Anda di halaman 1dari 28

PEMERIKSAAN PADA TERNAK BESAR

Kelompok 1

Anggini Putri Husada1 (C031191002)

Asisten : Cristopel Tandirerung, S.KH.

1
Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi
Program Studi Kedokteran Hewan (PSKH), Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin

ABSTRAK
Praktikum dilaksanakan pada tanggal 3 November 2021 di Rumah Potong Hewan
Makassar (RPH Makassar), Antang. Dengan judul praktikum yaitu “Pemeriksaan Ternak Besar”.
Diagnostik klinik merupakan tonggak yang paling penting bagi suatu proses pembelajaran dalam
pendidikan ilmu-ilmu kedokteran klinik disiplin ilmu kedokteran hewan. Dari diagnostik klinik
dimulai langkah-langkah mengenali hewan yang sakit. Diagnostik klinik merangkum seluruh
proses pembelajaran mulai dari sinyalemen sampai dengan pengertian tentang terapi. Diagnosis
yang tepat merupakan basis suatu tindakan terapi. Dunia diagnostika kedokteran hewan terbagi
dalam dua kegiatan besar, yaitu diagnostik klinik dan diagnostik post-mortem. Diagnostik klinik
merupakan rangkaian pemeriksaan medik terhadap fisik hewan hidup untuk mendapatkan
kesimpulan berupa diagnosis sekaligus pemeriksaan dengan menggunakan alat bantu diagnostika
sebagai pelengkap untuk mendapatkan peneguhan diagnosis. Praktikum ini bertujuan untuk
mengetahui prosedur-prosedur khusus dalam pemeriksaan fisik sapi. Hal ini dilakukan dengan
menggunakan alat-alat diagnostik dalam pemeriksaan. Pemeriksaan klinis yang dilakukan
meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi dan pengukuran suhu tubuh.
Kata kunci: Anamnesa, Pemeriksaan Fisik, Sapi, Sinyalemen, Status present, Ternak Besar
1. PENDAHULUAN lingkar dada dan panjang badan dapat
Pertumbuhan adalah perubahan ukuran memberikan petunjuk bobot badan seekor
yang meliputi perubahan bobot hidup, ternak dengan tepat. Pertumbuhan lingkar
bentuk, dimensi dan komposisi tubuh dada mencerminkan pertumbuhan tulang
termasuk perubahan komponen-komponen rusuk dan pertumbuhan jaringan daging
tubuh dan organ serta menyatakan bahwa yang melekat pada tulang rusuk. Kemudian
pertumbuhan seekor ternak, dilihat antara pendugaan umur dapat dilakukan dengan
lain dari bertambahnya ukuran tubuh. dua cara, yaitu dengan melihat lingkar
Pertumbuhan adalah pertambahan berat tanduk dan keadaan atau susunan giginya.
badan atau ukuran tubuh sesuai dengan Cara pendugaan umur dengan melihat
umur, sedangkan perkembangan lingkar tanduk adalah dengan menghitung
berhubungan dengan adanya perubahan jumlah lingkar tanduk ditambah dua (Ni'am
ukuran serta fungsi dari berbagai bagian et al., 2012).
tubuh semenjak embrio sampai menjadi Sapi adalah hewan ternak terpenting
dewasa. Pertumbuhan biasanya dimulai sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja
perlahan-lahan, kemudian berlangsung lebih dan kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan
cepat, selanjutnya berangsur-angsur sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging di
menurun atau melambat dan berhenti setelah dunia, 95% kebutuhan susu dan 85%
mencapai dewasa tubuh. Bobot tubuh ternak kebutuhan kulit. Sapi berasal dari famili
merupakan hasil pengukuran dari proses Bovidae. Seperti halnya bison, banteng,
tumbuh ternak yang dilakukan dengan cara kerbau (Bubalus), kerbau Afrika (Syncerus),
penimbangan. Sementara itu besarnya bobot dan anoa. Sapi perah Friesian Holland (FH)
badan dapat diukur melalui tinggi badan, sering dikenal dengan nama Friesian
lingkar dada dan lebar dada. Pengukuran Holstein. Berasal dari Belanda dan mulai
dikembangkan sejak tahun 1625 (Prasetyo et Frekuensi detak jantung sapi bali adalah 36-
al., 2013). 60 kali per menit (Rona et al., 2016).
2. TINJAUAN PUSTAKA Frekuensi respirasi normal pada sapi dewasa
2.1. Data Fisiologis Normal adalah 15-35 kali per menit dan 20- 40 kali
Suhu normal sapi pada daerah tropis per menit pada pedet (Serang et al., 2016).
berada pada kisaran 38-39,2ºC (Aditia et al., 2.2. Ras-ras Sapi
2017). Frekuensi detak jantung normal pada 2.2.1. Sapi Bali
sapi dewasa adalah 55-80 kali per menit.

Gambar 1. Sapi bali (Aji et al., 2016)


Pada saat masih “pedet”, bulu mencapai dewasa kelamin sejak umur 1,5
badannya berwarna sawo matang sampai tahun dan menjadi hitam mulus pada umur 3
kemerahan, setelah dewasa Sapi Bali jantan tahun. Warna hitam dapat berubah menjadi
berwarna lebih gelap bila dibandingkan coklat tua atau merah bata apabila sapi itu
dengan sapi Bali betina. Warna bulu sapi dikebiri, yang disebabkan pengaruh hormon
Bali jantan biasanya berubah dari merah bata testosterone (Aji et al., 2016).
menjadi coklat tua atau hitam setelah sapi itu 2.2.2. Sapi Brahman

Gambar 2. Sapi brahman (Aji et al., 2016)


Brahman adalah keturunan sapi Zebu berhasil, jenis sapi ini diekspor ke berbagai
atau Bos indicus. Aslinya berasal dari India negara. Dari AS, sapi Brahman menyebar ke
kemudian masuk ke Amerika pada tahun Australia dan kemudian masuk ke Indonesia
1849 berkembang pesat di Amerika. Di AS, pada tahun 1974 (Aji et al., 2016).
sapi Brahman dikembangkan untuk diseleksi 2.2.3. Sapi Ongole
dan ditingkatkan mutu genetiknya. Setelah

Gambar 3. Sapi ongole (Aji et al., 2016)


Sapi Ongole adalah sapi keturunan dikembangkan secara murni di Pulau Sumba
sapi liar Bos indicus yang berhasil dijinakan dan merupakan sumber indukan sebagian
di India. Di Indonesia, sapi ini dapat besar Ongole di dalam negeri. Persilangan
dibedakan menjadi dua kelompok yaitu antara Sumba Ongole dengan sapi setempat
Sumba Ongole (SO) dan sapi Peranakan di jawa menghasilkan anakan yang mirip
Ongole (PO). Sumba Ongole adalah sapi Ongole sehingga sapi ini disebut dengan
keturunan murni sapi Nellore dari India yang sapi Peranakan Ongole (Aji et al., 2016).
didatangkan tahun 1914. Sapi ini 2.2.4. Sapi Limosin

Gambar 4. Sapi limosin (Aji et al., 2016)


Sapi Limousin adalah bangsa Bos ambing berwarna putih serta lutut ke bawah
Taurus. Dikembangkan pertama di Perancis, dan sekitar mata berwarna lebih muda (Aji
merupakan tipe sapi pedaging dengan et al., 2016).
perototan yang lebih baik dari Simmental. 2.2.5. Sapi Angus
Warna bulu coklat tua kecuali disekitar

Gambar 5. Sapi angus (Aji et al., 2016)


Sapi Aberdeen angus adalah sapi yang tropis. Pertumbuhan sapi ini cukup baik,
berasal dari skotlandia dan merupakan hasil cepat gemuk dengan pakan kualitas bagus,
persilangan Bos taurus. Penyebaran sapi ini dagingnya tebal. Sapi dewasa jantan
telah sampai ke berbagai belahan dunia beratnya bisa mencapai 1000 kg dan yang
seperti Australia, Amerika, Indonesia betina 800 kg (Aji et al., 2016).
maupun sebagian Afrika. Sapi ini tidak 2.2.6. Sapi Simental
begitu tahan penyakit bila berada di daerah

Gambar 6. Sapi simmental (Aji et al., 2016)


Sapi Simmental adalah bangsa Bos perah dan pedaging, warna bulu coklat
Taurus. Sapi ini berasal dari daerah Simmedi kemerahan (merah bata), di bagian muka dan
negara Switzerland tetapi sekarang lutut kebawah serta ujung ekor berwarna
berkembang lebih cepat di benua Eropa dan putih (Aji et al., 2016).
Amerika. Sapi Simental merupakan tipe sapi 2.2.7. Sapi Jersey

Gambar 7. Sapi jersey (Aji et al., 2016)


Sapi Jersey merupakan salah satu jenis 2.3.2. Berdasarkan Tanduk
bangsa sapi yang pertama kalinya ditemukan Menentukan umur sapi dengan
di Pulau Jersey yang terletak di selat memperhatikan pembentukan cincin tanduk
Channel perbatasan antara Perancis dan khusus dilakukan untuk betina induk dan
Inggris. Bangsa sapi jersey ini berasal dari sangat dipengaruhi oleh umur pertama kali
sebuah bangsa sapi liar Bos taurus Typicus dikawinkan dan selang kelahiran anaknya.
Longifrons. Sapi ini adalah hasil persilangan Apabila sapi betina dikawinkan pada umur 2
sapi liar Bos taurus Typicus Longifrons tahun maka pada umur 3 tahun induknya
dengan sapi di paris dan Normandia telah beranak 1 kali dan pada tanduki akan
sehingga sapi jersey ini muncul (Aji et al., terbentuk 1 buah cincin tanduk demikian
2016). seterusnya (Astiti, 2018).
2.3. Penentuan Umur 2.3.3. Berdasarkan Tali Pusar
2.3.1. Berdasarkan Gigi Menurut Yoush (2013), metode ini
Menurut Suardana et al. (2013), hanya bisa digunakan pada pedet yang baru
penentuan umur berdasarkan gigi yaitu: lahir, dengan cara melihat kondisi tali
1 tahun: Semua gigi seri sulung sudah pusarnya sebagai berikut:
tergesek a. Pada saat baru lahir, pusar masih tampak
a. 1,5 - 2 tahun: Gigi seri sulung dalam (I1) basah dan tidak berbulu
berganti dengan gigi seri tetap b. Umur 3 hari: tali pusar akan terasa lunak
b. 2 - 2,5 tahun: Gigi seri sulung tengah (I2) bila diraba
berganti dengan gigi seri tetap c. Umur 4-5 hari: tali pusar mulai
c. 3 - 3,5 tahun: Gigi seri sulung tengah luar mengering
(I3) berganti dengan gigi seri tetap d. Umur 7 hari: tali pusar akan lepas dan
d. 4 tahun Gigi: seri sulung luar (I4) bulu sudah mulai tumbuh
berganti dengan gigi seri tetap 2.4. Penentuan Bobot Badan dan Status
e. 5 tahun: Semua gigi seri tetap sudah Gizi
tergesek 2.4.1. Penentuan Bobot badan
f. 7 – 8 tahun: Tepi dalam (bidang lidah)
semua gigi seri tetap tergesek hampir
dekat dengan gusi bagian dalam

Gambar 8. Rumus schoorl dan rumus modifikasi/lambourne (Mustafid dan ‘Uyun, 2018)
Bobot sapi dapat dihitung dengan manual. Namun, kenyataan di lapangan
rumus schoorl dan rumus menunjukkan bahwa untuk mendapatkan
modifikasi/lambourne yang membutuhkan nilai lingkar dada dan panjang badan perlu
variabel panjang badan dan lingkar dada dilakukan pengukuran secara manual, serta
untuk perhitungannya. Untuk mendapatkan hal tersebut tidak mudah untuk dilakukan
bobot badan diperlukan nilai lingkar dada dikarenakan sapi yang sulit dikondisikan
dan panjang badan yang diukur secara (Mustafid dan ‘Uyun, 2018).

