Anda di halaman 1dari 12

AKAD-AKAD DALAM ASURANSI SYARIAH

Di Susun

Oleh

KELOMPOK : 4

Ana Karnaini
Reka Hernanda
Khalil Sarfandi

MK : Hukum Asuransi Syariah


Prodi : HES
Sem/ Unit : 5/1
Pengasuh : Uswatun Hasanah, MA

SEKOLAH TINGGI ILMU SYARIAH


PTI AL-HILAL SIGLI
2021

1
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Masalah

Kajian masalah akad dalam asuransi syariah termasuk salah satu tema yang
penting untuk dibahas dan diteliti. Karena setiap transaksi dalam islam harus
berdasasrkan akad yang telah ditentukan sebelum terjadinya transaksi. Suatu akad
merupakan ikatan secara hukum yang dilakukan oleh dua atau beberapa pihak yang
sama-sama berkeinginan untuk mengikatkan diri. Kehendak atau keinginan pihak-
pihak yang mengikat diri itu sifatnya tersembunyi dalam hati.

Oleh sebab itu, untuk menyatakan kehendak masing-masing harus diungkapkan


dalam suatu penyataan atau akad. Pernyataan pihak-pihak yang berakad itu disebut
ijab dan qabul. Sedangkan premi adalah kewajiban peserta untuk memberikan dana
kepada perusahaan sesuai dengan kesepakatan dalam akad.

B. Aqad (akad) Dalam Asuransi Syariah

Pengertian akad dan aqad (akad) dalam asuransi syariah

Lafal akad berasal dari lafal arab al-aqd yang berarti perikatan, perjanjian, dan
pemufakatan Al-Ittifaq. Secara terminologi fiqh, akad didefinisikan dengan “pertalian
ijab (peryataan melakukan ikatan) dan qabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai
dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada obyek perikatan.1

Pencantuman kalimat yang sesuai dengan kehendak syariat maksudnya adalah


bahwa seluruh perikatan yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih tidak dianggap sah
apabila tidak sejalan dengan kehendak syara’. Misalnya, kesepakatan untuk
melakukan transaksi riba, menipu orang lain, atau merasmpok kekayaan orang lain.2

Sedangkan pencantuman kalimat “berpengaruh pada obyek perikatan” maksudya


adalah terjadinya perpindahan pemilikan dari satu pihak (yang menyatakan qabul).
Dalam teori hukum kontrak secara syariah (nazarriyati Al-Uqud), setiap terjadi
transaksi maka akan terjadi salah satu dari tiga hal berikut:3

1
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life And General): Konsep Dua System
Operasional, Cet-1, (Jakarta: Gema Insane Press, 2004), hal.38
2
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Media Pratama,2000), hal.97
3
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life And General): Konsep Dua System
Operasional, Cet-1, (Jakarta: Gema Insane Press, 2004), hal.39

2
1. Kontraknya sah
2. Kontraknya fasad, dan
3. Aqadnya batal

Untuk melihat kontrak itu jatuhnya kemana maka perlu diperhatikan instrument nama
dari aqad yang dipakai dan bagaimana aplikasinya.

Az-Zarqa menyatakan bahwa dalam pandangan syara’ suatu akad merupakan


ikatan secara hukum yang dilakukan oleh dua atau beberapa pihak yang sama-sama
berkeinginan untuk mengikatkan diri. Kehendak atau keinginan pihak-pihak yang
mengikatkan diri itu sifatnya tersembunyi dalam hati.Oleh sebab itu, untuk
menyatakan kehendak masing-masing harusdiungkapkan dalam suatu pernyataan.
Pernyataan pihak-pihak yang berakad itu disebut Ijab dan Qabul. Ijab adalah
pernyataan pertama yang dikemukakanoleh salah satu pihak, yang mengandung
keinginannya secara pasti untuk mengikatkan diri. Sedangkan Qabul adalah
pernyataan pihak lain setelah ijab yang menunjukkan persetujuannya untuk
mengikatkan diri.4

Asuransi syariah merupakan praktek tanggung menanggung diantara sesama


peserta. Ketika salah satu peserta mengalami resiko yang dipertanggungkan, maka
akan mendapat klaim yang berasal dari para peserta itu sendiri. Secara umum, ketika
peserta asuransi ikut dalam program perusahaan asuransi syariah akan di berikan
akad, Akad yang diberikan harus sesuai dengan syariah yang tidak mengandung
gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, zhulm (penganiayaan), risywah (suap),
barang haram dan maksiat. Akad tersebut adalah :

