Oleh:
Indah KurniaSari, S.Ked.
NIM 71 2020 016
Pembimbing:
dr. Liza Chairani, Sp.A, M.Kes
REFERAT
FAKTOR RISIKO KONSUMSI MSG DALAM
TUMBUH KEMBANG ANAK
Telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat dalam mengikuti kegiatan
Kepaniteraan Klinik di SMF Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Palembang
ii
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
rahmat-Nya, saya bisa menyelesaikan referat ini. Penulisan referat ini dilakukan
dalam rangka memenuhi syarat dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik di
SMF Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang pada
Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang. Saya menyadari
bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa kepaniteraan
klinik sampai pada penyusunan referat ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan referat ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1) dr. Liza Chairani, Sp. A, M.Kes, selaku pembimbing yang telah
menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan referat ini;
2) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material dan moral; dan
3) Rekan sejawat serta semua pihak yang telah banyak membantu saya dalam
menyelesaikan referat ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga referat ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan .............................................................................. 2
1.3 Manfaat Teoritis ................................................................................... 2
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
pun sudah memberi pernyataan yang meminta Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM) menarik produk makanan kemasan yang tidak
mencantumkan kandungan MSG atau seberapa jauhkah sebenarnya MSG
membahayakan kesehatan manusia. 3 (Ardyanto, 2004).
Monosodium glutamat mengandung glutamat sebagai komponen utama
dan merupakan neurotransmitter yang bersifat eksitasi. Peran glutamat dalam
tubuh dapat bersifat fisiologis maupun patologis. Efek samping monosodium
glutamat adalah efek toksik terhadap sel neuron otak dan mengganggu fungsi
sistem saraf pusat, salah satunya hipokampus yang berperan pada proses
belajar dan memori (Rofiqoh, 2018). Apabila terdapat gangguan pada sistem
kerja hipokampus hal tersebut ditakutkan dapat mempengaruhi prestasi
pembelajaran anak di sekolah.
Informasi mengenai pengaruh buruk MSG terhadap kesehatan tentu saja
membuat masyarakat khususnya orang tua mempunyai penilaian negatif
terhadap MSG. Monosodium glutamat merupakan salah satu contoh BTP
(Bahan Tambahan Pangan) dalam makanan yang seringkali dikonsumsi oleh
anak-anak (Saraswati, 2012).
2
1.3.2. Praktis
Diharapkan agar dokter muda dapat mengaplikasikan ilmu
yang diperoleh daro refrat ini dalam kegiatan kepaniteraan klinik senior
(KKS) dan diterapkan di kemudian hari didalam praktik klinik.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
European Food Information Council;2002 [diakses tanggal 12 April 2016].
Tersedia dari: http://www.eufic.org/
5
3. PrekursorGlutamin
Glutamin dibentuk dari glutamat oleh glutamin sintetase. Ini juga
merupakan reaksi yang sangat penting di dalam metabolisme
asam amino. Amonia akan dikonversikan menjadi glutamin
sebelum masuk ke dalam sirkulasi. Glutamat dan glutamin
merupakan mata rantai karbon dan nitrogen di dalam proses
metabolisme karbohidrat dan protein. Prekursor dari N-
acetylglutamate. N-acetylglutamate merupakan allosterik yang
penting untuk mengaktifkan carbamyl, phosphate synthetase I,
suatu enzim yang berperan penting di dalam siklus urea.
4. Neurotransmitter
Glutamat adalah transmitter mayor di otak yang berfungsi sebagi
mediator untuk menyampaikan transmisi post-sinaptik. Selain itu,
glutamat berfungsi sebagai prekursor dari neurotransmiter
Gamma amino butiric acid (GABA).
6
Reseptor sejenis untuk glutamat juga ditemukan di beberapa bagian
tubuh lain seperti tulang, jantung, ginjal, hati, plasenta, dan usus. Pada
konsumsi MGS, asam glutamat bebas yang dihasilkan sebagian akan
terikat di usus dan selebihnya dilepaskan ke dalam ke darah.
Selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh termasuk akan menembus
sawar darah otak dan terikat oleh reseptornya. Namun, seperti
disebutkan sebelumnya, asam glutamat bebas ini bersifat eksitotoksik
sehingga dihipotesiskan akan bisa merusak neuron otak bila sudah
melebihi kemampuan .
7
dilakukan untuk menilai keamanan penggunaan MSG terhadap
kesehatan (Kurtanty, 2018).
8
5. Obesitas
a. Bakso
Makanan yang satu ini paling terkenal dengan kandungan MSG nya. Selain
pada adonan bakso, kuah mie paling banyak mengandung MSG dan garam.
9
Namun tetap saja, jajanan ini paling banyak dicari dan bisa kita temukan
dijual. Selain bakso, makanan sejenis yang mengandung MSG adalah jenis
cilok atau pentol yang juga banyak dijual di pinggir jalan.
b. Mie Instant
Mie instant dalam bumbunya saja sudah mengandung banyak MSG. Mie
kriting yang berkuah atau dengan bumbu pedas dan telur mata sapi adalah
kenikmatan yang tak tergantikan.
c. Snack
Snack kemasan jaman kanak-kanak adalah salah satu makanan yang masih
digemari meski seseorang sudah beranjak dewasa. Selain kaya MSG,
makanan ini juga banyak mengandung bahan pengawet, bahkan pewarna.
d. Frozen food
Tidak beda jauh dari frozen food, junk food adalah salah satu makanan yang
mengandung MSG dan garam tinggi. Itulah yang membuat makanan ini jadi
salah satu makanan paling bikin ketagihan di dunia, namun juga bisa
menjadi makanan yang mengancam kesehatan. Makanan fast food yang
paling sering dijumpai disekolah seperti nugget, sosis, donat dan lain
sebagainya.
f. Gorengan
10
vetsin. Selain nikmat disantap selagi hangat, gorengan merupakan makanan
yang banyak dijual di pasaran.
11
2.6.5 Faktor yang Berpengaruh Terhadap Tumbuh Kembang
a. Faktor genetik.
Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil
akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang
terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi, dapat ditentukan
kualitas dan kuantintas pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan
kecepatan pembelahan, derajat sensitivitas jaringan terhadap
rangsangan, umur pubertas dan berhentinya pertumbuhan tulang.
Termasuk faktor genetik antara lain adalah berbagai faktor bawaan
yang normal dan patologik, jenis kelamin, suku bangsa atau bangsa.
Potensi genetik yang bermutu hendaknya dapat berinteraksi dengan
lingkungan secara positif sehingga diperoleh hasil akhir yang optimal.
b. Faktor lingkungan.
Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapai
atau tidaknya potensi bawaan. Lingkungan yang cukup baik akan
memungkinkan tercapainya potensi bawaan, sedangkan yang kurang
baik akan menghambatnya. Lingkungan ini merupakan lingkungan
“bio-fisiko-psiko-sosial” yang mempengaruhi individu setiap hari,
mulai dari konsepsi sampai akhir hayatnya. Faktor lingkungan ini
secara garis besar dibagi menjadi ;
12
2) Faktor lingkungan yang mempengaruhi tumbuh kembang anak
setelah lahir (Faktor postnatal).
Masa fetus adalah kehamilan pada awal minggu ke 9, dan dibagi pada
dua tahap yaitu masa fetus dini dan masa fetus lanjut. Masa fetus dini mulai
saat kehamilan berusia 9 minggu sampai dengan trimester kedua. Pada tahap
ini, terjadi kecepatan yang meningkat pada pertumbuhan dan pembentukan
janin, sehingga membentuk manusia dengan organ – organ tubuh yang
mulai berfungsi.