Gambar 9. Mengukur panjang dada dan lebar dada (Mustafid dan ‘Uyun, 2018)
Panjang Badan (PB), titik (a) ke titik mulai tidak terlihat namun garis tulang rusuk
(b), adalah panjang yang dihitung dari titik masih terlihat jelas dan sudah mulai terlihat
bahu ke tulang duduk (pin bone). Lingkar ada sedikit perlemakan pada pangkal tulang
ekor dimana pangkal tulang ekor terlihat
Dada (LD), melingkar dari titik (c) ke titik
sedikit lebih bulat. Kondisi tubuh seperti ini,
(d) dan kembali ke titik (c), adalah panjang sapi jantan mengalami gangguan kesehatan
yang diukur melingkar pada posisi di bagian seperti gangguan pencernaan, cacingan dan
belakang kaki depan dan belakang tonjolan mengalami kekurangan gizi (Putra et al.,
pundak sapi di bagian atas (Mustafid dan 2020).
‘Uyun, 2018). C. BCS 3
2.4.2. Status Gizi Kondisi BCS 3 menunjukkan ternak
sedang. keadaan tubuh yang sedang atau
Penilaian terhadap BCS (body
menengah dapat dilihat dari tonjolan tulang
condition score) sapi ditentukan berdasarkan
yang sudah tidak terlihat lagi dan kerangka
penampilan tubuh sapi yang dilakukan
tubuh, pertulangan dan perlemakan mulai
dengan pengamatan dan perabaan (palpasi)
terlihat seimbang namun masih terlihat jelas
tulang belakang (spinosus). BCS
garis berbentuk segitiga antara tulang hip
dimaksudkan untuk memberikan kriteria
(tulang panggul) dan rusuk bagian belakang
pada seekor ternak sapi yang dinilai secara
dan tonjolan pangkal tulang ekor sudah
kualitatif. Standar penilaian ini penting
membentuk kurva karena adanya
terkait dengan kondisi tubuh ternak yang
penimbunan perlemakan pada pangkal
dapat menjadi indikator terhadap
tulang ekor (Putra et al., 2020).
pertumbuhan ternak dan potensi reproduksi
D. BCS 4
yang dimiliki oleh seekor ternak. Kondisi
Kondisi BCS 4 gemuk. Menunjukkan
tubuh ternak di Indonesia dinilai dari skor 1-
keadaan tubuh yang baik atau gemuk,
5, kondisi tersebut dapat digambarkan
kerangka tubuh dan tonjolan tulang sudah
sebagai berikut (Putra et al., 2020).
tidak terlihat dan perlemakan sudah lebih
A. BCS 1
menonjol pada semua bagian tubuh. Garis
Kondisi BCS 1 menunjukkan ternak
tonjolan pangkal tulang ekor masih terlihat
sangat kurus (emasiasi). Keadaan tubuh
namun jika dilihat dari belakang. Bagian
yang sangat kurus terlihat dari tonjolan
belakang tubuh sudah mulai berbentuk
tulang belakang, tulang rusuk, tulang
persegi panjang yang menunjukkan
panggul dan tulang pangkal ekor terlihat
perlemakan pada bagian paha, pinggul dan
sangat jelas (Putra et al., 2020).
paha bagian dalam. Pada kondisi tubuh
B. BCS 2
seperti ini ternak akan dapat meningkatkan
BCS 2 menunjukkan ternak kurus.
produksi dan reproduksi serta kesehatan
Kondisi tersebut menunjukkan keadaan
tidak terganggu selama musim kekurangan
tubuh ternak yang kurus, namun lebih baik
pakan (Putra et al., 2020).
dibandingkan dengan ternak pada kondisi
E. BCS 5
BCS 1, tonjolan tulang di berbagai tempat
Kondisi BCS 5 sangat gemuk terdapat lesi, tidak ada luka dan dapat
(obesitas). menunjukkan keadaan tubuh yang bergerak bebas. Adanya keropeng di bagian
sangat gemuk, kerangka tubuh dan struktur bibir, air liur berlebih atau perubahan warna
pertulangan sudah tidak terlihat dan tidak
selaput lendir (merah gelap/ungu,
teraba. Tulang pangkal ekor sudah
tenggelam oleh perlemakan dan bentuk kekuningan atau pucat) menunjukkan hewan
persegi panjang pada tubuh belakang sudah sakit. Lidah tidak terjulur keluar (AIP- EID,
membentuk lengkungan pada bagian kedua 2015).
ujungnya. Pada kondisi tubuh seperti ini Pemeriksaan klinis perut dan
ternak akan dapat berproduksi dan tidak pencernaan terkait organ-organ yang ada di
terganggu oleh perubahan musim (Putra et dalamnya. Tujuannya untuk melakukan
al., 2020).
pemeriksaan klinis perut dan
2.5. Uji-uji dalam Pemeriksaan Fisik
mengidentifikasi gangguan pada sistem
Ruminansia
pencernaan. Pemeriksaan klinis yang dapat
2.5.1. Uji Gumba
dilakukan adalah pada daerah perut,
Uji gumba atau dikenal dengan
lambung dan usus. Pemeriksaan rumen
sebutan back grip. Metode ini dilakukan
dilakukan dengan inspeksi, palpasi, perkusi
dengan cara menyiapkan ternak yang akan
dan auskultasi, tabung perut bisa digunakan
diujikan. Kemudian letakkan tangan pada
juga. Dalam kasus kembung, sisi kiri akan
processus spinous thoracis caudalis.
menonjol, dan motilitas akan menurun.
Kemudian lipat dan tarik area tersebut,
Pemeriksaan reticulum dapat dilakukan
mengakibatkan reaksi pada punggung yang
dengan palpasi tangan. Pemeriksaan
terlihat seperti tenggelam (Braun et al.,
omasum dilakukan dengan fungsi eksploratif
2020).
(Duguma, 2016).
2.5.2. Uji Tinju
2.6.2. Sistem Pernapasan
Uji tinju atau dikenal juga dengan pain
Paru-paru terletak pada permukaan
percussion. Metode ini dilakukan dengan
eksternal dari regio thoracal dengan
pemeriksa memukul area retikulum dengan
membayangkan bentuk segitiga diantara
rubber hammer atau dengan kepalan tangan
scapula, processus olecranon, dan spatium
untuk perkusi. Kemudian merasakan atau
intercostale kedua dari belakang. Dilakukan
mendengarkan gerak peristaltik dari
inspeksi untuk melihat pergerakan respirasi.
retikulum (Braun et al., 2020).
Dilakukan palpasi untuk memeriksa adanya
2.5.3. Uji Alu
nyeri dengan memberikan tekanan.
Uji alu atau pole test dilakukan dengan
Dilakukan perkusi dengan memperhatikan
sebuah tiang panjang dapat ditempatkan di
suara resonansi. Dilakukan auskultasi
bawah sapi dan dipegang di setiap ujungnya
dengan memperhatikan bunyi bronkus
oleh dua asisten. Dimulai dari xiphoid dan
(trakea dan anterior bagian dari paru-paru)
bergerak ke caudal, tiang ditarik ke atas
dan suara alveolar (Duguma, 2016).
secara perlahan dan kemudian dibiarkan
Hewan sehat bernafas teratur,
jatuh secara tiba-tiba. Area nyeri ditekan
bergantian antara gerakan dada dan gerakan
dekat retikulum akan menunjukkan
perut. Sesak nafas, ngos-ngosan, nafas
reticuloperitonitis traumatis (Braun et al.,
pendek adalah tanda hewan sakit. Beringus
2020).
dan bernafas melalui mulut/nafas terengah-
2.6. Pemeriksaan Klinis pada Sapi
engah merupakan kondisi tidak normal
2.6.1. Sistem Pencernaan
kecuali dalam situasi stress. Pemeriksaan
Pemeriksaan bagian sistem pencernaan
Respirasi, untuk menentukan atau mengukur
dapat dimulai dari bibir bagian luar bersih
frekuensi respirasi dan tipe respirasi hewan.
dan mulut agak lembab. Bibir dapat menutup
Frekuensi respirasi diukur dengan
dengan baik. Selaput lendir rongga mulut
menghitung siklus respirasi yaitu proses
berwarna merah muda (pink) merata, tidak
inspirasi dan ekspirasi dalam satu satuan
ada pigmen, tidak ada luka. Terdapat cukup
waktu, biasanya satu menit (AIP- EID,
air liur membasahi rongga mulut. Lidah
2015).
berwarna merah muda merata, dimana tidak
2.6.3. Sistem Integumen melihat sirkulasi peripheral dapat dilakukan
Pemeriksaan Kulit dan bulu, hewan melalui pemeriksaan sistem pencernaan
yang sehat memiliki bulu yang bersih dan (AIP- EID, 2015).
terawat, bulunya mungkin kasar atau halus 2.6.5. Muskuloskeletal
sesuai karakteristik keturunannya. Kulitnya Hewan sehat berjalan dengan cara
halus, tidak ditemukan ada lesi atau menempatkan kaki secara bergantian tanpa
scabs/koreng. Kusam, terlihat kering, kotor tersandung atau terjatuh. Hewan dapat
dan rambut/bulu kasar mungkin merupakan berjalan mundur dan dapat menjaga
tanda-tanda hewan yang kurang sehat (AIP- keseimbangan jika didorong dari samping.
EID, 2015). Langkah bergantian teratur dan perubahan
2.6.4. Sistem Kardiovaskuler kecepatan dapat dikendalikan tanpa
Denyut nadi sapi dapat diambil di kesulitan. Kaki dapat diangkat dengan
arteri coccygeal (ujung kepala ekor), Pada tangan dan ditekuk pada hewan terlatih.
kuda di arteri permukaan dan pada kambing Kepala tetap tegak saat bergerak. Pincang,
dan domba di arteri femoral. Seringkali sapi loyo, atau bahkan tak bisa berjalan
akan menunjukkan denyut jugular (denyut di menunjukkan hewan sedang sakit atau
leher) yang dapat dilihat pada pengamatan terluka (AIP- EID, 2015).
secara diam-diam dari jarak jauh. 2.6.6. Sistem Indera
Pemeriksaan membran mukosa untuk A. Mata

Gambar 10. Mata sapi (Fails dan Christianne, 2018).


Bola mata bersih, bening dan cerah. menutupi mata, kelopak mata bengkak,
Sedikit kotoran di sudut mata masih normal. warna merah (inflamasi), kekuningan
Kelopak mata bagian dalam (conjunctiva) (icterus) atau pucat (tidak berwarna). Periksa
berwarna kemerahan (pink) dan tidak ada membran mukosa konjungtiva. (video)
luka. Kelainan yang biasa dijumpai pada Leleran, blepharospasm (AIP- EID, 2015).
mata yaitu adanya kotoran berlebih yang B. Telinga

Gambar 11. Telinga sapi (Fails dan Christianne, 2018).


Telinga terdiri dari tiga daerah: ini ke telinga bagian dalam, dan telinga
bagian luar, tengah, dan telinga bagian bagian dalam berisi reseptor untuk
dalam. Telinga luar, juga disebut eksternal pendengaran dan keseimbangan (Akers dan
telinga, mengumpulkan gelombang suara Denbow, 2013).
dan mengarahkannya ke telinga tengah. C. Hidung
Telinga tengah membawa gelombang suara
Gambar 12. Hidung sapi (Fails dan Christianne, 2018).
Hidung tampak luar agak lembab cenderung basah, tidak ada luka, kotoran, leleran atau
sumbatan. Cari jika ada vesikel. Pencet bagian hidung, apabila keluar cairan berarti terjadi
peradangan di dalam hidung. Cairan hidung bisa berwarna bening, putih, hijau, merah, hitam atau
kuning. Cairan yang tidak jernih merupakan kondisi tidak normal (AIP- EID, 2015).
2.7. Cara Handling Ternak Besar
2.7.1. Sapi

Gambar 13. Handling sapi (Chastain, 2018).


Tali pengikat adalah metode paling berada di tiang penopang dan pawang
aman untuk menahan kepala sapi karena sapi menghadapnya pada jarak yang aman. Ujung
atau banteng bisa jatuh dan terluka jika hidung yang berfungsi harus memiliki ujung
diikat hanya dengan tali hidung, cincin tumpul yang halus pada penjepit, celah 1⁄8
hidung, atau tali leher. Namun, memasang inci (0,3 cm) antara penjepit yang tertutup,
tali kekang pada sapi, terutama saat berada dan ujung tali yang halus. Rantai pada nose
di tiang penopang, bisa berbahaya bagi lead tidak diinginkan karena dapat tertekuk,
pawang. Halter yang paling umum terjepit, dan terbuka. Ujung hidung hanya
digunakan adalah tali halter yang boleh digunakan jika leher ditahan dalam
memanjang menjadi lead. Tali halter untuk beberapa bentuk penopang, termasuk pintu
sapi dibuat dengan tali yang dipilin dan masuk dari saluran pencet. Penggunaan nose
dibuat dengan teknik pengirisan. Harus lead untuk menahan kepala lebih mungkin
berhati-hati untuk tidak menempatkan membuat hewan lebih tahan terhadap
bagian belakang hidung dari halter lebih penanganan di masa depan daripada
rendah dari bagian tulang hidung atau lubang penggunaan tali halter. Oleh karena itu, nose
hidung bisa menjadi terjepit, menyebabkan lead tidak boleh digunakan untuk prosedur
hewan panik. Halter tali ternak memanjang yang harus sering diulang (Chastain, 2018).
ke tali timahnya sendiri dan keluar dari Cincin hidung digunakan pada semua
halter di sisi kanan atau kiri pipi hewan, sapi perah dewasa dan beberapa sapi jantan.
yaitu reversible (Chastain, 2018). Sebagian besar memiliki cincin hidung yang
Ujung hidung adalah penjepit tumpul dipasang antara usia 1 dan 2 tahun, sebelum
(juga disebut "tong") yang paling baik mereka menjadi agresif secara teritorial.
ditempatkan di lubang hidung dengan Cara paling aman untuk memindahkan
gerakan menyapu dari samping saat sapi banteng dengan cincin hidung adalah dengan
dua pawang, satu di setiap sisi dengan Penempatan cincin hidung harus dilakukan
tongkat banteng. Tongkat banteng adalah oleh dokter hewan karena penggunaan
tiang yang memiliki kait atau kancing di anestesi lokal dan pereda nyeri pasca operasi
salah satu ujungnya yang menempel pada diperlukan. Parasut dengan headgate dan
cincin hidung. Tongkat banteng biasanya batang hidung harus digunakan untuk
digunakan dalam kombinasi dengan halter. penempatan cincin hidung (Chastain, 2018).
2.7.2. Kuda

Gambar 14. Handling kuda dengan Halter (Chastain, 2018).