1. Akad Tijarah

Akad tijarah adalah akad yang dilakukan untuk tujuan komersial. Bentuk
akadnya menggunakan mudhorobah. Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis
akad tabarru' bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela melepaskan haknya
sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
Akad tijarah ini adalah untuk mengelola uang premi yang telah diberikan kepada
perusahaan asuransi syariah yang berkedudukan sebagai pengelola (Mudorib),
sedangkan nasabahnya berkedudukan sebagai pemilik uang (shohibul mal). Ketika
masa perjanjian habis, maka uang premi yang diakadkan dengan akad tijaroh akan

4
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life And General): Konsep Dua System
Operasional, Cet-1, (Jakarta: Gema Insane Press, 2004), hal.40

3
dikembalikan beserta bagi hasilnya. (Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang
Pedoman Umum Asuransi Syari'ah).

2. Akad Tabarru’

Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan kebajikan
dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial. Kemudian akad dalam
akad tabarru adalah akad hibah dan akad tabarru’ tidak bisa berubah menjadi akad
tijaroh. Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan hibah yang akan digunakan
untuk menolong peserta lain yang terkena musibah. Sedangkan perusahaan bertindak
sebagai pengelola dana hibah. (Fatwa DSN No. 21/DSN-MUI/X/2001 tentang
Pedoman Umum Asuransi Syari'ah).

Akad Tabarru' adalah Akad hibah dalam bentuk pemberian dana dari satu Peserta
kepada Dana Tabarru' untuk tujuan tolong menolong di antara para Peserta, yang
tidak bersifat clan bukan untuk tujuan komersial. (Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha
Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).

Menurut fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 53/DSN-MUI/III/2006 Tentang


Akad Tabarru’ Pada Asuransi Syari’ah menyatakan, bahwa kedudukan para Pihak
dalam akad tabarru’ adalah ;

a. Dalam akad tabarru’ (hibah), peserta memberikan dana hibah yang akan
digunakan untuk menolong peserta atau peserta lain yang tertimpa musibah
b. Peserta secara individu merupakan pihak yang berhak menerima dana tabarru’
(mu’amman/mutabarra’ lahu, dan secara kolektif selaku penanggung
(mu’ammin/mutabarri’)
c. Perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana hibah, atas dasar akad
wakalah dari para peserta selain pengelolaan investasi.

Akad Tobarru' wajib memuat sekurang-kurangnya :

a. kesepakatan para peserta untuk saling tolong menolong (tn'awuni)


b. hak dan kewajiban masing-masing peserta secara individu:
c. hak dan kewajiban peserta secara kolektif dalam kelompok
d. cara dan waktu pembayaran kontribusi dan santunan/ kl aim
e. ketentuan mengenai boleh atau tidaknya kontribusi ditarik kcmbali oleh
peserta dalam hal terjadi pembatalan oleh peserta

4
f. ketentuan mengenai alternatif dan persentase pembagian Surplus
Underwriting;
g. ketentuan lain yang disepakati (Peraturan Menteri Keuangan Nomor
18/PMK.010/2010 Tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha
Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).

Untuk akad tijaroh dan akad tabarru’ ini, ada beberapa akad yang mengkuti dalam
pelaksanaannya. Akad-akad tersebut meliputi :

1) Akad Wakalah bil Ujrah

Akad Wakalah bil Ujrah adalah Akad Tijarah yang memberikan kuasa kepada
Perusahaan sebagai wakil Peserta untuk mengelola Dana Tabarru' dan/ atau Dana
Investasi Peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan dengan imbalan berupa
ujrah (fee). (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang
Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi
dengan Prinsip Syariah).

Akad Wakalah bil Ujrah diperbolehkan dalam praktek asuransi syariah yang
dilakukan antara perusahaan asuransi syariah dan peserta dimana posisi perusahaan
asuransi syariah sebagai pengelola dan mendapatkan fee karena telah mendapatkan
kuasa dari peserta. Menurut fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 52/DSN-
MUI/III/2006Tentang Akad Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi Syari’ah Dan
Reasuransi Syari’ah, objek Wakalah bil Ujrah meliputi antara lain:

a. kegiatan administrasi
b. pengelolaan dana
c. pembayaran klaim
d. underwriting
e. pengelolaan portofolio risiko
f. pemasaran
g. investasi

Akad Wakalnh bil Ujrah wajib memuat sekurang-kurangnya :

a. objek yang dikuasakan pengelolaannya


b. hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta secara individu
sebagai mutoakkil (pemberi kuasa)

5
c. hak dan kewajiban perusahaan sebagai toakil (penerima kuasa) termasuk
kewajiban perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi dalam
kegiatan pengelolaan risiko dan/atau kegiatan pengelolaan nvestasi yang
diakibatkan oleh kesalahan yang disengaja, kelalaian, atau wanprestasi yang
dilakukan perusahaan
d. batasan kuasa atau wewenang yang diberikan peserta kepada perusahaan
e. besaran, cam, dan waktu pemotongan ujrah (fee)
f. ketentuan lain yang disepakati (Peraturan Menteri Keuangan Nomor
18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha
Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).

