Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENGARUH IUU FISHING DALAM MEMBANGUN POROS


MARITIM INDONESIA

Oleh :

Gilang Rizki Ramadhan 2010012111276

Dosen Pengampu:
Dr. Surya Prahara, S.H., M.H

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BUNG HATTA
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.........................................................................................1

B. Rumusan Masalah..................................................................................................2

C. Tujuan Penulisan....................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................4
A. Pengertian Illegal Fishing......................................................................................4

B. Pengaturan Illegal Fishing Menurut Hukum Nasional Dan Hukum Internasional 5

C. Proses Faktor-Faktor Penyebab Illegal Unreported And Unregulated (IUU)


Fishing...........................................................................................................................7

D. Kerugian Akibat Illegal Fishing...........................................................................10

E. Pencegahan Dan Pemberantasan Illegal Unreported And Unregulated (IUU)


Fishing Dalam Mewujudkan Poros Maritim...............................................................11

BAB III PENUTUP..............................................................................................................15


A. Kesimpulan...........................................................................................................15

B. Saran.....................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................16

i
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan dua pertiga wilayahnya terdir
i dari perairan laut. Secara geografis, hampir 70% wilayah Indonesia terdiri dari perai
ran yang berpotensi menyimpan kekayaan laut yang luar biasa, mulai dari potensi pe
rikanan, industri maritim, transportasi, wisata bahari mencapai 5,8 juta kilometer per
segi, dengan garis pantai Indonesia yang panjang. mencapai 95.181 km dan luas per
airan 5,8 juta km persegi dan telah diakui dunia memiliki 17.500 pulau, belum diman
faatkan secara optimal, serta laut dangkal yang luasnya 24 juta hektar dan beri. Unda
ng-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan mengatur bahwa pengelolaanny
a harus sesuai dengan kepentingan pembangunan nasional penduduk negara yang be
rsangkutan.
Pengelolaan maritim Indonesia harus mencerminkan deklarasi kedaulatan
nasional yang harus dijaga dan kelestariannya tidak boleh dieksploitasi hanya untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi yang dikuasai oleh pihak-pihak tertentu. yang
merupakan kesatuan geografis dan ekologis dengan segala unsur yang terkait, dan
sistemnya ditentukan oleh norma perundang-undangan dan hukum internasional
yang bertujuan untuk menjadikannya kekuatan ekonomi yang dinamis yang
memerlukan eksploitasi, sehingga kekayaan laut berubah menjadi sumber daya
alam, dan selanjutnya kekayaan alam. sumber daya yang dibudidayakan. Menjadi
salah satu modal kesejahteraan dan kemakmuran rakyat serta pembangunan bangsa
untuk mewujudkan cita-cita nasional.4 Untuk itu dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia, Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 ayat (3) berbunyi
sebagai sebagai berikut: “Bumi, air dan kekayaan alam yang dikandungnya dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. (Jaelani
dan Basuki, 2014).
Penegakan hukum dan peningkatan keselamatan di laut Indonesia (perairan
Indonesia dan zona ekonomi eksklusif) yang luasnya 6 juta km2 (3 kali permukaan
bumi) masih memerlukan perhatian khusus, termasuk termasuk penegakan hukum
dan keamanan di wilayah Indonesia. Jalur Laut Kepulauan (ALKI). Penguatan

1
kapasitas penegakan hukum dan keamanan ini mencakup kerjasama yang erat antara
kegiatan darat, laut dan udara. Upaya peningkatan pengawasan, pengendalian,
pengawasan, serta kegiatan penyidikan dan proses peradilan harus tertata dengan
baik.
Upaya penegakan hukum pemberantasan illegal fishing di Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia Zona Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia, selama ini
Kementerian Kelautan dan Perikanan, aparat tata tertib dan pemerintah daerah
berfungsi secara mandiri. Para pengawas dan penyidik terhadap pencurian ikan
sengaja membiarkan praktek ini karena mereka mendapatkan keuntungan dari
imbalan pelaku pencurian ikan.
Upaya aparat penegak hukum terhadap tindak pidana illegal fishing di Zona
Pengelolaan Perikanan Zona Ekonomi Eksklusif Republik Indonesia erat kaitannya
dengan peraturan perundang-undangan dan kelembagaan penegakan hukum,
sedangkan yang pertama menyangkut peraturan perundang-undangan, sedangkan
yang kedua menyangkut peraturan perundang-undangan. lembaga-lembaga besar,
seperti Kementerian Kelautan dan Perikanan, TNI, Polri, pengadilan dan penjara.
Penegakan hukum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan
hukum, sedangkan pembangunan hukum itu sendiri merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari pembangunan nasional. integritas moral yang rendah dan kurangnya
sarana dan prasarana yang memadai. Situasi yang kurang menguntungkan ini telah
menyebabkan maraknya illegal fishing di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, zona
pengelolaan perikanan Republik Indonesia, namun kelemahan sistem tersebut tidak
dapat berdiri sendiri, merupakan produk dari integritas moral, karena mereka yang
berpikir sistem yang perlu diperbaiki adalah mereka yang bermoral.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dibahas di atas, maka rumusan
masalah yang didapat adalah sebagai berikut.
1. Apa yang dimaksud dengan illegal fishing ?
2. Bagaimana pengaturan illegal fishing menurut hukum nasional dan hukum interna
sional?
3. Apa saja faktor-faktor penyebab illegal unreported and unregulated (IUU) fishin
g?
2
4. Apa saja kerugian akibat illegal fishing ?
5. Bagaimana pencegahan dan pemberantasan illegal unreported and unregulated (i
uu) fishing dalam mewujudkan poros maritim ?

