LAPORAN AKHIR
Kegiatan:
Rehabilitasi / Pemeliharaan Jaringan Irigasi
Pekerjaan:
Perencanaan Rehabilitasi Bendung
Uma Kahang Dan Lumpadang
Berdasarkan ketentuan yang telah disyaratkan dalam Kerangka Acuan Kerja serta Surat
Perintah Kerja antara Pejabat Pembuat Komitmen / Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Karangasem dengan CV. MANAR
JAYA tentang Pekerjaan Perencanaan Rehabilitasi Bendung Uma Kahang Dan Lumpadang,
maka kami sampaikan Laporan Akhir untuk pekerjaaan tersebut di atas.
Kegiatan ini bermaksud untuk menghasilkan Detail Engineering Design (DED) atau
Perencanaan Rinci dengan tujuan kegiatan perencanaan yang dikerjakan agar bisa
diimplementasikan wujudnya dalam kenyataan tanpa menimbulkan kendala yang berarti, baik
dari aspek administrasi, aspek teknis, aspek biaya, aspek material dan aspek waktu yang harus
direncanakan sehingga diperoleh hasil kerja sesuai dengan harapan.
Dengan adanya laporan ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang terkait dalam
memaknai pekerjaan Perencanaan Bendung Uma Kahang Dan Lumpadang .
Akhir kata tidak lupa kami mengucapkan terimakasih, atas kerja sama yang baik dari
semua pihak yang terlibat dalam menangani kegiatan perencanaan ini.
i
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Untuk menunjang keberhasilan pembangunan di bidang pertanian khususnya pertanian
tanaman pangan guna memenuhi swasembada pangan khususnya di Kabupaten Karangasem,
maka program pembangunan prasarana irigasi sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan
program tersebut harus ditangani secara maksimal.
Kondisi jaringan irigasi di Bendung Uma Kahang dan Lumpadang secara fungsional
masih terdapat beberapa bagian fasilitas irigasi yang masih sangat sederhana (non
teknis/semi teknis), dan bagian bangunan yang sudah bersifat teknis juga mengalami beberapa
kerusakan sehingga fungsi dan pelayanannya menjadi menurun. Untuk mendapatkan suatu
hasil konstruksi yang sesuai dengan kebutuhan, diperlukan perencanaan sebelum melangkah ke
konstruksi. Untuk itu dilakukan perencanaan jaringan irigasi di daerah irigasi tersebut.
1
3. Target/Sasaran
Sasaran dari kegiatan ini adalah meningkatkan fungsi jaringan irigasi sehingga
pemanfaatan air irigasi menjadi lebih optimal.
4. Lokasi Pekerjaan
Lokasi pekerjaan berada di Bendung Uma Kahang Dan Lumpadang Kabupaten
Karangasem yang tertuang dalam kegiatan yang terdiri dari:
a. Perencanaan Bendung Uma Kahang Dan Lumpadang
2
BAB II
METODELOGI PERENCANAAN
1. Bendung Tetap
Bangunan air ini dengan kelengkapannya dibangun melintang sungai atau sudetan, dan
sengaja dibuat untuk meninggikan muka air dengan ambang tetap sehingga air sungai dapat
disadap dan dialirkan secara gravitasi ke jaringan irigasi. Kelebihan airnya dilimpahkan ke hilir
dengan terjunan yang dilengkapi dengan kolam olak dengan maksud untuk meredam energi.
Ada 2 (dua) tipe atau jenis bendung tetap dilihat dari bentuk struktur ambang
pelimpahannya, yaitu:
Ambang tetap yang lurus dari tepi kiri ke tepi kanan sungai artinya as ambang tersebut berupa
garis lurus yang menghubungkan dua titik tepi sungai. Ambang tetap yang berbelok-belok
seperti gigi gergaji. Tipe seperti ini diperlukan bila panjang ambang tidak mencukupi dan
biasanya untuk sungai dengan lebar yang kecil tetapi debit airnya besar. Maka dengan
menggunakan tipe ini akan didapat panjang ambang yang lebih besar, dengan demikian akan
didapatkan kapasitas pelimpahan debit yang besar. Mengingat bentuk fisik ambang dan karakter
hidrolisnya, disarankan bendung tipe gergaji ini dipakai pada saluran. Dalam hal diterapkan di
sungai harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Debit relatif stabil
b. Tidak membawa material terapung berupa batang-batang pohon
c. Efektivitas panjang bendung gergaji terbatas pada kedalaman air pelimpasan tertentu.
Bangunan utama terdiri dari berbagai bagian yang akan dijeldalam subbab berikut ini.
Pembagiannya dibuat sebagai berikut:
3
- Bangunan bendung
- Bangunan pengambilan
- Bangunan pembilas (penguras)
- Kantong lumpur
- Perkuatan sungai
- Bangunan-bangunan pelengkap
4
e) Data geologi: kondisi umum permukaan tanah daerah yang bersangkutan dengan
keadaan geologi lapangan, kedalaman lapisan keras, sesar, kelulu (permeabilitas) tanah,
bahaya gempa bumi, parameter yang harus dipakai.
f) Data mekanika tanah: bahan pondasi, bahan konstruksi, sumber bahan timbunan, batu
untuk pasangan batu kosong, agregat untuk beton, batu belah untuk pasangan batu,
parameter tanah yang harus digunakan.
g) Standar untuk perencanaan: peraturan dan standar yang telah ditetapkan secara nasional,
seperti PBI beton, daftar baja, konstruksi kayu Indonesia, dan sebagainya.
h) Data lingkungan dan ekologi
i) Data elevasi bendung sebagai hasil perhitungan muka air saluran dan dari luas sawah
yang diairi.
2. Analisa Hidrologi
2.1. Uji Konsistensi Data
Data yang diterima dari hasil pengukuran akan diurutkan menurut fungsi waktu
sehingga merupakan data deret berkala. Data tersebut kemudian akan dilakukan pengujian
konsistensi (consistency) dan kesamaan jenis (homogeneity). Uji konsistensi diartikan
sebagai pengujian kebenaran data di lapangan yang tidak dipengaruhi oleh beberapa faktor
kesalahan, seperti faktor kesalahan akibat pengukuran dan lain sebagainya. Data yang
didapatkan harus benar – benar dapat menggambarkan fenomena hidrologi seperti
keadaan sebenarnya di lapangan. Data hidrologi dapat disebut tidak konsisten jika terdapat
perbedaan nilai pengukuran dan nilai sebenarnya.
Data hidrologi dikatakan tak sama jenis (non – homogeneous) apabila dalam setiap
sub kelompok populasi ditandai dengan perbedaan nilai rata – rata (mean) dan perbedaan
varian (variance) terhadap sub kelompok yang lain dalam populasi tersebut
(Suwarno,1995,p.26).
Banyak cara yang digunakan untuk pengujian data hidrologi diantaranya ada
pengujian data menggunakan analisis grafis, analisis kurva masa ganda dan analisis
statistik. Pada umumnya pengujian data menggunakan analisis kurva masa ganda (double
mass curve analysis ), sebagaimana disajikan pada Gambar 2.1 Dari gambar dapat dilihat
perubahan kemiringan kurva masa ganda yang terjadi karena beberapa hal, seperti :
1) Prosedur pengukuran atau pengamatan
2) Metode pengolahan
3) Perubahan lokasi pos hujan
Dari data curah hujan tahunan yang dilakukan pengujian dalam jangka waktu tertentu
pada stasiun hujan yang diuji, akan dibandingkan dengan besaran kumulatif rata – rata
hujan pada beberapa stasiun referensi sekitarnya. Ketidakkonsistenan data dapat dilihat
5
dari penyimpangan garis kurva, sehingga memerlukan koreksi dengan kemiringan
garisnya.
