Previous
Previous
Kelompok 5
Asisten :
1
Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi
Program Studi Kedokteran Hewan (PSKH), Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin
ABSTRAK
Praktikum dilaksanakan pada tanggal 3 November 2021 di Rumah Potong Hewan
Makassar (RPH Makassar), Antang. Dengan judul praktikum yaitu “Pemeriksaan Ternak Besar”.
Diagnostik klinik merupakan tonggak yang paling penting bagi suatu proses pembelajaran dalam
pendidikan ilmu-ilmu kedokteran klinik disiplin ilmu kedokteran hewan. Dari diagnostik klinik
dimulai langkah-langkah mengenali hewan yang sakit. Diagnostik klinik merangkum seluruh
proses pembelajaran mulai dari sinyalemen sampai dengan pengertian tentang terapi. Diagnosis
yang tepat merupakan basis suatu tindakan terapi. Dunia diagnostika kedokteran hewan terbagi
dalam dua kegiatan besar, yaitu diagnostika klinik dan diagnostika post-mortem. Diagnostika
klinik merupakan rangkaian pemeriksaan medik terhadap fisik hewan hidup untuk mendapatkan
kesimpulan berupa diagnosis sekaligus pemeriksaan dengan menggunakan alat bantu diagnostika
sebagai pelengkap untuk mendapatkan peneguhan diagnosis. Praktikum ini bertujuan untuk
mengetahui prosedur-prosedur khusus dalam pemeriksaan fisik sapi. Hal ini dilakukan dengan
menggunakan alat-alat diagnostik dalam pemeriksaan. Pemeriksaan klimis yang dilakukan
meliputi inspeksi, palasi, auskultasi, perkusi dan pengukuran suhu tubuh.
Kata kunci: Anamnesa, Pemeriksaan Fisik, Sapi, Sinyalemen, Status present, Ternak Besar
1. PENDAHULAU
Pertumbuhan adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan bobot hidup, bentuk,
dimensi dan komposisi tubuh termasuk perubahan komponen-komponen tubuh dan organ serta
menyatakan bahwa pertumbuhan seekor ternak, dilihat antara lain dari bertambahnya ukuran
tubuh. Pertumbuhan adalah pertambahan berat badan atau ukuran tubuh sesuai dengan umur,
sedangkan perkembangan berhubungan dengan adanya perubahan ukuran serta fungsi dari
berbagai bagian tubuh semenjak embrio sampai menjadi dewasa. Pertumbuhan biasanya dimulai
perlahan-lahan, kemudian berlangsung lebih cepat, selanjutnya berangsur-angsur menurun atau
melambat dan berhenti setelah mencapai dewasa tubuh. Bobot tubuh ternak merupakan hasil
pengukuran dari proses tumbuh ternak yang dilakukan dengan cara penimbangan. Sementara itu
besarnya bobot badan dapat diukur melalui tinggi badan, lingkar dada dan lebar dada.
Pengukuran lingkar dada dan panjang badan dapat memberikan petunjuk bobot badan seekor
ternak dengan tepat. Pertumbuhan lingkar dada mencerminkan pertumbuhan tulang rusuk dan
pertumbuhan jaringan daging yang melekat pada tulang rusuk. Kemudian pendugaan umur dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan melihat lingkar tanduk dan keadaan atau susunan
giginya. Cara pendugaan umur dengan melihat lingkar tanduk adalah dengan menghitung jumlah
lingkar tanduk ditambah dua (Ni'am et al., 2012).
Sapi adalah hewan ternak terpenting sebagai sumber daging, susu, tenaga kerja dan
kebutuhan lainnya. Sapi menghasilkan sekitar 50% (45-55%) kebutuhan daging di dunia, 95%
kebutuhan susu dan 85% kebutuhan kulit. Sapi berasal dari famili Bovidae. Seperti halnya bison,
banteng, kerbau (Bubalus), kerbau Afrika (Syncherus), dan anoa. Sapi perah Friesian Holland
(FH) sering dikenal dengan nama Friesian Holstein. Berasal dari Belanda dan mulai
dikembangkan sejak tahun 1625 (Prasetyo et al., 2013).