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah yang dibahas di atas, maka tujuan penulisan
yang didapat adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian dari illegal fishing.
2. Untuk mengetahui pengaturan illegal fishing menurut hukum nasional dan hukum
internasional.
3. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab illegal unreported and unregulated (IU
U) fishing.
4. Untuk mengetahui kerugian akibat illegal fishing.
5. Untuk mengetahui pencegahan dan pemberantasan illegal unreported and unregul
ated (iuu) fishing dalam mewujudkan poros maritim.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Illegal Fishing.

1. Menurut Undang-undang (UU)


Acuan larangan ketika illegal fishing dalam undang-undang yaitu sebagai
berikut :
Dalam ketentuan pasal 29 ayat 2 UU No. 31 Tahun 2004 tentang
Penangkapan Ikan, disebutkan bahwa orang perseorangan atau badan hukum
asing dapat masuk ke wilayah ZEE Indonesia untuk melakukan kegiatan
penangkapan ikan berdasarkan perjanjian internasional atau ketentuan hukum
internasional.
Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Penangkapan Ikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, dan lebih khusus lagi: “Setiap orang
dilarang menangkap dan/atau membudidayakan ikan dengan menggunakan bahan
kimia, bahan hayati, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang
dapat merusak dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya perikanan
dan/atau lingkungannya di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia
2. Menurut Literatur
Sedangkan menurut Qodir dan Udiyo Basuki (2014), illegal fishing secara
sederhana berarti bahwa penangkapan ikan dilakukan dengan melanggar aturan
yang ada, atau kegiatan penangkapan ikan dapat dianggap ilegal jika ada
aturannya, namun dalam praktiknya aturan tersebut tidak benar-benar ada.
terapan. di lapangan menunjukkan bahwa kegiatan illegal fishing merupakan
kegiatan yang melanggar aturan konstitusi dan hukum adat.
3. Menurut Istilah Populer
Illegal fishing merupakan istilah populer yang digunakan untuk menyebut
tindak pidana di bidang penangkapan ikan. Seperti apa bentuk-bentuk yang dapat
dicirikan sebagai tindak pidana illegal fishing, hal ini perlu dikaji lebih lanjut,
karena istilah ini tidak disebutkan dalam UU Perikanan. , yaitu dalam bahasa
Inggris.Illegal fishing berasal dari kata illegal yang berarti ilegal atau tidak
resmi.Fancing adalah nama yang berarti memancing.Sedangkan illegal fishing

4
adalah tindakan penangkapan, penyerangan, penangkapan ikan, illegal fishing
(Pratiwi, 2016).

B. Pengaturan Illegal Fishing Menurut Hukum Nasional Dan Hukum


Internasional
Penangkapan ikan ilegal adalah dua kata dalam bahasa Inggris, ilegal dan
memancing. Kata “ilegal” secara terminologi diartikan sebagai sesuatu yang
dilarang, digagalkan dan melawan hukum, sedangkan kata “ikan” berarti ikan dan
“memancing” berarti menangkap atau menangkap ikan sebagai sarana penghidupan.
Dengan demikian, ilegal penangkapan ikan adalah kegiatan penangkapan ikan oleh
nelayan yang dilakukan secara tidak bertanggung jawab dengan melanggar
peraturan perundang-undangan yang berlaku. potensi kerusakan ekosistem laut.
Illegal, unreported and illegal fishing dikenal dengan IUU (Illegal, Undeclared dan
Unregulated) yang bertentangan atau mengelak dari undang-undang yang berkaitan
dengan konservasi dan pengelolaan perikanan nasional dan internasional.