Pada umumnya perhitungan curah hujan rerata daerah menggunakan beberapa metode,
yaitu :
1) Metode rata – rata aljabar
2) Metode polygon thiessen
3) Metode isohyet
6
Pengujian parameter digunakan untuk menguji kecocokan (the goodness of
fittest test) metode distribusi frekuensi yang digunakan terhadap fungsi peluang yang
diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi frekuensi tersebut. Uji
kesesuaian distribusi dilakukan untuk menguji kebenaran distribusi yang digunakan.
Uji Chi Square dan Smirnov Kolmogorov biasanya digunakan untuk pengujian
kesesuaian distribusi.
Hidrograf banjir pada daerah aliran dihitung dengan metode Unit Hidrograf Nakayasu dengan
rumus sebagai berikut:
7
Bentuk kurva dari HSS Nakayasu dapat dilihat pada Gambar 1. Persamaan Hidrograf Satuan
Sintetik Nakayasu:
dimana:
Q = debit puncak banjir (m3/det)
Ro = hujan satuan (mm)
Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak
sampai menjadi 30% dari debit puncak (jam)
8
mungkin sulit untuk menentukan debit penuh. Dalam hal ini banjir mean tahunan dapat
diambil untuk menentukan lebar rata-rata bendung. Lebar maksimum bendung
hendaknya tidak lebih dari 1,2 kali lebar rata-rata sungai pada ruas yang stabil. Untuk
sungai-sungai yang mengangkut bahan-bahan sedimen kasar yang berat, lebar bendung
tersebut harus lebih disesuaikan lagi terhadap lebar rata-rata sungai, yakni jangan diambil
1,2 kali lebar sungai tersebut. Agar pembuatan bangunan peredam energi tidak terlalu
mahal, maka aliran per satuan lebar hendaknya dibatasi sampai sekitar 12-14 m, yang
memberikan tinggi energi maksimum sebesar 3,5 – 4,5 m. Lebar efektif mercu (Be)
dihubungkan dengan lebar mercu yang sebenarnya (B), yakni jarak antara pangkal-
pangkal bendung dan/atau tiang pancang, dengan persamaan berikut:
dimana:
n = jumlah pilar
Kp = koefisien kontraksi pangkal bendung
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung
H1 = tinggi energi (m)
Harga koefisien Kp dan Ka dapat dilihat pada tabel 2-1.
9
Dalam memperhitungkan lebar efektif, lebar pembilas yang sebenarnya (dengan bagian
depan terbuka) sebaiknya diambil 80% dari lebar rencana untuk mengkompensasi
perbedaan koefisiensi debit dibandingkan dengan mercu bendung itu sendiri (lihat
Gambar 2-1.).
Kedua bentuk mercu tersebut dapat dipakai baik untuk konstruksi beton maupun
pasangan batu atau bentuk kombinasi dari keduanya. Kemiringan maksimum muka bendung
bagian hilir yang dibicarakan di sini berkemiringan 1 banding 1 batas bendung dengan muka hilir
vertikal mungkin menguntungkan jika bahan pondasinya dibuat dari batu keras dan tidak
diperlukan kolam olak. Dalam hal ini kavitasi dan aerasi tirai luapan harus diperhitungkan
dengan baik.
1) Mercu bulat
2) Mercu ogee
Persamaan antara tinggi energi dan debit untuk bendung mercu Ogee adalah:
dimana:
Q = debit, m3/dt
10
Cd = koefisien debit (Cd = C0C1C2)
g = percepatan gravitasi, m/dt2 ( 9,8 m/dt2)
b = lebar mercu, m
H1 = tinggi energi di atas ambang, m
( )
dimana:
v = kecepatan rata=rata, m/dt
h = kedalaman air, h
d = diameter butiran, m
dalam kondisi biasa rumus diatas disederhanakan menjadi:
Dengan kecepatan masuk sebesar 1,0 – 2,0 m/dt yang merupakan besaran perencanaan normal,
dapat diharapkan bahwa butir-butir berdiameter 0,01 sampai 0,04 m dapat masuk.
√
dimana:
Q = debit, m3/dt
μ = koefisiensi debit: untuk bukaan di bawah permukaan air dengan
kehilangan tinggi energi, μ = 0,80
b = lebar bukaan, m
a = tinggi bukaan, m
g = percepatan gravitasi, m/dt2 (≈ 9,8 m/s)
z = kehilangan tinggi energi pada bukaan, m
12
Gambar 2-3. Tipe Pintu Pengambilan
Elevasi mercu bendung direncana 0,10 di atas elevasi pengambilan yang dibutuhkan untuk
mencegah kehilangan air pada bendung akibat gelombang.
Elevasi ambang bangunan pengambilan ditentukan dari tinggi dasar sungai. Ambang direncana
di atas dasar dengan ketentuan berikut:
- 0,50 m jika sungai hanya mengangkut lanau
- 1,00 m bila sungai juga mengangkut pasir dan kerikil
- 1,50 m Jika sungai mengangkut batu-batu bongkah.
Harga-harga itu hanya dipakai untuk pengambilan yang digabung dengan pembilas terbuka, jika
direncana pembilas bawah, maka kriteria ini tergantung pada ukuran saluran pembilas bawah.
Dalam hal ini umumnya ambang pengambilan direncanakan 0 < p < 20 cm di atas ujung penutup
saluran pembilas bawah.
3.3.2. Pembilas
Lantai pembilas merupakan kantong tempat mengendapnya bahan-bahan kasar di depan
pembilas pengambilan. Sedimen yang terkumpul dapat dibilas dengan jalan membuka pintu
pembilas secara berkala guna menciptakan aliran terkonsentrasi tepat di depan pengambilan.
Pengalaman yang diperoleh dari banyak bendung dan pembilas yang sudah dibangun,
telah menghasilkan beberapa pedoman menentukan lebar pembilas:
- lebar pembilas ditambah tebal pilar pembagi sebaiknya sama dengan 1/6 – 1/10 dari lebar
bersih bendung (jarak antara pangkal-pangkalnya), untuk sungai-sungai yang lebarnya
kurang dari 100 m.
- lebar pembilas sebaiknya diambil 60% dari lebar total pengambilan termasuk pilar-pilarnya.
Juga untuk panjang dinding pemisah, dapat diberikan harga empiris. Dalam hal ini sudut a pada
Gambar 5-4. sebaiknya diambil sekitar 600 sampai 700.
3.3.3. Pintu
Dalam merencanakan pintu, faktor-faktor berikut harus dipertimbangkan:
- berbagai beban yang bekerja pada pintu
- alat pengangkat: 1. tenaga mesin
2. tenaga manusia
- kedap air dan sekat
- bahan bangunan.
Biasanya pintu pengambilan adalah pintu sorong kayu sederhana. Bila di daerah yang
bersangkutan harga kayu mahal, maka dapat dipakai baja. Jika air di depan pintu sangat dalam,
13
maka eksploitasi pintu sorong mungkin sulit. Jika demikian halnya, pintu radial atau segmen
akan lebih baik.
3.4.Stabilitas bendung
a. Kriteria Perencanaan
Stabilitas perlu dianalisa untuk mengetahui apakah konstruksi bangunan ini kuat atau
tidak, agar diperoleh bendung yang benar – benar stabil, kokoh dan aman dari berbagai gaya
– gaya yang bekerja pada tubuh bendung maupun oleh berat tubuh bentuh itu sendiri.
Perhitungan stabilitas bendung perlu dicari besarnya gaya – gaya yang berusaha mengakat
dan mendorong bendung dari kedudukannya, perhitungan dilakukan dengan meninjau
keamanan dari tubuh bendung terhadap adanya bahaya guling, geser dan daya dukung tanah.
Anggapan – anggapan dalam perhitungan stabilitas :
1. Titik lemah bendung terletak pada ambang ujung hilir bendung yang memungki
nka n terjadi geser dan guling.