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Data Fisiologis Normal
Suhu normal sapi pada daerah tropis berada pada kisaran 38-39,2ºC (Aditia et al., 2017).
Frekuensi detak jantung normal pada sapi dewasa adalah 55-80 kali per menit. Frekuensi detak
jantung sapi bali adalah 36-60 kali per menit (Rona et al., 2016). Frekuensi respirasi normal pada
sapi dewasa adalah 15-35 kali per menit dan 20- 40 kali per menit pada pedet (Serang et al.,
2016).
2.2. Ras-ras Sapi
2.2.1. Sapi Bali
Gambar 8. Rumus schoorl dan rumus modifikasi/lambourne (Mustafid dan ‘Uyun, 2018)
Bobot sapi dapat dihitung dengan rumus schoorl dan rumus modifikasi/lambourne yang
membutuhkan variabel panjang badan dan lingkar dada untuk perhitungannya. Untuk
mendapatkan bobot badan diperlukan nilai lingkar dada dan panjang badan yang diukur secara
manual. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa untuk mendapatkan nilai lingkar
dada dan panjang badan perlu dilakukan pengukuran secara manual, serta hal tersebut tidak
mudah untuk dilakukan dikarenakan sapi yang sulit dikondisikan (Mustafid dan ‘Uyun, 2018).
Gambar 9. Mengukur panjang dada dan lebar dada (Mustafid dan ‘Uyun, 2018)
Panjang Badan (PB), titik (a) ke titik (b), adalah panjang yang dihitung dari titik bahu ke tulang
duduk (pin bone). Lingkar Dada (LD), melingkar dari titik (c) ke titik (d) dan kembali ke titik
(c), adalah panjang yang diukur melingkar pada posisi di bagian belakang kaki depan dan
belakang tonjolan pundak sapi di bagian atas (Mustafid dan ‘Uyun, 2018).
2.4.2. Status Gizi
Penilaian terhadap BCS (body condition score) sapi ditentukan berdasarkan penampilan
tubuh sapi yang dilakukan dengan pengamatan dan perabaan (palpasi) tulang belakang
(spinosus). BCS dimaksudkan untuk memberikan kriteria pada seekor ternak sapi yang dinilai
secara kualitatif. Standar penilaian ini penting terkait dengan kondisi tubuh ternak yang dapat
menjadi indikator terhadap pertumbuhan ternak dan potensi reproduksi yang dimiliki oleh seekor
ternak. Kondisi tubuh ternak di Indonesia dinilai dari skor 1-5, kondisi tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut (Putra et al., 2020).
A. BCS 1
Kondisi BCS 1 menunjukkan ternak sangat kurus (emasiasi). Keadaan tubuhyang sangat
kurus terlihat dari tonjolan tulang belakang, tulang rusuk, tulang pinggul dan tulang pangkal ekor
terlihat sangat jelas (Putra et al., 2020).
B. BCS 2
BCS 2 menunjukkan ternak kurus. Kondisi tersebut menunjukkan keadaan tubuh ternak
yang kurus, namun lebih baik dibandingkan dengan ternak pada kondisi BCS 1, tonjolan tulang
di berbagai tempat mulai tidak terlihat namun garis tulang rusuk masih terlihat jelas dan sudah
mulai terlihat ada sedikit perlemakan pada pangkal tulang ekor dimana pangkal tulang ekor
terlihat sedikit lebih bulat. Kondisi tubuh seperti ini, sapi jantan mengalami gangguan kesehatan
seperti ganguan pencernaan, cancingan dan mengalami kekurangan gizi (Putra et al., 2020).
