Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN

HIPERBILIRUBIN

OLEH :

3A/ ST.R KEPERAWATAN

NI MADE PURIASIH (P07120219013)

NI WAYAN TANIA ANANDA PUTRI (P07120219014)

NI MADE AUDIA MAHESWARI (P07120219016)

NI PUTU SHINTA AYU DIANA (P07120219021)

NI MADE ARI ADNYANI (P07120219034)

NI LUH PUTU SULISTYA NASWARI (P07120219050

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATANTAHUN 2021


LAPORAN PENDAHULUAN HIPERBILIRUBIN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian Hiperbilirubin
Hiperbilirubin adalah keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah
meningkat secara berlebihan sehingga dapat menimbulkan perubahan warna kuning
pada kulit dan mata bayi baru lahir. Hiperbilirubinemia juga merupakan peningkatan
kadar bilirubin serum yang disebabkan oleh bermacam macam keadaan seperti
kelainan bawaan. Hiperbilirubin merupakan terjadinya peningkatan kadar bilirubin
dalam darah baik disebabkan oleh faktor fisiologis maupun non fisiologis dimana
peningkatan kadar bilirubin dalam darah lebih dari 5 mg/dl. Hiperbilirubin
merupakan akumulasi bilirubin dalam darah yang berlebihan, ditandai adanya
jaundice atau ikterus, perubahan warna kekuningan pada kulit sclera dan kuku
(Deswita, 2014). Hiperbilirubin merupakan masalah kegawatan pada bayi baru lahir.
(Novianti, 2017).
Hiperbilirubinemia adalah keadaan dimana meningkatnya kadar bilirubin dalam
darah secara berlebihan sehingga dapat menimbulkan perubahan pada bayi baru lahir
yaitu warna kuning pada mata, kulit, dan mata atau biasa disebut dengan jaundice.
Hiperbilirubinemia merupakan peningkatan kadar bilirubin serum yang disebabkan
oleh salah satunya yaitu kelainan bawaan sehingga menyebabkan ikterus.
Hiperbilirubinemia atau penyakit kuning adalah penyakit yang disebabkan karena
tingginya kadar bilirubin pada darah sehingga menyebabkan bayi baru lahir berwarna
kuning pada kulit dan pada bagian putih mata.
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar
nilainya lebih dari normal. Ikterus fisiologis adalah warna kekuningan pada kulit yang
timbul pada hari kedua sampai hari ketiga dan memuncak pada hari kedua sampai
hari keempat dengan kadar 5-6 mg/dL dan akan turun pada hari ketiga sampai hari
kelima. Pada hari kelima sampai hari ketujuh akan terjadi penurunan kadar bilirubin
sampai dengan kurang dari 2 mg/dL. (Susilaningrum dkk, 2013). Icterus, jaundice,
atau sakit kuning adalah warna kuning pada sclera mata, mukosa, dan kulit oleh
karena peningkatan kadar bilirubin dalam darah yang selanjutnya menyebabkan
peningkatan bilirubin dalam cairan luar sel (extracellular fluid). (Widagdo, 2012).
Ikterik neonatus adalah kondisi kulit dan mukosa neonatus menguning setelah 24 jam
kelahiran akibat bilirubin tidak terkonjugasi masuk ke dalam sirkulasi. Ikterik
merupakan suatu gejala perubahan sklera, membran mukosa dan kulit mejadi kuning
sebagai akibat dari kenaikan konsentrasi bilirubin. Ikterus neonatus adalah salah satu
penyakit yang menyerupai penyakit hati yang dialami oleh bayi baru lahir yang dapat
menganggu tumbuh kembang (H. Nabiel Ridha, 2014). Jadi, ikterik neonatus
merupakan suatu keadaan yang membuat kulit, mukosa, dan sklera mengalami
perubahan menjadi warna kuning akibat dari bilirubin yang tidak tekonjugasi.
Hiperbilirubin merupakan salah satu fenomena klinis yang paling sering
ditemukan pada bayi baru lahir. Lebih dari 85% bayi cukup bulan yang kembali
dirawat dalam minggu pertama kehidupan disebabkan oleh keadaan ini. Bayi dengan
hiperbilirubin tampak kuning akibat akumulasi pigmen bilirubin yang berwarna
kuning pada sklera dan kulit. Pada janin, tugas mengeluarkan bilirubin dari darah
dilakukan oleh plasenta. Setelah bayi lahir tugas ini langsung diambil alih oleh hati
yang memerlukan sampai beberapa minggu untuk penyesuaian. Selama selang waktu
tersebut hati bekerja keras untuk mengeluarkan bilirubin dari darah. Hiperbilirubin
adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek patologi. Tingginya kadar
bilirubin yang dapat menimbulkan patologi pada setiap bayi berbeda-beda. Dapat
juga diartikan sebagai hiperbilirubin dengan konsentrasi bilirubin, yang serumnya
menjurus kearah terjadinya ikterus bila kadar bilirubin tidak dapat dikendalikan.