2. Stabilitas bendung dapat dilakukan dengan berbagai kondisi seperti : kondisi
kosong, kondisi kosong dengan gempa, kondisi normal, kondisi normal sedimen,
kondisi normal gempa, kondisi banjir dll.
SF = MT / MG > 1.5
Keadaan Gempa
SF = MT / MG > 1.3
Sf = (f . ∑ V) / ∑ H > 1.5
Keadaan Gempa
Sf = (f . ∑ V) / ∑ H > 1.3
15
Tekanan tanah
Tekanan Tanah Statis
Pa = Ka . ∂t . h2 + ½ . Ka . ∂t . h2
Tekanan Tanah Dinamis
Pd = 0,5 . ∂t . ce
Akibat adanya gempa, akan ada penambahan momen guling yang terjadi secara
Akibat adanya gempa, akan ada penambahan momen guling yang terjadi seca
horisonta l kekanan menekan bendung. Momen ini dilambangkan MPd dengan rumus :
kekanan menekan bendung. Momen ini dilambangkan MPd dengan rumus :
MPd = 7/12 x H2 x w x Kh
16
e. Rembesan
Rembesan atau, perkolasi air melalui tanah di sekitar bangunan diakibatkan oleh beda
tinggi energi pada bangunan itu. Pada dibawah ditunjukkan dua macam jalur rembesan
yang mungk in terjadi: (A) jalur rembesan di bawah bangunan dan (B) jalur rembesan di
sepanjang sisi bangunan.
A. Perkolasi
Perkolasi dapat mengakibatkan hal-hal berikut :
(a) tekanan ke atas (statik)
(b) erosi bawah tanah/piping (konsentrasi aliran yang mengakibatkan kehilangan bahan)
(c) tekanan aliran (dinamik).
Rembesan dapat membahayakan stabilitas bangunan.
17
C. Jaringan aliran
Jaringan aliran dapat dibuat dengan:
(1) plot dengan tangan
(2) analog listrik atau
(3) menggunakan metode numeris (numerical method) pada komputer.
Dalam metode analog listrik, aliran air melalui tanah bawah dibandingkan dengan aliran
listrik melalui medan listrik daya-antar konstan. Besarnya voltase sesuai dengan tinggi
piesometrik, daya-antar dengan kelulusan tanah dan aliran listrik dengan kecepatan air
dibawah. Biasanya plot dengan Langan yang dilakukan dengan seksama akan cukup
memadai.
18
dan di mana L dan Lx adalah jarak relatif yang dihitung menurut cara Lane, bergantung
kepada arah bidang tersebut
Untuk bidang yang membentuk sudut 45° atau lebih terhadap bidang horisontal,
dianggap vertikal.
20
h. Langkah – Langkah Perhitungan Stabilitas Bendung
a) Siapkan data atau informasi untuk bendung yang akan dilakukan analisa
stabilitas dan diperlukan survey lapangan guna mengetahui kondisi lokasi
studi. Pengumpulan data meliputi :
Data desain bendung = gambar denah bendung, potongan melintang dan
potongan memanjang bendung.
Data teknis bendung = Tipe bendung, mercu bendung, kolam olak, Q100,
lebar bendung, tinggi bendung, elevasi bendung, kolam olak dll.
Data mekanika tanah = Angka pori (e), berat jenis tanah (𝛾), tegangan ijin (𝜎),
sudut geser dalam (∅), N-SPT.
b) Memberi notasi pada setiap titik bendung agar memudahkan dalam melakukan
analisa
c) Menghitung rembesan pada bendung dengan menggunakan kontrol keamanan
Lane’s dan Bligh’s dengan mempertimbangkan ketebalan dan panjang
pondasi/apron yang nantinya akan mempengaruhi dalam analisa jalur rembesan
pada bendung (remebsan hanya terjadi pada pondasi atau tanah tumpuan bendung
d) Dilakukan penggambaran kondisi uplift dan kontrol uplift pada bendung
berdasarkan hasil analisa rembesan Lane & Bligh
e) Pembagian pias – pias (segitiga, persegi dan persegi panjang/trapeium) pada
bendung untuk dilakukan analisa stabilitas dan cari titik pusat dari setiap pias
Menghitung luasan tiap pias yang dikalikan dengan 𝛾 (berat jenis) agar
f)
mendapatkan nilai gaya yang bekerja
21
Cari lengan/jarak dari setiap pias ke titik paling kritis bendung
g)
(ujung hilir bendung/sebelum kolam olak) dan perhatikan arah gerakan gaya
yang nanti akan berpengaruh pada nilai momen
22
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN BENDUNG UMA KAHANG DAN
LUMPADANG
1. Keadaan Hidrologi
Dalam pembuatan bendung, yang pertama diperhitungkan adalah faktor-faktor
hidrologinya karena menentukan lebar dan panjang bendung serta tinggi bendung
tergantung pada debit rencana. Faktor – faktor yang diperhitungkan adalah distribusi curah
hujan, curah hujan efektif, dan debit banjir rencana.
Untuk menganalisa banjir rencana, terlebih dahulu harus dibuat hidrograf banjir pada sungai
yang bersangkutan. Untuk membuat hidrograf banjir pada sungai yang perlu dicari
karakteristik atau parameter daerah pengaliran
Adapun karakteristik tersebut adalah:
a) Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak hidrograf (time to peak
magnitude)
b) Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf (time lag)
c) Tenggang waktu hidrograf (time base of hydrograph)
d) Luas daerah pengaliran
e) Panjang alur sungai terpanjang (length of the longest channel)
f) Koefisien limpasan atau pengaliran (run off coefficient)
23
Gambar 3-1. Daerah Aliran Sungai Tukad Buhu
No Tahun CH Maks
1 1993 76,000
2 1994 146,000
3 1995 123,000
4 1996 108,000
5 1997 32,000
6 1998 85,000
7 1999 64,000
8 2000 86,000
9 2001 154,000
10 2002 83,000
11 2003 115,000
12 2004 110,000
13 2005 119,000
14 2006 124,000
15 2007 125,000
16 2008 99,000
17 2009 72,000
18 2010 65,000
19 2011 53,000
20 2012 60,000
24
Tabel 3-2. Uji Ketidakadaan Trend
Curah
Peringkat Peringkat
No. Tahun Hujan dt dt 2
Tt Rt
(mm)
1 1993 1 76,000 14 13 169
2 1994 2 146,000 2 0 0
3 1995 3 123,000 5 2 4
4 1996 4 108,000 9 5 25
5 1997 5 32,000 20 15 225
6 1998 6 85,000 12 6 36
7 1999 7 64,000 17 10 100
8 2000 8 86,000 11 3 9
9 2001 9 154,000 1 -8 64
10 2002 10 83,000 13 3 9
11 2003 11 115,000 7 -4 16
12 2004 12 110,000 8 -4 16
13 2005 13 119,000 6 -7 49
14 2006 14 124,000 4 -10 100
15 2007 15 125,000 3 -12 144
16 2008 16 99,000 10 -6 36
17 2009 17 72,000 15 -2 4
18 2010 18 65,000 16 -2 4
19 2011 19 53,000 19 0 0
20 2012 20 60,000 18 -2 4
Jumlah 1014
Dari tabel 3-2 diketahui data curah hujan harian maksimum yang telah dilakukan
pengujian data dengan uji ketidakadaan trend, didapat nilai t hasil hitungan dengan nilai
t dari tabel didapatkan data curah hujan harian maksimum bersifat independen sehingga
layak digunakan untuk perhitungan hidrologi selanjutnya.