Kedudukan dan ketentuan para pihak dalam Akad Wakalah bil Ujrah

a. Dalam akad ini, perusahaan bertindak sebagai wakil (yang mendapat kuasa)
untuk mengelola dana
b. Peserta (pemegang polis) sebagai individu, dalam produk saving dan tabarru’,
bertindak sebagai muwakkil (pemberi kuasa) untuk mengelola dana
c. Peserta sebagai suatu badan/kelompok, dalam akun tabarru’ bertindak sebagai
muwakkil (pemberi kuasa) untuk mengelola dana
d. Wakil tidak boleh mewakilkan kepada pihak lain atas kuasa yang
diterimanya, kecuali atas izin muwakkil (pemberi kuasa)
e. Akad Wakalah adalah bersifat amanah (yad amanah) dan bukan tanggungan
(yad dhaman) sehingga wakil tidak menanggung risiko terhadap kerugian
investasi dengan mengurangi fee yang telah diterimanya, kecuali karena
kecerobohan atau wanprestasi.
f. Perusahaan asuransi sebagai wakil tidak berhak memperoleh bagian dari hasil
investasi, karena akad yang digunakan adalah akad Wakalah.. (Fatwa Dewan
Syari’ah Nasional No: 52/DSN-MUI/III/2006Tentang Akad Wakalah Bil
Ujrah Pada Asuransi Syari’ah Dan Reasuransi Syari’ah).

Pengelolaan investasi dana Tabarru' atau dana Investasi peserta dengan Akad
Wakalah bil Ujrah, perusahaan sebagai pengelola tidak berhak mendapatkan bagian
dari hasil investasi tetapi hanya mendapatkan fee.

2) Akad Mudharabah

Akad Mudharabah adalah Akad tijarah yang memberikan kuasa kepada


perusahaan sebagai mudharib untuk mengelola investasi dana tobarru' clan/atau dana
investasi peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan, dengan imbalan

6
berupa bagi hasil (nisbah) yang besarnya telah disepakati sebelumnya. Akad
Mudharabah wajib memuat sekurang-kurangnya :

a. hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta secara individu
sebagai shnhibul mal (pemilik dana)
b. hak dan kewajiban perusahaan sebagai mudharib (pengelola dana)termasuk
kewajiban perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi dalam
kegiatan pengelolaan investasi yang diakibatkan oleh kesalahan yang
disengaja, kelalaian a tau wanprestasi yang dilakukan perusahaan
c. batasan wewenang yang diberikan peserta kepada perusahaan
d. bagi hasil (nisbnh), cara, dan waktu pembagian hasil investasi
e. ketentuan lain yang disepakati (Peraturan Menteri Keuangan Nomor
18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha
suransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).

3) Akad Mudharabah Musytarakah

Akad Mudharabah Musytarakah aclalah Akad Tijarah yang memberikan kuasa


kepada p erusahaan sebagai mudharib untuk mengelola investasi Dana Tabarru' dan/
atau dana Investasi peserta, yang digabungkan dengan kekayaan perusahaan, sesuai
kuasa atau wewenang yang diberikan dengan imbalan berupa bagi hasil (nisbah) yang
besarnya ditentukan berclasarkan komposisi kekayaan yang digabungkan dan telah
disepakati sebelumnya (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010
Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha
Reasuransi dengan Prinsip Syariah).

Di dalam fatwa Dewan Syariah Nasional No: 51/DSN-MUI/III/2006 Tentang


Akad Mudharabah Musytarakah Pada Asuransi Syariah menyebutkan bahwa akad ini
bisa dilakukan oleh perusahaan asuransi syariah karena merupakan bagian dari
mudharabah dan merupakan gabungan dari akad Mudharabah dan Musytarakah.
Akad Mudharabah Musytarakah merupakan akad dimana modal perusahaan asuransi
syariah dan nasabah digabungkan untuk diinvestasikan dan posisi perusahaan
asuransi syariah sebagai pengelola. Akad Mudharabah Musytarakah wajib memuat
sekurang-kurangnya :

a. hak dan kewajiban peserta secara kolektif dan/atau peserta secara individu
sebagai shahibul mal (pemilik dana)
b. hak dan kewajiban perusahaan sebagai mudharib (pengelola dana)termasuk
kewajiban perusahaan untuk menanggung seluruh kerugian yang terjadi dalam