Halter dan tali timah adalah peralatan melepaskan tali utama, dan memegang
paling dasar yang dibutuhkan untuk gesper halter dan tali di tangan kiri. Lengan
menangani dan menahan kuda. Halter kanan pawang mencapai leher kuda. Tali
biasanya terbuat dari kulit, tali, nilon, atau yang tidak diikat dipindahkan ke tangan
polyester. Pawang harus mendekati bahu kiri kanan pawang, yang kemudian
kuda pada sudut 45 derajat ke leher kuda dan memungkinkan dia untuk membatasi
kemudian menggosok bahu. Tali timah pergerakan kuda dengan melingkarkan
kemudian dikalungkan di leher kuda tepat di lengannya dan halter di sekitar lehernya.
dan pawang merah di bawah lehernya untuk Pita hidung halter ditempatkan di atas
menangkap kuda dengan tali pengikat di hidung kuda dengan gerakan menyendok.
lehernya. Lingkaran harus dipindahkan ke Tangan kanan membawa tali melewati leher
sekitar area leher tengah. Jika perlu, kuda tepat di belakang telinga dan halter
diposisikan ulang di kandang. Pawang kemudian ditekuk, atau diikat (Chastain,
menghadap ke depan relatif terhadap kuda, 2018).

Gambar 15. Handling kuda dengan diikat (Chastain, 2018).


Risiko bahwa seekor kuda mencoba mungkin tertarik ke belakang saat diikat, tali
melepaskan diri dari ikatan harus selalu harus diikat dengan kunci pengaman agar
diantisipasi. Kuda hanya boleh diikat ke lebih mudah membebaskan kuda dari
benda padat yang dapat menahan tarikan masalah, dan pawang harus selalu memiliki
kuda biasa seberat 544,3 kg dengan seluruh pisau yang siap untuk memotong kuda, jika
kekuatannya dan yang tidak bergerak, diperlukan, untuk mencegah cedera. Saat
berdentang, atau membuat suara lain saat kuda menarik ke belakang, kemungkinan
ditarik. Ini tidak termasuk gerbang, rel besar akan terluka jika diikat terlalu rendah
pagar, pintu kios, dan trailer yang tidak atau dengan terlalu banyak tali di antara
diikat sebagai benda aman yang dapat kuda dan halangan. Halangan tali harus
diikatkan kuda. Untuk menciptakan diikat pada atau tepat di atas ketinggian
lingkungan yang lebih aman bagi kuda yang
kayu, sekitar satu lengan panjangnya dari halangan (Chastain, 2018).
2.7.3. Kerbau

Gambar 16. Handling Kerbau (Chastain, 2018).

Ekor sapi dapat menyebabkan cedera pawang melangkah mendekat ke belakang


serius pada pawang, karena tulang ekor kerbau, memegang ekor lurus ke atas dan
memanjang hampir ke ujung ekor. Tekuk sedikit menekuk ke arah tulang belakang.
lembaran pelepas cepat dapat digunakan Hanya tekanan sedang yang harus digunakan
sebagai halangan yang sederhana dan efektif. untuk mencegah cedera pada ekor (Chastain,
Rambut panjang ujung ekor ditekuk di 2018).
sekitar tali pengikat untuk mulai membuat Penahan penahan jack ekor digunakan
halangan. Ekor yang diikat hanya boleh untuk tusukan vena dari vena ventral ekor;
diikatkan ke tubuh sapi jika sapi jatuh untuk memeriksa, membersihkan, atau
selama pengekangan. Ujung lainnya merawat kelenjar susu; dan untuk kastrasi.
diikatkan ke leher sapi menggunakan simpul Memegang lipatan panggul dan mengangkat
bowline untuk mencegah tali mengencang di kulit dapat menghambat tendangan, tetapi
leher. Ikatan alternatif untuk lebih posisi pawang untuk memegangnya
mengurangi atau menghilangkan resiko berbahaya, dengan risiko ditendang terlebih
tekanan pada tenggorokan adalah memasang dahulu atau ditendang meskipun ditahan.
tali di leher dan di belakang kaki depan di Loop tali dengan honda yang ditarik kencang
sisi yang berlawanan dengan yang kakinya di sekitar sayap akan menghambat
ditekuk, atau untuk bertanduk sapi, tendangan yang kuat, tetapi tidak akan
memiliki lingkaran di sekitar tanduk bukan mencegah upaya tendangan yang lemah.
leher (Chastain, 2018). Klem sayap logam besar yang ditutup
Kerbau enggan menendang jika dengan mekanisme sekrup atau batang
ekornya ditekuk ke belakang ke arah tulang teleskopik dengan kunci pin pegas
punggungnya. Pawang berdiri di samping memberikan tekanan pada sayap untuk
sapi dan memegang ekor sekitar sepertiga menghambat tendangan (Chastain, 2018).
dari pangkal ekor. Ekor diangkat saat
2.7.4. Kambing

Gambar 17. Handling kambing (Chastain, 2018).

Seekor kambing dapat ditahan dengan yang kokoh. Pawang kemudian menekan
menyangganya ke sudut dengan dinding kambing ke dinding dengan satu kaki di
antara leher dan bahu dan kaki lainnya di memberi makan dan air untuk membuat
dada. Kambing berukuran kecil dan sedang kambing tidak peka terhadap kandang untuk
dapat ditahan dengan satu tangan di bawah penangkapan dan penanganan di masa
rahangnya dan tangan lainnya di bagian atas mendatang. Untuk membiasakan mereka
belakang lehernya. Beberapa kambing dapat dengan pena tangkap dan kehadiran pawang,
dikangkangi untuk menahan diri. Kambing pawang harus memberi makan biji-bijian
itu mundur ke sudut, dan pawang dalam tumpukan kecil untuk setiap kambing
mengangkangi lehernya, memegang dan berlutut di dekat mereka dan berbicara
kambing itu dengan lutut di kedua sisi leher dengan mereka. Jika uang ada dalam
kambing. Straddling bisa berbahaya jika kelompok, pawang harus waspada terhadap
dicoba pada kambing bertanduk atau tindakannya. Praktek penangkapan
kambing daging dewasa (Chastain, 2018). sebaiknya dilakukan pada waktu yang teratur
Seorang pawang dapat mengapit pada saat kambing berada di kandang
kambing dengan berdiri di sampingnya dan tangkap (Chastain, 2018).
meraih lehernya untuk memegang kaki Kambing perah sering memiliki rantai
depan yang paling dekat dengan tubuhnya. leher atau kerah untuk penanganan dan
Tangannya yang lain memegang sayap. Saat identifikasi. Rantai plastik berwarna atau
mengangkat kambing, pawang harus kerah jaring datar dapat digunakan untuk
menggesernya ke bagian depan kakinya ke mengidentifikasi kelompok kambing
samping. Tangan di pinggang dipindahkan berdasarkan usia, keluarga, produktivitas,
ke kaki belakang bawah dan siku pawang atau kriteria lainnya. Kalung anjing
menekan leher kambing sementara tangan di berbahaya karena gesper logamnya, yang
kaki depan terus menahan kaki itu. Halter dapat tersangkut dan menyebabkan tercekik.
Spanyol mirip dengan tali pengikat yang Kerah yang bertali atau kerah rantai plastik
digunakan untuk kuda. Sebuah tali atau tali lebih aman daripada kerah yang ditekuk.
dari halter dijalankan antara kaki depan dan Kambing lain akan sering mengunyah kerah
melekat pada sebuah surcingle. Halter kulit kawanannya. Kerah kulit juga
Spanyol memungkinkan sebagian besar menjebak kelembaban dan akan
penggembalaan normal tetapi melarang menyebabkan infeksi bakteri atau jamur.
kambing makan dari cabang pohon yang Jaring nilon atau kerah rantai plastik
lebih rendah (Chastain, 2018). memungkinkan sirkulasi udara yang lebih
Kandang jepit disarankan, terutama baik ke kulit dan pengeringan daripada kulit
untuk kambing pedaging yang tidak sering (Chastain, 2018).
ditangani. Kandang harus digunakan untuk
2.8. Penyakit yang Menyerang Ternak Besar
2.8.1. Sapi
A. Akabane (Arthrogryposis Hydranencephaly)

Gambar 18. Akabane (Kementan, 2014).