25
Tabel 3-3. Tabel Perhitungan Log Pearson Type III
Tinggi
No. Tahun Hujan log X (Log X - Log Xr er ata )2 (Log X - Log Xr er ata )3
(X)
1 1993 76 1,881 4,695E-03 -3,217E-04
2 1994 146 2,164 4,623E-02 9,941E-03
3 1995 123 2,090 1,976E-02 2,778E-03
4 1996 108 2,033 7,072E-03 5,947E-04
5 1997 32 1,505 1,973E-01 -8,764E-02
6 1998 85 1,929 3,965E-04 -7,895E-06
7 1999 64 1,806 2,049E-02 -2,933E-03
8 2000 86 1,934 2,200E-04 -3,263E-06
9 2001 154 2,188 5,673E-02 1,351E-02
10 2002 83 1,919 9,152E-04 -2,769E-05
11 2003 115 2,061 1,240E-02 1,381E-03
12 2004 110 2,041 8,475E-03 7,803E-04
13 2005 119 2,076 1,593E-02 2,011E-03
14 2006 124 2,093 2,076E-02 2,992E-03
15 2007 125 2,097 2,178E-02 3,214E-03
16 2008 99 1,996 2,144E-03 9,928E-05
17 2009 72 1,857 8,464E-03 -7,786E-04
18 2010 65 1,813 1,861E-02 -2,539E-03
19 2011 53 1,724 5,065E-02 -1,140E-02
20 2012 60 1,778 2,930E-02 -5,016E-03
Jumlah 38,987 5,423E-01 -7,336E-02
Rerata 1,949
Standart Deviasi (Sd) 0,169
Koef. Skewness (Cs) -0,890
Tr Pr (%) G G . Sd X r ancangan
26
Tabel 3-5. Tabel Perhitungan Batas Kelas Uji Chi Square
Luasan
Sebelah Pr (%) G G. Sd Log X X (mm)
Kiri (%)
25 75 -0,619 -0,105 1,845 69,955
50 50 0,139 0,024 1,973 93,938
75 25 0,735 0,124 2,074 118,445
Jadi,
- Untuk α 1% nilai x2 adalah 6,63 > dari x2hitung, distribusi diterima
- Untuk α 5% nilai x2 adalah 3,84 > dari x2hitung, distribusi diterima
Dari pengujian dengan uji chi square, hasil analisa curah hujan rancangan dapat diterima
dan dapat digunakan untuk analisa hidrologi selanjutnya.
Hujan Jam-jaman ( mm )
No Jam ke Rasio
5 10 25 50 100
27
Gambar 3-2. Grafik Distribusi Hujan Jam-Jaman
28
Tabel 3-8. Ordinat Hidrograf Satuan dengan Metode Nakayasu
t (jam) Q (m3 /dt) ket
0 0,0000
1 0,2453 Qa
2 1,2947
2,492 2,1938 Qp
3 1,8023 Qd1
4 1,2245
5 0,8319
5,606 0,6581 Qd2
6 0,5946
7 0,4595
8 0,3551
9 0,2744
10 0,2121
10,278 0,1974 Qd3
11 0,1717
12 0,1415
13 0,1167
14 0,0962
15 0,0793
16 0,0653
17 0,0538
18 0,0444
19 0,0366
20 0,0302
21 0,0249
22 0,0205
23 0,0169
24 0,0139
29
Tabel 3-9. Debit Banjir Rancangan Metode Nakayasu
Waktu Debit Banjir Rancangan (m3 /dt)
(jam) 5 th 10 th 25 th 50 th 100 th
0,00 0,000 1,000 1,000 1,000 1,000
1,00 4,349 4,756 5,160 5,399 5,596
2,00 19,549 21,803 24,038 25,362 26,454
2,49 36,163 40,435 44,671 47,182 49,251
3,00 37,107 41,494 45,844 48,422 50,547
4,00 32,556 36,390 40,192 42,445 44,302
5,00 28,066 31,355 34,616 36,549 38,141
6,00 24,259 27,085 29,887 31,547 32,916
7,00 20,109 22,431 24,734 26,098 27,222
8,00 15,295 17,033 18,755 19,775 20,617
9,00 11,514 12,792 14,058 14,809 15,428
10,00 8,877 9,834 10,783 11,346 11,809
11,00 7,124 7,868 8,605 9,043 9,403
12,00 5,881 6,474 7,062 7,410 7,697
13,00 4,922 5,399 5,871 6,151 6,382
14,00 4,176 4,562 4,945 5,172 5,359
15,00 3,592 3,907 4,219 4,404 4,557
16,00 3,132 3,391 3,648 3,800 3,926
17,00 2,757 2,971 3,183 3,308 3,411
18,00 2,448 2,624 2,799 2,902 2,988
19,00 2,194 2,339 2,483 2,568 2,638
20,00 1,984 2,104 2,222 2,292 2,350
21,00 1,811 1,910 2,007 2,065 2,113
22,00 1,669 1,750 1,830 1,878 1,917
23,00 1,551 1,618 1,684 1,724 1,756
24,00 1,454 1,509 1,564 1,597 1,623
Q maksimum 37,107 41,494 45,844 48,422 50,547
30
2. Analisis Kebutuhan Air Irigasi
2.1. Evapotranspirasi
Untuk perencanaan teknis irigasi, penilaian atas jumlah air yang dibutuhkan untuk
suatu areal irigasi tidak memisahkan antara evaporasi dan transpirasi. Dalam hal ini
proses terjadinya evaporasi dan transpirasi bisa dalam waktu yang bersamaan sehingga
dapat disebut Evapotranspirasi.
Besarnya evapotranspirasi dipengaruhi oleh beberapa faktor iklim seperti
temperatur, kelembaban relatif, penyinaran matahari dan kecepatan angin. Disamping itu
evapotranspirasi juga dipengaruhi oleh faktor geografis daerah seperti elevasi dan letak
lintang daerah.
Dalam teknik irigasi nilai evapotranspirasi dianggap sebagai kebutuhan air
konsumtif tanaman (consumtif use) yang besarnya dianggap setara dengan
evapotranspirasi potensial. Doorenbos dan Pruit (1977) dalam bukunya Sudjarwadi
(1990 ; 65), mengusulkan suatu formula perhitungan besarnya evapotranspirasi tanaman
sebagai berikut :
Dengan :
Etc = evapotranspirasi (mm/hari),
Kc = koefisien tanaman,
Eto = evapotranspirasi potensial (mm/hari).
Dengan :
Eto = evapotranspirasi potensial (mm/hari),
C = faktor penyesuaian yang dipengaruhi oleh kondisi cuaca siang dan malam.
W= faktor penimbang (weighting factor) tergantung dari temperatur rata-rata
dan ketinggian tempat.
31
Rn = radiasi netto matahari yang sampai ke bumi (mm/hari)
= Rns – Rnl
Rns = radiasi netto gelombang pendek (mm/hari).
= Ra.B (1 - )
Ra = radiasi matahari ekstra terresterial (mm/hari).
B = faktor konversi dari Ra menjadi Rs.
= 0,25 + 0,5.n/N
n/N = rasio keawanan (%).
Rs = radiasi matahari yang sampai ke permukaan bumi (mm/hari).
Rnl = radiasi netto gelombang panjang (mm/hari)
= f(T).f(ed).f(n/N)
f(T) = efek temperatur = 117,4 x 10-8,4
T = temperatur absolut (o K).
f(ed) = efek tekanan uap pada gelombang panjang
= 0,34 – 0,044 ed
ed = tekanan uap jenuh pada suhu udara rata-rata (mbar)
= ea . RH
ea = tekanan uap jenuh pada suhu udara rata-rata (mbar).
RH = kelembaban relatif (%).
f(n/N) = efek keawanan pada gelombang panjang
= 0,27 (1 + U2/100)
U2 = kecepatan angin pada ketinggian 2 m dari permukaan air laut (m/dt).