C. BCS 3
Kondisi BCS 3 menunjukkan ternak sedang. keadaan tubuh yang sedang atau menengah
dapat dilihat dari tonjolan tulang yang sudah tidak terlihat lagi dan kerangka tubuh, pertulangan
dan perlemakan mulai terlihat seimbang namun masih terlihat jelas garis berbentuk segitiga
antara tulang hip (tulang panggul) dan rusuk bagian belakang dan tonjolan pangkal tulang ekor
sudah membentuk kurva karena adanya penimbunan perlemakan pada pangkal tulang ekor (Putra
et al., 2020).
D. BCS 4
Kondisi BCS 4 gemuk. Menunjukkan keadaan tubuh yang baik atau gemuk, kerangka
tubuh dan tonjolan tulang sudah tidak terlihat dan perlemakan sudah lebih menonjol pada semua
bagian tubuh. Garis tonjolan pangkal tulang ekor masih terlihat namun jika dilihat dari belakang.
Bagian belakang tubuh sudah mulai berbentuk persegi panjang yang menunjukkan perlemakan
pada bagian paha, pinggul dan paha bagian dalam. Pada kondisi tubuh seperti ini ternak akan
dapat meningkatkan produksi dan reproduksi serta kesehatan tidak terganggu selama musim
kekurangan pakan (Putra et al., 2020).
E. BCS 5
Kondisi BCS 5 sangat gemuk (obesitas). menunjukkan keadaan tubuh yang sangat gemuk,
kerangka tubuh dan struktur pertulangan sudah tidak terlihat dan tidak teraba. Tulang pangkal
ekor sudah tenggelam oleh perlemakan dan bentuk persegi panjang pada tubuh belakang sudah
membentuk lengkungan pada bagian kedua ujungnya. Pada kondisi tubuh seperti ini ternak akan
dapat berproduksi dan tidak terganggu oleh perubahan musim (Putra et al., 2020).
2.5. Uji-uji dalam Pemeriksaan Fisik Ruminansia
2.5.1. Uji Gumba
Uji gumba atau dikenal dengan sebutan back grip. Metode ini dilakukan dengan cara
menyiapkan ternak yang akan di ujikan. Kemudian letakkan tangan pada prosessus spinous
thoracis caudalis. Kemudian lipat dan tarik area tersebut, mengakibatkan reaksi pada punggung
yang terlihat seperti tenggelam (Braun et al., 2020).
2.5.2. Uji Tinju
Uji tinju atau dikenal juga dengan pain percussion. Metode ini dilakukan dengan
pemeriksa memukul area retikulum dengan rubber hummer atau dengan kepalan tangan untuk
perkusi. Kemudian merasakan atau mendengarkan gerak peristaltik dari retikulum (Braun et al.,
2020).
2.5.3. Uji Alu
Uji alu atau pole test dilakukan dengan sebuah tiang panjang dapat ditempatkan di bawah
sapi dan dipegang di setiap ujungnya oleh dua asisten. Dimulai dari xiphoid dan bergerak ke
caudal, tiang ditarik ke atas secara perlahan dan kemudian dibiarkan jatuh secara tiba-tiba. Area
nyeri di tekan dekat retikulum akan menunjukkan retikuloperitonitis traumatis (Braun et al.,
2020).
2.6. Pemeriksaan Klinis pada Sapi
2.6.1. Sistem Pencernaan
Pemeriksaan bagian sistem pencernaan dapat dimulai dari bibir bagian luar bersih dan
mulut agak lembab. Bibir dapat menutup dengan baik. Selaput lendir rongga mulut berwarna
merah muda (pink) merata, tidak ada pigmen, tidak ada luka. Terdapat cukup air liur membasahi
rongga mulut. Lidah berwarna merah muda merata, dimana tidak terdapat lesi, tidak ada luka dan
dapat bergerak bebas. Adanya keropeng di bagian bibir, air liur berlebih atau perubahan warna
selaput lendir (merah gelap/ungu, kekuningan atau pucat) menunjukkan hewan sakit. Lidah tidak
terjulur keluar (AIP- EID, 2015).