1. Etiologi (AG) disertai atau tanpa Hydranencephaly
Akabane adalah penyakit menular (HE). Hewan yang peka adalah sapi, domba
non-contagious yang disebabkan oleh virus dan kambing. Kejadian penyakit biasanya
dan ditandai dengan adanya Arthrogryposis bersifat sporadik akan tetapi kondisi ini
dapat berubah menjadi kejadian penyakit HE yang bersifat kongenital serta terjadi
yang bersifat epidemik (Kementan, 2014). secara sporadik atau endemik. Dapat pula
2. Patogenesa dilakukan Hemaglutination Inhibition Test
Penyakit Akabane disebabkan oleh dan Neutralization Test. Antibodi dapat
virus yang diklasifikasikan pada RNA virus dideteksi pada fetus atau pada serum pedet
yang termasuk sub grup Simbu dan famili sebelum diberi kolostrum. Isolasi dan
Bunyaviridae. Secara serologi ditemukan zat identifikasi dapat dilakukan dengan
kebal terhadap Akabane pada sapi-sapi di inokulasi otak fetus pada anak tikus putih
Indonesia. Penularan penyakit Akabane atau pada biakan jaringan yaitu BHK-21 atau
adalah melalui gigitan vektor Culicoides sp. HM Lu-1 sel (Kemtan, 2014).
Sapi, domba dan kambing adalah spesies 6. Diagnosa Banding
rentan terhadap penyakit Akabane Harus dibedakan dengan kejadiaan
(Kementan, 2014). abortus, lahir dini atau lahir mati yang
3. Gejala Klinis disebabkan oleh infeksi virus IBR. Kejadian
Penyakit Akabane ditandai dengan abortus dan cerebellar hypoplasia yang
adanya cacat tubuh pada keturunan yang disebabkan oleh infeksi virus BVD-MD
dilahirkan dan hewan yang terinfeksi. Cacat (Kementan, 2014).
tubuh dapat berupa arthrogryposis yaitu 7. Prognosis
pembengkakan persendian yang bersifat Pada kasus abortus, lahir mati atau
primer pada kaki dan kondisi ini biasanya kelahiran anomali yaitu infausta. Hal ini
terjadi bilateral, skoliosis yaitu dikarenakan penyakit ini disebabkan oleh
pembengkokan tulang punggung, otot gerak virus. Sistem imun yang kuatlah yang bisa
mengalami atrofi sehingga pedet yang mencegah penyakit ini menimbulkan gejala
dilahirkan tidak dapat berdiri. Apabila yang klinis. Akan tetapi bila gejala klinis telah
terserang susunan saraf pusat maka akan muncul maka sulit untuk melakukan
terlihat adanya hydranencephaly. Pada induk tindakan penyembuhan (Kementan, 2014).
sapi yang sedang bunting dapat terjadi 8. Pengobatan
keguguran, kelahiran dini, lahir mati atau Belum ada pengobatan untuk abortus,
mumifikasi fetus. Anak sapi yang lahir lahir mati atau kelahiran anomali. Akan
dengan gejala AG atau HE dapat hidup tetapi pencegahan, pengendalian dan
sampai beberapa bulan dengan gejala pemberantasan dapat dilakukan. Vaksinasi
gangguan koordinasi (ataksia), kebutaan, perlu dipertimbangkan bila banyak hewan
disfagia atau gangguan regurgitasi yang terserang atau menimbulkan kerugian
(Kementan, 2014). yang besar. Pengendalian vektor penyebab
4. Predisposisi penyakit yaitu dengan spraying mungkin
Penyakit Akabane dicurigai di Jawa dapat mencegah penyakit Akabane meluas.
Tengah pada sapi perah impor dari Australia Untuk penolakan penyakit, maka dapat
yang melahirkan pedet dengan gejala AG, dilakukan penolakan pemasukan sapi
mumifikasi fetus, abortus dan HE yaitu pada bunting dari negara tidak bebas penyakit
tahun 1981. Kerugian yang diakibatkan oleh Akabane. Bila terpaksa harus melakukan
penyakit Akabane ialah keguguran, pemasukan hewan dari negara bebas ke
mumifikasi fetus dan kelahiran cacat negeri terserang hanya untuk hewan -hewan
(Kemhan, 2014). muda saja, karena hewan muda ini
5. Diagnosis diharapkan mendapat kekebalan melalui
Sapi bunting yang diduga terinfeksi infeksi alam sebelum bunting (Kementan,
virus Akabane akan mengalami abortus atau 2014).
lahir mati dan ditemukan adanya AG atau
B. Bovine Ephemeral Fever (BEF)
Gambar 19. Bovine Ephemeral Fever (BEF) (Kementan, 2014).
1. Etiologi sakit, kemudian dapat terjadi kelumpuhan
Bovine Ephemeral Fever (BEF) adalah dan kesakitan pada kaki, otot gemetar serta
suatu penyakit viral pada sapi yang lemah. Kekakuan mulai dari satu kaki ke
ditularkan oleh serangga (arthropod borne kaki yang lain, sehingga hewan tidak dapat
viral disease). Penyakit ini bersifat benign berdiri selama 3 hari atau lebih. Leher dan
non-contagious, yang ditandai dengan punggung mengalami pembengkakan.
demam mendadak dan kaku pada Produksi susu menurun dengan tajam.
persendian. Penyakit dapat sembuh kembali Kadang-kadang pada tahap akhir
beberapa hari kemudian (Kementan, 2014). kebuntingan diikuti adanya keguguran.
2. Patogenesa Gambaran darah dalam fase demam
Penyebab BEF merupakan virus menunjukkan adanya kenaikan jumlah
Double Stranded Ribonucleic Acid (ds- neutrofil dan penurunan limfosit. Biasanya
RNA), memiliki amplop, berbentuk peluru dijumpai leukositosis pada awal penyakit,
dengan ukuran 80 x 120 x 140 nm yang kemudian diikuti dengan leukopenia
mempunyai tonjolan pada amplopnya. Virus (Kementan, 2014).
BEF diklasifikasikan sebagai Rhabdovirus 5. Diagnosa
dari famili Rhabdoviridae, dan masih satu Diagnosa penyakit dapat didasarkan
kelompok dengan virus rabies dan vesicular atas gejala klinis, isolasi dan identifikasi
stomatitis. Penyakit BEF bersifat sporadik. virus. Secara serologi antibodi dapat
Masa inkubasi penyakit berkisar antara 2-10 dideteksi dengan CFT (complement fixation
hari dan kebanyakan penderita menunjukkan test), serum neutralization test (SNT), Agar
gejala dalam waktu 2- 4 hari. Angka Gel Precipitation Test (AGPT) dan enzyme
morbiditas biasanya tinggi, tetapi angka linked immunosorbent assay (ELISA) yang
mortalitas rendah (2-5%) (Kementan, 2014). diambil pada saat kondisi akut dan
3. Predisposisi konvalesen. Secara molekuler virus BEF
Virus BEF hanya menginfeksi sapi, dapat didiagnosa dengan Polymerase Chain
tetapi pernah dilaporkan pada kerbau. Sapi Reaction (PCR), dot blot hybridization dan
muda dan sapi dewasa dapat terserang sequencing (Kementan, 2014).
penyakit ini. Sapi yang sembuh dari penyakit 6. Diagnosa Banding
BEF dapat kebal selama 2 tahun. Pada Seringkali BEF dikelirukan dengan
musim penghujan banyak ditemukan kasus infeksi Septicaemia Epizootica (SE), surra,
BEF. Penyebaran secara epizootik Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR),
dipengaruhi oleh vektor dan angin. Angin virus Parainfluenza-3, virus respiratory
yang bersifat lembab dan basah dapat syncytial dan bovine adenovirus (Kementan,
memindahkan serangga sejauh 100 km atau 2014).
lebih (Kementan, 2014). 7. Prognosis
4. Gejala Klinis Prognosis dari penyakit ini adalah
Gejala awal yang muncul adalah fausta. Walaupun disebabkan oleh virus
demam tinggi secara mendadak (40,5 – akan tetapi virus penyebab penyakit ini
41°C), nafsu makan hilang, peningkatan bukanlah salah satu dari jenis virus yang
pernapasan dan kesulitan bernafas ganas. Dengan sistem imun yang baik dapat
(dyspnea), diikuti dengan keluarnya leleran membentuk kekebalan terhadap virus ini.
hidung dan mata (lakrimasi) yang bersifat Penyakit dapat sembuh kembali beberapa
serous. Jalan kaku dan pincang karena rasa hari kemudian (Kementan, 2014).
8. Pengobatan berspektrum luas dianjurkan untuk
Pengobatan penyakit ini sampai saat mencegah infeksi sekunder dan multi
ini tidak ada pengobatan yang efektif untuk vitamin untuk mengatasi adanya stress
penyakit BEF. Pemberian antibiotik (Kementan, 2014).
2.8.2. Kuda
A. Selakaran
Disebabkan oleh cendawan dimorfik Cryptococcus farciminosum, Equine
Histoplasma farciminosum, atau nama lain Blastomycosis, Equine Histoplasmosis.

Gambar 20. Penyakit Selakarang (Ahmad dan Anis, 2012)


1. Etiologi cendawan ini masuk ke dalam tubuh yang
Cendawan Histoplasma farciminosum bersuhu 37°C menjadi bentuk khamir yang
penyebab penyakit ini adalah jenis dimorfik. patogen. Khamir difagositosit oleh
Dinamakan dimorfik karena cendawan makrofag-makrofag namun khamir tersebut
tersebut dapat berbentuk khamir (spora) berubah menjadi parasitik dan menggunakan
0
pada temperatur 37 C dan miselium pada makrofag sebagai tempat memperbanyak
0
temperatur 25 – 30 C. Selain itu morfologi diri. Hasil proliferasi di dalam
mirip dengan Histoplasma capsulatum. bronchopneumonia itu termasuk pada
Cendawan tersebut berbentuk khamir mulai lobulus-lobulus paru-paru sekunder yang
dalam wujud ovoid sampai globos dengan tertular. Jalur lain masuknya H.
diameter berukuran 2 – 5 µm, dapat farciminosum juga lewat perlukaan atau kulit
ditemukan pada ekstraseluler dan intraseluler yang terbuka karena luka lecet atau gesekan,
di dalam sel-sel makrofag dan sel raksasa. kemudian masuk ke peredaran darah. Bila
Dalam bentuk miselium tumbuh dengan tubuh lemah maka akan terjadi infeksi yang
lambat berbentuk arial. Koloni berwarna menyebabkan terjadinya penyakit. Invasi
abu-abu dan permukaannya seperti kulit. mulai dari kulit, organisme menyebar
Pada media Sabouraud Dekstrosa Agar melalui pembuluh limfe menuju daerah
(SDA) menghasilkan hifa yang pendek- limfonodus, atau masuk menembus organ
pendek dan tidak teratur bentuknya. Hifa ini dalam, lesi bernanah dan bisul ada di dalam
mengelilingi badan cendawan yang kulit di sepanjang pembuluh limfe. Lesi
kemudian akhirnya membentuk oval mukosa terjadi pada mukosa nasal dan
sehingga dinamakan Rudimentary mukosa okuler. Paru-paru juga terkena dan
aleuriospora. Pada media agar darah, menimbulkan gejala pneumonia. Respon
pertumbuhannya di medium berwarna abu- patogen ditandai dengan peradangan
abu, tebal dan datar dengan koloni agak granulomatosa yang didominasi oleh sel
rapat mempunyai segmen tipis dengan makrofag, limfosit, sel plasma dan sel-sel
pertumbuhan klamidospora di ujung (Ahmad raksasa. Migrasi oleh limfosit regional dan
dan Anis, 2012). akibat dari dominasi hematogenous
2. Patogenesis memperbanyak parasit yang telah
Inkubasi mulai beberapa minggu difagositosis makrofag melalui sistem
hingga 6 bulan. Infeksi oleh Histoplasma Reticuloendothelial System (RES) khususnya
farciminosum dapat berkembang ketika limpa. Di dalam kasus imunokompeten
mikrokonidia atau fase miselia (25 – 30°C) inang spesifik, sel T imunitas berkembang
terhirup masuk ke paru-paru dan ketika dalam 1 – 4 minggu dan terjadi pengendalian
infeksi, bersamaan dengan kejadian ini 6. Diagnosa Banding
gejala klinis spontan meningkat, involusi dan Gejala klinis yang membentuk ulser
kapsulisasi serta kejadian kalsifikasi menjadi mirip dengan penyakit malleus namun pada
residu dari infeksi yang khas membentuk Sekarang ini ulser menjadi satu sedangkan
granuloma (Ahmad dan Anis, 2012). ulser maleus berdiri sendiri- sendiri. Pada
3. Gejala Klinis sporotrichosis produksi nanah sedikit dan
Kuda yang terserang akan ditandai infeksi bukan pada saluran limfe.
dengan ulserasi pada kulit yang bersifat Lymphangitis ulseratif yang akut disebabkan
edukatif. Kerusakan jaringan ini terjadi oleh Corynebacterium pseudotuberculosis.
setelah beberapa minggu hingga 3 bulan Agen diagnosis dapat dibedakan dengan
masa infeksi. Bisul-bisul ditemukan pada mudah melalui uji serologis (FAT dan
bagian kaki, dada, leher, bibir, skrotum, Hemaglutinasi) dan pembiakan kultur
mata dan kaki yang selanjutnya ditemukan (Ahmad dan Anis, 2012).
penebalan saluran limfe bagian superficial, 7. Pengobatan
pembesaran nodus limfangitis regional, Pengobatan ada berbagai macam,
pembentukan abses bercampur darah dan mulai dengan melakukan operasi dengan
berakhir dengan terbentuknya ulser pada pembedahan pada nodulus, bisul, ulser, lalu
kulit yang lebih kecil- kecil yang lama diobati dengan KI, atau HgI juga dengan
kelamaan ulser akan menyatu sehingga kulit suntikan HgCl2, sampai dengan penggunaan
menebal membentuk jaringan ikat. Menurut Amphotericin B, Clotrimazole, Nystatin yang
tempat serangannya dapat digolongkan kutan juga efektif di dalam kasus Sekarang ini.
dan nasal serta okuler (Ahmad dan Anis, Kemudian menambahkan pengobatan
2012). dengan Sodium Iodida (NaI), Ended
4. Predisposisi (Phytologia dodecanta) dan PenStrep (8 mg
Faktor predisposisi terjadinya Procaine penicillin dan 10 mg
selakarang adalah adanya luka. Luka Dihydrostreptomycin sulfat). Pemberian
tersebut yang memungkinkan antibiotika untuk mengobati infeksi sekunder
berkembangnya penyakit tersebut. Kuda dari bakteri. Namun demikian hendaknya
berumur di bawah 6 tahun lebih rentan dipikirkan bahwa pengobatan pada ternak
terhadap penyakit ini (Pudjiatmoko, 2014). tidak begitu ekonomis kecuali hewan
5. Diagnosa kesayangan. Operasi dan pengobatan harus
Selain gejala klinis yang nampak pada dilakukan dengan seksama dan menyeluruh
hewan dapat dilakukan pemeriksaan agar kuda tidak kambuh lagi. Vaksinasi
langsung pada agen penyebab penyakit dengan bibit kuman yang telah dimatikan
melalui preparat ulas yang diwarnai dengan atau dilemahkan dapat dilakukan pada
pewarnaan Gram atau lactophenol cotton daerah endemis. Diharapkan kuda yang
blue. Pemeriksaan biakan yang sembuh dari gejala klinis akan kebal
diinokulasikan pada agar medium juga dapat terhadap serangan infeksi ulang penyakit.
dilakukan, namun memerlukan waktu yang Namun sementara ini vaksinnya belum
cukup lama. Melalui uji serologis dapat tersedia (Ahmad dan Anis, 2012).
menghemat waktu diagnosis, misalnya B. Contagious Equine Metritis
passive haemagglutination test, Fluorescent
Antibody Test (Ahmad dan Anis, 2012).

Gambar 21. Contagious Equine Metritis (Pudjiatmoko, 2014).