Tabel 3-10 Harga Weighting Factor (1-W) Sebagai Pengaruh Angin dan Kelembaban
T (o C) 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Altitude (m)
0 0.57 0.54 0.51 0.48 0.45 0.42 0.39 0.36 0.34 0.32
500 0.56 0.52 0.49 0.46 0.43 0.40 0.38 0.35 0.33 0.30
1000 0.54 0.51 0.48 0.45 0.42 0.39 0.36 0.34 0.31 0.29
2000 0.51 0.48 0.45 0.42 0.39 0.36 0.34 0.31 0.29 0.27
3000 0.48 0.45 O.42 0.39 0.36 0.34 0.31 0.29 0.27 0.25
T (o C) 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40
Altitude (m)
0 0.29 0.27 0.25 0.23 0.22 0.20 0.19 0.17 0.16 0.15
500 0.28 0.26 0.24 0.22 0.21 0.19 0.17 0.16 0.15 0.14
1000 0.27 0.25 0.23 0.21 0.20 0.18 0.16 0.15 0.14 0.13
2000 0.26 0.23 0.21 0.19 0.18 0.16 0.15 0.14 0.13 0.12
3000 0.23 0.21 0.19 0.18 0.16 0.15 0.14 0.13 0.12 0.11
32
Tabel 3-11 Harga Weighting Factor (W) sebagai Pengaruh Radiasi
T (o C) 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
Altitude m)
0 0.43 0.46 0.49 0.52 0.55 0.58 0.61 0.64 0.66 0.69
500 0.44 0.48 0.51 0.54 0.57 0.60 0.62 0.65 0.67 0.70
1000 0.46 0.49 0.52 0.55 0.58 0.61 0.64 0.66 0.69 0.71
2000 0.49 0.52 0.55 0.8 0.61 0.64 0.66 0.69 0.71 0.73
3000 0.52 0.55 O.58 0.61 0.64 0.66 0.69 0.71 0.73 0.75
4000 0.54 0.58 0.61 0.64 0.66 0.69 0.71 0.73 0.75 0.77
T (o C) 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40
Altitude m)
0 0.71 0.73 0.75 0.77 0.78 0.80 0.82 0.83 0.84 0.85
500 0.72 0.74 0.76 0.78 0.79 0.81 0.82 0.84 0.85 0.86
1000 0.73 0.75 0.77 0.79 0.80 0.82 0.83 0.85 0.86 0.87
2000 0.75 0.77 0.79 0.81 0.82 0.84 0.85 0.86 0.87 0.88
3000 0.77 0.78 0.81 0.82 0.84 0.85 0.86 0.87 0.88 0.89
4000 0.79 0.81 0.82 0.84 0.85 0.86 0.87 0.89 0.90 0.90
Sumber : FAO, 1977 ; 21.
Tabel 3-12 Faktor Konversi Dari Radiasi Maksimum Teoritis (RA) Menjadi Radiasi
Netto (Rn)
33
Tabel 3-14 Harga f(T), f(ed), f(n/N) sebagai Fungsi T, ed dan n/N
F(t) = Tk^4 11.0 11.4 11.7 12.0 12.4 12.7 13.1 13.5 13.8
F(t) = Tk^4 14.2 14.6 15.0 15.4 15.9 16.3 16.7 17.2 17.7
ed mbar 6.0 8.0 10.0 12.0 14.0 16.0 18.0 20.0 22.0
F(ed) = 0.34 – 0,044Ved 0.23 0.22 0.20 0.15 0.18 0.16 0.15 0.14 0.13
ed mbar 24.0 26.0 28.0 30.0 32.0 34.0 36.0 38.0 40.0
f(ed) = 0.34 – 0,044Ved 0.12 0.12 0.11 0.10 0.09 0.08 0.08 0.07 0.06
n/N 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35 0.40 0.45 0.50
f(n/N) = 0.10 + 0.9 0.19 0.24 0.28 0.33 0.37 0.42 0.46 0.51 0.55
n/N
n/N 0.55 0.60 0.65 0.70 0.75 0.80 0.85 0.90 0.95
f(n/N) = 0.10 + 0.9 0.60 0.64 0.69 0.73 0.78 0.82 0.87 0.91 0.96
n/N
Sumber : FAO, 1977 ; 21.
Tabel 3-15 Tekanan Uap Jenuh (ea) sebagai Fungsi Suhu Udara Rata-rata
34
Tabel 3-16 Harga Fungsi Kecepatan Angin f(U)
U2 km/hr 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
Rs mm/hr 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12
Uday mm/sec U day/U night = 4.0
0 0.86 0.90 1.00 1.00 0.96 0.98 1.05 1.05 1.02 1.00 1.10 1.10
3 0.79 0.84 0.92 0.97 0.92 1.00 1.11 1.19 0.99 1.10 1.27 1.32
6 0.68 0.77 0.87 0.93 0.85 0.96 1.11 1.19 0.94 1.10 1.26 1.33
9 0.55 0.65 0.65 0.90 0.76 0.88 1.02 1.14 0.88 1.01 1.16 1.27
U day/U night = 3.0
0 0.86 0.90 1.00 1.00 0.96 0.98 1.05 1.05 1.02 1.06 1.10 1.10
3 0.76 0.81 0.88 0.94 0.87 0.96 1.06 1.12 0.94 1.04 1.18 1.28
6 0.61 0.68 0.81 0.88 0.77 0.88 1.02 1.10 0.86 1.01 1.15 1.22
9 0.46 0.56 0.72 0.82 0.67 0.79 0.88 1.05 0.78 0.92 1.06 1.18
U day/U night = 2.0
0 0.86 0.90 1.00 1.00 0.96 0.98 1.05 1.05 1.02 1.06 1.10 1.10
3 0.69 0.76 0.85 0.92 0.83 0.91 0.99 1.05 0.89 0.98 1.10 1.14
6 0.53 0.61 0.74 0.84 0.70 0.80 0.94 1.02 0.79 0.92 1.15 1.12
9 0.37 0.48 0.65 0.76 0.69 0.70 0.84 0.95 0.71 0.81 0.96 1.06
U day/U night = 1.0
0 0.86 0.90 1.00 1.00 0.96 0.98 1.05 1.05 1.02 1.06 0.87 1.10
3 0.64 0.71 0.82 0.89 0.78 0.86 0.84 0.99 0.85 0.92 0.95 1.05
6 0.43 0.53 0.68 0.79 0.62 0.70 0.84 0.93 0.72 0.82 1.01 1.00
9 0.27 0.41 0.59 0.70 0.50 0.60 0.75 0.87 0.62 0.72 0.87 0.96
Sumber : FAO, 1977 ; 24.
35
Tabel 3-18 Hasil perhitungan evapotranspirasi di lokasi studi
Eto Eto
No Bulan (mm/hari) (mm/bln)
1 Jan 4,071 31
2 Feb 5,311 28
3 Mar 5,629 31
4 Apr 4,749 30
5 Mei 4,387 31
6 Jun 5,275 30
7 Jul 5,422 31
8 Ags 6,974 31
9 Sep 9,559 30
10 Okt 10,315 31
11 Nov 9,437 30
12 Des 8,249 31
Koefisien tanaman menyatakan tingkat perbedaan kebutuhan air tanaman. Kebutuhan air
tanaman berbeda untuk setiap jenis tanaman yang berbeda. Nilai koefisien tanaman
sangat tergantung dari sifat genetis, periode tanam, laju pertumbuhan, lamanya musim
tanam, dan keadaan cuaca setempat. Besarnya koefisien tanaman sebagai hasil dari
penelitian Departemen Pekerjaan Umum disajikan seperti pada tabel di bawah ini.
