Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh :
Dosen Pengampu:
Dr. Surya Prahara, S.H., M.H
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BUNG HATTA
2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...........................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.........................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan....................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................4
A. Pengertian Illegal Fishing......................................................................................4
B. Saran.....................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................16
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan dua pertiga wilayahnya terdir
i dari perairan laut. Secara geografis, hampir 70% wilayah Indonesia terdiri dari perai
ran yang berpotensi menyimpan kekayaan laut yang luar biasa, mulai dari potensi pe
rikanan, industri maritim, transportasi, wisata bahari mencapai 5,8 juta kilometer per
segi, dengan garis pantai Indonesia yang panjang. mencapai 95.181 km dan luas per
airan 5,8 juta km persegi dan telah diakui dunia memiliki 17.500 pulau, belum diman
faatkan secara optimal, serta laut dangkal yang luasnya 24 juta hektar dan beri. Unda
ng-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan mengatur bahwa pengelolaanny
a harus sesuai dengan kepentingan pembangunan nasional penduduk negara yang be
rsangkutan.
Pengelolaan maritim Indonesia harus mencerminkan deklarasi kedaulatan
nasional yang harus dijaga dan kelestariannya tidak boleh dieksploitasi hanya untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi yang dikuasai oleh pihak-pihak tertentu. yang
merupakan kesatuan geografis dan ekologis dengan segala unsur yang terkait, dan
sistemnya ditentukan oleh norma perundang-undangan dan hukum internasional
yang bertujuan untuk menjadikannya kekuatan ekonomi yang dinamis yang
memerlukan eksploitasi, sehingga kekayaan laut berubah menjadi sumber daya
alam, dan selanjutnya kekayaan alam. sumber daya yang dibudidayakan. Menjadi
salah satu modal kesejahteraan dan kemakmuran rakyat serta pembangunan bangsa
untuk mewujudkan cita-cita nasional.4 Untuk itu dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia, Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 ayat (3) berbunyi
sebagai sebagai berikut: “Bumi, air dan kekayaan alam yang dikandungnya dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. (Jaelani
dan Basuki, 2014).
Penegakan hukum dan peningkatan keselamatan di laut Indonesia (perairan
Indonesia dan zona ekonomi eksklusif) yang luasnya 6 juta km2 (3 kali permukaan
bumi) masih memerlukan perhatian khusus, termasuk termasuk penegakan hukum
dan keamanan di wilayah Indonesia. Jalur Laut Kepulauan (ALKI). Penguatan
1
kapasitas penegakan hukum dan keamanan ini mencakup kerjasama yang erat antara
kegiatan darat, laut dan udara. Upaya peningkatan pengawasan, pengendalian,
pengawasan, serta kegiatan penyidikan dan proses peradilan harus tertata dengan
baik.
Upaya penegakan hukum pemberantasan illegal fishing di Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia Zona Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia, selama ini
Kementerian Kelautan dan Perikanan, aparat tata tertib dan pemerintah daerah
berfungsi secara mandiri. Para pengawas dan penyidik terhadap pencurian ikan
sengaja membiarkan praktek ini karena mereka mendapatkan keuntungan dari
imbalan pelaku pencurian ikan.
Upaya aparat penegak hukum terhadap tindak pidana illegal fishing di Zona
Pengelolaan Perikanan Zona Ekonomi Eksklusif Republik Indonesia erat kaitannya
dengan peraturan perundang-undangan dan kelembagaan penegakan hukum,
sedangkan yang pertama menyangkut peraturan perundang-undangan, sedangkan
yang kedua menyangkut peraturan perundang-undangan. lembaga-lembaga besar,
seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, TNI, Polri, pengadilan dan penjara.
Penegakan hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan
hukum, sedangkan pembangunan hukum itu sendiri merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari pembangunan nasional. integritas moral yang rendah dan kurangnya
sarana dan prasarana yang memadai. Situasi yang kurang menguntungkan ini telah
menyebabkan maraknya illegal fishing di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, zona
pengelolaan perikanan Republik Indonesia, namun kelemahan sistem tersebut tidak
dapat berdiri sendiri, merupakan produk dari integritas moral, karena mereka yang
berpikir sistem yang perlu diperbaiki adalah mereka yang bermoral.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dibahas di atas, maka rumusan
masalah yang didapat adalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan illegal fishing ?
2. Bagaimana pengaturan illegal fishing menurut hukum nasional dan hukum interna
sional?
3. Apa saja faktor-faktor penyebab illegal unreported and unregulated (IUU) fishin
g?