Penyebab terjadinya illegal fishing disebabkan oleh beberapa hal, yaitu;


peningkatan permintaan produk perikanan di pasar lokal dan global, subsidi untuk
sektor penangkapan ikan yang kelebihan kapasitas, berkurangnya kapasitas negara
untuk mengendalikan kapal penangkap ikan dan kontrol dan pengawasan kegiatan
penangkapan ikan yang tidak efektif. Peraturan yang berkaitan dengan penangkapan
Illegal Fishing menurut hukum internasional meliputi:

1. United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 Konvensi Perserikatan
BangsaBangsa (PBB) tentang Hukum Laut Tahun 1982.
2. Food and Agreeculture Organication Compliance Agreement 1993.
3. United Nations Implementing Agreement 1995 Pada intinya UNIA 1995.
4. Code of Conduct For Responsible Fisheries 1995.
5. International Plan of Action to Prevent, Deter and Elimination Illegal, Unrefortet
and Unregulated Fishing 2001 (IPO on IUU Fishing 2001).

Menurut hukum nasional atau hukum di Indonesia, pengaturan terkait Illegal


Fishing yaitudiantaranya:

1. UURI No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.

5
2. UU RI No. 5 tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia.
3. UU RI No. 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran
4. UU RI No. 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia
5. UU RI No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Penenggelaman kapal asing merupakan salah satu bentuk upaya pemerintah
Indonesia untuk menggagalkan dan memberantas illegal fishing. UU RI No 31
Tahun 2004 tentang Penangkapan Ikan, dan juga diatur dalam pasal 45 Undang-
Undang Republik Indonesia No 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana. Kebijakan penenggelaman kapal asing yang melakukan illegal fishing
merupakan tindakan khusus pemusnahan barang bukti. Pemusnahan tersebut dapat
dilakukan dengan cara menenggelamkan, membakar, menenggelamkan dan meledak.
Tindak pidana penangkapan ikan juga diatur dalam KUHP atau KUHP, yaitu
dalam buku II KUHP bab XXIX yang berkaitan dengan delik maritim (438479), dan
dalam buku III yang berkaitan dengan delik, atau dalam bab IX yang berkaitan
dengan pelanggaran navigasi (60569). Akan tetapi, pasal 103 KUHP mengatur
bahwa ketentuan Bab I sampai dengan VIII KUHP dapat diterapkan terhadap
perbuatan-perbuatan yang menurut undang-undang atau peraturan lain diancam
dengan hukum pidana, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Jika suatu
perbuatan termasuk dalam aturan pidana umum, dan juga termasuk dalam aturan
pidana khusus, maka hanya aturan pidana khusus yang dapat dijatuhkan oleh
pelakunya, sesuai dengan pasal 63 ayat 2 KUHP. diatur di luar KUHP, yaitu undang-
undang RI. 45 tahun 2009. Adapun pemidanaan pelaku illegal fishing dapat dilakuka
n melalui dua cara, yakni: 1
1. Sanksi dengan fasilitas penal diatur dalam pasal 93, pasal 94, pasal 94A, pasal 100
A undang-undang RI No. 45 Tahun 2009 dan UU RI No. 31 tahun 2004 tentang
perikanan. Sesuai dengan ketentuan tersebut, pelaku kegiatan illegal fishing
diancam dengan sanksi pidana, seperti denda atau kurungan, sesuai dengan Pasal
64 dan 85 UU No. 45 Tahun 2009 dan UU RI No. 31 Tahun 2004. Adapun pelaku
illegal fishing diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun sampai
dengan paling lama 10 tahun selain denda Rp10.000.000.000,00 Ada juga
ketentuan lain yang diatur dalam pasal 93 pasal 94 dan pasal 94A UU RI 45/2009
1
Suka’arsana, I Komang.(2018). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencurian Ikan.Jurnal Huku
m Pidana dan Pembangunan Hukum,1 (1), 1-5, h.3.
6
dan UU RI no. 31 Tahun 2004, yang mengatur bahwa setiap orang yang
mengangkut atau menangkap ikan tanpa dilengkapi SIUP, 24 SIPI 25 dan SIKPI
26 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun sampai paling lama 7
tahun dengan pidana denda paling sedikit Rp 1.500.000.000. dan paling banyak
Rp20.000.000.000.Adapun ketentuan bagi nakhoda yang tidak memiliki izin
pelayaran tetapi mengemudikan kapal pengangkut dan penangkap ikan, diancam
dengan pidana penjara 1 tahun dan denda Rp 200.000.000.
2. Pemidanaan dengan cara non-pidana, yaitu dengan pengenaan kebijakan sosial
yang diintegrasikan ke dalam pembangunan hukum nasional dengan penerapan
tindakan khusus oleh kapal patroli RI, dengan bukti awal kapal dibakar dan/atau
ditenggelamkan.
C. Proses Faktor-Faktor Penyebab Illegal Unreported And Unregulated (IUU)
Fishing
Terdapat beberapa faktor penyebab yang sangat penting untuk dikaji sebagai
bagian dari upaya penegakan hukum dan dapat dijadikan sebagai tolak ukur bagi
penegak hukum untuk melakukan tindakan preventif dan represif dalam
pemberantasan penyakit illegal fishing, faktor penyebab tersebut adalah:
1. Tingkat Konsumsi Ikan Global Yang Semakin Meningkat
Ikan mengandung sumber protein yang sangat besar dan tidak
mengandung terlalu banyak lemak yang berbahaya bagi tubuh manusia, sehingga
ikan ini banyak diburu oleh konsumen di Indonesia dan di seluruh dunia hingga
lebih dari 1,2 juta ton sejalan dengan pertumbuhan Penduduk Indonesia yang
mencapai 1,34% per tahun. Dengan demikian, persentase kenaikan nilai impor
ikan dalam negeri sebesar 12,51% (2004-2005), jauh di bawah rata-rata nilai
ekspor ikan yang hanya 1,6%.66 Angka yang menunjukkan peningkatan
konsumsi ikan masyarakat Indonesia saat ini dengan pola konsumsi ikan yang
semakin meningkat yang telah mencapai kisaran 26 kg/kapita/tahun. Sementara
itu, di tingkat global, FAO memperkirakan peningkatan konsumsi ikan terus
meningkat Angka ini didasarkan pada pertumbuhan penduduk dunia (1,8% per
tahun) dan peningkatan konsumsi ikan dunia yang telah mencapai 19
kg/penduduk/tahun. Tidak dapat dipungkiri bahwa selama 8 tahun ke depan
jumlah ikan dan hasil laut akan meningkat sebesar 50 juta ton.