2. Penyebab Hiperbilirubin
Hiperbilirubin disebabkan oleh peningkatan produksi bilirubin karena tingginya
jumlah sel darah merah, dimana sel darah merah mengalami pemecahan sel yang
lebih cepat. Selain itu, hiperbilirubin juga dapat disebabkan karena penurunan uptake
dalam hati, penurunan konjugasi oleh hati, dan peningkatan sirkulasi enterohepatik.
Kejadian ikterik atau hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir disebabkan oleh
disfungsi hati pada bayi baru lahir sehingga organ hati pada bayi tidak dapat
berfungsi maksimal dalam melarutkan bilirubin ke dalam air yang selanjutkan
disalurkan ke empedu dan diekskresikan ke dalam usus menjadi urobilinogen. Hal
tersebut meyebabkan kadar 11 bilirubin meningkat dalam plasma sehingga terjadi
ikterus pada bayi baru lahir.
Beberapa etiologi hiperbilirubin dapat disebabkan oleh beberapa faktor menurut
Nelson (2011) diantaranya yaitu :
a. Produksi Yang Berlebih
Berlebihnya produksi ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,
misalnya pada hemolisis yang meningkat pada Rh, ABO, golongan darah lain,
defisiensi G6PD, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Golongan Darah Ibu Dan Bayi Tidak Sesuai (Inkompatibilitas ABO)
Inkompatibilitas ABO adalah ketidak sesuaian golongan darah antara ibu dan
bayi. Inkompatibilitas ABO dapat menyebabkan reaksi isoimun berupa hemolisis
yang terjadi apabila antibodi anti A dan anti B pada ibu golongan darah O, A,B
dapat melewati plasenta dan mensensitisasi sel darah merah dengan antigen A,B,
atau AB pada janin.
c. Gangguan Dalam Proses Uptake Dan Konjungasi Hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi
atau tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase. Penyebab lain defisiensi
protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam uptake bilirubin ke sel-sel
hepar.
d. Gangguan Ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar.
Kelainan hepar biasanya disebababkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam
hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
e. Gangguan Transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat-obatan misalnya salisilat,
sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya
bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
Hiperbilirubin mungkin petunjuk penting untuk diagnosis awal dari banyak
penyakit neonatus. Tanpa keterampilan pemerksaan fisik yang memadai untuk
mengetahui kenaikan konsentrasi bilirubin, klinis akan mendapatkan masalah
yang lebih sulit dalam mendeteksi beberapa penyakit ringan ini dalam stadium
awal. Penyakit ini menyebabkana hiperbilirubin baik karena kenaikan produksi
bilirubin atau karena penurunan eksresinya. Ikterus patologis dalam 36 jam
pertama kehidupan biasanya disebabkan oleh kelebihan produksi bilirubin, karena
kerns bilirubin yang lambat jarang menyebabkan peningkatan konsentrasi diatas
10 mg/dl pada umur ini.
3. Pohon Masalah Hiperbilirubin
Pemecahan bilirubin berlebih
Suplai bilirubin melebihi tampungan

Peningkatan destruksi eritrosit (gangguan konjugasi bilirubin/ gangguan transport bilirubin/

Hepar tidak mampu melakukan konjugasi

Sebagian masuk kembali ke siklus enterohepatik

Membran mukosa Dalam jaringan ekstraseluler


Peningkatan
kuning, kulit kuning, (kulit, konjungtiva, mukosa, & alat
bilirubin dalam
sclera kuning, tubuh lainnya
darah
keterlambatan
pengeluaran feses Penumpukan bilirubin dalam Ikterus
Ikterik Neonatus
Fisioterapi Suhu tubuh diatas
Perubahan warna pada jaringan pada kulit
nilai normal

Dehidrasi & kurangnya asupan


Perubahan pigmentasi Hipertermia

Resiko gangguan Integritas Resiko


Kulit/ Jaringan Ketidakseimban
gan Cairan
4. Klasifikasi Hiperbilirubin
a. Hiperbilirubin Fisiologis
Hiperbilirubin fisiologis tidak terjadi pada hari pertama setelah
bayi dilahirkan tetapi timbul pada hari kedua dan ketiga, kadarnya
tidak melewati kadar yang membahayakan dan tidak menyebabkan
suatu morbiditas pada bayi. Dalam keadaan normal, kadar bilirubin
indirek dalam serum tali pusat adalah sebesar 1-3 mg/dl dan akan
meningkat dengan kecepatan kurang dari 5 mg/dl/ 24 jam.
Biasanya peningkatan bilirubin total tidak lebih dari 5 mg/dl
perhari, pada bayi cukup bulan peningkatan bilirubin mencapai
puncaknya pada 72 jam dengan serum bilirubin sebanyak 6-8
mg/dl. Selama 3 hari, kadar bilirubin akan meningkat sebanyak 2-3
mg/dl dan pada hari ke 5 serum bilirubin akan turun sampai dengan
3 mg/dl. Setelah hari ke 5, serum bilirubin akan turun secara
perlahan sampai dengan normal pada umur bayi sekitar 11- 12 hari.
Pada Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) ataupun prematur bilirubin
mencapai puncak pada 120 jam dengan peningkatan serum
bilirubin sebesar 10-15 mg/dl dan akan menurun setelah 2 minggu.
Menurut Rini (2016) hiperbilirubin dikatakan fisiologis apabila :
1. Hiperbilirubin timbul pada hari kedua sampai ketiga
2. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dl
perhari
3. Hiperbilirubin menghilang pada 10 hari pertama
4. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis
5. Kadar bilirubin indirek sesudah 2-24 jam tidak melewati 15
mg/dl pada neonatus cukup bulan dan 10 mg/dl pada neonatus
kurang bulan
6. Tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi
7. Kadar bilirubinnya tidak melewati kadar yang membahayakan
b. Hiperbilirubin Patologis
Hiperbilirubin patologis akan timbul dalam 24 jam pertama setelah
bayi dilahirkan. Serum bilirubin totalnya akan meningkat lebih dari
5 mg/dl perhari. Pada bayi cukup bulan, serum bilirubin total
meningkat sebanyak 12 mg/dl, sedangkan pada bayi premature
serum bilirubin total meningkat sebanyak 15 mg/dl. Bilirubin
biasanya berlangsung lebih dari satu minggu pada bayi cukup
bulan dan lebih dari dua minggu pada bayi prematur (Maulida,
2018). Dikatakan hiperbilirubin apabila :
1. Ikterus terjadi pada 24-36 jam pertama
2. Peningkatan konsentrasi bilirubin > 5mg/dl / 24 jam
3. Konsentrasi serum sewaktu 10 mg/dl pada neonatus cukup
bulan dan 12,5 mg/dl pada neonatus kurang bulan
4. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah,
defisiensi enzim G6PD dan sepsis)
5. Ikterus yang disertai keadaan seperti berat lahir kurang dari
2000 gram, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan,
infeksi, trauma lahir pada kepala, hipoglikemia
6. peningkatan bilirubin lebih dari 5 mg/dl perhari
7. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama
8. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik

5. Gejala Klinis Hiperbilirubin


Bayi tampak lemas, kejang, bayi sudah tidak mau menghisap puting
ibu, pembesaran pada hati, tampak ikterus pada sclera, kuku, kulit dan
membranmukosa, bayi mulai muntah, anoreksia, warna urin sudah
terlihat gelap dan warna tinja gelap (Rini, 2016).
1. Tampak ikterus pada sklera, kuku atau kulit dan membran
mukosa.
2. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh
penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis, atau ibu
dengan diabetic atau infeksi.
3. Jaundice tampak pada hari ke dua atau ke tiga, dan mencapai
puncak pada hari ke tiga sampai hari ke empat dan menurun
pada hari ke lima sampai hari ke tujuh yang biasanya
merupakan jaundice fisiologis.
4. Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit
yang cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus
pada tipe obstruksi (bilirubin direk) kulit tampak bewarna
kuning kehijauan atau keruh. Perbedaan ini hanya dapat
dilihat pada ikterus yang berat.
5. Muntah, anoksia, fatigue, warna urin gelap dan warna tinja
pucat, seperti dempul.
6. Perut membuncit, pembesaran pada lien dan hati
7. Pada permulaan tidak jelas, yang tampak mata berputar-putar.
8. Letargik (lemas), kejang, tidak mau menghisap.
9. Dapat tuli, gangguan bicara dan retardasi mental.
10. Bila bayi hidup pada umur lebih lanjut dapat disertai spasme
otot, epistotonus, kejang, stenosis, yang disertai ketegangan
otot.
11. Nafsu makan berkurang
12. Reflek hisap hilang
13. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dl.

6. Pemeriksaan Diagnostik Hiperbilirubin


Beberapa pemeriksaan Penunjang hiperbilirubin menurut Mathindas
(2013) yaitu :
a. Pemeriksaan Bilirubin
Serum Pada bayi yang cukup bulan bilirubin mencapai puncak kira
kira 6 mg/dl, antara 2 dan 4 hari. Apabila nilainya diatas 10 mg/dl,
tidak fisilogis. Pada bayi dengan prematur kadar bilirubin
mencapai puncaknya 10-12 mg/dl antara 5-7 hari. Kadar bilirubin
yang lebih dari 14 mg/dl adalah tidak fisiologis. Ikterus fisiologis
pada bayi cukup bulan, bilirubin indirek muncul ikterus 2-3 hari
dan hilang 4-5 hari dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak
10-12 mg/dl. Sedangkan pada bayi dengan prematur, bilirubin
indirek muncul 3-4 hari dan hilang 7-9 hari dengan bilirubin
mencapai puncak 15 mg/dl perhari. Ikterus patologis meningkat
bilirubin lebih dari 5 mg/dl perhari dan kadar bilirubin direk lebih
dari 1 mg/dl. Meningkatnya kadar serum total lebih dari 12-13
mg/dl
b. Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu
c. Pemeriksaan golongan darah ibu pada saat kehamilan dan bayi
pada saat kelahiran
d. Kadar bilirubin serum total diperlukan bila ditemukan
hiperbilirubin pada satu hari (24 jam) pertama kelahiran
e. Visual
1. Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di
siang hari dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat
lebih parah bila dilihat dengan pencahayaan yang kurang.
2. Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui
warna dibawah kulit dan jaringan subkutan.
3. Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian
tubuh yang tampak kuning. Bila kuning terlihat pada bagian
tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada lengan,
tungkai, tangan, dan kaki pada hari kedua, maka di golongkan
sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar
secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar
bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.
f. Laboratorium (pemeriksaan Darah)
1. Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody
Rh-positif, anti-A, anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari
test Coomb direk menandakan adanya sensitisasi (Rh-positif,
anti-A, anti-B) SDM dari neonatus.
2. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi
incompatibilitas ABO.
3. Bilirubin total.
Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5
mg/dl yang mungkin dihubungkan dengan sepsis.Kadar indirek
(tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24 jam
atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau
1,5 mg/dl pada bayi praterm tergantung pada beray badan.
4. Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas
ikatan terutama pada bayi praterm.
5. Hitung darah lengkap
Hb mungkin rendah (<14 gr/dl) karena hemolisis.
Hematokrit mungkin meningkat (>65%) pada polisitemia,
penurunan (<45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
6. Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30
mg/dl atau test glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir
hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan
melepaskan asam lemak.
7. Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis
8. Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin
serum.
9. Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6
mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari
10 mg/dl tidak fisiologis.
10. Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis
pada penyakit RH atau sperositis pada incompabilitas ABO.
11. Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal terhadap eritrosit janin.
g. Pemeriksaan radiologi
1. Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau
peningkatan diafragma kanan pada pembesaran hati,seperti
abses hati atau hepatoma
2. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic
dengan ekstra hepatic.
3. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus
yang sukar seperti untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic
dengan intra hepatic selain itu juga memastikan keadaan seperti
hepatitis, serosis hati, hepatoma.