7
kegiatan pengelolaan investasi yang diakibatkan oleh kesalahan yang
disengaja, kelalaian atau wanprestasi yang dilakukan perusahaan
c. batasan wewenang yang diberikan peserta kepada perusahaan
d. cara dan waktu penentuan besar kekayaan peserta dan kekayaan pe rusahaan
bagi hasil (nisbah), cara, dan waktu pembagian hasil investasi
e. ketentuan lain yang disepakati ((Peraturan Menteri Keuangan Nomor
18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha
Asuransi Dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah).

Kedudukan para pihak dalam akad Mudharabah Musytarakah :

a. Dalam akad ini, perusahaan asuransi bertindak sebagai mudharib (pengelola)


dan sebagai musytarik (investor).
b. Peserta (pemegang polis) dalam produk saving, bertindak sebagai shahibul
mal (investor).
c. Para peserta (pemegang polis) secara kolektif dalam produk non saving,
bertidan bisa digunakan untuk produk tabungan maupun non tabungan.ndak
sebagai shahibul mal (investor) (Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 51/DSN-
MUI/III/2006 Tentang Akad Mudharabah Musytarakah Pada Asuransi
Syariah).

C. Akad Dalam Asuransi Konvensional

Dalam asuransi biasa (konvensional) terjadi kerancuan/ketidakjelasan dalam


masalah akad. Pada asuransi konvensional akad yang melandasinya semacam akad
jual beli (Aqd Tabaduli). Karena akadnya adalah akad jual beli,maka syarat-syarat
dalam akad tersebut harus terpenuhi dan tidak melanggar ketentuan-ketentuan
syariah. Syarat-syarat dalam transaksi jual beli adalah adanya penjual, pembeli,
barang yang diperjualbelikan, harga dan akadnya.5

Terdapat perbedaan pendapat para ulama fiqh dalam menentukan rukun suatu akad.
Jumhur ulama fiqh menyatakan rukun akad terdiri atas :6

1. Pernyataan untuk mengikatkan diri (Shighat Al-„Aqd)


2. Pihak-pihak yang berakadn (Al-Muta‟aqidain)
3. Obyek akad (Al-Ma‟qud „Alaih)

5
Sayid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Jilid 12, hal.15
6
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Media Pratama,2000), hal.99

8
Ulama Hanafiyah berpendirian bahwa rukun akad itu hanya satu, yaitu Shighat
Al„Aqd (ijab dan qabul), sedangkan pihak-pihak yang berakad danobyek akad,
menurut mereka, tidak termasuk rukun akad, tetapi termasuk syarat-syarat akad,
karena menurut mereka, yang dikatakan rukun itu adalahsuatu esensi yang berada
dalam akad itu sendiri, sedangkan pihak-pihak yangberakad dan obyek akad berada
diluar esensi akad.

Shighat al-„aqd merupakan rukun akad yang terpenting, karena melaluipernyataan


inilah diketahui maksud setiap pihak yang melakukan akad. Shighat al-„aqd  ini
diwujudkan melalui ijab dan qabul. Dalam kaitannya dengan ijabdan qabul ini, para
lama fiqh mensyaratkan:7

1. Tujuan yang terkandung dalam pernyataan itu jelas, sehingga dapatdipahami


jenis akad, yang dikehendaki, karena akad-akad itu sendiriberbeda dalam
sasaran dan hukumnya
2. Antara ijab dan qabul itu terdapat kesesuaian
3. Pernyataan ijab dan qabul itu mengacu kepada suatu kehendak masing-masing
pihak secara pasti, tidak ragu-ragu.

Ijab dan qabul ini bisa berbentuk perkataan, tulisan perbuatan, danisyarat. Dalam
akad jual beli, misalnya, pernyataan ijab diungkapkan dengan
perkataan “saya jual buku ini dengan harga Rp. 10.000”, dan pihak lainnyamenyatakn
qabul dengan perkataan “saya beli buku ini dengan harga Rp.10.000”. Pernyataan ijab
dan qabul melalui tulisan juga demikian, dan harus memenuhi ketiga syarat yang
dikemukakan di atas.