13
Setelah berakhirnya masa neonatus, fase berikutnya adalah fase bayi,
yang terbagi dua fase yaitu bayi dini dan bayi lanjut. Fase bayi dini yang
berawal dari usia 1 bulan hingga 12 bulan. Pada fase bayi dini pertumbuhan
akan terjadi dengan pesat dan proses pematangan organ akan berlangsung
secara berkelanjutan terutama meningkatnya fungsi sistem saraf
(Tanuwidjaya.S, 2002).
Setelah bayi mencapai usia 1 tahun, ia akan masuk ke masa bayi akhir,
yang berlangsung hingga ia mencapai usia 2 tahun, ditahap ini kecepatan
pertumbuhan mulai menurun dan ada kemajuan pada perkembangan
motorik dan fungsi ekskresi. Pada saat usianya masuk 2 tahun, dia akan
memasuki tahap prasekolah (preschooler), di usia ini pertumbuhan anak
akan berlangsung dengan stabil dan terjadi perkembangan dengan
aktifitasnya sehari-hari dan meningkatnya keterampilan dan proses berpikir.
Masa sekolah atau masa prapubertas terjadi pada anak wanita dikalangan
usia 6 hingga 10 tahun, sedangkan anak laki laki usia 8 hingga 12 tahun,
diperiode ini anak-anak akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat
dibandingkan dengan masa prasekolah, keterampilan dan intelektual makin
berkembang, dia senang bermain berkelompok dengan jenis kelamin yang
sama.
14
menggunakan parameter ukuran antropometrik yang sering dipakai pada
penilaian pertumbuhan fisik yaitu berat badan, tinggi badan, lingkaran
kepala, tebal lipatan kulit dan lingkaran lengan atas panjang (Narendra,
2002).
15
Lingkaran lengan atas dilakukan dari biasanya pada lengan kiri.
Lengan dibiarkan menggantung bebas disamping badan. Batas pengukuran
adalah pertengahan antara akromion dan olekranon pada lengan
dibengkokkan 90 derajat. Pengukuran lingkaran lengan mencerminkan
tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang tidak dipengaruhi terlalu
banyak oleh jumlah cairan tubuh seperti berat badan. Ini juga bisa dipakai
untuk menilai status gizi dan keadaan tumbuh kembang pada anak di dalam
kelompok usia prasekolah (Narendra 2002).
16
Perkembangan anak pada fase awal dapat dibagi menjadi 4 aspek
kemampuan fungsional yaitu motorik kasar, motorik halus serta
penglihatan, berbahasa, berbicara dan pendengaran dan juga secara sosial
emosi dan perilaku. Adanya kekurangan pada salah satu aspek kemampuan
tersebut dapat mempengaruhi kemampuan-kemampuan seperti perhatian,
kemampuan konsentrasi dan sejauh mana kemampuan individual anak
terintegrasi (Narendra, 2002). Terdapat variasi pada pola batas pencapaian
dan kecepatan baik pada perkembagan motorik sosial maupun perilaku.
Kurangnya stimulasi mungkin berkaitan dengan keterlambatan
perkembangan terutama pada kemampuan berbicara, bahasa dan sosial.
Selain mencapai tahap perkembangan, kualitas yang dicapai juga penting.
Anak mungkin akan mencapai tolok ukur berbahasa, menyusun kalimat,
pada tahap yang sesuai akan tetapi tidak mampu atau lemah dalam berdikusi
atau berkomunikasi dengan orang dilingkungannya (Narendra, 2002).
17
bulan. Acuan yang digunakan dalam penyusunan KPSP adalah
'Prescreening Developmental Questionaire' (PDQ) dari Frankenburg dkk
pada tahun 1976.
4). Bahasa
Telah diketahui bersama bahwa pada kurva distribusi normal dari
Gauss terdapat kelompok mayoritas dalam batas normal, kemudian
terdapat kelompok yang menyimpang lambat atau cepat. Begitu pula
perkembangan yang dibandingkan dengan milestones baku (standard).