7
Sementara itu, ketersediaan sumber daya perikanan dunia mengalami
defisit hingga 910 juta ton per tahun, sehingga dengan meningkatnya konsumsi
ikan di dunia akan menyebabkan krisis ikan di lautan, terutama tidak adanya
Langkah antisipasi yang dilakukan oleh negara-negara di dunia, begitu juga di
Indonesia, belum ada langkah konkrit untuk mengantisipasi krisis ikan, sehingga
sangat memicu praktik illegal fishing di perairan Indonesia yang seharusnya
masih memiliki sumber daya ikan yang melimpah.
2. Sumber Daya Ikan di Negara Lain Semakin Berkurang
Pesatnya perkembangan teknologi dalam beberapa dekade terakhir telah
mempengaruhi stok ikan di laut internasional, seiring dengan kemajuan teknologi
yang digunakan oleh nelayan telah meningkatkan jumlah tangkapan ikan yang
sangat besar, sehingga produksi ikan menipis karena ketidakseimbangan antara
tangkapan dan pemulihan. . Publikasi Food and Agriculture Organization (FAO)
2007 menunjukkan bahwa sekitar 52 persen stok ikan laut dunia telah
dieksploitasi secara penuh, artinya sekitar 52 persen stok ikan laut dunia telah
dimanfaatkan sepenuhnya. Laporan FAO juga menyatakan bahwa sekitar 17
persen dari penangkapan ikan dunia telah. Memang, dalam publikasi Journal of
Science pada November 2006, disebutkan bahwa jika pertumbuhan eksploitasi
sumber daya perikanan seperti sekarang ini, diperkirakan penangkapan ikan
komersial global akan "runtuh" pada tahun 2050.
Penurunan industri perikanan saat ini tercermin dalam penurunan sekitar
13% dalam produksi ikan dunia antara tahun 1994 dan 2003. Namun, pada saat
itu, banyak kapal yang lebih besar dan teknologi baru digunakan dalam industri
perikanan. karena negara-negara dengan teknologi maju pernah mengalami krisis
ikan di lautnya sedangkan kebutuhan ikan laut di negara-negara maju tersebut
sangat tujuan ekspansinya ilegal dan tidak memenuhi syarat di Indonesia.
3. Sumber Daya Ikan di Negara Lain Semakin Berkurang
Penangkapan ikan secara ilegal oleh kapal asing di Indonesia sudah
menjadi fakta. Dalam laporan Food and Agriculture Organization of the United
Nations (FAO), The State of World Fisheries and Aquaculture 2014, Indonesia
tidak termasuk dalam 10 besar negara pengekspor ikan. , Norwegia, Thailand,
Vietnam, Amerika Serikat, Cile, Kanada, Denmark, Spanyol, dan Belanda. Pada