36
Tabel 3-20 Koefisien Tanaman Palawija
Jangka ½ bulanan ke
Tanaman Tumbuh
(hari) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Kebutuhan air untuk pengolahan tanah dapat dirinci terdiri dari kebutuhan air untuk
penjenuhan awal, kebutuhan air untuk genangan, dan kebutuhan air untuk mengganti
kehilangan air karena penguapan. Van de Goor dan Ziltra (1968) dalam bukunya
Sudjarwadi (1990) memberikan rumusan tentang kebutuhan air untuk garap tanah sebagai
berikut :
KAPLH = (M.ek)/(ek – 1)
Dengan :
KAPLH = kebutuhan air untuk garap tanah (mm/hari)
M = kebutuhan air untuk mengganti air yang hilang akibat evaporasi (Eo) dan
perkolasi (P)
Eo = evaporasi aktual (mm/hari) = 1,10. Eto
Eto = evapotranspirasi potensial (mm/hari)
P = perkolasi (mm/hari)
K = koefisien kebutuhan air = M.T/S
T = lama garap tanah (hari)
S = kebutuhan air untuk penjenuhan awal (mm)
37
Tabel 3-21 Kebutuhan Air Untuk Pengolahan Tanah
k k
Bulan E0 P M = E0 + P k=M.T/S KAPL= M . ( e / e - 1)
( mm/hari ) ( mm/hari ) ( mm/hari ) ( mm/hari )
Hujan efektif adalah curah hujan yang benar-benar dimanfaatkan untuk pertumbuhan
tanaman. Besarnya curah hujan efektif untuk studi ini disesuaikan dengan jenis tanaman
yang akan ditanam, yaitu padi dan palawija.
Departemen Pekerjaan Umum melalui Direktorat Pengairan (KP-01, 1986), memberikan
petunjuk supaya menggunakan nilai hujan efektif dengan keandalan 80 %. Tingkat
keandalan ini dianggap sudah cukup tinggi dan tingkat kegagalannya kecil yaitu 20 %,
dan pada kenyataannya kegagalan ini bukan berarti tidak panen sama sekali.
Dalam perhitungan curah hujan efektif, sedapat mungkin jumlah serial data lebih dari 10
tahun. Namun kondisi ini sulit dicapai terutama pada daerah-daerah yang memang tidak
didesain untuk diadakan pembangunan sistem manajemen irigasi. Secara praktis untuk
perhitungan curah hujan efektif digunakan rumus sebagai berikut (KP-01, 1986) :
a. Padi : Re = 0,70.R80/15
b. Palawija : Re = 0,40.R80/15
Dengan R80 adalah curah hujan periode 15 harian (mm) dengan probabilitas 80 %.
Curah hujan efektif dengan probabilitas 80 % ditentukan berdasarkan metode “tahun
dasar perencanaan” (basic year) dengan rumus sebagai berikut :
R80 = n/5 + 1
38
2.5.Efisiensi Irigasi
Efisiensi irigasi adalah perbandingan antara junlah air yang sampai di sawah dengan
jumlah air yang diberikan dari intake dan dinyatakan dalam %. Dalam praktek di
lapangan jumlah air yang sampai di sawah lebih kecil dari jumlah air yang diberikan dari
intake irigasi. Hal ini diakibatkan oleh adanya kehilangan air selama perjalanannya di
saluran.
Dalam praktek irigasi kehilangan air tersebut dapat berupa penguapan di saluran,
rembesan-rembesan, serta adanya pengambilan air yang tidak terkontrol. Efisiensi irigasi
dapat didekati dengan rumus sebagai berikut (Sudjarwadi, 1990).
Kebutuhan air irigasi dapat dihitung berdasarkan pada kondisi yang terbaik, dimana
diperhitungkan adanya tinggi genangan di sawah dan berdasarkan pada neraca
(imbangan) air mingguan (Sudjarwadi, 1987 ; 17). Departemen Pekerjaan Umum (1986),
memberikan rumusan perhitungan kebutuhan air irigasi baik untuk padi maupun palawija
adalah sebagai berikut (KP-01, 1986 ; 32) :
Dengan :
KAT Padi = kebutuhan air tanaman padi (lt/dt/ha)
KAT Pal = kebutuhan air tanaman palawija (lt/dt/ha)
Eto. Kt = evapotranspirasi tanaman (Etc) (mm/hari)
Kt = Koefisiensi tanaman
P = perkolasi (mm/hari)
HE = hujan efektif (mm/hari)
GAL = genangan pengganti air (mm/hari)
EI = efisiensi irigasi (%)
0,1157 = angka konversi dari mm/hari menjadi l/dt/ha
39
Siddek (1988) merumuskan batasan genangan minimum dan maksimum untuk padi
umur pendek sesuai dengan pertumbuhan tanaman, seperti yang disajikan pada tabel 4.16
di bawah ini.
Tabel 3-22 Tinggi Genangan Maksimum dan Minimum Yang Diijinkan di
Sawah Untuk Padi Umur Pendek
2.7.Pola Tanam
Kebutuhan air irigasi mengacu pada pola tanam yang ada di lokasi studi
berdasarkan luas areal yang diairi. Namun dalam studi ini kebutuhan air irigasi dihitung
berdasarkan pola tanam maksimal yaitu padi-padi-padi.
Berikut adalah hasil perhitungan kebutuhan air irigasi di sawah untuk daerah
irigasi pada lokasi studi.
40
Tabel 3-23 Kebutuhan Air Irigasi Daerah Irigasi Uma Kahang- Lumpadang
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
PTT Alt I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II I II
Satuan
PL BERA
1 Pola Tata Tanam PADI 1 PL PADI 2 PALAWIJA
BERA PL
2 Evapotranspirasi Potensial mm/hari 4,071 4,071 5,311 5,311 5,629 5,629 4,749 4,749 4,387 4,387 5,275 5,275 5,422 5,422 6,974 6,974 9,559 9,559 10,315 10,315 9,437 9,437 8,249 8,249
3 Keb. Air Penyiapan Lahan (KPAL) mm/hari 11,527 11,527 10,851 10,851 11,313 11,313 11,377 11,377
4 Ratio Penyiapan Lahan 0,750 0,250 0,25 0,75 0,75 0,25 0,250 0,750
5 KAPLH dengan Ratio mm/hari 8,645 2,882 2,713 8,138 8,485 2,828 2,844 8,533
6 Koefisien Tanaman 1,1 1,1 1,05 1,05 0,95 0 1,1 1,1 1,05 1,05 0,95 0 0,5 0,75 1 1 0,82 0,45
1,1 1,1 1,05 1,05 0,95 0 1,1 1,1 1,05 1,05 0,95 0 0,5 0,75 1 1 0,82 0,45
7 Rerata Koefisien Tanaman 1,1 1,1 1,075 1,05 1 0,475 0 1,1 1,1 1,075 1,05 1 0,475 0,25 0,625 0,875 1 0,91 0,635 0,45
8 Kebutuhan Air Tanaman (ET) mm/hari 4,478 4,478 5,710 5,577 5,629 2,674 0,000 0,000 4,825 4,825 5,670 5,538 5,422 2,576 1,743 4,359 8,364 9,559 9,387 6,550 4,247 0,000 0,000 0,000
9 Perkolasi mm/hari 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2
10 Penggantian Lapisan Air (WLR) mm/hari 3,33 3,33 3,33 3,33
11 Ratio Luas Tanaman 0,25 0,75 1 1 1 1 0,75 0,25 0,25 0,75 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0,75 0,25
12 ET + P + WLR mm/hari 2,452 4,858 11,040 7,577 7,629 4,674 1,500 0,500 2,789 5,869 12,000 8,538 8,422 5,576 4,743 7,359 10,364 11,559 11,387 8,550 4,685 0,500 0,000 0,000
13 Curah Hujan Efektif (Re) mm/harii 2,333 6,127 12,651 7,639 2,893 2,333 4,718 3,691 7,439 3,430 4,732 6,622 2,879 12,455 4,699 6,557 9,128 9,991 4,914 3,453 17,831 10,281 16,497 7,994
14 Ratio Luas Total 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 1,000 0,750 0,250 0,250 0,750
15 Re dengan Ratio mm/hari 2,333 6,127 12,651 7,639 2,893 2,333 4,718 3,691 7,439 3,430 4,732 6,622 2,879 12,455 4,699 6,557 9,128 9,991 4,914 3,453 13,374 2,570 4,124 5,996
16 Kebutuhan Air Bersih di Sawah(NFR) mm/hari 8,764 1,613 -1,612 -0,062 4,735 2,340 -0,505 4,947 3,835 5,267 7,268 1,916 5,543 -6,880 0,044 0,802 1,236 1,568 6,473 5,097 -8,688 -2,070 -1,280 2,537
17 Efisiensi Irigasi 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,55 0,55 0,55 0,55 0,55 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65 0,65
18 Keb. Air Intake mm/hari 13,483 2,481 -2,479 -0,096 7,285 3,601 -0,777 7,611 5,900 9,577 13,215 3,484 10,078 -12,508 0,068 1,234 1,902 2,412 9,959 7,842 -13,367 -3,185 -1,969 3,904
1,561 0,287 -0,287 -0,011 0,843 0,417 -0,090 0,881 0,683 1,108 1,530 0,403 1,166 -1,448 0,008 0,143 0,220 0,279 1,153 0,908 -1,547 -0,369 -0,228 0,452
19 Keb. Air Intake lt/det/ha
1,561 0,287 0,000 0,000 0,843 0,417 0,000 0,881 0,683 1,108 1,530 0,403 1,166 0,000 0,008 0,143 0,220 0,279 1,153 0,908 0,000 0,000 0,000 0,452
41
3. PERHITUNGAN DEBIT ANDALAN
Debit andalan merupakan debit yang diandalkan untuk suatu probabilitas tertentu.