7. Penatalaksanan Hiperbilirubin
1. Tindakan umum
a. Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil,
mencegah trauma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau
bayi baru lahir yang dapat menimbulkan ikterus, infeksi dan
dehidrasi.
b. Pemberian ASI atau makanan dini dengan jumlah cairan dan
kalori yang sesuai dengan kebutuhan bayi baru lahir.
c. Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubin diarahkan untuk mencegah anemia dan
membatasi efek dari Hiperbilirubin. Pengobatan mempunyai
tujuan :
1) Menghilangkan Anemia
2) Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit
Tersensitisasi
3) Meningkatkan Badan Serum Albumin
4) Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubin meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
1) Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan
neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi akan
menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan
kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar
Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang
diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi
dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak
dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di
dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan
dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu
dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama
feses tanpa proses konjugasi oleh Hati Fototherapi mempunyai
peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi
tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis
dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin
Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan
kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi
Bilirubun 5 mg/dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk
memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada
bayi resiko tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
2. Tranfusi Pengganti / Tukar
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-
faktor :
a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
d. Tes Coombs Positif.
e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu
pertama.
f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam
pertama.
g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
h. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk
:
1) Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible
(rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi
Maternal.
2) Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi
(kepekaan)
3) Menghilangkan Serum Bilirubin
4) Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan
keterikatan dengan Bilirubin
5) Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan
O segera (kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood.
Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan
antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin
harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai
stabil.

8. Komplikasi Hiperbilirubin
Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir apabila tidak segera
diatasi dapat mengakibatkan bilirubin encephalopathy (komplikasi
serius). Pada keadaan lebih fatal, hiperbilirubinemia pada neonates
dapat menyebabkan kern ikterus, yaitu kerusakan neurologis, cerebral
palsy, dan dapat menyebabkan retardasi mental, hiperaktivitas, bicara
lambat, tidak dapat mengoordinasikan otot dengan baik, serta tangisan
yang melengking (Suriadi dan Yuliani, 2010).
Menurut American Academy of Pediatrics (2004) manifestasi
klinis kern ikterus pada tahap kronis bilirubin ensefalopati, bayi yang
selamat biasanya menderita gejala sisa berupa bentuk atheoid cerebral
palsy yang berat, gangguan pendengaran, paralisis upward gaze, dan
dysplasia dental enamel. Kern ikterus merupakan perubahan
neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada
beberapa daerah otak terutama di ganglia basalis, pons, dan
cerebellum.
Bilirubin ensefalopati akut menurut American Academy of
Pediatrics (2004) terdiri dari tiga fase, yaitu :
a. Fase inisial, ditandai dengan letargis, hipotonik,
berkurangnya gerakan bayi, dan reflek hisap yang buruk.
b. Fase intermediate, ditandai dengan moderate stupor,
iritabilitas, dan peningkatan tonus (retrocollis dan
opisthotonus) yang disertai demam.
c. Fase lanjut, ditandai dengan stupor yang dalam atau koma,
peningkatan tonus, tidak mampu makan, high-pitch cry, dan
kadang kejang.
d. Bilirubin encephalopathy (komplikasi serius).
e. Kernicterus: kerusakan neurologis cerebral palsy, retardasi
mental, hyperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot,
dan tangisan yang melengking.
f. Gangguan pendengaran dan penglihatan
g. Asfiksia
h. Hipotermi
i. Hipoglikemi
j. Kematian
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian keperawatan adalah proses pengumpulan data untuk
mendapatkan berbagai informasi yang berkaitan dengan masalah yang
dialami klien. Pengkajian dilakukan dengan berbagai cara yaitu
anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostik yang
dilakukan di laboratorium (Surasmi, 2013)