8
2012, ekspor Thailand senilai $ 8,07 miliar, dan Vietnam $ 6,27 miliar. nilai
ekspor ikan dan udang Indonesia.
Merujuk data Badan Pusat Statistik yang dihimpun Kementerian
Perdagangan, nilai ekspor ikan, termasuk udang, dari Indonesia pada 2012 hanya
US$2,75 miliar. Pada 2013, nilai ekspornya US$ 2,85 miliar. Pada September
2014, nilai ekspor hanya $2,26 miliar. Data menunjukkan bahwa industri
perikanan Indonesia “disalahgunakan” dengan mempromosikan ekspor, kegiatan
ekonomi, kesejahteraan masyarakat dan martabat bangsa. Industri perikanan
"dijajah" oleh praktik illegal fishing. .Menteri Kelautan dan Perikanan Susi
Pudjiastuti mengungkapkan isu illegal fishing seperti gunung es. Apa yang kita
lihat sejauh ini hanyalah permukaan. atau berupa perahu nelayan. Menurut
laporan FAO, di 54 negara yang diteliti, kerugian praktik illegal, unreported and
unregulated (IUU) fishing diperkirakan 11 juta 26 juta ton ikan senilai 10 miliar
dan 23 miliar dolar AS Jumlah tangkapan ikan yang tidak dilaporkan dari
Indonesia diperkirakan mencapai 1,5 juta ton per tahun.Belum ada angka pasti
nilai kerugian akibat praktik IUU di Indonesia. Kerugian diperkirakan lebih dari
100.000 miliar rupee per tahun.
4. Lemahnya Pengawasan Aparat di Laut Indonesia
Kurang tanggapnya petugas yang terpaksa mengawasi laut Indonesia
menjadi salah satu faktor yang melatarbelakangi maraknya kasus illegal fishing
yang terjadi saat ini di perairan Indonesia, padahal Indonesia memiliki banyak
peraturan perundang-undangan. dan urusan maritim. Salah satu upaya pemantauan
pemerintah adalah Vessel Monitoring System (VMS) yaitu sistem pemantauan
kapal penangkap ikan dengan pemancar yang berfungsi untuk memantau proses
penangkapan ikan yang dilakukan di perairan Indonesia Pengawasan VMS
Mekanisme penangkapan ikan secara ilegal dengan modus kerjasama dengan
pihak berwenang di sekitar perairan Sulawesi Utara dilakukan di darat melalui
bantuan satelit yang memantau kegiatan Menurut Direktur Jenderal Pengawasan
dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen P2SDKP) DKP,
yang menyatakan VMS dapat mengatasi sekitar 50 persen masalah terkait sistem
illegal fishing. pemilik kapal penangkap ikan, yang menjadi tujuan utama
dibentuknya VMS.Pada 2010, hanya 1.339 unit pemancar dengan tambahan

9
kapasitas 3.055 unit yang terpasang, sehingga masih ada 1.716 kapal yang belum
memasang pemancar.

5. Lemahnya Penegakan Hukum di Laut Indonesia


Laut Indonesia yang menguasai hampir 75% wilayah kedaulatan Indonesia
saat ini masih dipandang sebelah mata oleh semua pihak, buktinya penegakan
hukum masih lemah dan ada juga wilayah laut yang belum pernah tersentuh TNI
AL dan Perairan. Polisi. Patroli menyebabkan kejahatan yang tidak terkendali di
laut Indonesia dan membuka peluang bagi pelaku illegal fishing untuk bebas
melakukan kejahatan di laut Indonesia. Pasal 85 juncto Pasal 101 Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2004 tentang Penangkapan Ikan secara tegas menyatakan bahwa
pelaku penangkapan ikan secara ilegal dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 tahun. 103 kasus pidana di industri perikanan dengan berbagai bentuk
delik. Paradoksnya, hanya 77 kasus yang dibawa ke pengadilan, sehingga
terkesan kurang profesionalisme para pejabat untuk menanganinya.

D. Kerugian Akibat Illegal Fishing


Setiap kejahatan pasti menghasilkan kerugian yang berdampak pada seluruh
bidang kehidupan, negara, masyarakat dan lingkungan laut menjadi korban langsung
illegal fishing. orang-orang Indonesia.