1. Etiologi dan mungkin terlihat keluar dari vulva,
Penyebab Contagious equine metritis membasahi bagian belakang tubuh hewan
(CEM) pada mulanya disebut Contagious dan mengotori ekor. Kuda yang menderita
equine metritis organism (CEMO), parah akan mengakibatkan metritis kronis
kemudian Haemophilus equigenitalis dan dan menyebabkan terjadinya infertilitas
terakhir Taylorella equigenitalis. (Pudjiatmoko, 2014).
Pertumbuhan Taylorella equigenitalis 4. Diagnosa
membutuhkan waktu minimal 48 jam bisa Bila terlihat gejala klinis setelah musim
sampai 13 hari tetapi biasanya tidak lebih 6 kawin, dapat ditandai dengan adanya estrus
hari pada temperature 37oC di media darah kembali dan adanya sekresi pada saluran
yang dipanasi dan diinkubasi dalam kondisi genital. Antibodi tidak spesifik terhadap
mengandung CO2 5-10%. Koloni sangat gejala klinis penyakit ini, tidak ada pada
kecil, diameter 2-3 mm, berwarna abu-abu serum induk atau pejantan yang karier,
kekuningan, halus dan tepi rata. Tumbuh sehingga pengujian serologis tidak praktis.
baik pada media peptone chocolate agar, Tidak ada uji serologis yang cocok untuk
Gram negatif, kecil, bentuk batang pendek, kontrol dan mendeteksi penyakit ini.
kadang pleomorfik, bipolar, acid fast, non Bermacam-macam uji serotipe telah
motil, katalase, fosfat dan oksidase positif. dikembangkan mulai dari slide agglutination
Tidak bereaksi atau negatif terhadap sampai dengan direct dan indirect
berbagai standar pengujian bakteriologi immunofluorescence. Masing -masing
(Pudjiatmoko, 2014). metoda mempunyai keuntungan dan
2. Gejala Klinis kerugian, kelemahan uji aglutinasi kadang
Gejala klinis CEM mulai muncul 1-6 terjadi autoglutinasi bila dibiakkan dalam
hari pasca infeksi atau sampai 80 hari. udara yang mengandung CO2, sebaliknya
Setelah tertular pada kuda betina akan bila dalam wadah berlilin (candle jar) dapat
mengeluarkan cairan mukopurulen tanpa bau mengurangi autoglutinasi. Dianjurkan
dari saluran genital. Pada kasus berat, menggunakan immunofluorescence. untuk
cairannya akan banyak sekali, bila kasusnya aktivasi autoglutinasi, tetapi uji ini dapat
ringan cairan putih keabuan hanya sedikit bereaksi silang dengan organisme lain
terkumpul di dasar vagina pada mukosa seperti Pasteurella haemolytica, sehingga
vagina. Biasanya sekresi akan hilang setelah perlu diulangi dengan menggunakan
3-4 minggu, dan kuda dapat kembali estrus antisentrum yang telah diserap
dalam beberapa hari setelah infeksi. Penyakit (Pudjiatmoko, 2014).
dapat mengakibatkan infertilitas dan aborsi 5. Diagnosa Banding
dini. Gejala yang nyata akibat CEM tidak Ada dua infeksi alat kelamin yang
terlihat pada kuda jantan (Pudjiatmoko, paling umum pada kuda betina yang dapat
2014). mengacaukan diagnosa yaitu yang
3. Predisposisi disebabkan oleh Klebsiella pneumoniae dan
Kuda merupakan hospes alami, hanya Pseudomonas aeruginosa. Selain itu juga
untuk equigenitalis thoroughbred tampaknya dilaporkan akibat bakteri lain seperti
sangat rentan. Adanya imunitas yang lemah Streptococcu zooepidemicus,
dan kurangnya kebersihan lingkungan dapat Streptococcosis dan Microccosis. Diagnosa
memudahkan terjadinya penyakit CEM. harus dikonfirmasikan dengan isolasi
Perlakuan yang tidak higienis selama penyebabnya berupa organisme Gram
pembersihan dan pemeriksaan alat kelamin negatif dengan bentuk batang pendek
kuda dapat menyebabkan terjadinya (Pudjiatmoko, 2014).
penularan, sehingga pemeriksaan alat 6. Pengobatan
kelamin harus dilakukan se-aseptis mungkin. Penggunaan larutan chlorhexidine
Infeksi ditandai adanya endometritis, gluconate tidak lebih 0,25% untuk irigasi
servisitis dan vaginitis. Sering keluar cairan uterus. Penggunaan larutan chlorhexidine
mukopurulen 2-10 hari setelah perkawinan gluconate 2% tiga kali sehari terhadap penis
kuda arab tidak menyebabkan iritasi. benzyl penicillin dan polymixin B sulphate
Penggunaan gentamicin sulfat lebih baik dari (Pudjiatmoko, 2014).
pada ampicilin atau kombinasi sodium
2.8.3. Kerbau
A. surra

Gambar 22. Penyakit surra (Tedjo, 2021)


1. Etiologi makannya. Parasit darah ini dapat hidup
surra adalah penyakit hewan menular dalam mulut lalat selama 30 menit sampai
yang disebabkan oleh parasit protozoa enam jam (Tarmudji, 2013).
Trypanosoma evansi, yang dapat bersifat 4. Gejala Klinis
akut atau kronis dan tersebar luas di daerah
Kerbau yang terinfeksi oleh T.
tropik dan subtropik, kecuali Australia. Di
evansi, tidak memperlihatkan gejala klinis
Indonesia, penyakit surra
yang nyata. Pada infeksi kronis, hewan
(Trypanosomiasis) merupakan salah satu di
terlihat kurus, lesu, anemia dan ada oedema
antara penyakit hewan menular penting
pada bagian dada sampai bawah perut, suhu
yang menyerang ruminansia besar dan kuda.
rektal tinggi (lebih dari 40C). Gejala
2. Patogenesa
kronis yang sering ditemui pada kerbau
Studi patogenesa T. evansi pada sapi
impor maupun lokal yang terserang secara
dan kerbau dilaporkannya bahwa, hewan
alami oleh T. evansi adalah: demam
yang diinfeksi dengan menyuntikkan T.
intermiten, anemia, anoreksia, depresi dan
evansi (dosis 107 Trypanosoma) secara
gejala syaraf. Kelainan pasca mati tidak
intravena, menunjukkan tidak adanya gejala
spesifik, sedang gambaran histopatologi
klinis akut (surra akut). Beberapa lama
berupa peradangan jantung, nekrosis limpa
kemudian, barulah hewan memperlihatkan
dan hati serta peradangan paru-paru
gejala klinis (surra kronis) dan gejala pada
(Tarmudji, 2013).
anak lebih nyata dibanding hewan dewasa
(Tarmudji, 2013). 5. Diagnosa
Wabah surra dapat terjadi ketika T.
3. Predisposisi
evansi dibawa oleh hewan “karier” yang
Predisposisi dari penyakit surra
memasuki daerah baru. Atau terjadi pada
adalah topografi daerah dan manajemen
hewan yang berasal dari daerah bebas
ternak. Pemeliharaan ternak secara
surra yang dipindahkan ke daerah endemik.
tradisional dengan menggembalakan ternak
Kerbau yang mengalami infeksi kronis
secara bersama-sama di areal padang
dapat merupakan sumber infeksi untuk
penggembalaan dimana batas lahan
ternak lain yang peka. Diagnosa dari surra
pertanian tidak jelas, lading terbuka yang
berdasarkan gejala klinis yang muncul
hanya dibatasi semak belukar, sungai dan
dilakukan dengan uji parasit, uji serologis
hutan tempat sapi mencari rumput dan air
dan uji molekuler untuk diagnosis
minum. Penyakit ini ditularkan secara
konfirmatif. Uji parasite dilakukan dengan
mekanik oleh lalat penghisap darah dari
tes hematologi, MHCT, dan MIT. Uji
genus Tabanus dan Stomoxys . Lalat
serologi dilakukan dengan metode CATT
memindahkan T. evansi pada saat
dan ELISA. Sedangkan uji molekuler
menghisap makanan/darah pada tubuh
dilakukan dengan PCR (Tarmudji, 2013).
hewan, karena terganggu lalat tersebut
6. Diagnosa banding
kemudian pindah ke hewan lain dengan
surra pada sapi dan kerbau dapat
cepat untuk melanjutkan kegiatan
dikelirukan dengan beberapa penyakit lain. mengantisipasi kejadian wabah penyakit.
Contohnya seperti babesiosis, Sistem ini meliputi: pemantauan
anaplasmosis, theileriosis, perdarahan (monitoring), pengamatan (surveillance) dan
sepsis, antraks, penyakit kronis dan penyidikan (investigasi) . Obat T. evansi
malnutrisi. Kemungkinan kesembuhan yang terdapat di Indonesia adalah suramin
dilihat dari sejauh mana infeksi penyakit (naganol) dan Isometamidium chloride
tersebut (Tarmudji, 2013). (trypamidium). Suramin diberikan pada
7. Prognosis hewan sakit dengan dosis 10 mg/kg dalam
Penyakit ini bersifat akut pada kuda larutan 10% secara intravena dan dosis
dan berakibat fatal, apabila tidak segera untuk untuk pencegahan adalah 3 mg/kg
diobati, seang pada kerbau bersifat kronis Terhadap hewan impor yang peka terhadap
dan kurang patogen sehingga dapat parasit ini, harus diobati pada saat mereka
dikategorikan infausta . Namun demikian, baru datang di daerah endemik surra, untuk
surra pada kerbau yang biasanya bersifat mengurangi keganasan penyakit sewaktu
kronis-subklinis ini, adakalanya bersifat akut mereka memperoleh infeksi awal. Suramin
(Tarmudji, 2013). merupakan obat yang paling efektif untuk
8. Pengobatan pengendalian surra, namun saat ini obat
Pengendalian penyakit pada kerbau, tersebut sulit diperoleh. Untuk mengatasi
secara umum tidak berbeda dengan cara- masalah obat ini, harus dicarikan obat
cara pengendalian penyakit pada hewan alternatif yang murah, efektif dan mudah
lainnya. Sistem kewaspadaan dini (Early aplikasinya serta mudah didapatkan di
Warning System) sangatlah penting untuk pasaran (Tarmudji, 2013).
B. Fasciolosis

Gambar 23. Telur cacing fasciola (Yohanes et al., 2019)


1. Etiologi ternak akan terlihat baik-baik saja namun
Fasciolosis atau Distomatosis adalah jika sudah menginfeksi dalam jumlah yang
suatu penyakit yang disebabkan oleh F. banyak maka akan besar dampaknya.
hepatica atau F. gigantica. Penyakit ini Beberapa ekor kerbau yang mati ditemukan
menyerang ternak ruminansia dan dapat adanya siput lymnaea sp yang diduga
menimbulkan masalah yang serius. Selain sebagai vektor (Tarmudji, 2013).
menimbulkan kerugian ekonomi, akibat 3. Predisposisi
penurunan bobot badan, pertumbuhan Sejumlah spesimen organ tubuh ternak
hewan terhambat dan sebagian atau seluruh ruminansia dari beberapa daerah di
organ hati rusak dan harus diafkir. Untuk Indonesia, dilihat berdasarkan aspek
seluruh Indonesia, kerugian akibat penyakit patologik sebagian besar didiagnosa
ini, setiap tahunnya sebanyak kira-kira Distomatosis. Kelainan hati yang menonjol
5−7,5 juta kilo berat badan hilang dan yang berupa sirosis, hiperplasia dinding
terbesar pada hewan-hewan muda pembuluh empedu dan ditemukannya larva
(Tarmudji, 2013). cacing, degenerasi dan nekrosis sel-sel hati
2. Patogenesa disertai infiltrasi sel-sel makrofage dan
Kasus fasciolosis dapat menyebabkan limfosit (Tarmudji, 2013).
kematian. Pada awal dimulai infeksinya 4. Gejala klinis
Penyakit ini mempunyai dua bentuk dikatakan infausta. Tetapi jika ditangani
klinis. Pertama, fasciolosis akut, yaitu suatu dengan cepat maka kemungkinan dubius.
bentuk invasi traumatik pada parenkim hati Hal ini juga dikondisikan dari kondisi
oleh cacing hati yang belum dewasa. ternak (Tarmudji, 2013).
Trauma dan reaksi inflamasi yang berat 8. Pengobatan
akan menimbulkan rasa sakit di daerah Strategi pengendalian fasciolosis (F.
perut dan sering diikuti kematian ternak gigantica) dapat dilakukan secara terpadu
dalam beberapa hari. Kedua, Fasciolosis dengan melakukan beberapa kegiatan, yaitu:
kronis: adalah keadaan yang secara klasik kesatu, pengobatan hewan yang terinfeksi
banyak ditemukan adanya parasit cacing dengan flukicide (Triclabendazole); kedua,
dewasa yang menyebabkan kalsifikasi dan penggunaan kotoran kerbau/sapi sebagai
fibrosis serta pembesaran saluran empedu pupuk kandang tidak dalam keadaan segar,
(Tarmudji, 2013). melainkan sudah menjadi kompos; ketiga,
5. Diagnosa penggunaan jerami yang bebas metacercaria
Diagnosa penyakit ini dapat sebagai pakan ternak; dan keempat,
dilakukan dengan pemeriksaan darah dan pengendalian secara biologis dan manajemen
pemeriksaan feses. Pemeriksaan darah kandang. Pengobatan dengan
seperti RBT, HCT, PDW. Sedangkan uji triclabendazole (TCBZ) dapat diberikan satu
feses dapat dengan menggunakan uji natif bulan setelah selesainya panen terakhir di
(Tarmudji, 2013). suatu daerah pada musim kering. TCBZ
6. Diagnosa banding merupakan obat cacing pada sapi dan
Penyakit ini disebabkan oleh cacing kerbau. Obat ini mampu membunuh cacing
fasciola sp. Diagnosa bandingnya dapat F.gigantica pada sapi, baik yang muda
dilihat dengan melihat gejala yang dialami maupun dewasa, sedang pada kerbau hanya
oleh ternak. Biasanya, penyakit yang mirip mampu membunuh cacing dewasanya saja.
adalah penyakit yang disebabkan oleh jenis Tanggap kebal pada sapi terjadi lebih cepat
cacing (Tarmudji, 2013). dibandingkan kerbau, namun penurunan
7. Prognosis antibodi terendah adalah sama yaitu, sekitar
Karena penyakit ini dapat 7 minggu pasca pengobatan (Tarmudji,
menyebabkan kematian maka dapat 2013).
2.8.4. Kambing
A. Orf

Gambar 24.Orf pada kambing (Hajkazemi et al., 2016).


