Menurut Tangendjaja (1981) dalam Yamin (2018) menemukan gejala
menggigil yang tidak bisa sembuh pada bayi yang diberi MSG dan
kelainan otak pada anak berusia 10 tahun yang diberikan MSG.

MSG adalah excitotoxin yaitu zat kimia yang merangsang dan


dapat mematikan sel-sel otak. Blaycock menyatakan bahwa MSG dapat
memperburuk gangguan saraf degeneratif seperti alzheimer, penyakit
parkinson, autisme serta ADD (attention deficit disorder). Faktor
penyebab pemicu hiperaktivitas adalah karena konsumsi makanan yang
mengandung zat aditif makanan (food additives), seperti bahan
pengawet, pemanis, pewarna, penyedap masakan (monosodium
glutamat) dan terapi nutrisi, dengan memberikan suplemen zatzat gizi
yang diperkirakan mengalami defisiensi, sesungguhnya bisa menjadi
sarana pertolongan darurat jangka pendek untuk mengatasi

25
hiperaktivitas. Dalam waktu bersamaan, juga dilakukan pembenahan
pola makan.

Menurut WHO 8,1 % balita mengalami gangguan perkembangan,


dan 1,92 % anak usia sekolah menyandang retardasi mental.
Berdasarkan Depkes RI, 2014 bahwa 16% balita Indonesia mengalami
gangguan perkembangan, baik perkembangan motorik halus dan kasar,
sosial kemandirian, kecerdasan kurang dan keterlambatan. Deteksi dini
penyimpangan mental emosional adalah kegiatan/ pemeriksaan untuk
menemukan secara dini adanya masalah mental emosional, autisme dan
gangguan pemusatan perhatian serta hiperaktivitas pada anak, agar
dapat segera dilakukan tindakan intervensi (Direktorat Bina kesehatan
Anak Depkes RI, 2006).

Penggunaan glutamat pada kadar yang sesuai merupakan


neurotransmitter yang penting untuk proses komunikasi antar sel-sel
saraf (neuron) otak. Glutamat dalam dosis tinggi menyebabkan gangguan
neuroendokrin dan degenerasi neuron. Sejumlah studi menunjukkan
pemberian MSG dosis tunggal secara subkutan antara 0,5–4 mg/gram
pada tikus jenis albino Swiss usia 2–9 hari menyebabkan kematian pada
tikus tersebut dan dari pemeriksaan histologis ditemukan adanya
kerusakan pada nukleus arkuata hipotalamus, edema intraseluler dan
nekrosis pada jaringan saraf. Lesi akut juga ditemukan di otak tikus
dewasa yang diberikan MSG dosis tinggi antara 5–7 mg/gram secara
subkutan. Hipokampus merupakan daerah pada otak yang terlibat atau
berperan penting dalam proses belajar dan ingatan (learning and
memory) (Simon, 2013).
Glutamat akan bersifat eksitoksik bagi otak apabila banyak terdapat
dicelah sinaps (celah antara sel saraf). Glutamat yang berlebih akan
memicu terjadinya overstimulasi reseptor glutamat, neuron dan otak
secara keseluruhan. Stimulasi neuron dalam jangka waktu yang lama
oleh asam amino/neurotransmitter eksitatorik akan menyebabkan
terjadinya kerusakan bahkan kematian neuron. Menurut Jurnal

26
Neurochemistry International, pemberian MSG sebanyak 4mg/gr
terhadap bayi tikus menimbulkan neurodegenerasi berupa jumlah neuron
yang lebih sedikit dan ramidendrit (jaringan antar sel neuron) yang lebih
renggang. Kerusakan ini terjadi perlahan sejak umur 21 hari atau
memuncak pada umur 60 hari (Razali, 2015).

27
BAB III
KESIMPULAN

2.5 Kesimpulan
Flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza
tipe A dan ditularkan oleh unggas. Penyebab flu burung adalah virus influenza
tipe A, termasuk famili Orthomyxoviridae dan virus ini dapat berubah-ubah
bentuk {Drift, Shift) sehingga dapat menyebabkan epidemi dan pandemi.
Sebagian besar pasien memperlihatkan gejala awal berupa demam tinggi
(biasanya lebih dari 38 oC) dan gejala flu serta kelainan saluran nafas. Gejala lain
yang dapat timbul adalah diare, muntah, sakit perut, sakit pada dada, hipotensi,
dan juga dapat terjadi perdarahan dari hidung dan gusi. Pengobatan flu burung
biasanya terdiri dari perawatan suportif dan obat antivirus. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) merilis Pedoman Saran Cepat pada tahun 2007, menguraikan
rekomendasi pengobatan konsensus untuk wabah influenza H5N1. Rekomendasi
ini termasuk inhibitor neuraminidase (terutama oseltamivir) untuk kasus H5N1
yang diduga kuat atau dikonfirmasi. Rekomendasi ini termasuk inhibitor
neuraminidase (terutama oseltamivir) untuk kasus H5N1 yang diduga kuat atau
dikonfirmasi. Komplikasi dari infeksi virus avian influenza (AIV) diakibatkan
oleh kegagalan atau kerusakan organ, cedera iatrogenik selama pengobatan, atau
koinfeksi.

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI. 2005. Flu Burung. Jakarta
: Depkes RI.
2. Murniati, D., Sardikin G., Sri R.S.H., 2011. Karakteristik Klinis dan
Epidemiologis Avian Influenza A (H5N1) Anak Di Indonesia, Tahun 2005-
2007 Sari Pediatri, Vol. 12, No. 5. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS.Cipto Mangunkusumo
Jakarta
3. Eendarti, A.T dan Ratna D. 2006. Epidemiologi Diskriptif Penyakit Avian
Flu di Lima Provinsi di Indonesia, 2005-2006. Jakarta: Departemen
Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
4. Lestari, S.O., Zakianis., Wibowo A.S. 2010. Upaya Pencegahan Flu Burung
Masyarakat di Kabupaten Tangerang Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional Vol. 5, No. 2. Jawa Barat: Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran
5. Bakhtiar. 2011. Manifestasi Klinis, Tatalaksana dan Pencegahan Avian
Influenza pada Anak. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Vol.11 No 1. Banda
Aceh: Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala.
6. Elytha, Fauziah. 2011. Sekilas Tentang Avian Influenza (AI) Jurnal
Kesehatan Masyarakat Vol. 6, No.1. Padang: Universitas Andalas
7. Rahma, S.S., Kuswandewi M., Chrysanti M. 2014. Gambaran Pengetahuan
Masyarakat mengenai Influenza pada Manusia di Kabupaten Indramayu dan
Majalengka sebagai Wilayah Kejadian Luar Biasa H5N1 pada Unggas di
Jawa Barat Tahun 2014.
8. Radji, Maksum. 2006. Review Artikel Avian Influenza A (H5N1) :
Patogenesis, Pencegahan dan Penyebaran Pada Manusia Majalah Ilmu
Kefarmasian.

29
9. Sendor AB, Weerasuriya D, Sapra A. Avian Influenza. 2021. [Updated 2021
Jun 1]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK553072/ (diakses pada 25 Juli
2021)
10. Who. 2007. Interim Guidelines for Avian Influenza Case Management

Yamin, Muhammad., Jamaluddin., Khaeruddin., & Nasruddin. (2018).Penyadaran


Masyarakat Mengenai Dampak Negatif Penggunaan Zat Adiktif pada Makanan
Terhadap Kesehatan. Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Masyarakat. 1(1):44-53

30

Anda mungkin juga menyukai