1. Merusak Kelestarian Ikan di Laut Indonesia


Intinya, praktik penangkapan ikan yang saat ini tidak dilaporkan atau salah
dilaporkan, ikan yang tidak dilaporkan dan praktik penangkapan ikan yang tidak
diatur akan menimbulkan masalah kritis bagi keberlanjutan ikan Indonesia, yaitu
masalah keakuratan data stok ikan yang tersedia. tidak tepat, hampir dapat
dipastikan bahwa pengelolaan perikanan akan tidak tepat dan mengancam
keberlanjutan stok ikan nasional dan global.
2. Merugikan Ekonomi Negara
Secara nasional negara merupakan pihak yang dirugikan langsung oleh
adanya kejahatan illegal fishing ini. Berdasarkan Laporan Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) kerugian negara dari sektor kelautan dan perikanan diperkirakan
kerugian negara dari IUU Fishing sebesar Rp 300 Triliun setiap Tahun.
10
3. Kerusakan Lingkungan
Dalam prakteknya para pelaku illegal fishing tidak segan-segan
menggunakan alat tangkap atau fish aggregating device (rumpon) yang dapat
merusak lingkungan laut (destructive fishing), misalnya penangkapan ikan
dengan bom ikan, penggunaan racun sianida, anestesi dan penggunaan Persik. alat
tangkap seperti kapal pukat (trawler), tidak mengetahui bahwa perikanan ini akan
memanfaatkan habitat laut sebagai tempat hidup dan berkembang biaknya ikan.
4. Illegal Fishing Melanggar Kedaulatan Indonesia
Dalam kebanyakan kasus illegal fishing yang terjadi di Indonesia,
pelanggaran kedaulatan negara Indonesia dilakukan oleh semua pelaku illegal
fishing dari negara-negara tersebut di atas, nelayan asing melanggar batas
wilayah kedaulatan Indonesia tanpa izin, memasuki laut Indonesia dan mencuri
ikan kekayaan Indonesia. Penegakan hukum Indonesia harus ditegakkan untuk
menjaga kedaulatan Indonesia agar tidak diserbu oleh negara-negara yang
bermaksud menerbangkan barang milik negara.Karena tindakan tersebut
merupakan bentuk kejahatan yang melanda perairan Indonesia.

E. Pencegahan Dan Pemberantasan Illegal Unreported And Unregulated (IUU)


Fishing Dalam Mewujudkan Poros Maritim
The United Nations Convention on the Law of the Sea, 1982 (UNCLOS
1982) secara garis besar membedakan wilayah laut menjadi dua kategori wilayah laut
di mana negara-negara dapat menegakkan hukumnya terhadap penangkapan ikan
IUU, yaitu wilayah laut yang berdaulat dan wilayah laut di mana suatu negara
memiliki yurisdiksi. yurisdiksi. Wilayah laut yang tunduk pada kedaulatan negara
pantai/kepulauan adalah perairan pedalaman dan laut teritorial atau perairan
kepulauan dan laut teritorial. Sedangkan wilayah laut tempat suatu negara
pantai/kepulauan memiliki hak dan yurisdiksi berdaulat adalah ZEE dan landas
kontinen Wilayah ZEE memiliki status hukum sui generis (unik/berbeda) Keunikan
terletak pada adanya hak dan kewajiban negara pantai dan negara ZEE
lainnya.Berbeda dengan laut teritorial, di mana negara pantai memiliki kedaulatan,
negara pantai hanya memiliki hak berdaulat di ZEE, yang terbatas pada eksplorasi
dan eksploitasi sumber daya laut, hayati dan nonhayati.

11
Di dalam UNCLOS 1982 dijelaskan hak dan yurisdiksi negara pantai di ZEE
meliputi:

1. Eksplorasi dan eksploitasi sumber daya kelautan (hayati-non hayati).


2. Membuat dan memberlakukan peraturan perundang-undangan yang berkaitan den
gan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya kelautan
3. Pembangunan pulau buatan dan instalasi permanen lainnya.
4. Mengadakan penelitian ilmiah kelautan.

UNCLOS 1982 tidak mengatur IUU fishing. Wacana illegal fishing muncul
bersama sebagai bagian dari praktik IUU fishing di forum CCAMLR (Commission
for Conservation of Atlantic Living Resources) pada 27 Oktober 7 November 1997.
IUU fishing dapat dikategorikan dalam tiga kelompok:

1. Illegal Fishing, yaitu kegiatan penangkapan ikan secara ilegal di wilayah perairan
atau di ZEE suatu negara, atau tanpa izin dari negara tersebut;
2. Unregulated fishing, atau kegiatan penangkapan ikan di perairan teritorial atau di
ZEE suatu negara yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku di negara
tersebut; dan
3. Unreported fishing, yaitu kegiatan penangkapan ikan di perairan teritorial atau di
ZEE suatu negara yang tidak dilaporkan, baik operasinya maupun data kapal dan
kapalnya.