2
4. Apa saja kerugian akibat illegal fishing ?
5. Bagaimana pencegahan dan pemberantasan illegal unreported and unregulated (i
uu) fishing dalam mewujudkan poros maritim ?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang dibahas di atas, maka tujuan penulisan
yang didapat adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian dari illegal fishing.
2. Untuk mengetahui pengaturan illegal fishing menurut hukum nasional dan hukum
internasional.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab illegal unreported and unregulated (IU
U) fishing.
4. Untuk mengetahui kerugian akibat illegal fishing.
5. Untuk mengetahui pencegahan dan pemberantasan illegal unreported and unregul
ated (iuu) fishing dalam mewujudkan poros maritim.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
adalah tindakan penangkapan, penyerangan, penangkapan ikan, illegal fishing
(Pratiwi, 2016).
1. United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 Konvensi Perserikatan
BangsaBangsa (PBB) tentang Hukum Laut Tahun 1982.
2. Food and Agreeculture Organication Compliance Agreement 1993.
3. United Nations Implementing Agreement 1995 Pada intinya UNIA 1995.
4. Code of Conduct For Responsible Fisheries 1995.
5. International Plan of Action to Prevent, Deter and Elimination Illegal, Unrefortet
and Unregulated Fishing 2001 (IPO on IUU Fishing 2001).
5
2. UU RI No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia.
3. UU RI No. 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran
4. UU RI No. 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia
5. UU RI No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Penenggelaman kapal asing merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah
Indonesia untuk menggagalkan dan memberantas illegal fishing. UU RI No 31
Tahun 2004 tentang Penangkapan Ikan, dan juga diatur dalam pasal 45 Undang-
Undang Republik Indonesia No 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana. Kebijakan penenggelaman kapal asing yang melakukan illegal fishing
merupakan tindakan khusus pemusnahan barang bukti. Pemusnahan tersebut dapat
dilakukan dengan cara menenggelamkan, membakar, menenggelamkan dan meledak.
Tindak pidana penangkapan ikan juga diatur dalam KUHP atau KUHP, yaitu
dalam buku II KUHP bab XXIX yang berkaitan dengan delik maritim (438479), dan
dalam buku III yang berkaitan dengan delik, atau dalam bab IX yang berkaitan
dengan pelanggaran navigasi (60569). Akan tetapi, pasal 103 KUHP mengatur
bahwa ketentuan Bab I sampai dengan VIII KUHP dapat diterapkan terhadap
perbuatan-perbuatan yang menurut undang-undang atau peraturan lain diancam
dengan hukum pidana, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Jika suatu
perbuatan termasuk dalam aturan pidana umum, dan juga termasuk dalam aturan
pidana khusus, maka hanya aturan pidana khusus yang dapat dijatuhkan oleh
pelakunya, sesuai dengan pasal 63 ayat 2 KUHP. diatur di luar KUHP, yaitu undang-
undang RI. 45 tahun 2009. Adapun pemidanaan pelaku illegal fishing dapat dilakuka
n melalui dua cara, yakni: 1
1. Sanksi dengan fasilitas penal diatur dalam pasal 93, pasal 94, pasal 94A, pasal 100
A undang-undang RI No. 45 Tahun 2009 dan UU RI No. 31 tahun 2004 tentang
perikanan. Sesuai dengan ketentuan tersebut, pelaku kegiatan illegal fishing
diancam dengan sanksi pidana, seperti denda atau kurungan, sesuai dengan Pasal
64 dan 85 UU No. 45 Tahun 2009 dan UU RI No. 31 Tahun 2004. Adapun pelaku
illegal fishing diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun sampai
dengan paling lama 10 tahun selain denda Rp10.000.000.000,00 Ada juga
ketentuan lain yang diatur dalam pasal 93 pasal 94 dan pasal 94A UU RI 45/2009
1
Suka’arsana, I Komang.(2018). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencurian Ikan.Jurnal Huku
m Pidana dan Pembangunan Hukum,1 (1), 1-5, h.3.
6
dan UU RI no. 31 Tahun 2004, yang mengatur bahwa setiap orang yang
mengangkut atau menangkap ikan tanpa dilengkapi SIUP, 24 SIPI 25 dan SIKPI
26 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun sampai paling lama 7
tahun dengan pidana denda paling sedikit Rp 1.500.000.000. dan paling banyak
Rp20.000.000.000.Adapun ketentuan bagi nakhoda yang tidak memiliki izin
pelayaran tetapi mengemudikan kapal pengangkut dan penangkap ikan, diancam
dengan pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 200.000.000.