Probabilitas untuk debit andalan ini berbeda-beda. Untuk keperluan irigasi biasa digunakan
probabilitas 80%. Untuk keperluan air minum dan industri tentu saja dituntut probabilitas
yang lebih tinggi, yaitu 90% sampai dengan 95% (Soemarto, 1987). Makin besar
persentase andalan menunjukkan penting pemakaiannya dan menunjukkan prioritas yang
makin awal yang harus diberi air. Dengan demikian debit andalan dapat disebut juga
sebagai debit minimum pada tingkat peluang tertentu yang dapat dipakai untuk keperluan
penyediaan air. Jadi perhitungan debit andalan ini diperlukan untuk menghitung debit dari
sumber air yang dapat diandalkan untuk suatu keperluan tertentu.
Metode sederhana dan simulasi keseimbangan air bulanan untuk aliran yang meliputi data
hujan, evaporasi, dan karakteristik hidrologi daerah pengaliran, metode ini diperkenalkan
Dr. F.J. Mock tahun 1973, Kriteria perhitungan dengan asumsi yang digunakan dalam
analisa ini adalah:
No Tahun Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Total Rata - Rata
1 2007 0,000 0,003 0,013 0,002 0,001 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,034 0,000 0,004
2 2008 0,000 0,000 0,000 0,010 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001
3 2009 0,035 0,012 0,003 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,051 0,004
4 2010 0,028 0,026 0,004 0,001 0,006 0,014 0,003 0,006 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,007
5 2011 0,029 0,008 0,026 0,004 0,002 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,070 0,006
6 2012 0,128 0,058 0,048 0,010 0,027 0,005 0,002 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,279 0,023
7 2013 0,056 0,023 0,005 0,002 0,001 0,000 0,010 0,001 0,001 0,000 0,007 0,028 0,134 0,011
8 2014 0,022 0,003 0,015 0,002 0,001 0,022 0,003 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,071 0,006
9 2015 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
10 2016 0,000 0,012 0,006 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,017 0,036 0,003
Rata-Rata 0,030 0,015 0,012 0,003 0,004 0,004 0,002 0,001 0,000 0,000 0,001 0,008 0,064 0,007
42
Gambar 3-5 Grafik Perhitungan Debit Andalan
Q Andalan
% Q (m3/dt)
0,00% 0,019
10,00% 0,018
20,00% 0,016
30,00% 0,014
40,00% 0,014
50,00% 0,013
60,00% 0,012
70,00% 0,012
80,00% 0,012
90,00% 0,010
100,00% 0,007
4. NERACA AIR
Neraca air (water balance) merupakan neraca masukan dan keluaran air disuatu tempat pada
periode tertentu, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui jumlah air tersebut kelebihan
(surplus) ataupun kekurangan (defisit). Kegunaan mengetahui kondisi air pada surplus dan defisit.
Perhitungan neraca air dapat dilihat pada grafik di bawah ini:
43
Gambar 3-6. Grafik Hubungan Ketersediaan Air dengan Kebutuhan Air Irigasi di D.I. Lumpadang
44
5. Perencanaan Bendung
Data Perencanaan
3
Debit banjir rencana (Qd) = 45,844 m /dt
Lebar dasar sungai pada lokasi bendung (b) = 12,25 m
Elevasi dasar sungai pada dasar bendung = + 82,45 m
Elevasi muka tanah pada tepi sungai di lokasi bendung = + 89,53 m
5.2.Menentukan Tinggi Mercu Bendung
1 Elevasi muka tanah pada tepi sungai di lokasi bendung = 84,8 m
2 Kehilangan tekanan dari sungai ke saluran primer = 0,1 m
3 Kehilangan tekanan pada bangunan pengambilan = 0,2 m
4 Persediaan tekanan untuk eksploitasi 0,1 m
Elevasi rencana mercu bending = 85,20 m
Be = B - 2 (n x Kp + Ka) x H1
= 8,31 - 2,00 x ( 1,000 x 0,010 + 0,2 ) x H1
= 8,31 - 2,00 x ( 0,210 ) x H1
= 8,31 - 0,42 H1
Q = Cd x 𝑥𝑔 x Beff x 𝐻
45
Q = 1,70 x Cd x Beff x H1^1,5
Q25 = 45,84 m3/detik ,
Jadi Be
Be = 8,31 - 0,42 H1
= 8,31 - 0,42 x 1,549
= 7,66 m 8,31 m
Perhitungan
A = Be x (Hd+H1)
= 8,310 x 3,80
= 31,570 m2
V = Q
A
= 45,844
31,569
= 1,452 m/dt
V^2 = 2,11
2.g 19,62
= 0,107
46
Ho = H1 - V^2
2.g
Ho = 1,548 - 0,107
Ho = 1,442
Jadi,
Tinggi mercu (P) = 2,85 m
Tinggi muka air diatas mercu (Ho) = 1,44 m
Tinggi muka ari diatas mercu + tinggi energi (H1) = 2,99 m
Lebar Efektif Bendung (Be) = 8,31 m
47
d. Analisa Stabilitas Bendung
A. Data Perencanaan
PARAMETER KETERANGAN
Sudut Geser Lumpur 30
Massa Jenis Lumpur 721 Kg/m3
Massa Jenis Beton Bertulang 2400 Kg/m3
Massa Jenis Air 1000 Kg/m3
Tinggi Muka Air Banjir 2.20 m
Tinggi Muka Air Normal 1.20 m
Massa Jenis Batu Kali 2200 Kg/m3
Koefisien Gempa Horizontal 0.20
B. Analisis Pembebanan
1). Beban Sendiri
Berat Sendiri (Self Weight) merupakan berat bahan struktural utama dan berat non-
struktural yang bernilai tetap. Berat sendiri dinding penahan dihitung dengan meninjau
selebar 1 meter (tegak lurus bidang gambar) sebagai berikut :
48
0.15
0.65 1.00 2.03
W6 0.20
0.50
1.40W4
6.00
W7
0.70
2.55
W8
0.20 W2
W1
0.50 W3
0.50
W9
1.15 W5
0.50 0.50 0.15
2.16 2.03 0.20
2.34
W10
0.16
W11
3.25 0.80
W12
W13
1.00
2.25
Gambar - Diagram Tekan Akibat Berat Sendiri
49
2). Tekanan Air
Tekanan akibat air merupakan beban akibat genangan air yang berada pada dinding