Dengan tolok ukur yang ada misalnya dengan menggunakan instrumen
Denver II dapat dinilai penyimpangan yang terdapat pada sekelompok
anak dalam proses tumbuh kembangnya. Walaupun pada hakekatnya
proses pertumbuhan dan perkembangan anak itu berlangsung secara
18
simultan (bersama-sama dan bertahap), akan tetapi dalam sistematika
prosedur menetapkan penilaian menuju diagnosis perlu difokuskan
pada pertumbuhan dahulu kemudian pada perkembangannya juga.
2) Anthropometri :
Ukuran tinggi/panjang badan, berat badan, lingkaran
kepala,lingkaran lengan, lingkaran dada, panjang lengan/tungkai.
Data-data pengukuran yang dilakukan dengan tepat dan benar diplot
dan dibandingkan dengan standard yang sudah disepakati untuk
negara bersangkutan atau oleh WHO untuk digunakan.
19
terhambat pada anak. Walaupun konsep awal gagal tumbuh
diklasifikasikan sebagai organik dan non organik, akan tetapi
sekarang telah difahami bahwa gagal tumbuh merupakan interaksi
antara lingkungan dengan kesehatan anak, perkembangan dan
perilaku.
20
3) Tipe III. Ditandai oleh ketiga parameter (tinggi, berat dan lingkaran
kepala) dibawah normal. Tipe ini berkaitan dengan Susunan Syaraf
Pusat yang abnormal, defek pada khromosom, dan gangguan
perinatal.
21
4) Motorik kasar
5) Motorik halus
6) Membandingkan dengan lingkungan
7) Masalah anak yang orang tuanya tidak mengeluh
b. Pemeriksaan
Observasi dan pemeriksaan (bentuk muka, tubuh, tindak tanduk
anak, hubungan anak dengan orang tua/pengasuhnya, sikap anak
terhadap pemeriksa). Dilakukan juga pengukuran anthropometri:
c. Penilaian pertumbuhan
Plot pada kurva pertumbuhan yang sesuai dengan standard:
e. Penilaian perkembangan
22
Skrining dengan instrumen Denver II, Munchen, Bayley,
Stanford Binnet atau lainnya. Pilihlah test yang paling dikuasai oleh
pemeriksa.
h. Rujukan
Menetapkan indikasi rujukan, lalu tentukan kemana? Persiapan
apa saja? Apabila penderita tidak bisa dikirim? Penggunaan
telemedicine? Perlu dipersiapkan pada intervensi/tindakan invasif Perlu
information for consent dan disusul dengan informed consent ?
23
Monosodium glutamat (MSG) merupakan salah satu dari zat
aditif pada makanan yang masih marak digunakan pada masakan di
negara negaraberkembang.MSG biasa digunakan sebagai penyedap
rasa. MSG itu sendiri merupakan garam sodium dari asam glutamat
dengan nama dagang ajinomoto, vetcin, ac’cent, tasting powder.
Standar konsentrasi penggunaan MSG yang diperbolehkan untuk
konsumsi adalah 0 - 120 mg/KgBB/hr, sementara perkiraan
penggunaan MSG bisa mencapai lebih dari 10 gr/hr secara mendunia,
sedangkan di Indonesia pada anak usia pra sekolah mencapai 0.06 kg/hr
bahkan lebih (Winarno, 2004).
24
muda anak yang mengonsumsi MSG, semakin besar bahaya yang dapat
ditimbulkan MSG pada otak sehingga jangka panjang akan mengurangi
kecerdasan pada anak (Wahyuni, 2017).
25
hiperaktivitas. Dalam waktu bersamaan, juga dilakukan pembenahan
pola makan.
26
Neurochemistry International, pemberian MSG sebanyak 4mg/gr
terhadap bayi tikus menimbulkan neurodegenerasi berupa jumlah neuron
yang lebih sedikit dan ramidendrit (jaringan antar sel neuron) yang lebih
renggang. Kerusakan ini terjadi perlahan sejak umur 21 hari atau
memuncak pada umur 60 hari (Razali, 2015).