Praktik IUU Fishing terjadi di wilayah laut yang berdaulat dan berada di
ZEE. Hal ini dilakukan oleh kapal-kapal yang mengibarkan bendera Negara pantai
yang bersangkutan atau oleh kapal-kapal yang mengibarkan bendera asing. Meski
tidak mengatur IUU fishing, namun terkait dengan penegakan hukum di laut, aturan
umum UNCLOS 1982, baik di wilayah laut yang berada di bawah kedaulatan suatu
negara maupun di ZEE. perairan atau perairan kepulauan suatu negara, oleh karena
itu sesuai dengan kedaulatan yang diberikan oleh Pasal 2 UNCLOS 1982, Negara
pantai dapat menerapkan semua standar hukumnya serta hukum pidana terhadap
kapal, dengan ketentuan pelanggaran tersebut berdampak pada garis pantai negara

12
pantai atau mengganggu keamanan negara pantai sebagaimana dipersyaratkan oleh
Pasal 27 (1) UNCLOS 1982.Namun, jika unsur-unsur Pasal 27 (1) UNCLOS 1982
tidak terpenuhi, Negara pantai tidak dapat menerapkan yurisdiksi pidananya terhadap
kapal atau perairan kepulauan itu (yang memenuhi ketentuan Pasal 27 (1)) yang
merupakan perwujudan yurisdiksi teritorialitas.

Walaupun dampak illegal fishing sangat penting bagi Indonesia, namun


sampai saat ini istilah ini belum banyak dikenal masyarakat luas, berbeda dengan
tindak pidana illegal logging26 atau korupsi27 yang lebih dikenal masyarakat luas.
yang kemudian menjadi istilah populer di media massa dan akan menjadi firma
hukum yang menarik bagi para aktivis lingkungan. Diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia, kata illegal berarti pelanggaran dan kata fishing berarti menangkap ikan.
Oleh karena itu, dari sisi bahasa, illegal fishing diartikan sebagai pelanggaran
penangkapan ikan atau lebih populer dalam pengertian illegal fishing.

Undang-undang Perikanan Nomor 31 Tahun 2004 menyatakan bahwa


penangkapan ikan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan dari
perairan yang tidak dalam keadaan budidaya dengan cara atau cara apapun, termasuk
kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan,
mendinginkan, menangani. , mengerjakan dan/atau mengolah atau menyimpan ikan
Illegal Fishing adalah segala bentuk kegiatan penangkapan ikan yang melanggar
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 dan peraturan perundang-undangan
lainnya serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Illegal fishing dalam pengaturannya sering disandingkan dengan delik


penangkapan lainnya yaitu unreported and unregulated fishing (IUU) yang secara
harfiah dapat diartikan sebagai illegal fishing, kegiatan penangkapan ikan yang tidak
diatur oleh peraturan yang ada atau kegiatannya tidak dilaporkan ke perikanan yang
ada. lembaga atau lembaga pengelola. Dengan kata lain, illegal fishing adalah
penangkapan ikan yang termasuk dalam kategori berikut:

1. Dilakukan oleh orang asing atau oleh kapal di perairan di bawah yurisdiksi suatu
negara tanpa izin dari negara tersebut atau bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Bertentangan dengan hukum nasional yang berlaku atau kewajiban internasional.
13
3. Dilakukan oleh kapal yang mengibarkan bendera suatu negara yang menjadi
anggota organisasi pengelolaan perikanan regional tetapi beroperasi dengan cara
yang tidak sesuai dengan ketentuan konservasi dan pengelolaan yang diterapkan
oleh organisasi tersebut atau dengan ketentuan hukum internasional yang berlaku.

Indonesia telah memiliki beberapa peraturan perundang-undangan sebagai


landasan hukum untuk pencegahan dan pemberantasan illegal fishing di Indonesia,
yaitu Undang-Undang Teritorial Laut dan Lingkungan Maritim tahun 1939
(Territorial Zee en Maritime Kringen Ordonantie, Stbl. 1939 n°442), 30 UU no. 17
Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea
(UNCLOS), Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1983 tentang
Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Republik Indonesia
Nomor 21 Tahun 1992 tentang Navigasi, 33 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, 34 Undang-Undang No. 31 2004
jo UU no. 45 Tahun 2009 tentang undang-undang n. Perusahaan dan Perikanan
Republik Indonesia Nomor 2/PERMENKP/2015 tentang Larangan Penggunaan
Pukat dan Pukat Ikan (purse seine) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik
Indonesia.

Walaupun Indonesia telah memiliki dan meratifikasi peraturan perundang-


undangan tentang illegal fishing, namun pada kenyataannya masih banyak terjadi
kasus illegal fishing di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari perkembangan
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPP) negara tersebut. KP Tahun 2005,
berdasarkan data Kementerian Kelautan Perikanan (KKP), KP sektor PNBP
mencapai Rp293,91 miliar, sedangkan pada 2007 hanya mencapai Rp134,63 miliar,
turun sekitar 54,2 persen. . Selama periode 2007-2011, GNPP sektor KP rata-rata
mengalami peningkatan sebesar 12,1 persen. . 37 Fluktuasi tersebut disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain praktik illegal, unreported and unregulated fishing (IUU
fishing).Pada 2012, Badan Audit Suprema (BPK) memperkirakan bahwa hilangnya
keadaan perikanan IUU adalah Rp. 300 Triliun.