1. Anamnese orang tua/keluarga


Meliputi : Nama bayi, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin,
anak ke berapa, BB/ PB dan alamat, nama orang tua bayi.
2. Keluhan utama
Bayi terlihat kuning dikulit dan sklera, letargi, malas menyusu,
tampak lemah, dan bab berwarna pucat.
3. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Keadaan umum bayi lemah, sklera tampak kuning, letargi,
refleks hisap kurang, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah
.20mg/dl dan sudah sampai ke jaringan serebral
maka bayi akan mengalami kejang dan peningkatan tekanan
intrakranial yang ditandai dengan tangisan melengking.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya ibu bermasalah dengan hemolisis. Terdapat gangguan
hemolisis darah (ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan
darah A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme hepar
obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita DM. Mungkin
praterm, bayi kecil usia untuk gestasi (SGA), bayi dengan
letardasio pertumbuhan intra uterus (IUGR), bayi besar untuk
usia gestasi (LGA) seperti bayi dengan ibu diabetes. Terjadi
lebih sering pada bayi pria daripada bayi wanita.
c. Riwayat keperawatan
a. Riwayat kehamilan
Kurangnya antenal care yang baik. Penggunaan obat-obat
yang meningkatkan ikterus. Misalnya salisilat sulkaturosic
oxitosin yang dapat mempercepat proses konjugasi sebelum
ibu partus.
b. Riwayat persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan atau dokter. Lahir
prematur/ kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoxin
dan aspixin.
c. Riwayat postnatal
Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat, kulit
bayi tampak kuning.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak Polychitemia,
gangguan saluran cerna dan hati (hepatitis).
e. Riwayat psikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan
peran orang tua
f. Pengetahuan keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahaman orang tua
tentang bayi yang ikterus.
4. Kebutuhan sehari-hari
a. Nutrisi
Pada umumnya bayi malas minum (refleks mengisap dan
menelan lemah) sehingga berat badan (BB) bayi mengalami
penurunan. Palpasi abdomen dapat menunjukan pembesaran
limpa, hepar.
b. Eliminasi
c. Biasanya bayi mengalami diare, urin mengalami perubahan
warna gelap pekat, hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze) dan
feses mungkin lunak/ cokelat kehijauan selama pengeluaran
bilirubin. Bising usus hipoaktif, pasase mekonium mungkin
lambat.
d. Istirahat
Bayi tampak cengeng dan mudah terbangun.
e. Aktifitas
f. Bayi biasanya mengalami penurunan aktifitas, letargi,
hipototonus dan mudah terusik.
g. Personal hygiene
Kebutuhan personal hygiene bayi oleh keluarga terutama ibu.
h. Neurosensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua
tulang parietal yang berhubungan dengan trauma
kelahiran/kelahiran ekstraksi vakum. Edema umum,
hepatosplenomegali, atau hidros fetalis mungkin ada dengan
inkompatibilitis Rh berat.
i. Pernapasan
Riwayat asfiksia Krekels, mukus bercak merah muda (edema
pleural, hemoragi pulmonal)
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Tampak lemah, pucat, ikterus dan aktivitas
menurun
b. Kepala, leher : Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan
selaput / mukosa pada mulut. Dapat juga diidentifikasi ikterus
dengan melakukan Tekanan langsung pada daerah menonjol
untuk bayi dengan kulit bersih ( kuning), dapat juga dijumpai
cianosis pada bayi yang hypoksia
c. Dada : Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat
ditemukan tanda peningkatan frekuensi nafas, status kardiologi
menunjukkan adanya tachicardia, khususnya ikterus yang
disebabkan oleh adanya infeksi
d. Perut : Peningkatan dan penurunan bising usus /peristaltic perlu
dicermati. Hal ini berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan
fototerapi. Gangguan Peristaltik tidak diindikasikan fototerapi,
Perut membuncit, muntah , mencret merupakan akibat gangguan
metabolisme bilirubin enterohepatik, splenomegali dan
hepatomegali dapat dihubungkan dengan Sepsis bacterial,
tixoplasmosis, rubella
e. Urogenital : Urine kuning dan pekat, Adanya faeces yang pucat
/ acholis / seperti dempul atau kapur merupakan akibat dari
gangguan / atresia saluran empedu
f. Ekstremitas : Menunjukkan tonus otot yang lemah
g. Kulit : Tanda dehidrasi ditunjukkan dengan turgor jelek.
Elastisitas menurun, Perdarahan bawah kulit ditunjukkan
dengan ptechia, echimosis, ikterus pada kulit dan sklera mata.
h. Pemriksaan Neurologis : Adanya kejang, epistotonus, lethargy
dan lain- lain menunjukkan adanya tanda- tanda kern – ikterus
(Surasmi, 2013)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah : DL, Bilirubin > 10 mg %
b. Biakan darah, CRP menunjukkan adanya infeksi
c. Screnning enzim G6PD (glucose 6 phosphate dheydrogenase)
menunjukkan adanya penurunan
d. Screnning Ikterus melalui metode Kramer
e. Pemeriksaan Bilirubin Direct >0,2 mg/dl
f. Pemeriksaan Bilirubin Indirect >0,60-10,50 mg/dl
g. Pemeriksaan Bilirubin Total >12 mg/dl (Suriadi, 2001)