27
BAB III
KESIMPULAN
2.5 Kesimpulan
Flu burung adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza
tipe A dan ditularkan oleh unggas. Penyebab flu burung adalah virus influenza
tipe A, termasuk famili Orthomyxoviridae dan virus ini dapat berubah-ubah
bentuk {Drift, Shift) sehingga dapat menyebabkan epidemi dan pandemi.
Sebagian besar pasien memperlihatkan gejala awal berupa demam tinggi
(biasanya lebih dari 38 oC) dan gejala flu serta kelainan saluran nafas. Gejala lain
yang dapat timbul adalah diare, muntah, sakit perut, sakit pada dada, hipotensi,
dan juga dapat terjadi perdarahan dari hidung dan gusi. Pengobatan flu burung
biasanya terdiri dari perawatan suportif dan obat antivirus. Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) merilis Pedoman Saran Cepat pada tahun 2007, menguraikan
rekomendasi pengobatan konsensus untuk wabah influenza H5N1. Rekomendasi
ini termasuk inhibitor neuraminidase (terutama oseltamivir) untuk kasus H5N1
yang diduga kuat atau dikonfirmasi. Rekomendasi ini termasuk inhibitor
neuraminidase (terutama oseltamivir) untuk kasus H5N1 yang diduga kuat atau
dikonfirmasi. Komplikasi dari infeksi virus avian influenza (AIV) diakibatkan
oleh kegagalan atau kerusakan organ, cedera iatrogenik selama pengobatan, atau
koinfeksi.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Penelitian dan Pengembangan Depkes RI. 2005. Flu Burung. Jakarta
: Depkes RI.
2. Murniati, D., Sardikin G., Sri R.S.H., 2011. Karakteristik Klinis dan
Epidemiologis Avian Influenza A (H5N1) Anak Di Indonesia, Tahun 2005-
2007 Sari Pediatri, Vol. 12, No. 5. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan
Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RS.Cipto Mangunkusumo
Jakarta
3. Eendarti, A.T dan Ratna D. 2006. Epidemiologi Diskriptif Penyakit Avian
Flu di Lima Provinsi di Indonesia, 2005-2006. Jakarta: Departemen
Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
4. Lestari, S.O., Zakianis., Wibowo A.S. 2010. Upaya Pencegahan Flu Burung
Masyarakat di Kabupaten Tangerang Jurnal Kesehatan Masyarakat
Nasional Vol. 5, No. 2. Jawa Barat: Fakultas Kedokteran Universitas
Padjadjaran
5. Bakhtiar. 2011. Manifestasi Klinis, Tatalaksana dan Pencegahan Avian
Influenza pada Anak. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Vol.11 No 1. Banda
Aceh: Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala.
6. Elytha, Fauziah. 2011. Sekilas Tentang Avian Influenza (AI) Jurnal
Kesehatan Masyarakat Vol. 6, No.1. Padang: Universitas Andalas
7. Rahma, S.S., Kuswandewi M., Chrysanti M. 2014. Gambaran Pengetahuan
Masyarakat mengenai Influenza pada Manusia di Kabupaten Indramayu dan
Majalengka sebagai Wilayah Kejadian Luar Biasa H5N1 pada Unggas di
Jawa Barat Tahun 2014.
8. Radji, Maksum. 2006. Review Artikel Avian Influenza A (H5N1) :
Patogenesis, Pencegahan dan Penyebaran Pada Manusia Majalah Ilmu
Kefarmasian.
29
9. Sendor AB, Weerasuriya D, Sapra A. Avian Influenza. 2021. [Updated 2021
Jun 1]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing;
2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK553072/ (diakses pada 25 Juli
2021)
10. Who. 2007. Interim Guidelines for Avian Influenza Case Management
30