Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Di Susun
Oleh
KELOMPOK : 4
Ana Karnaini
Reka Hernanda
Khalil Sarfandi
1
PEMBAHASAN
Kajian masalah akad dalam asuransi syariah termasuk salah satu tema yang
penting untuk dibahas dan diteliti. Karena setiap transaksi dalam islam harus
berdasasrkan akad yang telah ditentukan sebelum terjadinya transaksi. Suatu akad
merupakan ikatan secara hukum yang dilakukan oleh dua atau beberapa pihak yang
sama-sama berkeinginan untuk mengikatkan diri. Kehendak atau keinginan pihak-
pihak yang mengikat diri itu sifatnya tersembunyi dalam hati.
Lafal akad berasal dari lafal arab al-aqd yang berarti perikatan, perjanjian, dan
pemufakatan Al-Ittifaq. Secara terminologi fiqh, akad didefinisikan dengan “pertalian
ijab (peryataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai
dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada obyek perikatan.1
1
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life And General): Konsep Dua System
Operasional, Cet-1, (Jakarta: Gema Insane Press, 2004), hal.38
2
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Media Pratama,2000), hal.97
3
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life And General): Konsep Dua System
Operasional, Cet-1, (Jakarta: Gema Insane Press, 2004), hal.39
2
1. Kontraknya sah
2. Kontraknya fasad, dan
3. Aqadnya batal
Untuk melihat kontrak itu jatuhnya kemana maka perlu diperhatikan instrument nama
dari aqad yang dipakai dan bagaimana aplikasinya.
1. Akad Tijarah
Akad tijarah adalah akad yang dilakukan untuk tujuan komersial. Bentuk
akadnya menggunakan mudhorobah. Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis
akad tabarru' bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya
sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
Akad tijarah ini adalah untuk mengelola uang premi yang telah diberikan kepada
perusahaan asuransi syariah yang berkedudukan sebagai pengelola (Mudorib),
sedangkan nasabahnya berkedudukan sebagai pemilik uang (shohibul mal). Ketika
masa perjanjian habis, maka uang premi yang diakadkan dengan akad tijaroh akan
4
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life And General): Konsep Dua System
Operasional, Cet-1, (Jakarta: Gema Insane Press, 2004), hal.40
3
dikembalikan beserta bagi hasilnya. (Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang
Pedoman Umum Asuransi Syari'ah).
2. Akad Tabarru’
Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan
dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial. Kemudian akad dalam
akad tabarru adalah akad hibah dan akad tabarru’ tidak bisa berubah menjadi akad
tijaroh. Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan
untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak
sebagai pengelola dana hibah. (Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang
Pedoman Umum Asuransi Syari'ah).
Akad Tabarru' adalah Akad hibah dalam bentuk pemberian dana dari satu Peserta
kepada Dana Tabarru' untuk tujuan tolong menolong di antara para Peserta, yang
tidak bersifat clan bukan untuk tujuan komersial. (Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha
Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).
a. Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan dana hibah yang akan
digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang tertimpa musibah
b. Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima dana tabarru’
(mu’amman/mutabarra’ lahu, dan secara kolektif selaku penanggung
(mu’ammin/mutabarri’)
c. Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas dasar akad
wakalah dari para peserta selain pengelolaan investasi.
4
f. ketentuan mengenai alternatif dan persentase pembagian Surplus
Underwriting;
g. ketentuan lain yang disepakati (Peraturan Menteri Keuangan Nomor
18/PMK.010/2010 Tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha
Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).
Untuk akad tijaroh dan akad tabarru’ ini, ada beberapa akad yang mengkuti dalam
pelaksanaannya. Akad-akad tersebut meliputi :
Akad Wakalah bil Ujrah adalah Akad Tijarah yang memberikan kuasa kepada
Perusahaan sebagai wakil Peserta untuk mengelola Dana Tabarru' dan/ atau Dana
Investasi Peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan dengan imbalan berupa
ujrah (fee). (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang
Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi
dengan Prinsip Syariah).
Akad Wakalah bil Ujrah diperbolehkan dalam praktek asuransi syariah yang
dilakukan antara perusahaan asuransi syariah dan peserta dimana posisi perusahaan
asuransi syariah sebagai pengelola dan mendapatkan fee karena telah mendapatkan
kuasa dari peserta. Menurut fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 52/DSN-
MUI/III/2006Tentang Akad Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi Syari’ah Dan
Reasuransi Syari’ah, objek Wakalah bil Ujrah meliputi antara lain:
a. kegiatan administrasi
b. pengelolaan dana
c. pembayaran klaim
d. underwriting
e. pengelolaan portofolio risiko
f. pemasaran
g. investasi
5
c. hak dan kewajiban perusahaan sebagai toakil (penerima kuasa) termasuk
kewajiban perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi dalam
kegiatan pengelolaan risiko dan/atau kegiatan pengelolaan nvestasi yang
diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja, kelalaian, atau wanprestasi yang
dilakukan perusahaan
d. batasan kuasa atau wewenang yang diberikan peserta kepada perusahaan
e. besaran, cam, dan waktu pemotongan ujrah (fee)
f. ketentuan lain yang disepakati (Peraturan Menteri Keuangan Nomor
18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha
Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).