1. Etiologi yang terjadi yaitu dapat menyebabkan
Orf virus (ORFV) adalah anggota dari kambing mengalami kesulitan
genus parapoxvirus, dalam subfamili mengkonsumsi pakan, sehingga kambing
chordopo virine dari keluarga poxvir-idea menjadi kurus serta tingkat morbiditas
(Hajkazemi et al., 2016). Penyakit ‘orf’ semakin tinggi dan dapat menularkan ke
adalah penyakit keropeng yang menyerang ternak lain, selain itu penyakit ‘orf’ juga
pada daerah sekitar mulut kambing. Penyakit dapat menyebabkan kerugian lain seperti
‘orf’ disebabkan oleh virus yang bersifat penurunan produksi, waktu penyembuhan
zoonosis. Penyakit ‘orf’ dapat menyebabkan yang lama, tidak ada kemauan untuk
kerugian pada peternak kambing. Kerugian
bergerak, dan pertumbuhan yang lambat mengurangi rasa gatal (Kotimah et al.,
(Kotimah et al., 2019). 2019).
2. Patogenesa 5. Diagnosa
Virus masuk terutama ke daerah atau Diagnosa Dengan melihat kejadian
wilayah baru dengan masuknya hewan yang penyakit yang tersebar cepat, hanya
terinfeksi. Dengan semua tindakan ini, virus menyerang hewan muda dan terdapat lesi di
dapat bertahan selama berbulan-bulan sekitar mulut maka dengan mudah dapat
dalam daerah yang terkontaminasi didiagnosa penyakit menular ini. Konfirmasi
(Hajkazemi et al., 2016). Penyakit ‘orf’ atau laboratorium dapat dilakukan dengan
Ecthyma contagiosa adalah jenis penyakit mengetahui adanya antigen Orf pada lesi
kulit terutama pada ternak kambing. dengan cara uji Agar Gel Diffusion (AGD)
Penyakit ini merupakan penyakit menular atau uji Complement Fixation Test (CFT)
yang bersifat zoonosis. Penyakit ‘orf’ dan dapat juga dilakukan Neutralization Test
disebabkan oleh virus parapox dan mulai pada paired sera (Kotimah et al., 2019).
terlihat 2-3 hari setelah kambing datang. 6. Diagnosa Banding
Masa inkubasi virus berlangsung selama 2-3 Diagnosa Banding Penyakit Orf mirip
hari. Masa inkubasi adalah waktu masuknya dengan cacar pada kambing dan domba.
patogen (penyebab penyakit) ke dalam Pada penyakit cacar lesi biasanya dimulai
tubuh sampai menimbulkan gejala pertama dengan hemoragik dan terjadi pada kulit
kali (Kotimah et al., 2019). bagian luar serta mempunyai tendensi
3. Predisposisi meluas ke seluruh tubuh termasuk organ
Penyakit ini mempengaruhi kulit hewan bagian dalam. Virus ORF tidak dapat
yang terinfeksi seperti kambing dan sangat diinokulasi pada telur ayam bertunas
penting secara zoonosis (Hajkazemi et al., Chorioallantoic Membrane (CAM) sedang
2016). penyakit ‘orf’ adalah penyakit kulit virus cacar dapat tumbuh pada media
yang menyebabkan gejala melepuh pada tersebut (Kotimah et al., 2019).
kulit terutama pada daerah sekitar mulut dan 7. Prognosis
sering menyerang ternak kambing dan Virus ecthyma menular (Orf), akut,
domba. Sekitar bibir dan lubang hidung melemahkan. Oleh karena itu, penyakit ini
terjadi peradangan yang menimbulkan dubius tergantung dari tingkat penangannya.
benjolan menyerupai bunga kol dan hidung Penyakit ini sangat berpengaruh pada harga
mengeluarkan bau busuk (Kotimah et al., jual ekonomi kambing dan beberapa hewan
2019). peliharaan lainnya dan kadang-kadang
4. Gejala klinis hewan liar lainnya yang memiliki distribusi
Penyakit ‘orf’ adalah jenis penyakit di seluruh dunia (Hajkazemi et al., 2016).
keropeng yang menyerang daerah sekitar 8. Pengobatan
mulut, kelopak mata, ambing, dan bagian Penanganan penyakit ‘orf’ yaitu dengan
tubuh yang tidak ditumbuhi bulu. Gejala membersihkan keropeng pada sekitar mulut.
klinis yang terlihat di CV. Mitra Tani Farm Caranya adalah memisahkan ternak sakit
yaitu adanya lepuhan di daerah sekitar mulut atau diisolasi dari ternak yang sehat,
di bagian pinggir bibir sebelah kanan. membersihkan keropeng pada daerah sekitar
Ternak yang terserang penyakit ‘orf’ mulut dengan mengupas keropeng tersebut
terdapat lepuhan di daerah sekitar mulut hingga berdarah, kemudian menyemprotkan
yang berisi cairan berwarna putih obat gusanex® di daerah sekitar mulut.
kekuningan, kemudian cairan tersebut pecah Keropeng dibersihkan kemudian
dan membentuk keropeng. Ternak yang sakit menyemprotkan obat anti lalat pada daerah
ditandai dengan kurangnya nafsu makan dan keropeng tersebut. Obat anti lalat yang
tidak tenang seperti menggesekkan daerah digunakan adalah gusanex® yang
sekitar mulut ke dinding kandang untuk mengandung 1% dichlofenthion (Kotimah et
al., 2019).
B. Enteritis Akibat Nematodiasis dan Koksidiosis
1. Etiologi Gejala klinis mengalami diare, lemas
Nematodiasis dan koksidiosis dan nafsu makan menurun. Hasil
merupakan penyakit pada kambing yang pemeriksaan fisik didapatkan rambut yang
dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang kasar, konjungtiva dan gingiva hiperemis,
besar bagi peternak. Nematodiasis limfoglandula mandibularis dexter bengkak,
merupakan penyakit yang menghambat pada hidung terdapat leleran mukopurulen,
produktivitas ternak karena menyebabkan peristaltic usus meningkat dan konsistensi
penurunan bobot badan hingga kematian feses yang lembek (Fangidae et al., 2019).
pada ternak (Haajidah et al., 2020). 5. Diagnosa
Gambar
2. Patogenesa 25. Kambing yang lemas akibat infeksi enteritis (Fangidae
Diagnosa dapat etdilakukan
al., 2019). dengan
Nematodiasis bersifat patogen dan pemeriksaan sampel feses, jika ditemukan
menahun sehingga dapat mengakibatkan adanya ookista Eimeria spp., maka hasilnya
kerugian besar. Diantaranya pertumbuhan positif. Selain itu dapat ditemukan larva
yang tidak optimal, penurunan laju berat nematoda jenis strongyle dan telur cacing
badan, penurunan laju konversi (Haajidah et strongyle (Fangidae et al., 2019).
al., 2020). 6. Diagnosa Banding
3. Predisposisi Diagnosa banding penyakit
Nematodiasis pada kolon dan sekum nematodiasis adalah koksidiosis. Penyakit
sapi disebabkan oleh ketidakseimbangan ini adalah penyakit pada kambing yang dapat
agent, host, dan lingkungan. Pengaruh menimbulkan kerugian ekonomi yang besar.
infeksi cacing nematoda pada sekum dan Gejala klinis dari kedua penyakit tersebut
kolon dimulai dengan tertelannya larva sama (Fangidae et al., 2019).
stadium infektif melalui pakan dan air 7. Prognosis
minum hewan yang tercemar dari feses Berdasarkan anamnesis, gejala klinis,
hewan yang terinfeksi (Kusnoto dkk., pemeriksaan fisik dan laboratorium maka
2017). Kemudian nematodiasis dipengaruhi kambing didiagnosis mengalami enteritis
oleh faktor jenis kelamin sapi, umur sapi, akibat nematodiasis dan koksidiosis dengan
bangsa sapi dan didukung dengan faktor prognosis fausta (Hajkazemi et al., 2016).
lingkungan berupa manajemen 8. Pengobatan
pemeliharaan yang buruk ditunjang dengan Pengobatan yang diberikan adalah
sanitasi dan kebersihan kandang yang Albendazole 8,5 mg/kg BB (PO),
kurang layak, serta iklim yang sesuai untuk Oxytetracycline 17 mg/kg BB (IM),
perkembangbiakan cacing nematoda Diphenhydramine HCL 1 mg/kg BB (IM)
(Haajidah et al., 2020). dan injeksi multivitamin 3 mL (IM)
4. Gejala klinis (Fangidae et al., 2019).
3. MATERI DAN METODE
3.1 Materi ternak seperti uji alu, uji gumba, dan uji
Praktikum pemeriksaan hewan lab tinju.
dilaksanakan secara offline di Rumah Potong 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hewan Makassar (RPH), Antang. Dalam 4.1 Hasil
praktikum asisten menjelaskan dan Adapun metode yang digunakan dalam
mendemonstrasikan secara langsung memeriksa probandus adalah metode
mengenai cara pemeriksaan pada hewan pemeriksaan secara inspeksi, palpasi,
ternak besar khususnya pada sapi yang auskultasi, dan perkusi serta uji khusus pada
terdapat di RPH Antang. ternak seperti uji alu, uji gumba, dan uji
3.2 Metode tinju.
Adapun metode yang digunakan dalam 4.2 Pembahasan
memeriksa probandus adalah metode 4.2.1 Pemeriksaan Klinis pada Sapi
pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, A. Sinyalemen
auskultasi, dan perkusi serta uji khusus pada Sinyalemen atau identitas diri atau ciri-
ciri dari seekor hewan merupakan ciri
pembeda yang membedakannya dari hewan faktor terjangkitnya penyakit dari luar
lain sebangsa dan sewarna meski ada atau dari kelompok hewan yang lain
kemiripan satu sama lain. Data sinyalemen lebih kecil dibanding apabila hewan
penting diketahui untuk rekam medik dari tersebut tidak dikandangkan.
pasien jika sewaktu-waktu pasien dibawa ke b. Body Condition Score (BCS) baik,
luar kota dan diperiksa di rumah sakit lain. memberikan informasi bahwa hewan
Data sinyalemen hewan pada saat praktikum tersebut makan dengan baik sehingga
antara lain: faktor terjangkitnya penyakit yang
a. Nama, digunakan sebagai penanda berhubungan dengan sistem
penting untuk diketahui, untuk lebih pencernaan (lambung) lebih kecil.
memudahkan dalam proses recording 4.2.2 Status Present
data dari hewan. A. Keadaan Umum
b. Jenis hewan/spesies, jenis hewan penting Keadaan umum ini meliputi:
untuk diketahui, berkaitan dengan a. Perawatan yang diberikan pemilik kepada
predisposisi karena banyak penyakit yang pasien dengan indikator baik, kurang baik
khusus hanya menyerang sapi misalnya dan tidak baik. Pada praktikum yang
antraks. Pada praktikum kali ini jenis dilaksanakan di RPH Antang kondisi
hewan yang dilakukan pemeriksaan yaitu pasien kurang baik karena kurang terawat.
sapi. Dilihat dari badannya yang kurus,
c. Jenis Kelamin, jenis kelamin juga penting bulunya yang rontok dan kotor.
untuk diketahui untuk kepentingan b. Habitus atau tingkah laku hewan penting
penanganan. untuk diketahui untuk melihat kondisi
d. Warna rambut, warna rambut bisa normal maupun abnormal dari hewan.
merujuk kepada suatu penyakit, misalnya Pada praktikum, sapi bali yang diamati
hiperpigmentasi. tidak tenang dan banyak bergerak. Hal ini
e. Umur, kepentingan memperkirakan umur mengindikasikan sapi tersebut sedang
untuk kepentingan penanganan serta berada dalam keadaan was-was akibat
penentuan dosis obat serta banyaknya adanya orang baru di sekitarnya yang bisa
penyakit yang disebabkan oleh umur. jadi menjadi ancaman untuk dia. Hal
f. Berat badan, berat badan penting untuk tersebut merupakan hal yang normal
diketahui untuk menentukan body terjadi pada sapi bali.
condition score. Hewan yang mengalami c. Gizi yang diberikan kepada pasien. Pada
obesitas ataupun kekurangan gizi pada praktikum, gizi sapi bali yang diperiksa
umumnya lebih mudah terserang kurang baik, ini dilihat dari kondisi tubuh