bendung. Tekanan akibat air dihitung dengan meninjau selebat 1 meter (tegak lurus bidang
gambar) sebagai berikut :
Pn2
W6
Pn1 W4
W7
W2 W8
W1 W3 W9
W5
W10 W11
W12
W13
W6
Pf1 Pf2 W4
W7
W2 W8
W1 W3 W9
W5
W10 W11
W12
W13
50
Tabel – Perhitungan Tekanan Akibat Genangan Air Banjir
c. Tekanan Lumpur
Pl2
W6
Pl1 W4
W7
W2 W8
W1 W3 W9
W5
W10 W11
W12
W13
51
Tabel – Perhitungan Tekanan Akibat Genangan Lumpur
W4
L W7
I W2 W8
H
W1 W3 W9
K J
W5
G F A
W10 W11
W12
E D
W13
C B
52
Tabel – Perhitungan Tinggi Air Normal Terhadap Dasar Bendung
Segmen Hx (m) Lx (m) Ux (T/m2)
A 2.75 10.74 1.86
B 4.55 10.74 3.66
C 4.55 8.49 3.84
D 3.55 8.49 2.84
E 3.55 7.49 2.93
F 2.55 7.49 1.93
G 2.55 5.49 2.09
H 1.40 5.49 0.94
I 1.40 0.50 1.36
J 1.90 0.50 1.86
K 1.90 0.00 1.90
L 1.20 0.00 1.20
53
Tabel – Perhitungan Momen Akibat Tekanan Air Normal
Segmen Ux (T/m2) Tekanan Uplift Lengan terhadap titik guling Momen [Tm]
Y
Vertikal Horizontal Vertikal Horizontal Mguling Mtahan
A 1.86
4.96 0.80 1.00 4.95
B 3.66
8.44 1.12 1.13 9.57
C 3.84
3.34 0.52 0.48 1.59
D 2.84
2.88 0.50 0.50 1.45
E 2.93
1.94 0.43 0.37 0.72
F 1.93
4.02 0.99 1.01 4.07
G 2.09
2.05 0.76 0.59 1.21
H 0.94
10.05 2.58 2.91 29.26
I 1.36
0.80 0.24 0.26 0.21
J 1.86
0.94 0.25 0.25 0.24
K 1.90
1.08 0.38 0.32 0.35
L 1.20
26.33 14.18 44.59 9.03
Σmomen (Kgm)
26329.92 14180.22 44585.19 9031.18
1.00
W6
1.20
W4
W7
W2 W8
W1 W3 W9
W5
0.15
W10 W11
W12
W13
54
Tinggi Genangan Air Banjir hn = 2.20 m
ΣL= Lh + Lv
ΣL= 14.4
Ux = Hx - (Lx / 14.4 ΔH
Ux = Hx - (Lx / 14.4 2.20
Ux = Hx - 0.152777778 Lx
55
Tabel – Perhitungan Momen Akibat Tekanan Air Banjir
Segmen Ux (T/m2) Tekanan Uplift Lengan terhadap titik guling Momen [Tm]
Y
Vertikal Horizontal Vertikal Horizontal Mguling Mtahan
A 2.11
5.42 0.81 0.99 5.36
B 3.91
9.18 1.11 1.14 10.48
C 4.25
3.75 0.52 0.48 1.79
D 3.25
3.33 0.50 0.50 1.68
E 3.41
2.32 0.42 0.38 0.88
F 2.41
5.12 0.98 1.02 5.22
G 2.71
2.88 0.74 0.61 1.77
H 1.56
16.97 2.57 2.92 49.64
I 2.32
1.29 0.24 0.26 0.33
J 2.82
1.43 0.25 0.25 0.36
K 2.90
1.78 0.37 0.33 0.60
L 2.20
34.60 15.66 67.01 10.73
Σmomen (Kgm)
34600.91 15663.80 67010.53 10730.14
56
c.Akumulasi Beban Yang Terjadi Pada Bendung
Tabel – Akumulasi Beban Yang Terjadi Pada Bendung
57
b. Keadaan Air Banjir Dengan Uplift Pressure
58
5. Kontrol Stabilitas Bendung Dengan Gempa Horizontal
a. Keadaan Air Normal Dengan Uplift Pressure
59
b. Keadaan Air Banjir Dengan Uplift Pressure
60
6. Kontrol Stabilitas Bendung Dengan Gempa Vertikal
a. Keadaan Air Normal Dengan Uplift Pressure
61
b. Keadaan Air Banjir Dengan Uplift Pressure
62
Tabel – Kontrol Stabilitas Bendung
0.45
0.15 0.50
3.50
5.00
1.50
0.15 0.50
0.45 0.50
Overturning
1.60
Point
63
2) Analisa Pembebanan
- Beban Mati (DL)
Berat Sendiri (DL)
Berat Sendiri (Self Weight) merupakan berat bahan struktural utama dan berat non-struktural
yang bernilai tetap. Berat sendiri dinding penahan dihitung dengan meninjau selebar 1 meter
(tegak lurus bidang gambar) sebagai berikut :
64
3). Menghitung Eksentrisitas
65
66
6. Analisa Kapasitas Saluran
Pada bendung Uma Kahang dan Lumpadang direncanakan memiliki 2 intake dengan
mengalirkan debit menuju saluran primer lumpadang dan saluran primer uma kahang. Pada
lokasi studi untuk saluran uma kahang sudah memiliki saluran primer dengan intake yang
memadai untuk mengalirkan debit air irigasi yang dibutuhkan, namun pada saluran primer
lumpadang dibutuhkan perencanaan saluran primer untuk mengalirkan debit air irigasi.
Dimensi saluran dipilih berbentuk empat persegi panjang karena saluran tersebut
berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan dengan debit yang besar,
sifat aliranya terus menerus dengan Fluktuasi yang kecil. Demensi saluran:
1. Debit saluran (Q) = 0,032 m3/det
2. Nilai kekerasn manning untuk beton (n) = 0,013
3. Kemiringan (s) = 0,004
4. Untuk b direncanakan = 0,8 m
Dilakukan perhitungan untuk mengetahui dimensi saluran yang akan digunakan sebagai berikut:
Luas Penampang Saluran:
- A = b. h
= 0,8h
- P = b + 2h
- R =
- V =
Dilakukan coba- coba didapatkan nilai h sebesar = 0,61 m, dilakukan kontrol hitungan antara
debit saluran dengan debit rencana sebagai berikut:
- Qsaluran = A x V
- 0,032 = (b. h) x ( )
67
Gambar 3-6. Desain Talang Saluran Primer Lumpadang
68
BAB IV
KESIMPULAN
Dari hasil analisis dan pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil perhitungan debit banjir rencana mengunakan metode Nakayasu, pada
kala ulang 25 tahun saluran irigasi daerah irigasi adalah 45,844 m3/det
2. Berdasarkan hasil analisa perhitungan didapatkan dimensi bendung
a. P = 1,20 m
b. Be = 8,31 m
c. H1 = 1,549 m
d. Lebar pintu pembilas = 1,20 m
e. Lebar pilar = 1,20 m
3. Dari hasil analisa stabilitas bendung, didapatkan sebagai berikut:
4. Dari hasil analisis demensi saluran didapat tinggi saluran (h) = 0,80 m, lebar saluran (b)
= 0,60 m, dan tinggi jagaan (wf) = 0,20 m
69