2. Pemidanaan dengan cara non-pidana, yaitu dengan pengenaan kebijakan sosial
yang diintegrasikan ke dalam pembangunan hukum nasional dengan penerapan
tindakan khusus oleh kapal patroli RI, dengan bukti awal kapal dibakar dan/atau
ditenggelamkan.
C. Proses Faktor-Faktor Penyebab Illegal Unreported And Unregulated (IUU)
Fishing
Terdapat beberapa faktor penyebab yang sangat penting untuk dikaji sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum dan dapat dijadikan sebagai tolak ukur bagi
penegak hukum untuk melakukan tindakan preventif dan represif dalam
pemberantasan penyakit illegal fishing, faktor penyebab tersebut adalah:
1. Tingkat Konsumsi Ikan Global Yang Semakin Meningkat
Ikan mengandung sumber protein yang sangat besar dan tidak
mengandung terlalu banyak lemak yang berbahaya bagi tubuh manusia, sehingga
ikan ini banyak diburu oleh konsumen di Indonesia dan di seluruh dunia hingga
lebih dari 1,2 juta ton sejalan dengan pertumbuhan Penduduk Indonesia yang
mencapai 1,34% per tahun. Dengan demikian, persentase kenaikan nilai impor
ikan dalam negeri sebesar 12,51% (2004-2005), jauh di bawah rata-rata nilai
ekspor ikan yang hanya 1,6%.66 Angka yang menunjukkan peningkatan
konsumsi ikan masyarakat Indonesia saat ini dengan pola konsumsi ikan yang
semakin meningkat yang telah mencapai kisaran 26 kg/kapita/tahun. Sementara
itu, di tingkat global, FAO memperkirakan peningkatan konsumsi ikan terus
meningkat Angka ini didasarkan pada pertumbuhan penduduk dunia (1,8% per
tahun) dan peningkatan konsumsi ikan dunia yang telah mencapai 19
kg/penduduk/tahun. Tidak dapat dipungkiri bahwa selama 8 tahun ke depan
jumlah ikan dan hasil laut akan meningkat sebesar 50 juta ton.
7
Sementara itu, ketersediaan sumber daya perikanan dunia mengalami
defisit hingga 910 juta ton per tahun, sehingga dengan meningkatnya konsumsi
ikan di dunia akan menyebabkan krisis ikan di lautan, terutama tidak adanya
Langkah antisipasi yang dilakukan oleh negara-negara di dunia, begitu juga di
Indonesia, belum ada langkah konkrit untuk mengantisipasi krisis ikan, sehingga
sangat memicu praktik illegal fishing di perairan Indonesia yang seharusnya
masih memiliki sumber daya ikan yang melimpah.
2. Sumber Daya Ikan di Negara Lain Semakin Berkurang
Pesatnya perkembangan teknologi dalam beberapa dekade terakhir telah
mempengaruhi stok ikan di laut internasional, seiring dengan kemajuan teknologi
yang digunakan oleh nelayan telah meningkatkan jumlah tangkapan ikan yang
sangat besar, sehingga produksi ikan menipis karena ketidakseimbangan antara
tangkapan dan pemulihan. . Publikasi Food and Agriculture Organization (FAO)
2007 menunjukkan bahwa sekitar 52 persen stok ikan laut dunia telah
dieksploitasi secara penuh, artinya sekitar 52 persen stok ikan laut dunia telah
dimanfaatkan sepenuhnya. Laporan FAO juga menyatakan bahwa sekitar 17
persen dari penangkapan ikan dunia telah. Memang, dalam publikasi Journal of
Science pada November 2006, disebutkan bahwa jika pertumbuhan eksploitasi
sumber daya perikanan seperti sekarang ini, diperkirakan penangkapan ikan
komersial global akan "runtuh" pada tahun 2050.
Penurunan industri perikanan saat ini tercermin dalam penurunan sekitar
13% dalam produksi ikan dunia antara tahun 1994 dan 2003. Namun, pada saat
itu, banyak kapal yang lebih besar dan teknologi baru digunakan dalam industri
perikanan. karena negara-negara dengan teknologi maju pernah mengalami krisis
ikan di lautnya sedangkan kebutuhan ikan laut di negara-negara maju tersebut
sangat tujuan ekspansinya ilegal dan tidak memenuhi syarat di Indonesia.
3. Sumber Daya Ikan di Negara Lain Semakin Berkurang
Penangkapan ikan secara ilegal oleh kapal asing di Indonesia sudah
menjadi fakta. Dalam laporan Food and Agriculture Organization of the United
Nations (FAO), The State of World Fisheries and Aquaculture 2014, Indonesia
tidak termasuk dalam 10 besar negara pengekspor ikan. , Norwegia, Thailand,
Vietnam, Amerika Serikat, Cile, Kanada, Denmark, Spanyol, dan Belanda. Pada
8
2012, ekspor Thailand senilai $ 8,07 miliar, dan Vietnam $ 6,27 miliar. nilai
ekspor ikan dan udang Indonesia.
