Anda di halaman 1dari 4

3.

Keuntungan dan Kerugian IB

Menurut Tsuma et al. (2015), Keuntungan IB antara lain:

1. Meningkatkan tingkat perbaikan genetik melalui penggunaan maksimal dari ternak yang
unggul secara genetik.
2. Meningkatkan jumlah ternak yang dapat dikembangbiakkan oleh seekor pejantan, karena
satu ejakulasi dapat diperpanjang menjadi beberapa dosis pembiakan.
3. Menghemat waktu karena peternak sapi tidak perlu lagi mencari atau membawa sapi
pejantan untuk dikawinkan dengan sapi betinanya.
4. IB tidak dibatasi oleh tempat dan waktu. Perkawinan dapat dilakukan pada pagi, siang,
sore bahkan pada malam hari sesuai dengan kondisi optimal keadaan birahi.
5. Mengurangi penularan penyakit reproduksi karena menghindari kontak kelamin dan
mencegah resiko kecelakaan betina kecil pada waktu perkawinan.

Menurut Ismaya (2014), Kerugian IB antara lain :

1. Apabila jumlah pejantan sedikit atau terbatas maka dimungkinkan dalam suatu daerah
bibit sperma beku (frozen semen) yang ada juga terbatas. Bila ini terjadi dalam waktu
yang lama, dapat menyebabkan terjadinya perkawinan keluarga atau inbreeding, sehingga
menyebabkan produktivitas ternaknya menurun.
2. Apabila sapi atau kerbau dara di-IB dengan sperma dari bibit sapi yang bertubuh besar
(secara genetik) maka sering terjadi kesulitan beranak schingga sebaiknya sapi atau
kerbau dara dikawinkan dulu dengan pejantan secara alami dengan jenis ternak yang
sama atau di-IB dengan sperma beku dari jenis tenak yang sama.
3. Jika sperma tercemar dengan bibit penyakit kelamin, akan terjadi penyebaran penyakit
secara cepat dan meluas, Jika inseminator kurang terampil maka akan terjadi
pengulangan IB.
4. Pada kasus induk yang sudah bunting, tetapi masih menunjukkan gejala berahi, apabila
induk tersebut dikawin suntik pada bagian corpus uteri atau lebih dalam lagi dapat terjadi
abortus (abortion).
5. Semakin berkembangnya peternakan sapi perah, sapi potong, kerbau, dan ternak yang
lain di Indonesia, maka semakin diperlukan inseminator yang banyak. Inseminator-
inseminator tersebut harus bermental baik dan bertanggung jawab dalam melaksanakan
tugasnya karena salah satu penyebab gagalnya perkawinan sehingga tidak terjadi
kebuntingan diduga karena inseminator hanya mengejar insentif saja.

7. Sinkronisasi birahi
Sinkronisasi birahi merupakan salah satu teknologi reproduksi yang diterapkan pada
ternak sapi betina dengan tujuan untuk mendapatkan sejumlah ternak yang estrus secara
bersamaan (Saili et al., 2017).
a. Prostaglandin

Gambar …sinkronisasi birahi dengan teknik prostaglandin (Fasseha dan Tadese, 2020).

Satu kali suntikkan prostaglandin : Satu suntikan prostaglandin diberikan kepada betina,
dan kemudian betina ini dibiakkan saat sapi mengalami estrus. Teknik ini dapat dimodifikasi
terlebih dahulu dengan mendeteksi estrus pada sapi-sapi selama 5 hari dan menginseminasi sapi-
sapi yang menunjukkan estrus dan hanya sapi-sapi yang tersisa yang diberikan satu suntikan
Prostaglandin. Dua kali suntikan prostaglandin: Dua suntikan prostaglandin diberikan dengan
selang waktu 10 sampai 14 hari setelah tahap siklus estrus pada sapi tidak diketahui. Deteksi
estrus tidak diperlukan sebelum atau di antara suntikan. Semua sapi harus merespon injeksi
kedua setelah dari tahap siklus estrus saat injeksi pertama diberikan. Teknik ini dapat
dimodifikasi dengan pembiakan semua betina yang menunjukkan estrus setelah injeksi PGF2α
pertama. Kemudian suntikan kedua hanya diberikan kepada betina yang tidak dikawinkan
(Yizengaw, 2017).

b. GnRH

Gambar … sinkronisasi birahi dengan teknik GnRH (Yizengaw, 2017).

Teknik GnRH dengan PGF2α yang mencakup injeksi GnRH (GnRH) kedua yang
diberikan kepada semua, atau beberapa sapi antara 48 dan 72 jam setelah PGF2α (hari ke 2
hingga 3). Ovsynch: Program Ovsynch terdiri dari penyuntikan GnRH pada hari ke-1,
penyuntikan prostaglandin pada hari ke-8, penyuntikan GnRH kedua pada hari ke-10 dan
kemudian waktu inseminasi pada hari ke-11 menunjukkan bahwa angka kebuntingan bervariasi
ketika sapi diinseminasi waktunya pada 0, 8, 16, 24 atau 32 jam setelah injeksi kedua GnRH
dalam program Ovsynch dan tingkat kebuntingan tertinggi (45%) dicapai ketika inseminasi
dilakukan 16 jam setelah injeksi GnRH kedua. CO-Synch: Program CO-Sync terdiri dari injeksi
GnRH pada hari ke-1, injeksi prostaglandin pada hari ke-8 dan kemudian injeksi GnRH kedua
dengan pembiakan pada hari ke-10 (Yizengaw, 2017).

c. Melengesterol asetat (MGA)

Gambar … sinkronisasi birahi dengan teknik Melengesterol asetat (MGA) (Lansford,


2018).

Melengesterol asetat (MGA) yaitu teknik sinkronisasi yang digunakan untuk sinkronisasi
estrus pada sapi. Pemberian pakan MGA pada hari ke-1 sampai ke-14, dilanjutkan dengan
penyuntikan Prostaglandin pada hari ke-33. AI (Artificial insemination) terdeteksi sampai hari
ke-39 (Lansford, 2018). Melengesterol asetat (MGA) ditambahkan ke pakan sehingga betina
menerima 0,5 mg per ekor per hari selama 14 hari. Setelah hari ke-14, betina mulai menunjukkan
estrus. Estrus ini sub-fertil, dan tidak dianjurkan untuk berkembang biak. Betina harus
dikawinkan pada estrus kedua setelah pemindahan Melengesterol asetat (MGA). Pemberian
Melengesterol asetat (MGA) pada tingkat harian yang direkomendasikan 0,5 mg untuk
mencegah perilaku estrus yang berlebih, memblokir lonjakan LH praovulasi dan ovulasi
(Yizengaw, 2017).

d.  Controlled internal drug releasing (CIDR)

Gambar … sinkronisasi birahi dengan CIDR (Lansford, 2018).

Controlled internal drug releasing (CIDR) yaitu teknik sinkronisasi dengan


prostaglandin untuk sapi. Controlled internal drug releasing  (CIDR) ditempatkan di vagina
selama 14 hari, diikuti dengan injeksi Prostaglandin 16 hari kemudian. Sapi dara diberi AI
(Artificial insemination) ± 2 jam setelah Prostaglandin dan diberikan suntikan hormon pelepas
gondadotropin (GnRH) pada AI (Lansford, 2018). Controlled internal drug releasing  (CIDR)
mengandung 1,38 gram progesteron dan dirancang untuk mempertahankan konsentrasi
progesteron darah yang meningkat setidaknya 2 ng/ml hingga 10 hari. Controlled internal drug
releasing  (CIDR) mudah dimasukkan ke dalam vagina dan memiliki kapasitas retensi yang baik
(Yizengaw, 2017).

DAPUS

Fesseha, Haben, and Tadese Degu. 2020. Fesseha, H., & Degu, T. (2020). Estrus detection,
Estrus synchronization in cattle and it’s economic importance. Int. J. Vet. Res. 3(1): 1-5.

Yizengaw, Liuel. 2017. Review on estrus synchronization and its application in cattle. Int. J.
Adv. Res. Biol. Sci. 4(4): 67-76.

Saili, Takdir., La Ode Nafiu, La Ode Baa, Syam Rahadi, Astriana Napirah, Syamsuddin, I
Wayan Sura dan Febiang Lopulalan. 2017. Efektivitas sinkronisasi estrus dan fertilitas
spermatozoa hasil sexing pada sapi Bali di Sulawesi Tenggara. J. Vet. 18(3): 1-7.

Lansford, Alicia Caitlin. 2018. “Supplementation and reproductive strategies for beef females as
part of a May-calving herd in the Nebraska Sandhills”. [Tesis]. University of Nebraska: Lincoln.

Ismaya

Tsuma, V. T., M. S Khan, A. M. Okeyo dan M. N. M. Ibrahim. 2015. A training manual on


artificial insemination in goats. ILRI : Ethiopia.

Anda mungkin juga menyukai