penyakit. hewan yang cukup kurus. Ini didasarkan
g. Tanda khusus, digunakan untuk pada penilaian kondisi ragawi pada sapi
memberikan penanda bagi hewan. Hal ini yaitu BCS skala 1-5 (Body Condition
penting diketahui untuk dapat score) bernilai 2 dimana sapi bali yang
membedakan hewan satu dengan hewan diamati legok laparnya terlihat dengan
yang lainnya yang memiliki spesies yang jelas.
sama. d. Sikap berdirinya. Pada sapi yang diamati
B. Anamnesis sikap berdirinya adalah tegak, berarti
Anamnesis atau taking history adalah tidak ada masalah pada tulang dan otot
melihat kembali sejarah pemeriksaan medis (alat gerak). Hasil ini berdasarkan hasil
apa saja yang sudah pernah dilakukan inspeksi dari praktikan bahwa tidak ada
pasien, mengapa pasien dibawa ke klinik, kelainan pada saat hewan berdiri dan
dan lain-lain. Data anamnesis yang diperoleh hewan tidak bungkuk.
antara lain: e. Suhu tubuh. Suhu tubuh sapi yang normal
a. Pasien dikandangkan atau tidak, adalah 38°C - 39°C.
memberikan informasi bahwa hewan f. Frekuensi nadi pasien. Frekuensi nadi
tersebut tidak berkeliaran sehingga normal sapi dewasa adalah 60-80 x/menit.
g. Frekuensi napas. Frekuensi napas normal 2. Palpasi
pada sapi dewasa normalnya adalah 15-30 Palpasi dilakukan untuk memeriksa
x / menit. Kondisi pernapasan hewan bagian tubuh dari sapi yang sakit atau tidak.
termasuk respirasi yang dipercepat Reaksi saat palpasi menjadi indikator
kemungkinan ketidak normalan tersebut penilaian. Saat praktikum dilakukan palpasi
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, pada bagian fossa paralumbar dan
misalnya sapi tersebut stress/shock karena extremitas caudalis sapi dan didapatkan
lingkungan yang baru, adanya penyakit respon kesakitan dari sapi. Ini menandakan
saluran pernapasan, atau bisa disebabkan didalam tubuh sapi berada dalam keadaan
karena human error saat perhitungan abnormal. Selain itu pemeriksaan palpasi
frekuensi napas. dapat dilakukan untuk melakukan
h. Denyut jantung. Frekuensi denyut jantung pengecekan apakah pasien mengalami
normal sapi adalah 60-70 kali / menit. dehidrasi atau tidak. Caranya dengan
B. Adaptasi Lingkungan menarik turgor kulit. Normalnya pada
Adaptasi lingkungan dapat dinilai dari keadaan tidak dehidrasi yaitu turgor kulit
apakah hewan tersebut adaptif atau tidak akan kembali ke posisi semula pada waktu
adaptif. Pada praktikum, sapi bali yang 2-3 detik.
diperiksa menunjukkan tanda-tanda gelisah, 3. Mata dan Orbita Kiri serta Kanan
was-was dan cemas. Ini menunjukkan bahwa Pemeriksaan menggunakan sumber
sapi tersebut tidak adaptif terhadap cahaya berupa penlight yaitu untuk
kedatangan orang baru di sekitarnya. mengevaluasi tingkat kepekaan mata pasien
C. Kepala dan Leher terhadap cahaya, jika hewan tersebut tidak
1. Inspeksi mampu atau bagian mata takut terhadap
Saat dilakukan pengamatan pada cahaya berarti ada indikasi bahwa hewan
bagian kepala dan leher, yang pertama tersebut photophobia dimana suatu keadaan
diamati adalah ekspresi kepala ketika pengaruh cahaya kepada mata
(memperlihatkan bagaimana ekspresi menyebabkan kesakitan dan kepedihan mata.
pasien). Ekspresi kepala sapi bali saat saat Hasil pemeriksaan pada mata diamati
dilakukan inspeksi adalah abnormal dimana dengan melihat bagian palpebrae (kelopak
sapi menampakkan ekspresi yang cemas dan mata). Adapun palpebrae yang abnormal
was-was. Normalnya ekspresi sapi bali yaitu ektropion (pelipatan palpebrae ke arah
adalah tidak tenang dan banyak gerak. keluar) dan entropion (pelipatan palpebare
Kemudian dicek pertulangan kepala yang kedalam).
dilihat adalah apakah pertulangan kepalanya Cilia (bulu mata), adapun abnormalitas
kompak atau tidak dan berdasarkan hasil pada pada cilia yaitu, tumbuhnya cilia ke
pengamatan pertulangannya padat (kompak) bagian dalam disebut trichiasis dan
yang berarti normal. Lalu inspeksi yang tumbuhnya cilia pada bagian konjungtiva
dilakukan pada posisi tegak telinga untuk disebut distikiasis. Conjungtiva (bagian
melihat apakah salah satu telinganya dalam kelopak mata), abnormalitas pada
menunduk atau tidak dan hasilnya normal congjungtiva yaitu berwarna pucat hal ini
(kedua telinga dalam posisi yang sama-sama menandakan bahwa pasien dalam keadaan
tegap). Posisi telinga masing-masing hewan dehidrasi atau dapat diindikasikan anemia
berbeda tergantung spesiesnya. Sapi yang atau kekurangan darah. Karena warna
dipraktikumkan termasuk jenis hewan normal conjungtiva yaitu berwarna merah
bertelinga tegak. Pada posisi kepala yang rose. Pada daerah ini juga bisa mengevaluasi
diperhatikan adalah apakah posisi kepala terjadinya cianosis dimana conjungtiva
pasien apakah simetris atau asimetris. berwarna biru akibat tingginya kadar CO2
Pengamatan dilakukan dari depan, belakang, dalam darah dan juga bisa mengevaluasi
dan samping. Berdasarkan hasil pengamatan adanya icterus dimana wama conjungtiva
menunjukkan posisi kepala sapi simetris berwarna kuning.
yang berarti normal dilakukan dari depan.
Membrane nictitans normal yaitu Maka dari itu dilakukan perkusi sinus pada
terbuka sempurna (tidak terlihat), kedua sisi.
menandakan dalam keadaan normal. 6. Mulut dan Rongga Mulut
Pemeriksaan pada bagian ini untuk Pada bagian bibir diperhatikan adanya
mengevaluasi tingkat dehidrasi pasien. Pada luka atau kerusakan pada bibir hewan. Hal
abnormalnya, membrane nictitans akan ini ditandai dengan ada atau tidak adanya
tertutup diakibatkan kadar air pada bagian luka sobekan atau kesakitan pada saat dibuka
tersebut kurang. Serta terlihatnya membrane rongga mulutnya. Kemudian mukosa mulut
nictitans bisa menjadi indikasi adanya normal yaitu berwarna pink, pada bagian ini
cacingan. yang ingin dievaluasi warnanya yang dapat
4. Bola Mata Kiri dan Kanan mengindikasikan beberapa penyakit
Bagian yang diperhatikan untuk bagian contohnya jika berwarna pucat berarti
mata ini baik itu mata kiri maupun mata anemia, jika berwarna kuning berarti ikterus.
kanan antara lain sclera, cornea, iris, limbus, Selain warnanya, perhatikan pula apakah
pupil, reflex pupil dan vasa injection. Sclera tidak terjadi ulserasi pada bagian mukosa
normal yaitu jernih, dan dak adanya yang disebut stomatitis. Gigi geligi normal
kekeruhan dan tidak adanya vasa injection, yaitu bersih, berarti tidak ada karang gigi
jika ada vasa injection berarti dicurigai (calculus) pada gigi pasien, selain untuk
terdapat iritasi pada bagian tersebut. Cornea mengevaluasi kebersihan gigi juga
normal yaitu bening, pada bagian ini yang memperhatikan adanya luka pada gusi atau
dievaluasi ya kekeruhan, benda asing, dan gingivitis. Lidah normal yaitu tidak ada luka
ulserasi. Iris merupakan salah satu dan berwarna merah muda.
komponen yang memberikan warna pada 7. Telinga
mata. Warna iris tergantung pada spesies Pada pemeriksaan telinga diperhatikan
hewannya. Limbus normal yaitu batas jelas, kondisi telinga, normalnya pada sapi bali
limbus merupakan batas antara kornea posisi telinga dalam posisi tegak, bau
dengan sclera. Pupil dan reflex pupil. Dalam normalnya yaitu bau serumen, kebersihan
pemeriksaan bagian ini yaitu kemampuan permukaan telinga bagian dalam dan luar,
pupil untuk refleks mengecil (miosis) dan adanya krepitasi atau tidak (krepitasi yaitu
refleks membesar (midriasis). Ketika refleks terjadi bunyi kresek-kresek saat dilakukan
pupil lambat berarti hewan atau pasien pemeriksaan) normalnya tidak ada krepitasi.
tersebut dehidrasi (memiliki indikasi yang Jika ada bunyi kresek-kresek maka akan
sama dengan membrane nictitans). Vasa diindikasi terdapat investasi parasit dan
injection normal, vasa injectio ditandai terjadi keretakan kartilago pada telinga.
dengan sclera berwarna kemerahan, adanya Refleks panggilan juga periksa.
warna kemerahan disebabkan vaskularisasi 8. Leher
yang meningkat ke bagian mata diakibatkan Ada tiga bagian yang diperiksa nada
adanya iritasi atau benda asing pada mata. daerah leher diantaranya perototan, trachea,
Jadi, adanya vasa injection pada mata itu dan oesophagus. Perototan pada leher
menunjukkan keadaan tidak normal. normalnya yaitu padat dan tidak kaku.
5. Hidung dan Sinus-sinus Trachea normal saat dilakukan palpasi
Ketika diperkusi terdengar pekak yang dengan tekanan tidak terjadi refleks batuk,
menunjukkan bahwa adanya cairan dalam jika ada refleks batuk berarti abnormal dan
hidung pasien. Cairan dalam hidung dapat dicurigai mengarah ke faringitis dan
berupa eksudat atau transudat. Sedangkan tracheitis. Oesophagus normal memiliki
cairan yang bercampur nanah disebut refleks menelan makanan. Pada oesofagus
mucofluorens. Pada bagian ini dilakukan terdapat gerakan yang mendorong bolus dari
perkusi di bagian sinus frontalis dan mulut menuju ke lambung yang disebut
menghasilkan suara nyaring. Berarti bagian gerak peristaltik. Keadaan normal lainnya
sinusnya normal. Karena jika berisikan air yang biasa terjadi pada ruminansia yaitu
maka hasil perkusi menghasilkan redup. esophagus seperti memuntahkan
makanannya kembali (regurgitas) karena a) Inspeksi
sapi merupakan hewan ruminansia/pemamah Pada saat inspeksi yang diperhatikan
biak. saat inspeksi untuk sistem peredaran darah
D. Thorax adalah ictus cordis, ictus cordis adalah
1. Sistem Pernapasan kondisi dimana apex cordis menyentuh
a) Inspeksi bagian costae dan ketika di inspeksi seolah
Pada pemeriksaan thorax , yang terlihat costaenya bergerak. Kondisi
pertama kali dilihat adalah bentuknya, pada normalnya adalah tidak terlihatnya ictus
pemeriksaan normal hasilnya adalah cordis.
seimbang dan tidak terjadi pembesaran. Tipe b) Auskultasi
pernapasannya normal pada sapi adalah tipe Frekuensi denyut jantung normal
pernafasan abdominal. Ritmenya pernapasan adalah 60-70 kali/menit. Cepatnya frekuensi
normal adalah regular atau teratur. Penilaian denyut jantung dapat disebabkan oleh
intensitas pernapasan yaitu, intensitasnya tersebuttress/shock. Intensitas normal
dangkal merupakan semakin cepat hewan ditandai dengan ritme reguler, suara sistole
tersebut melakukan ekspirasi maka intensitas dan diastole normal, tidak terdapat suara
pernapasannya tergolong dangkal sedangkan ckstrasitolik dan tidak adanya perluasan
yang lambat disebut intensitasnya dalam. pada lapangan jantung. Denyut jantung dan
Intensitas pernapasan normal pada dewasa pulsus harus sinkron. Jika tidak terjadi
adalah 15-30 kali/ menit. sinkronisasi antara denyut jantung dengan