Pemeriksaan klinis perut dan pencernaan terkait organ-organ yang ada di dalamnya.
Tujuannya untuk melakukan pemeriksaan klinis perut dan mengidentifikasi gangguan pada
sistem pencernaan. Pemeriksaan klinis yang dapat dilakukan adalah pada daerah perut, lambung
dan usus. Pemeriksaan rumen dilakukan dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi, tabung
perut bisa digunakan juga. Dalam kasus kembung, sisi kiri akan menonjol, dan motilitas akan
menurun. Pemeriksaan reticulum dapat dilakukan dengan palpasi tangan. Pemeriksaan omasum
dilakukan dengan pungsi eksploratif (Duguma, 2016).
2.6.2. Sistem Pernapasan
Paru-paru terletak pada permukaan eksternal dari regio thoracic dengan membayangkan
bentuk segitiga di antara scapula, processus olicranum, dan spatium intercostale kedua dari
belakang. Dilakukan inspeksi untuk melihat pergerakan respirasi. Dilakuakn palpasi untuk
memeriksa adanya nyeri dengan memberikan tekanan. Dilakukan perkusi dengan memperhatikan
suara resonansi. Dilakukan auskultasi dengan memperhatikan bunyi bronkus (trakea dan anterior
bagian dari paru-paru) dan suara alveolar (Duguma, 2016).
Hewan sehat bernafas teratur, bergantian antara gerakan dada dan gerakan perut. Sesak
nafas, ngosngosan, nafas pendek adalah tanda hewan sakit. Beringus dan bernafas melalui
mulut/nafas terengahengah merupakan kondisi tidak normal kecuali dalam situasi stress.
Pemeriksaan Respirasi, untuk menentukan atau mengukur frekuensi respirasi dan tipe respirasi
hewan. Frekuensi respirasi diukur dengan menghitung siklus respirasi yaitu proses inspirasi dan
ekspirasi dalam satu satuan waktu, biasanya satu menit (AIP- EID, 2015).
2.6.3. Sistem Integumen
Pemeriksaan Kulit dan bulu, hewan yang sehat memiliki bulu yang bersih dan terawat,
bulunya mungkin kasar atau halus sesuai karakteristik keturunannya. Kulitnya halus, tidak
ditemukan ada lesi atau scabs/koreng. Kusam, terlihat kering, kotor dan rambut/bulu kasar
mungki merupakan tanda-tanda hewan yang kurang sehat (AIP- EID, 2015).
2.6.4. Sistem Kardiovaskuler
Denyut nadi sapi dapat diambil di arteri coccygeal (ujung kepala ekor), Pada kuda di arteri
permukaan dan pada kambing dan domba di arteri femoral. Seringkali sapi akan menunjukkan
denyut jugular (denyut di leher) yang dapat dilihat pada pengamatan secara diam-diam dari jarak
jauh. Pemeriksaan membran mukosa untuk melihat sirkulasi peripheral dapat dilakukan melalui
pemeriksaan sistem pencernaan (AIP- EID, 2015).
2.6.5. Muskuloskeletas
Hewan sehat berjalan dengan cara menempatkan kaki secara bergantian tanpa tersandung
atau terjatuh. Hewan dapat berjalan mundur dan dapat menjaga keseimbangan jika didorong dari
samping. Langkah bergantian teratur dan perubahan kecepatan dapat dikendalikan tanpa
kesulitan. Kaki dapat diangkat dengan tangan dan ditekuk pada hewan terlatih. Kepala tetap
tegak saat bergerak. Pincang, loyo, atau bahkan tak bisa berjalan menunjukkan hewan sedang
sakit atau terluka (AIP- EID, 2015).
2.6.6. Sistem Indera
A. Mata