Merujuk data Badan Pusat Statistik yang dihimpun Kementerian
Perdagangan, nilai ekspor ikan, termasuk udang, dari Indonesia pada 2012 hanya
US$2,75 miliar. Pada 2013, nilai ekspornya US$ 2,85 miliar. Pada September
2014, nilai ekspor hanya $2,26 miliar. Data menunjukkan bahwa industri
perikanan Indonesia “disalahgunakan” dengan mempromosikan ekspor, kegiatan
ekonomi, kesejahteraan masyarakat dan martabat bangsa. Industri perikanan
"dijajah" oleh praktik illegal fishing. .Menteri Kelautan dan Perikanan Susi
Pudjiastuti mengungkapkan isu illegal fishing seperti gunung es. Apa yang kita
lihat sejauh ini hanyalah permukaan. atau berupa perahu nelayan. Menurut
laporan FAO, di 54 negara yang diteliti, kerugian praktik illegal, unreported and
unregulated (IUU) fishing diperkirakan 11 juta 26 juta ton ikan senilai 10 miliar
dan 23 miliar dolar AS Jumlah tangkapan ikan yang tidak dilaporkan dari
Indonesia diperkirakan mencapai 1,5 juta ton per tahun.Belum ada angka pasti
nilai kerugian akibat praktik IUU di Indonesia. Kerugian diperkirakan lebih dari
100.000 miliar rupee per tahun.
4. Lemahnya Pengawasan Aparat di Laut Indonesia
Kurang tanggapnya petugas yang terpaksa mengawasi laut Indonesia
menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi maraknya kasus illegal fishing
yang terjadi saat ini di perairan Indonesia, padahal Indonesia memiliki banyak
peraturan perundang-undangan. dan urusan maritim. Salah satu upaya pemantauan
pemerintah adalah Vessel Monitoring System (VMS) yaitu sistem pemantauan
kapal penangkap ikan dengan pemancar yang berfungsi untuk memantau proses
penangkapan ikan yang dilakukan di perairan Indonesia Pengawasan VMS
Mekanisme penangkapan ikan secara ilegal dengan modus kerjasama dengan
pihak berwenang di sekitar perairan Sulawesi Utara dilakukan di darat melalui
bantuan satelit yang memantau kegiatan Menurut Direktur Jenderal Pengawasan
dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen P2SDKP) DKP,
yang menyatakan VMS dapat mengatasi sekitar 50 persen masalah terkait sistem
illegal fishing. pemilik kapal penangkap ikan, yang menjadi tujuan utama
dibentuknya VMS.Pada 2010, hanya 1.339 unit pemancar dengan tambahan
9
kapasitas 3.055 unit yang terpasang, sehingga masih ada 1.716 kapal yang belum
memasang pemancar.
11
Di dalam UNCLOS 1982 dijelaskan hak dan yurisdiksi negara pantai di ZEE
meliputi:
UNCLOS 1982 tidak mengatur IUU fishing. Wacana illegal fishing muncul
bersama sebagai bagian dari praktik IUU fishing di forum CCAMLR (Commission
for Conservation of Atlantic Living Resources) pada 27 Oktober 7 November 1997.
IUU fishing dapat dikategorikan dalam tiga kelompok:
1. Illegal Fishing, yaitu kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di wilayah perairan
atau di ZEE suatu negara, atau tanpa izin dari negara tersebut;
2. Unregulated fishing, atau kegiatan penangkapan ikan di perairan teritorial atau di
ZEE suatu negara yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku di negara
tersebut; dan
3. Unreported fishing, yaitu kegiatan penangkapan ikan di perairan teritorial atau di
ZEE suatu negara yang tidak dilaporkan, baik operasinya maupun data kapal dan
kapalnya.