14
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Penangkapan ikan secara ilegal dalam peraturan yang ada merupakan
“kejahatan” atau “pelanggaran” sebagaimana diatur dalam UU No. 31 tahun 2004
tentang undang-undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan tentang Perubahan UU
No. Untuk kepentingan umum, pemerintah harus membangun dasar hukum yang
kuat untuk menindak perusahaan-perusahaan yang terlibat illegal fishing.

Pencegahan dan pemberantasan illegal fishing sebagai upaya membangun


poros maritim merupakan pendekatan yang sudah lama didengungkan. 1939
(Territorial Zee en Maritime Kringen Ordonantie, Stbl. 1939 no. 442), Undang-
undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on
the Law of the Sea (UNCLOS), Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun
1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, Undang-Undang Republik
Indonesia n. 21 tahun 1992 tentang navigasi, Undang-Undang Republik Indonesia n.
6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, UU No. 31 Tahun 2004. Peraturan Menteri
Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 2/PERMEN-KP/2015 tentang
Larangan Penggunaan Pukat dan Pukat Cincin di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Republik Indonesia.
Dampak negatif yang paling serius adalah rusaknya habitat dan ekosistem
laut, termasuk illegal fishing yang disertai dengan perusakan lingkungan laut,
melalui bom ikan, trawling atau penggunaan racun sianida. , yang akan berdampak
besar bagi lingkungan bumi dan perubahan iklim global.

15
B. Saran
Saran saya dalam hal ini adalah pemerintah harus membuat sebuah formulasi hukum
yang bisa menundukkan korporasi sebagai tersangka, terdakwa, dan menjatuhkan
sanksi pidana.

DAFTAR PUSTAKA

Haryanto & Setiyono, Joko. (2017). Kebijakan Penenggelaman Kapal Asing Pelaku Ille
gal Fishing Oleh Pemerintah Indonesia Dalam Persfektif Hukum Pidana Internasi
onal. Jurnal Law Reform, 13 (1), 70-85.
Indra, Mexsasai. (2013). Urgensi Pengelolaan Wilayah Perbatasan Dalam Kaitannya de
ngan Kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.Jurnal Selat, 1 (1), 13-18.
Isnurhadi, M. Rizqi. (2017). Sekuritisasi Illegal, Unreported, Unregulated Fishing (IUU
F) di Perairan Indonesia di Era Pemerintahan Joko Widodo. Jurnal Hubungan Inte
rnasional,10(2), 13-27.
Kasijan Romimohtarto, "Pengelolaan Pemanfaatan Kekayaan Hayati dan Nabati di Pera
iran Indonesia"., Seminar Hukum Nasional Kelima Tahun 1990., BPHN, Jakarta,
1991.
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, Laporan Kementerian Kelaut
an dan Perikanan Republik Indonesia Tahun 2014, Jakarta: Sekretaris Jenderal K
KP RI, 2014.
Kurnia, Ida. (2008). Penerapan Unclos 1982 Dalam Ketentuan Perundang—Undangan
Nasional, Khususnya Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Jurnal Hukum Prioris, 2
(1), 42-49.
Marlina dan Faisal Riza, Aspek Hukum Peran Masyarakat dalam Mencegah Tindak Pid
ana Perikanan, Jakarta: PT. SOFMEDIA, 2013.
Pudjiastuti, Susi. (2015). Fisheries Crime as Transnational Organized Crime.Makalah di
sampaikan pada Pertemuan di Singapura.

16
RAHMAH, “Penyelesaian Hukum dalam Tindak Pidana Perikanan Yang Dilakukan ole
h Warga Negara Asing (Studi kasus No. 584/Pid.B/2007/PN.Mdn)”, Skripsi, Faku
ltas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan 2009.
Risnain, M. (2017).Rekonsepsi Model Pencegahan dan Pemberantasan Illegal Fishing d
i Indonesia. Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, 4(2),Hal 379-398.
Suka’arsana, I Komang. (2018). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencurian
Ikan. Jurnal Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum, 1 (1), Hal 1-5.
Suka’arsana, I Komang.(2018). Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencurian
Ikan.Jurnal Hukum Pidana dan Pembangunan Hukum,1 (1), 1-5, Hal.3.
Wisnu Arya Wardana, Dampak Pencemaran Lingkungan, Yogyakarta: Andi Offset,198
5.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Jo. Undang-Undang 45 Tahun 2009 tentang Pe
rikanan.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Jo. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tent
ang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

17

Anda mungkin juga menyukai