Dalam pernyataan kehendak untuk melakukan suatu akad melaluitulisan ini, para
ulama membuat suatu kaidah fiqh yang menyatakan bahwa: “Tulisan itu sama dengan
ungkapan lisan” Artinya, pernyataan yang jelasyang dituangkan dalam bentuk tulisan,
kekuatan hukumnya sama denganungkapan langsung melalui lisan.Dalam buku
Panduan Syarikat Takaful Malaysia , dijelaskan tentang rukun akad:8

1. Aqid , yaitu pihak-pihak yang mengadakan Aqd (misalnya Takaful


danpeserta),
2. Ma`kud `alaih yaitu sesuatu yang diakadkan atasnya (barang danbayaran), dan

7
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Media Pratama,2000), hal.100
8
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life And General): Konsep Dua System
Operasional, Cet-1, (Jakarta: Gema Insane Press, 2004), hal.42

9
3. Sighat (ijab dan kabul). Ma`kud `alaihi dalam asuransi konvensionaloleh
ulama dianggap masih gharar, karena akad yang melandasinyaadalah aqdun
muawadotun maliyatun (kontrak pertukaran hartabenda) atau aqd tabaduli
(akad jual beli).

Sementara itu pada asuransi syariah, akad yang melandasinya bukan akad jual


beli (aqd tabaduli), atau akad mu`awadhah sebagaimana halnya pada
asuransi konvensional, tetapi akad tolong menolong (Aqd takafuli),dengan menciptan
instrumen baru untuk menyalurkan dana kebajikan melalui akadtabarru` (hibah).

10
KESIMPULAN

1. Asuransi syariah merupakan praktek tanggung menanggung diantara sesama


peserta. Ketika salah satu peserta mengalami resiko yang dipertanggungkan,
maka akan mendapat klaim yang berasal dari para peserta itu sendiri. Secara
umum, ketika peserta asuransi ikut dalam program perusahaan asuransi
syariah akan di berikan akad, Akad yang diberikan harus sesuai dengan
syariah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba,
zhulm (penganiayaan), risywah (suap), barang haram dan maksiat.
2. Akad tijarah adalah akad yang dilakukan untuk tujuan komersial. Bentuk
akadnya menggunakan mudhorobah. Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi
jenis akad tabarru' bila pihak yang tertahan haknya, dengan rela melepaskan
haknya sehingga menggugurkan kewajiban pihak yang belum menunaikan
kewajibannya.
3. Akad tabarru’ adalah semua bentuk akad yang dilakukan dengan tujuan
kebajikan dan tolong-menolong, bukan semata untuk tujuan komersial. akad
dalam akad tabarru adalah akad hibah dan akad tabarru’ tidak bisa berubah
menjadi akad tijaroh.
4. Akad Wakalah bil Ujrah adalah Akad Tijarah yang memberikan kuasa kepada
Perusahaan sebagai wakil Peserta untuk mengelola Dana Tabarru' dan/ atau
Dana Investasi Peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan dengan
imbalan berupa ujrah (fee).
5. Akad Mudharabah adalah Akad tijarah yang memberikan kuasa kepada
perusahaan sebagai mudharib untuk mengelola investasi dana tobarru'
dan/atau dana investasi peserta, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan,
dengan imbalan berupa bagi hasil (nisbah) yang besarnya telah disepakati
sebelumnya.
6. Akad Mudharabah Musytarakah adalah Akad Tijarah yang memberikan kuasa
kepada perusahaan sebagai mudharib untuk mengelola investasi. Dana
Tabarru' dan/ atau dana Investasi peserta, yang digabungkan dengan kekayaan
perusahaan, sesuai kuasa atau wewenang yang diberikan dengan imbalan
berupa bagi hasil (nisbah).
7. Pada asuransi konvensional akad yang melandasinya semacam akad jual beli
(Aqd Tabaduli). Karena akadnya adalah akad jual beli,maka syarat-syarat
dalam akad tersebut harus terpenuhi dan tidak melanggar ketentuan-ketentuan
syariah. Syarat-syarat dalam transaksi jual beli adalah adanya penjual,
pembeli, barang yang diperjualbelikan, harga dan akadnya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life And General): Konsep Dua System
Operasional, Cet-1, (Jakarta: Gema Insane Press, 2004)

Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Media Pratama,2000)

Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman Umum


Asuransi Syari'ah

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 Tentaang Penerapan Prinsip


Dasar Penyelenggaraan Usaha Suransi Dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip
Syariah.

Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 51/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad


Mudharabah Musytarakah Pada Asuransi Syariah

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Tabarru.

Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 52/DSN-MUI/III/2006Tentang Akad Wakalah


Bil Ujrah Pada Asuransi Syari’ah Dan Reasuransi Syari’ah.

Sayid Sabiq, Fiqhus Sunnah, Jilid 12.

12

Anda mungkin juga menyukai