Kedudukan dan ketentuan para pihak dalam Akad Wakalah bil Ujrah
a. Dalam akad ini, perusahaan bertindak sebagai wakil (yang mendapat kuasa)
untuk mengelola dana
b. Peserta (pemegang polis) sebagai individu, dalam produk saving dan tabarru’,
bertindak sebagai muwakkil (pemberi kuasa) untuk mengelola dana
c. Peserta sebagai suatu badan/kelompok, dalam akun tabarru’ bertindak sebagai
muwakkil (pemberi kuasa) untuk mengelola dana
d. Wakil tidak boleh mewakilkan kepada pihak lain atas kuasa yang
diterimanya, kecuali atas izin muwakkil (pemberi kuasa)
e. Akad Wakalah adalah bersifat amanah (yad amanah) dan bukan tanggungan
(yad dhaman) sehingga wakil tidak menanggung risiko terhadap kerugian
investasi dengan mengurangi fee yang telah diterimanya, kecuali karena
kecerobohan atau wanprestasi.
f. Perusahaan asuransi sebagai wakil tidak berhak memperoleh bagian dari hasil
investasi, karena akad yang digunakan adalah akad Wakalah.. (Fatwa Dewan
Syari’ah Nasional No: 52/DSN-MUI/III/2006Tentang Akad Wakalah Bil
Ujrah Pada Asuransi Syari’ah Dan Reasuransi Syari’ah).
Pengelolaan investasi dana Tabarru' atau dana Investasi peserta dengan Akad
Wakalah bil Ujrah, perusahaan sebagai pengelola tidak berhak mendapatkan bagian
dari hasil investasi tetapi hanya mendapatkan fee.
2) Akad Mudharabah
6
berupa bagi hasil (nisbah) yang besarnya telah disepakati sebelumnya. Akad
Mudharabah wajib memuat sekurang-kurangnya :
a. hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta secara individu
sebagai shnhibul mal (pemilik dana)
b. hak dan kewajiban perusahaan sebagai mudharib (pengelola dana)termasuk
kewajiban perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi dalam
kegiatan pengelolaan investasi yang diakibatkan oleh kesalahan yang
disengaja, kelalaian a tau wanprestasi yang dilakukan perusahaan
c. batasan wewenang yang diberikan peserta kepada perusahaan
d. bagi hasil (nisbnh), cara, dan waktu pembagian hasil investasi
e. ketentuan lain yang disepakati (Peraturan Menteri Keuangan Nomor
18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha
suransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).
a. hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta secara individu
sebagai shahibul mal (pemilik dana)
b. hak dan kewajiban perusahaan sebagai mudharib (pengelola dana)termasuk
kewajiban perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi dalam
7
kegiatan pengelolaan investasi yang diakibatkan oleh kesalahan yang
disengaja, kelalaian atau wanprestasi yang dilakukan perusahaan
c. batasan wewenang yang diberikan peserta kepada perusahaan
d. cara dan waktu penentuan besar kekayaan peserta dan kekayaan pe rusahaan
bagi hasil (nisbah), cara, dan waktu pembagian hasil investasi
e. ketentuan lain yang disepakati ((Peraturan Menteri Keuangan Nomor
18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha
Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).
Terdapat perbedaan pendapat para ulama fiqh dalam menentukan rukun suatu akad.
Jumhur ulama fiqh menyatakan rukun akad terdiri atas :6
5
Sayid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Jilid 12, hal.15
6
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Media Pratama,2000), hal.99
8
Ulama Hanafiyah berpendirian bahwa rukun akad itu hanya satu, yaitu Shighat
Al„Aqd (ijab dan qabul), sedangkan pihak-pihak yang berakad danobyek akad,
menurut mereka, tidak termasuk rukun akad, tetapi termasuk syarat-syarat akad,
karena menurut mereka, yang dikatakan rukun itu adalahsuatu esensi yang berada
dalam akad itu sendiri, sedangkan pihak-pihak yangberakad dan obyek akad berada
diluar esensi akad.
Ijab dan qabul ini bisa berbentuk perkataan, tulisan perbuatan, danisyarat. Dalam
akad jual beli, misalnya, pernyataan ijab diungkapkan dengan
perkataan “saya jual buku ini dengan harga Rp. 10.000”, dan pihak lainnyamenyatakn
qabul dengan perkataan “saya beli buku ini dengan harga Rp.10.000”. Pernyataan ijab
dan qabul melalui tulisan juga demikian, dan harus memenuhi ketiga syarat yang
dikemukakan di atas.
Dalam pernyataan kehendak untuk melakukan suatu akad melaluitulisan ini, para
ulama membuat suatu kaidah fiqh yang menyatakan bahwa: “Tulisan itu sama dengan
ungkapan lisan” Artinya, pernyataan yang jelasyang dituangkan dalam bentuk tulisan,
kekuatan hukumnya sama denganungkapan langsung melalui lisan.Dalam buku
Panduan Syarikat Takaful Malaysia , dijelaskan tentang rukun akad:8
7
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Media Pratama,2000), hal.100
8
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life And General): Konsep Dua System
Operasional, Cet-1, (Jakarta: Gema Insane Press, 2004), hal.42
9
3. Sighat (ijab dan kabul). Ma`kud `alaihi dalam asuransi konvensionaloleh
ulama dianggap masih gharar, karena akad yang melandasinyaadalah aqdun
muawadotun maliyatun (kontrak pertukaran hartabenda) atau aqd tabaduli
(akad jual beli).
10
KESIMPULAN
11
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life And General): Konsep Dua System
Operasional, Cet-1, (Jakarta: Gema Insane Press, 2004)
12