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ikterik neonatus dibuktikan dengan keterlambatan pengeluaran feses
( mekonium ) ditandai dengan profil darah abnormal ( hemolisis,
bilirubin serum total > 2 mg/dL, resiko tinggi menurut usia ),
membranmukusa kuning, kulit kuning, sclera kuning
2. Resiko gangguan intergritas kulit dibuktikan dengan perubahan
pigmentasi
3. Hipertermi dibuktikan dengan penggunaan incubator dibuktikan
dengan suhu tubuh diatas suhu normal, kulit merah ,kejang ,
takikardi,takipnea, kulit terasa hangat
4. Resiko ketidakseimbangan cairan dibuktikan dengan obstruksi
intestinal

3. RENCANA KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional


hasil
1. Ikterik neonatus Setelah dilakukan Fisiotrapi Neonatus Fisiotrapi Neonatus
dibuktikan dengan asuhan keperawatan (I.03092) (I.03092)
keterlambatan ….x24 jam diharapkan Observasi Observasi
pengeluaran feses Adaptasi Neonatus 1. Manitor ikterik 1. Untuk
(mekonium) ditandai (L.10098) ) membaik pada sklera dan mengetahui
dengan profil darah dengan kriteria : kulit bayi ikterik pada
abnormal 1. Berat badan 2. Idenifikasi sklera dan
(hemolisis, bilirubin meningkat kebutuhan kulit bayi
serum total > 2 2. Membran cairan sesuai 2. Untuk
mg/dL, resiko tinggi mukosa kuning dengan usia mengetahui
menurut usia), menurun gestasi dan kebutuhan
membranmukusa 3. Kulit kuning berat badan cairan sesuai
kuning, kulit kuning, menurun 3. Montor suhu dengan usia
sclera kuning 4. Sklera kuning dan tanda vital gestasi dan
menurun setiap 4 jam berat badan
5. Prematuritas sekali 3. Untuk
menurun 4. Monitor efak mengetahui
6. Keterlambatan samping suhu dan
Pengeluaran fototerapi (mis tanda vital
feses menurun hipertermi, setiap 4 jam
7. Aktivitas diare. rush pada sekali
ektermitas kulit penurunan 4. Untuk
membaik berat badan mengetahui
8. Respon terhadap lebih dari 8- efak samping
stimulasi 10% fototerapi
sensorik Terapiutik (mis
membaik 5. Siapkan lampu hipertermi,
fototerapi dan diare. rush
Inkubator atau pada kulit
kotak bayi penurunan
6. Lepaskan berat badan
pakaian bayi lebih dari 8-
kecuali popok 10%
7. Berikan Terapiutik
penutup mata 5. Menyiapkan
(eye lampu
protector/biliba fototerapi dan
nd))pada bayi Inkubator atau
8. Ukur jarak kotak bayi
antara lampu 6. melepaskan
dan permukaan pakaian bayi
kulit bayi (30 kecuali popok
cm atau 7. memberikan
tergantung penutup mata
spesifikasi (eye
lampu protector/bilib
fototerapi) and))pada
9. Biarkan tubuh bayi
bayl terpapar 8. mengukur
sinar fototerapi jarak antara
secara lampu dan
berkelarjutan permukaan
10. Ganti segera kulit bayi (30
alas dan popok cm atau
bayi jika tergantung
BAB/BAK spesifikasi
11. Gunakan linen lampu
berwama putih fototerapi)
agar 9. membiarkan
mematulkan tubuh bayl
cahaya terpapar sinar
sebanyak fototerapi
mungkin secara
Edukas berkelarjutan
12. Anjurkan ibu 10. menganti
menyusui segera alas
sekitar 20-30 dan popok
menit bayi jika
13. Anjurkan ibu BAB/BAK
menyususi 11. menggunakan
sesering linen
mungkin berwama
Kolaborasi putih agar
14. Pemeriksaan mematulkan
darah vena cahaya
bilirubin direk sebanyak
dan indirek mungkin
Edukas
12. mrnganjurkan
ibu menyusui
sekitar 20-30
menit
13. menganjurkan
ibu menyususi
sesering
mungkin
Kolaborasi
14. Pemeriksaan
darah vena
bilirubin direk
dan indirek
2. Resiko gangguan Setelah dilakukan Perawatan Integritas Perawatan Integritas
intergritas kulit tindakan keperawatan Kulit (I.11353) Kulit (I.11353)
dibuktikan dengan …x… maka diharapkan Observasi : Observasi :
perubahan risiko gangguan 1. Identifikasi
1. Untuk mengetahui
pigmentasi integritas kulit/jaringan penyebab gangguan
penyebab
dapat teratasi dengan integritas kulit (mis.
gangguan
kriteria hasil : Perubahan
integritas kulit.
1) Elastisitas meningkat sirkulasi, perubahan
status nutrisi,
2) Hidrasi meningkat .
peneurunan
3) Perfusi jaringan kelembaban, suhu
Terapeutik :
meningkat lingkungan
1. Untuk mencegah
4) Kerusakan jaringan ekstrem, penurunan
kerusakan
menurun mobilitas)
jaringan/kulit.