b) Palpasi pulsus maka dicurigai terjadinya emboli atau
Ada dua hal yang perlu dilakukan pada kelainan pada saat jantung memompa darah.
saat palpasi thorax yaitu menekan rongga c) Perkusi
thorax dan palpasi intercostal. Kondisi Perkusi lapangan jantung yang berada
normal ditandai dengan kondisi pada saat di 1/3 bawah lapangan paru - paru. Suara
penekanan tidak ada reaksi yang ditimbulkan normal yang dihasilkan yaitu pekak.
berupa sakit atau mengeram atau Normalnya tidak adanya perluasan karena
perlawanan. Hal ini juga sama untuk palpasi pada saat diperkusi daerah lapangan jantung
rongga thorax. terdengar pekak. Tidak ada perluasan
c) Perkusi disebabkan suara absolut jantung tetap
Pemeriksaan dengan metode perkusi terdengar di lapangan jantung yang telah
dilakukan untuk melihat lapangan paru-paru. ditentukan jadi lapangan jantung.
Normalnya yaitu adalah tidak ada perubahan E. Uji-uji Lain
dan gema perkusinya berbunyi resonan 1. Uji Gumba
karena berisi udara di dalam ruangannya. Ini Uji gumba dilakukan dengan menarik
menandakan tidak ada perluasan pada kulit di bagian median tubuh di dorsal
lapangan paru-parunya. lumbar cranial. Normalnya tidak ada atau
d) Auskultasi hanya ada sedikit rasa sakit yang dirasakan
Ada 3 bagian yang didengarkan untuk oleh sapi. Hal ini ditunjukkan dari respon
auskultasi bagian thorax yaitu pernapasan gerak refleks menghindar.
dan suara ikutan antara inspirasi dan 2. Uji Alu
ekspirasi. Suara pernapasan yang normal Uji alu adalah uji yang dilakukan
pada sapi saat auskultasi yaitu teratur. dengan untuk memeriksa rasa sakit regio
Apabila suara pernapasan terdengar lebih xiphisternal. Menggunakan tongkat kayu
cepat dan teratur kemungkinan disebabkan dengan tujuan ingin melakukan deep
adanya faktor stress dari sapi. Untuk suara palpation, bila hewan tidak bereaksi dengan
ikutan dan antara inspirasi dan ekspirasi teknik wither pinch test atau tekanan pada
kondisi normalnya yaitu tidak adanya suara xiphoidea namun kita ingin melakukan
lain yang di dengarkan pada melakukan Pemeriksaan lebih mendalam (karena pada
auskultasi pada pasien. beberapa kasus diperlukan deep palpation)
2. Sistem Peredaran Darah karena rasa sakit tidak begitu nyata.
Hasilnya bila ada rasa sakit pada daerah Inspeksi pada pemeriksaan alat gerak,
cranial abdomen maka sapi akan bereaksi yaitu dilakukan pemeriksaan pada perototan
(melenguh, berontak). Namun uji ini pada kaki depan dan kaki belakang. Normalnya
saat praktikum tidak dilakukan karena kondisinya normalnya pertulangan kompak,
terbatasnya alat yang digunakan. tidak ada spasmus otot, tidak ada tremor dan
3. Uji Tinju tidak ada dislokasi. Selain itu cara berjalan
Uji tinju dilakukan dengan dan berlari juga tidak terdapat kelainan.
menempelkan kepalan tangan dengan agak 2. Palpasi
kuat dan dalam sampai menekan daerah Pemeriksaan dengan metode palpasi
fossa paralumbar. Uji tinju dilakukan untuk ditujukan untuk mengecek struktur
mengetahui tegangan isi perut. Hasil pertulangan pada alat gerak. Kondisi normal
pemeriksaan dengan frekuensi normal pada yaitu seluruh pertulangan pada bagian
uji tinju adalah 5- 10 kali/5 menit. extremitas baik extremitas cranialis maupun
F. Abdomen dan Organ Pencernaan extremitas caudalis kompak. Tidak ada rasa
yang Berkaitan sakit ketika di palpasi dan panjang kaki sama
1. Inspeksi menunjukkan kondisi normal.
Inspeksi abdomen dilakukan untuk 3. Palplasi Lymphodus Popliteus
melihat ukuran, bentuk, legok lapar, dan Pada melakukan pemeriksaan pada
suara peristaltik. Pada kondisi normal ukuran limfonodus popliteus ukurannya normalnya
abdomen tidak terjadi pembesaran. Bentuk yaitu tidak terjadi pembesaran atau
abdomen normal tidak terjadi pembengkakan. Konsistensi dari limfonodus
pembengkakan. Pada legok lapar normalnya popliteus yaitu lunak dan tidak menunjukkan
tidak terlihat dan suara peristaltik dengar ada perubahan. Normalnya juga tidak
secara samar. terdapat lobulasi dan juga tidak ada
2. Palpasi perlekatan/pertautan, tidak panas yaitu pada
Palpasi yang dilakukan pada hewan suhu normal, saat dipalpası terasa normal
besar adalah dengan memeriksa tegangan isi yaitu simetris antara lymphonodus kiri dan
perut. Selanjutnya yang diperiksa adalah kanan.
gerakan rumen, yaitu dengan menggunakan 5. KESIMPULAN
uji tinju. Tangan dikepalkan dan ditekan Berdasarkan dari pelaksanaan
pada fossa paralumbal dan dihitung selama praktikum ini dapat disimpulkan bahwa
5 menit. pemeriksaan pada ternak besar hampir sama
3. Anus dengan pemeriksaan hewan lainnya. Akan
Normalnya pada daerah sekitar anus tetapi ada beberapa uji yang berbeda saat
bersih. Terdapat reflex sphincter ani yaitu melakukan pemeriksaan pada ternak besar
langsung menutup pada saat pemasangan seperti uji gumba, uji alu dan uji tinju. Selain
termometer. Kondisi normal juga itu karena ukuran dari ternak yang besar
menunjukkan tidak terdapatnya pembesaran mengakibatkan beberapa metode penentuan
kolon. umur dan penentuan bobot badan yang juga
G. Alat Perkemihan dan Kelamin berbeda. Kondisi sapi bali pada saat
(Urogenital) praktikum di Rumah Potong Hewan (RPH)
Normalnya mukosa vagina terlihat Antang terdapat abnormalitas. Hal ini dapat
berwarna merah rose. Kemudian tidak dilihat dari beberapa tes dan juga tanda
terdapat pembesaran. Kemudian letaknya klinis yang terdapat pada sapi tersebut.
pun sesuai dengan struktur anatomis sapi Terdapat kerak dan juga darah dan nanah
pada umumnya. Pada kondisi normal tidak pada kulit sapi. Hal ini juga mempengaruhi
terjadi pembesaran ataupun pembengkakan bobot tubuh sapi, tingkah laku sapi dan
pada organ urogenitalis. kondisi fisiologis lainnya pada sapi. Diduga
H. Alat Gerak sapi terkena virus akan tetapi perlu
1. Inspeksi dilakukan pemeriksaan lebih lanjut agar
dapat mengetahui penyakit persis dari sapi Kambing Peranakan Ettawa Akibat
bali yang ada di RPH Antang tersebut. Nematodiasis dan Koksidiosis.
DAFTAR PUSTAKA Indonesia Medicus Veterinus. 8(2) :
Aditia, E.L., A. Yani dan A. F. Fatonah. 225-237.
2017. Respons Fisiologis Sapi Bali Haajidah, J., Sukmanadi M, Kusnoto,
pada Sistem Integrasi Kelapa Sawit
Suprihati E, Nangoi L dan Hastutiek P.
Berdasarkan Kondisi Lingkungan
2020. Identification of Nematode
Mikroklimat. Jurnal Ilmu Produksi
Worms in Caecum and Colon on
dan Teknologi Hasil Peternakan. 5(1):
23-28 Sacrificial Cattle Slaughtered During
Ahmad, Riza Zainuddin dan Anis S. 2012. Eid al‐Adha 1439 H in East Surabaya.
Kejadian Penyakit Selakarang Pada Journal of Parasite Science. 4(1): 25-
Kuda dan Cara Pengendaliannya. 30.
Wartazoa. 22(2): 65-71. Hajkazemi, M B, Bokaie, S dan Mirzaie K.
Aji, R.M., Aditya R.N, Nur F dan Nurvita 2016. A Review of Contagious
T.P. 2016. Buku Saku Pertanian dan Ectyhma (Orf) in Sheep and Goats and
Peternakan. Ngawi: KKN-PPM UGM The Status of Disease in Iran. IJBPAS.
JTM-15. 5(9) : 2169-2195.
Akers, R.M dan Michael D. 2013. Anatomy Kotimah, N., Irwani, N dan Magfiroh, K.
and Physiologi of Domestic Animals. 2019. Penyakit Orf Pada Kambing
USA: Wiley Blackwell. (Studi Kasus di CV Mitra Farm,
Astiti, Ni Made Ayu Gemuh Rasa. 2018. Bogor, Jawa Barat). Jurnal
Sapi Bali dan Pemesarannya. Peternakan Terapan. 1(2):16-20.
Warmadewa University Press: Bali. Mustafid A dan ‘Uyun S. 2018. Sistem
Australia Indonesia Partnership for Pengolahan Citra Digital untuk
Emerging Infectious Diseases (AIP- Menentukan Bobot Sapi Menggunakan
EID). 2015. Investigasi Penyakit Metode Titik Berat. JTIIK. 5(6). 677-
Hewan. Diakses tanggal 11 November 686.
2021. Ni’am H. U. M., A. Purnomoadi dan S.
http://wiki.isikhnas.com/images/9/99/ Dartosukarno. 2012. Analisis Swot
ModBimtekDITech_V4.1_BHS_150 Usaha Penggemukan Sapi Potong Di
325_GC.docx Kabupaten Wonogiri. Animal
Braun U, Gerspach C, Ohlerth S, Agriculture Journal. 1(2): 302-310.
Warislohner S dan Nuss K. 2020. Prasetyo B.W, Sarwiyono, dan P.
Aetiology, Diagnosis, Treatment and Surjowardojo. 2013. Hubungan Antara
Outcome of Traumatic Diameter Lubang Puting Terhadap
Reticuloperitonitis in Cattle. The Tingkat Kejadian Mastitis. Jurnal
Veterinary Journal. 255(1). 1-11. Ternak Tropika. 14(1): 15-20.
Chaistain C.B. 2018. Animal Handling dan Pudjiatmoko. 2014. Manual Penyakit
Physical Restraint. USA. CBS Press. Mamalia, cetakan ke 2. Subdit
Duguma, A. 2016. Practical Manual on Pengamatan Penyakit Hewan
Veterinary Clinical Diagnostic Direktorat Kesehatan Hewan
Approach. Journal of V Journal of Direktorat Jenderal Peternakan dan
Veterinary Science & eterinary Kesehatan Hewan Kementerian
Science & Technology. 7(4): 1-10. Pertanian: Jakarta.
Fails, A.R dan M. Christianne. 2018. Putra A, Rusdhi A dan Gunawan F. 2020.
Anatomy and Physiology of farm Penentuan Bobot Badan Sapi
animals. USA: Willey Blackwell. Peranakan Ongole (PO) Jantan
Fangidae, P.Y, Nururrozi, A, Yanuartono Berdasarkan Profil Body Condition
dan Indarjulianto, S. 2019. Laporan Score (BCS) di Kecamatan Hamparan
Kasus Penanganan Enteritis pada
Perak Kabupaten Deli Serdang. Tedjo, Yuliani. 2021. Penyakit surra
SCENARIO. 1(1). 80-91. (Trypanosomiasis) dan
Rona, T.L., I. N. Suartha dan Made K. B. Pengendaliannya. Diakses tanggal 11
2016. Frekuensi Detak Jantung Sapi November 2021.
Bali Betina pada Kebuntingan https://adoc.pub/penyakit-surra-
Trimester Ke II. Buletin Veteriner trypanosomiasis-dan-
Udayana. 8(2): 106-111. pengendaliannya.html
Serang, P.M., I. N. Suartha dan I. P. G. Y. Yohanes T.R.M.R.S., Lidya A.T dan Yovita
Arjentinia. 2016. Frekuensi Respirasi F.B.S. 2019. Laporan Kasus
Sapi Bali Betina Dewasa di Sentra Faschiolosis Pada Sapi Bali Di Desa
Pembibitan Sapi Bali Desa Sobangan, Noelbaki, Kecamatan Kupang Tengah,
Kecamatan Mengwi, Kabupaten Kabupaten Kupang. Jurnal Undana.
Badung. Buletin Veteriner Udayana. 1(1): 132-140.
8(1): 25-29. Yoush. 2013. Tips/Cara Mengetahui Umur
Suardana IW, Sukada IM, Suada IK, dan Bibit Ternak Sapi. Diorama
Widiasih DA. 2013. Analisis Jumlah Penyuluhan dan Kedaulatan Pangan.
Umur Sapi Bali Betina Produktif yang Tersedia pada
Dipotong di Rumah Pemotongan http://www.suluhtani.com/2013/11/tips
Hewan Pasanggaran dan Mambal cara-mengetahui-umur-bibit-
Provinsi Bali. Jurnal Sain ternak.html
Veteriner.31(1): 43-48. [Diakses 11 Agustus 2021].
Tarmudji. 2013. Beberapa Penyakit Penting
Pada Kerbau Di Indonesia.
WARTAZOA. 13(4): 160-171.

Anda mungkin juga menyukai