Praktik IUU Fishing terjadi di wilayah laut yang berdaulat dan berada di
ZEE. Hal ini dilakukan oleh kapal-kapal yang mengibarkan bendera Negara pantai
yang bersangkutan atau oleh kapal-kapal yang mengibarkan bendera asing. Meski
tidak mengatur IUU fishing, namun terkait dengan penegakan hukum di laut, aturan
umum UNCLOS 1982, baik di wilayah laut yang berada di bawah kedaulatan suatu
negara maupun di ZEE. perairan atau perairan kepulauan suatu negara, oleh karena
itu sesuai dengan kedaulatan yang diberikan oleh Pasal 2 UNCLOS 1982, Negara
pantai dapat menerapkan semua standar hukumnya serta hukum pidana terhadap
kapal, dengan ketentuan pelanggaran tersebut berdampak pada garis pantai negara
12
pantai atau mengganggu keamanan negara pantai sebagaimana dipersyaratkan oleh
Pasal 27 (1) UNCLOS 1982.Namun, jika unsur-unsur Pasal 27 (1) UNCLOS 1982
tidak terpenuhi, Negara pantai tidak dapat menerapkan yurisdiksi pidananya terhadap
kapal atau perairan kepulauan itu (yang memenuhi ketentuan Pasal 27 (1)) yang
merupakan perwujudan yurisdiksi teritorialitas.
1. Dilakukan oleh orang asing atau oleh kapal di perairan di bawah yurisdiksi suatu
negara tanpa izin dari negara tersebut atau bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Bertentangan dengan hukum nasional yang berlaku atau kewajiban internasional.
13
3. Dilakukan oleh kapal yang mengibarkan bendera suatu negara yang menjadi
anggota organisasi pengelolaan perikanan regional tetapi beroperasi dengan cara
yang tidak sesuai dengan ketentuan konservasi dan pengelolaan yang diterapkan
oleh organisasi tersebut atau dengan ketentuan hukum internasional yang berlaku.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penangkapan ikan secara ilegal dalam peraturan yang ada merupakan
“kejahatan” atau “pelanggaran” sebagaimana diatur dalam UU No. 31 tahun 2004
tentang undang-undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan tentang Perubahan UU
No. Untuk kepentingan umum, pemerintah harus membangun dasar hukum yang
kuat untuk menindak perusahaan-perusahaan yang terlibat illegal fishing.
15
B. Saran
Saran saya dalam hal ini adalah pemerintah harus membuat sebuah formulasi hukum
yang bisa menundukkan korporasi sebagai tersangka, terdakwa, dan menjatuhkan
sanksi pidana.
DAFTAR PUSTAKA
Haryanto & Setiyono, Joko. (2017). Kebijakan Penenggelaman Kapal Asing Pelaku Ille
gal Fishing Oleh Pemerintah Indonesia Dalam Persfektif Hukum Pidana Internasi
onal. Jurnal Law Reform, 13 (1), 70-85.
Indra, Mexsasai. (2013). Urgensi Pengelolaan Wilayah Perbatasan Dalam Kaitannya de
ngan Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.Jurnal Selat, 1 (1), 13-18.
Isnurhadi, M. Rizqi. (2017). Sekuritisasi Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUU
F) di Perairan Indonesia di Era Pemerintahan Joko Widodo. Jurnal Hubungan Inte
rnasional,10(2), 13-27.
Kasijan Romimohtarto, "Pengelolaan Pemanfaatan Kekayaan Hayati dan Nabati di Pera
iran Indonesia"., Seminar Hukum Nasional Kelima Tahun 1990., BPHN, Jakarta,
1991.
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Laporan Kementerian Kelaut
an dan Perikanan Republik Indonesia Tahun 2014, Jakarta: Sekretaris Jenderal K
KP RI, 2014.
Kurnia, Ida. (2008). Penerapan Unclos 1982 Dalam Ketentuan Perundang—Undangan
Nasional, Khususnya Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Jurnal Hukum Prioris, 2
(1), 42-49.
Marlina dan Faisal Riza, Aspek Hukum Peran Masyarakat dalam Mencegah Tindak Pid
ana Perikanan, Jakarta: PT. SOFMEDIA, 2013.
Pudjiastuti, Susi. (2015). Fisheries Crime as Transnational Organized Crime.Makalah di
sampaikan pada Pertemuan di Singapura.
16
RAHMAH, “Penyelesaian Hukum dalam Tindak Pidana Perikanan Yang Dilakukan ole
h Warga Negara Asing (Studi kasus No. 584/Pid.B/2007/PN.Mdn)”, Skripsi, Faku
ltas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan 2009.
Risnain, M. (2017).Rekonsepsi Model Pencegahan dan Pemberantasan Illegal Fishing d
i Indonesia. Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, 4(2),Hal 379-398.
Suka’arsana, I Komang. (2018). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencurian
Ikan. Jurnal Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum, 1 (1), Hal 1-5.
Suka’arsana, I Komang.(2018). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencurian
Ikan.Jurnal Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum,1 (1), 1-5, Hal.3.
Wisnu Arya Wardana, Dampak Pencemaran Lingkungan, Yogyakarta: Andi Offset,198
5.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Jo. Undang-Undang 45 Tahun 2009 tentang Pe
rikanan.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Jo. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tent
ang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
17