5) Kerusakan lapisan Terapeutik : 2. Agar klien merasa


kulit menurun nyaman.
1. Ubah posisi setiap
6) Perdarahan menurun
2 jam jika tirah 3. Untuk menjaga

7) Kemerahan menurun baring. hygine pada

2. Lakukan pemijatan perineal.


8) Hematoma menurun
pada area 4. Agar integritas
9) Pigmentasi abnormal penonjolan tulang, kulit terjaga.
menurun jika perlu.
5. Agar kulit tidak
10) Jaringan parut 3. Bersihkan perineal
sensitive.
menurun dengan air hangat,
terutama selama 6. Agar jaringan/kulit
11) Nekrosis menurun
periode diare.
12) Abrasi kornea 4. Gunakan produk tidak parah
menurun berbahan
Edukasi :
petrolium atau
13) Suhu kulit membaik
minyak pada kulit 1. Untuk menjaga
14) Sensasi membaik kering. kelembaban kulit.

15) teksture membaik 5. Gunakan produk 2. Agar kulit/jaringan


berbahan terhidrasi.
Pertumbuhan rambut
ringan/alami dan
membaik
hipoalergik pada 3. Agar jaringan

kulit sensitive. ternutrisi.

6. Hindari produk 4. Untuk


berbahan dasar meningkatkan
alkohol pada kulit nutrisi yang
kering dibutuhkan
kulit/jaringan.
Edukasi :
1. Anjurkan 5. Agar kulit/jaringan
menggunakan tidak kering.
pelembab (mis.
6. Untuk melindungi
Lotin, serum).
kulit/jaringan.
2. Anjurkan minum
7. Agar ph kulit
air yang cukup.
terjaga.
3. Anjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi.

4. Anjurkan
meningkat
asupan buah dan
sayur.

5. Anjurkan
menghindari
terpapar suhu
ektrime.

6. Anjurkan
menggunakan
tabir surya SPF
minimal 30 saat
berada diluar
rumah.

7. Anjurkan mandi
dan
menggunakan
sabun
secukupnya.

3. Hipertermi Setelah dilakukan Regulasi Temperatur Regulasi Temperatur


dibuktikan dengan asuhan keperawatan (I.14578) (I.14578)
penggunaan …x…24 jam diharapkan Tindakan Tindakan
incubator dibuktikan Termoregulasi membaik Observasi Observasi
dengan suhu tubuh (L.14134) 1. Monitor suhu 1. Untuk
diatas suhu normal, 1. Menggigil bayi sempai mengetahui
kulit merah ,kejang , menurun stabil (36,5C- suhu bayi
takikardi,takipnea, 2. Kulit merah 37,5C) sempai stabil
kulit terasa hangat menurun 2. Monitor suhu (36,5C-37,5C)
3. Kejang menurun tubuh anak tip 2. Untuk
4. Axrosianosis dua jam, jika mengetahui
menurun perlu suhu tubuh
5. Konsumsi 3. Monitor anak tip dua
oksigen tekanan darah, jam, jika perlu
menurun frekuensi 3. Untuk
6. Piloereksi pernapasan dan mengetahui
menurun nadi tekanan darah,
7. Vasokonstriksi
perifer menurun 4. Monitor warna frekuensi
8. Kutis memorata dan suhu kulit pernapasan
menurun 5. Monitor dan dan nadi
9. Pucet menurun catat tanda dan 4. Untuk
10. Takikardi gejala mengetahui
menurun hipotermia atau warna dan
11. Takipnea hipertermia suhu kulit
menurun Terapeutik 5. Untuk
12. Bradikardi 6. Pasang alat mengetahui
menurun pemantau suhu dan catat
13. Dasar kuku kontinu. jika tanda dan
sianolik perlu gejala
14. Hipoksia 7. Tingkatkan hipotermia
menurun asupan cairan atau
15. Suhu tubuh dan nutrisl yang hipertermia
membaik adekuat Terapeutik
16. Suhu kulit 8. Badong bayi 6. Untuk
membaik segera setelah mengetahui
17. Kadar glukosa lahir untuk alat pemantau
darah membaik mencegah suhu kontinu.
18. Pengisian kapiler kehilangan jika perlu
membaik panas 7. Untuk
19. Ventilasi 9. Masukkan bayi mengetahui
membaik BELR ke dalam Tingkatkan
20. Tekanan darah pelastik segera asupan cairan
membaik setelah lahir dan nutrisl
(mis. bahan yang adekuat
polyetrylene, 8. Untuk
polyurethane) mengetahui
10. gunakan topi Badong bayi
bayi untuk segera setelah
mencegah lahir untuk
kehilangan mencegah
panas pada bayi kehilangan
lahir panas
11. Tempatkan bayi 9. Memasukkan
baru lahir di bayi BELR ke
bawah radiant dalam pelastik
warmer segera setelah
12. pertahankan lahir (mis.
kelembaban bahan
inkubator 50% polyetrylene,
atau lebih untuk polyurethane)
mengurangi 10. menggunakan
kehilang panas topi bayi
karena proses untuk
evaporasi mencegah
13. Atur suhu kehilangan
inkubator sesuai panas pada
kebutuhan bayi lahir
14. Hangatkan 11. tempatkan
terebih dahulu bayi baru lahir
bahan-bahan di bawah
yang akan radiant
kontak dengan warmer
bayi (mis. 12. pertahankan
Selimut, kain , kelembaban
bendongan, inkubator
stetoskop) 50% atau
15. Hindari lebih untuk
meletakkan bayi mengurangi
di dekat jendela kehilang
terbuka atau di panas karena
area aliran proses
pendingin evaporasi
ruangan atau 13. Atur suhu
kipas angina inkubator
16. Gunakan matras sesuai
penghangat, kebutuhan
selimut hangat, 14. Hangatkan
dan penghangat terebih dahulu
ruangan untuk bahan-bahan
menaikkan suhu yang akan
lubuh, jika perlu kontak dengan
17. Gunakan kasur bayi
pendingin, (mis. Selimut,
water kain ,
circulating bendongan,
blankets, Ice stetoskop)
pack atau gel 15. Hindari
pad dan meletakkan
intravascular bayi di dekat
cooling jendela
cathetenzation terbuka atau
unluk di area aliran
menurunkan pendingin
suhu tubuh ruangan atau
18. Sesuaikan suhu kipas angina
lingkungan 16. Gunakan
dengan matras
kebutuhan penghangat,
pasien selimut
Edukasi hangat, dan
19. Jelaskan cara penghangat
pencegahan ruangan untuk
heat exhaustion menaikkan
dan heat stroke suhu lubuh,
20. Jelaskan cara jika perlu
pencegahan 17. Gunakan
hipotermi kasur
karena terpapar pendingin,
udara dingin water
21. Demontrasikan circulating
teknik blankets, Ice
perawatan pack atau gel
metode kanguru pad dan
(PMK) untuk intravascular
bay BBLR cooling
Kolaborasi cathetenzation
22. Kolaborasi unluk
pemberian menurunkan
antipiretik, jika suhu tubuh
perlu 18. Sesuaikan
suhu
lingkungan
dengan
kebutuhan
pasien
Edukasi
19. Jelaskan cara
pencegahan
heat
exhaustion
dan heat
stroke
20. Jelaskan cara
pencegahan
hipotermi
karena
terpapar udara
dingin
21. Demontrasika
n teknik
perawatan
metode
kanguru
(PMK) untuk
bay BBLR
Kolaborasi
22. Kolaborasi
pemberian
antipiretik,
jika perlu

4 Resiko Setelah dilakukan Menejemen Cairan 1. Untuk


ketidakseimbangan asuhan keperawatan ( I.03098) mengetahui status
cairan …x…24 jam diharapkan Tindakan hidrasi (misal.
Keseimbangan Observasi frekuensi nadi,
Cairan (L.05020) 1. Monitor status kekuatan nadi,
meningkat hidrasi (misal. akral, pengisian
dengan kriteria hasil : frekuensi nadi, kapler,
1. Asupan cairan kekuatan nadi, kelembapan
meningkat akral, pengisian mukosa, turgor
2. Keluaran urin kapler, kulit, tekanan
meningkat kelembapan darah)
3. Kelembabab mukosa, turgor 2. Untuk
membrane kulit, tekanan mengetahui berat
mukosa darah) badan harian
meningkat 2. Monitor berat 3. Untuk
4. Asupan makanan badan harian mengetahui berat
meningkat 3. Monitor berat badan sebelum
5. Edema menurun badan sebelum dan sesudan
Dehidrasi dan sesudan dialisis
menurun dialisis 4. Untuk
6. Asites menurun 4. Monitor hasil mengetahui hasil
7. Konfusi pemerikaaan pemerikaaan
menurun laboratorium laboratorium (mis
8. Tekanan darah (mis hematokerit. Na,
membaik hematokerit. K. Cl beral jenis
9. Denyut nadi Na, K. Cl beral urine, BUN)
radial membaik jenis urine, 5. Untuk
10. Tekanan arteri BUN) mengetahui status
rata-rata 5. Monitor status hemodinamik
membaik hemodinamik (mis MAP, CVP,
11. Membran (mis MAP, PAP, PCWP jika
mukosa CVP, PAP, tersedia)
membaik PCWP jika 6. mencatat intake
12. Mata cekung tersedia) cutput dan hitung
membaik Terapeutik balans cairan 24
13. Turgor kulit 6. Catat intake jam
membaik cutput dan 7. memberikan
14. Berat badan hitung balans asupan cairan,
membaik cairan 24 jam sesuai kebutuhan
7. Berikan asupan 8. memberikan
cairan, sesuai cairan Intravena
kebutuhan jika perlu
8. Berikan cairan 9. Kolaborasi
Intravena jika perberian
perlu diuretik, jika
Kolaborasi perlu
9. Kolaborasi
perberian
diuretik, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Deswita. (2014). Hubungan Pendidikan Kesehatan dengan Kejadian


hiperbilirubinemia dirumah sakit. Ners Jurnal Keperawatan. Vol.10.
(halaman 28-31.)

H. Nabiel Ridha. (2014). Keperawatan Anak pada Hiperbilirubin. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar

Mathindas, Stevry. Dkk. 2013. “HIPERBILIRUBINEMIA PADA NEONATUS”.


JURNAL BIOMEDIK. Vol 5. No 1. (halaman S4-10). Manado

Nelson, W. E. dkk. (2011). Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Vol. 1. Jakarta : EGC

Susilaningrum, dkk. 2013. Asuhan Keperawatan Bayi Dan Anak. Jakarta:


Salemba Medika.

Widagdo. 2012. Tatalaksana Masalah Penyakit Anak Dengan Ikterus. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai