Anda di halaman 1dari 50

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.Pengaturan Tenaga Kerja Asing di Indonesia

A. Dasar Hukum Peraturan Tenaga Kerja Asing di Indonesia

Perlu diketahui bahwa UU RI No.13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan adalah induk dari semua peraturan di bidang

ketenagakerjaan yang ada di Indonesia dan juga UU Ketengakerjaan ini juga

berlaku bagi tenaga kerja asing. Selama tenaga kerja asing tersebut bekerja

dan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain di wilayah negara

Indonesia, maka tenaga kerja asing juga bisa disebut buruh/pekerja dan

ketentuan UU Ketenagakerjaan Indonesia berlaku bagi tenaga kerja asing

pula.

Peraturan-peraturan yang menjadi landasan atau dasar hukum

penggunaan Tenaga Kerja Asing di Indonesia dari waktu ke waktu

diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1958 tentang Penempatan Tenaga

Kerja Asing (UU 3/1958) berlaku hingga tahun 1969.

2. Undang-Undang RI Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-

Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja berlaku hingga tahun 1997.

3. Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan

berlaku hingga tahun 1998.

4. Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 1998 tentang Perubahan UU RI

No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenagakerjaan berlaku hingga tahun 2003.

31
5. Undang-Undang RI No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU

13/2003); Undang-Undang ini merupakan katentuan pokok yang berisi

pengaturan secara menyeluruh serta komprehensif dibidang

ketenagakerjaan dan masih berlaku hingga saat ini.

6. Keputusan Presiden RI Nomor 23 Tahun 1974 tentang Pembatasan

Penggunaan Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang berlaku

hingga tahun 1995.

7. Keputusan Presiden RI Nomor 75 Tahun 1995 tentang Penggunaan

Tenaga Kerja Warga Negara Asing Pendatang (Keppres No.75/1995)

berlaku hingga tahun 2003.

8. Perpres RI Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja

Asing serta Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja

Pendamping berlaku hingga sekarang.

9. Kepmenakertrans RI Nomor 228/Men/2003 tentang Tata Cara

Pengesahan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing

(Kepmenakertrans No. 228/Men/2003) berlaku hingga tahun 2004.

10. Kepmenakertrans RI Nomor 20/Men/III/2004 tentang Tata Cara

Memperoleh Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing

(Kepmenakertrans No. 20/Men/III/2004) berlaku hingga tahun 2008.

11. Permenakertrans RI Nomor 02/Men/XII/2004 tentang Pelaksanaan

Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja bagi Tenaga Kerja Asing berlaku

hingga tahun 2014.

32
12. Permenakertrans RI Nomor Per-07/Men/IV/2006 tentang

Penyederhanaan Prosedur Memperoleh IMTA (Permenakertrans No.

Per-07/Men/IV/2006) berlaku hingga tahun 2008.

13. Permenakertrans RI Nomor Per-15/Men/IV/2006 tentang Perubahan

atas Permenakertrans Nomor Per-07/Men/IV/2006 tentang

Penyederhanaan Prosedur Memperoleh IMTA (Permankertrans No.

Per-15/Men/IV/2006) berlaku hingga tahun 2008.

14. Permenaker RI Nomor Per.02/Men/III/2008 tentang Tata Cara

Penggunaan TKA (Permenakertrans No. Per.02/Men/III/2008). Berlaku

hingga tahun 2013.

15. Permenaker RI Nomor 12 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penggunaan

Tenaga Kerja Asing berlaku hingga tahun 2015

16. Permenaker RI Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan

Tenaga Kerja Asing masih berlaku hingga sekarang.

17. Permenaker RI Nomor 35 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Permen

Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja

Asing masih belaku hingga sekarang.

18. Perpres RI Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja

Asing masih berlaku hingga sekarang.

B. Kontrak Kerja / Perjanjian Kerja

Di Indonesia tenaga kerja asing hanya diperbolehkan mendapatkan

kontrak kerja dalam waktu tertentu atau biasa disebut PKWT ( Perjanjian

Kerja Waktu Tertentu ). Tenaga kerja asing dapat dipekerjakan di Indonesia

hanya dalam hubungan kerja untuk jabatan tertentu dan waktu tertentu

33
( Pasal 42 ayat (4) UU Ketenagakerjaan ). Perjanjian kerja harus dibuat

dalam bentuk tertulis ( Pasal 51 ayat (1) UU ketenagakerjaan ). Tujuan

PKWT dibuat secara tertulis adalah untuk memberikan kepastian hukum

kepada para pihak dalam perjanjian kerja selain itu juga untuk

mengantisipasi apabila terjadi perselisihan dimasa yang akan datang.

Dalam Pasal 59 ayat (1) UU Ketenagakerjaan menetapkan kategori

pekerjaan PKWT adalah pekerjaan sekali selesai atau pekerjaan yang

sifatnya sementara, pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya tidak

terlalu lama dan paling lama adalah tiga tahun, pekerjaan yang bersifat

musiman, pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru.

Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya

harus memuat nama serta alamat perusahaan dan jenis usaha, nama, jenis

kelamin, umur dan alamat buruh/pekerja, jabatan dan jenis pekerjaan,

tempat pekerjaan, besarnya upah dan cara pembayarannya, syarat-syarat

kerja yang memuat hak dan kewajiaban pengusaha dan pekerja/buruh, mulai

dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja, tempat dan tanggal waktu

peerjanjian kerja dibuat, tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana di maksud dalam

Pasal 54 Ayat (1) huruf e dan f tidak boleh bertentangan dengan peraturan

perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan

yang berlaku ( Pasal 54 ayat (2) UU Ketenagakerjaan ).

PKWT dapat diperpanjang atau diperbaharui dengan ketentuan yaitu

PKWT yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk

34
paling lama dua tahun dan hanya dapat diperpanjang satu kali untuk jangka

waktu paling lama satu tahun dan pemabaharuan PKWT hanya dapat

diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu tiga puluh hari berakhirnya

PKWT lama, pembaharuan PKWT ini hanya boleh dilakukan satu kali dan

paling lama dua tahun.

Ada ketentuan khusus mengenai PKWT bagi tenaga kerja asing

yang pertama kontrak kerja yang diberikan bisa lebih dari tiga tahun bahkan

bisa diberikan kontrak selama 5 tahun hal ini diatur dalam Peraturan Menteri

Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. 16 Tahun 2015 mengenai RPTKA

( Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing ) dan dapat diperpanjang satu

kali. selain itu tenaga kerja asing juga secara mutlak tidak boleh menduduki

posisi personalian dalam perusahaan ( Pasal 46 Angka 1 UU

Ketengakerjaan ). Kemudian pemberi kerja TKA wajib memberi

melaporkan pelaksanaan penggunaan TKA setiap 1 tahun sekali ( Pasal 30

ayat (1) Perpres 20 Tahun 2018 ).

C. Peraturan Perusahaan

Peraturan perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis

oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan

( Pasal 1 Angka 20 UU Ketenagakerjaan ). Pengusaha yang ingin

memperkerjakan pekerja/buruh sekurang-kurangnya sepuluh orang wajib

membuat peraturan perusahaan yang mulai berlaku setelah disahakan oleh

menteri atau pejabat yang ditunjuk ( Pasal 108 ayat (1) UU

Ketenagakerjaan ). Kewajiban membuat peraturan perusahaan tidaak

35
berlaku bagi perusahaan yang memiliki perjanjian bersama ( Pasal 108 ayat

(2) UU Ketenagakerjaan ).

Penetapan atau pemberlakuan peraturan perusahaan diatur dalam

Pasal 108 UU Ketenagakerjaan. Dalam pasal ini menyatakan bahwa

peraturan perusahaan wajib dibuat oleh pengusaha yang memperkerjakan

pekerja sekurang-kurangnya 10 orang, kecuali jika perusahaan tersebut

mempunyai perjanjian kerja bersama. Peraturan perusahaan memiliki masa

berlaku dua tahun dan setiap dua tahun harus diajukan persetujuannya

kepada departemen tenaga kerja.

Hal-hal yang setidaknya harus dimuat dalam peraturan perusahaan

adalah hak dan kewajiban perusahaan, hak dan kewajiban pekerja/buruh,

syarat-syarat kerja, tata tertib perusahaan. dan jangka waktu berlakunya

peraturan perusahaan. masa berlaku peraturan perusahaan paling lama 2

tahun dan wajib diperbaharui setelah habis masa berlakunya ( Pasal 111 ayat

(3) UU Ketenagakerjaan )

Pengesahan peraturan perusahaan disahkan oleh menteri atau

pejabat yang ditunjuk dan harus sudah harus diberikan 30 hari kerja sejak

naskah peraturan perusahaan diterima ( Pasal 112 Angka (1) UU

Ketenagakerjaan ). Pengusaha wajib memberitahukan dan menjelaskan isi

serta memberikan naskah peraturan perusahaan atau perubahannya kepada

pekera/buruh ( Pasal 114 UU Ketenagakerjaan ).

36
D. Upah

Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam

bentuk yang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada

pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian

kerja, kesepakatan atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan

bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau jasa yang

telah atau akan dilakukan ( Pasal 1 Angka 30 UU Ketenagakerjaan ). Untuk

mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan untuk

melindungi pekerja/buruh ( Pasal 88 ayat (2) UU Ketenagakerjaan ).

Kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (2) UU Ketenagakerjaan

meliputi upah minimum, upah kerja lembur, upah tidak masuk kerja karena

berhalangan, upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain diluar

pekerjaannya, upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya,

bentuk dan cara pembayaran upah, denda dan potongan upah, hal-hal yang

dapat diperhitungkan dengan upah, struktur dan skala pengupahan yang

proposional, upah untuk pembayaran pesangon dan upah untuk perhitungan

pajak penghasilan ( Pasal 88 UU Ketenagakerjaan ). Pemberi keja dilarang

membayar upah lebih rendah dari upah minimum ( Pasal 90 ayat (1) UU

Ketenagakerjaan ).

Pengaturan pengupaha yang ditetapkan atas kesepakatan antara

pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh

37
lebih rendah dan ketentuan pengupahan yang ditetapkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku ( Pasal 91 UU Ketenagakerjaan ).

Pengusaha wajib membayar upah apabila pekerja atau buruh sakit

sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan, pekerja perempuan yang sakit

pada hari pertama dan kedua masa haidnya sehingga tidak dapat melakukan

pekerjaan, pekerja tidak masuk bekerja karena menikah, menikahkan,

mengkhitankan, membaptis anaknya, istri melahirkan atau keguguran

kandungan, suami atau istri atau anak atau menantu atau orang tua atau

mertua atau anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia.

E. Jam kerja, Lembur, Cuti dan Hari Libur

1. Jam Kerja

Berdasarkan UU Ketenagakerjaan waktu kerja karyawan di

perusahaan tidak boleh lebih dari 40 jam kerja dalam satu minggu / 8

jam per hari dengan 5 hari kerja dalam satu minggu ( tidak termasuk jam

istirahat makan siang ) atau jam kerja tersebut dapat diubah menjadi 7

jam kerja dalam perhari dengan 6 hari kerja dalam 1 minggu. ( Pasal 77

ayat (2) UU Ketenagakerjaan ).

Meskipun pengaturan waktu kerja telah definit diatur dalam UU

Ketenagakerjaan, namun perusahaan masih dapat memperkerjakan

karyawannya lebih dari waktu kerja diatas. mempekerjakan pekerja

lebih dari waktu kerja yang seharusnya merupakan pekerjaan lembur,

dan untuk melaksanakannya perusahaan terlebih dahulu harus

memperoleh persetujuan dari pekerja. Dalam praktek, biasanya

38
pekerjaan lembur diberikan berdasarkan surat perintah lembur dari

perusahaan yang ditandatangani oleh pekerja sebagai bentuk

persetujuannya.

Di dalam jam kerja juga harus ada istirahat harian. Istirahat

harian merupakan waktu istirahat setiap hari kerja yang diberikan

kepada karyawan diantara jam kerja. Waktu istirahat harian itu

diberikan minimal setengah jam setelah pekerja bekerja selama minimal

4 jam secara terus menerus. Waktu istirahat harian tidak termasuk dalam

perhitungan jam kerja.

2. Lembur

Lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 jam sehari untuk 6

hari kerja dan 40 jam dalam seminggu atau 8 jam sehari untuk 6 hari

kerja dan 40 jam seminggu atau waktu kerja pada hari istirahat

mingguan dan atau pada hari libur resmi yang ditetapkan pemerintah

Lebih lanjut di dalam UU Ketenagakerjaan juga mengatur

pengusaha yang memperkejakan pekerja atau buruh melebihi jam kerja

harus memenuhi syarat yaitu ada persetujuan pekerja/buruh yang

bersangkutan dan waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling

banyak tiga jam dalam satu hari dan empat belas jam dalam satu minggu

( Pasal 78 ayat (1) UU Ketenagakerjaan ).

3. Cuti

Pemberi kerja/pengusaha wajib memberikan cuti kepada

pekerjanya ( Pasal 79 ayat (1) UU Ketenagakerjaan ). Cuti diberikan

39
minimal sebanyak 12 hari apabila pekera sudah bekerja sekurang-

kurangnya 12 bulan secara terus menerus ( Pasal 79 ayat (2) UU

Ketenagakerjaan ). Mengenai pelaksanaan cuti, pekerja dapat

mengambil/mengajukan cuti sesuai dengan perjanjian kerja, perjanjian

kerja bersama atau sesuai dengan peraturan perusahaan ( Pasal 79 ayat

(3) UU Ketenagakerjaan ). Peraturan mengenai pengambilan cuti

masing-masing perusahaan berbeda sesuai dengan perjanjian kerja atau

peeraturan perusahaan. Setiap perusahaan memiliki aturan yang

berbeda-beda.

Di dalam UU Ketenagakerjaan sendiri tidak mewajibkan

pemberi kerja memberikan cuti kepada pekerjanya apabila pekerja

tersebut belum bekerja selama sekurang-kurangnya 12 bulan.

4. Hari Libur

Bagi perusahaan yang memperkerjakan pekerjanya 8 jam

kerja/hari maka hanya bekerja selama 5 hari kerja/minggu sehingga

jatah libur yang diberikan adalah 2 hari/minggu atau 8 hari/bulan. Jika

pekerja bekerja 7 jam kerja/hari maka pekerja bekerja 6 hari/minggu

sehingga jatah libur yang diberikan adalah 1 hari/minggu atau 4

hari/bulan. Pekerja juga tidak wajib bekerja pada hari-hari libur resmi

( Pasal 85 ayat (1) UU Ketenagakerjaan ).

40
F. Pengunduran Diri dan Pemberhentian

1. Pengunduran Diri

Dalam UU Ketenagakerjaan seorang pekerja yang ingin

mengundurkan diri harus memenuhi syarat yaitu mengajukan

permohonan pengunduran diri secara tertulis selambat-lambatnya tiga

puluh hari sebelum tanggal mulai pengunduran diri, tidak terikat dalam

ikatan dinas dan tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal

mulai pengunduran diri ( Pasal 162 ayat (3) UU Ketenagakerjaan ).

Aturan ini berlaku bagi pekrja dengan waktu tertentu maupun waktu

tidak tertentu. Pekerja yang mengundurkan diri hanya akan

mendapatkan uang penggantian hak ( UPH ) saja. ( Pasal 162 ayat (1)

UU Ketenagakerjaan ).

Di Indonesia tenaga kerja asing menggunakan sistem PKWT

( Perjanjian Kerja Waktu Tertentu ). Jika tenaga kerja asing

dipekerjakan dengan sistem PKWT maka apabila tenaga kerja asing

tersebut mengundurkan diri maka ada kewajiban untuk membayar ganti

rugi sebesar sisa masa kontrak yang tidak diselesaiakan. Apabila salah

satu pihak menakhiri hubungan kerja sebelum berakhinya jangka waktu

yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, maka pihak yang

mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada

pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu jangka

waktu berakhirnya perjanjian kerja ( Pasal 62 UU Ketenagakerjaan ).

41
2. Pemberhentian / Pemecatan

Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja

karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan

kewajiban antara pekerja dan pengusaha ( pemberi kerja ) ( Pasal 1

Angka 25 UU Ketenagakerjaan ).

Pengusaha/pemberi kerja dapat melakukan pemutusan

hubungan kerja apabila :

a. Pekerja melanggar ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja

dan/atau peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama dan

pekerja yang bersangkutan telah diberikan tiga kali surat peringatan,

masing-masing dikeluarkan dalam jangka waktu enam bulan dari

peringatan sebelumnya secara berturut-turut.

b. Pengusaha melakukan perubahan status, penggabungan atau

peleburan perusahaan dan pengusaha tidak berusaha menerima

pekerja tersebut kedalam perusahaan dengan status yang baru

Untuk mengantisipasi terjadinya pemutusan hubungan kerja

yang semena-mena oleh pemberi kerja maka demi melindungi para

pekerja UU Ketenagakerjaan pada pasal 153 ayat (1) mengatur hal

berikut bahwa, pemberi kerja dilarang melakukan pemutusan hubungan

kerja dengan alasan yaitu :

a. Pekerja berhalangan masuk karena sakit menurut keterangan dokter

selama waktu tidak melampaui 12 bulan secara terus menerus.

42
b. Pekeja berhalangan negara sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku

c. Pekerja mengerjakan perintah yang diperintahkan agamanya

d. Pekerja menikah

e. Pekerja perempuan hamil, melahirkan, gugur kandungan atau

sedang menyusui bayinya

f. Pekerja mempunyai pertalian darah dan atau ikatan perkawinan

dengan pekerja lainnya dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur

dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja

bersama.

g. Pekerja mendirikan, menjadi anggota dan atau pengurus serikat

pekerja diluar jam kerja atau didalam jam kerja atas kesepakatan

pengusaha, atau berdasarkan ketentuan yang diatur dalam perjanjian

kerja bersama.

h. Pekerja yang mengadukan pengusaha kepada yang berwajib

mengenai perbuatan pengusaha yang melakukan tindakan pidana

kejahatan.

i. Karena perbedaan paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit,

golongan jenis kelamin, kondisi fisik atau status perkawinan

j. Pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja,

atau karena hubungan kerja yang menurut surat keterangan dokter

yang jangka waktu penyembuhannya belum dapat dipastikan.

G. Serikat Buruh / Serikat Pekerja

43
Serikat pekerja atau buruh adalah organisasi yang dibentuk dari,

oleh dan untuk pekerja baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang

bersifat bebas, terbuka mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna

memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja

serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya ( Pasal 1 Angka

17 UU Ketenagakerjaan ).

Keberadaan serikat pekerja merupakan implementasi hak kebebasan

berserikat dan juga dijamin oleh hukum. Kebebasan berserikat merupakan

hak asasi manusia dan bersifat eksistensial karena menyatu dengan manusia.

Tenaga kerja asing diperbolehkan mengikuti serikat pekerja karena tenaga

kerja asing juga termasuk pekerja yang terdapat di dalam UU

Ketenagakerjaan, maka pada dasarnya setiap serikat pekerja harus terbuka

untuk menerima anggota tanpa membedakaan aliran politik, agama, suku,

jenis kelamin bahkan kewarganegaraan.

Berikut adalah beberapa fungsi dari serikat pekerja yaitu :

1. Sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan

penyelesaian perselisihan industrial

2. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama dibidang

ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya.

3. Sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis,

dinamis dan berkeadilan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

44
4. Sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan

kepentingan anggotanya

5. Sebagai perencana, pelaksana serta penanggung jawab pemogokan

pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

6. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan

saham perusahaan.sebagai wakil pekerja atau buruh dalam

hubungan kerja sama dibidang ketenagakerjaan sesuai dengan

tingkatannya.

Syarat untuk mendirikan serikat pekerja/buruh adalah dibentuk oleh

sekurang-kurangnya sepuluh orang dan setiap pekerja berhak membentuk

dan menjadi anggotanya ( Pasal 5 UU RI No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat

Buruh ).

H. Asuransi /Jaminan Sosial Tenaga Kerja Asing

Tenaga kerja asing yang dipekerjakan oleh pemberi kerja di

Indonesia wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut yaitu memiliki bukti

polis asuransi pada asuransi yang berbadan hukum di Indonesia dan

kepersertaan jaminan sosial nasional ( BPJS ) bagi tenaga kerja asing yang

bekerja lebih dari enam bulan ( Pasal 36 ayat 1 Huruf e dan f Permenaker

RI No. 35 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing ).

Tenaga kerja asing dalam asuransi jaminan sosial lebih lanjut diatur

dalam Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial dan Kesehatan RI

( BPJS ) No.1 Tahun 2014 tentang BPJS. Setiap orang asing yang paling

45
singkat enam bulan di Indonesia, wajib menjadi peserta program jaminan

sosial ( Pasal 14 Peraturan No.1 tahun 2014 tentang BPJS ). Dengan jelas

Peraturan BPJS juga memberika jaminan sosial kepada tenaga kerja asing.

bahkan tidak hanya untuk pekerja asing tersebut yang bekerja tetapi begitu

pula dengan keluarganya yang dibawa ke Indonesia.

Jaminan sosial tenaga kerja asing dilindungi oleh BPJS. Dimana

telah dibahas sebelumnya bahwa tenaga kerja asing wajib mengikuti BPJS

Ketenagakerjaan. Berikut 4 macam jaminan sosial BPJS yang diberikan

kepada tenaga kerja asing :

1. Jaminan Keselamatan Kerja ( JKK )

Manfaat JKK meliputi pelayanan kesehatan berupa

perawatan dan pengobatan, santunan karena tidak bisa bekerja

sementara, santunan kematian dan biaya pemakaman,

pendampingan untuk yang cacat hingga dapat kembali bekerja,

rehabilitasi untuk mereka yang kehilangan organ. Masa berlaku JKK

adalah 2 tahun. JKK dibayar oleh perusahaan, berdasarkan jenis

kelompok usaha yang dilakukan. Makin tinggi resiko kecelakaan

kerja, maka iurannya juga semakin tinggi.

2. Jaminan Kematian ( JK )

Jaminan kematian merupakan hak untuk pekera yang

mengikuti BPJS Ketenagakerjaan. Jaminan kematian ini diberikan

kepada ahli waris bila pekerja meninggal akibat kecelakaan kerja

maupun bukan akibat kcelakaan kerja.

3. Jaminan Hari Tua ( JHT )

46
Program BPJS Ketenagakerjaan JHT merupakan program

yang sifatnya wajib bagi setiap pekerja yang menerima upah.

Pekerja yang menerima upah adalah semua pekerja pada perusahaan

maupun perseorangan serta warga negara asing yang telah bekerja

selama lebih dari 6 bulan. JHT ini dibayarkan patungan oleh

perusahaan dan pekerja yang bersangkutan, dengan pembagian

3,7 % dari pemberi kerja dan 2 % dari total gaji yang didapatkan

pekerja.

4. Jaminan Pensiun ( JP )

Jaminan Pensiun merupakan jaminan sosial dari BPJS

Ketenagakerjaan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang

layar bagi pekerja, yaitu pekerja yang sudah memasuki usia pensiun,

mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Mereka akan

mendapatkan sejumlah uang yang dibayarkan setiap bulannya.

Adapun iuran JP adalah 3 % dimana 2 % ditanggung oleh pemberi

kerja dan 1 % ditanggung oleh pekerja.

I. Izin Tenaga Kerja Asing

Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan Undang-

Undang atau peraturan pemerintah untuk seseorang/sekelompok orang

melakukan keadaan tertentu. Izin dilakukan dengan tujuan untuk

mengendalikan kehidupan masyarakat agar tidak menyimpang dari

ketentuan yang berlaku. Izin bisa diartikan sebagai salah satu bentuk

pelaksanakan fungsi peraturan yang bersifat pengendalian yang dimiliki

oleh pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh

47
masyarakat. Izin juga bisa diartikan sebagai bentuk persetujuan dari

penguasa berdasarkan Undang-Undang yang diberikan kepada seseorang

sehingga dapat melakukan suatu perbuatan tertentu.

Tenaga kerja asing yang bekerja di wilayah NKRI tentu saja

memerlukan suatu izin dari pemerintahan Indonesia. Hal ini dimaksudkan

agar warga negara asing yang berada di Indonesia dapat dikendalikan dan

diawasi dengan baik.

1. ITAS dan VITAS

Tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia harus memiliki

Visa Tinggal Terbatas ( Vitas ) dan juga harus memiliki Izin Tinggal

Terbatas ( Itas ) hal ini diatur dalam Perpres RI No.20 Tahun 2018

tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

Vitas adalah keterangan tertulis yang diberikan oleh pejabat

yang berwenang di Perwakilah Replubik Indonesia atau di tempat lain

yang ditetapkan oleh pemerintah Replubik Indonesia yang memuat

persetujuan bagi orang asing untuk melaksanakan perjalanan ke wilayah

Indonesia dan menjadi dasar untuk pemberian izin tinggal terbatas

dalam rangka bekerja ( Pasal 1 Angka 5 Perpres RI No.20 Tahun 2018 ).

Vitas dimohonkan oleh pemberi kerja atau bisa saja dimohonkan oleh

TKA itu sendiri kepada menteri yang membidangi urusan pemerintahan

di bidang hukum dan hak asasi manusia atau pejabat yang ditunjuk

dengan melampirkan notifikasi dan bukti pembayaran.

48
2. Persyaratan Pemberi Kerja dan Tenaga Kerja Asing

Untuk dapat bekerja di Indonesia tenaga kerja asing harus

memiliki persyaratan sebagai berikut :

a. Memiliki pendidikan yang sesuai dengan syarat jabatan yang

akan diduduki oleh tenaga kerja asing

b. Memiliki sertifikasi kompetensi atau memiliki pengalaman kerja

sesuai dengan jabatan yang akan diduduki tenaga kerja paling

sedikit 5 tahun

c. Membuat surat pernyataan wajib mengalihkan keahliannya

kepada TKI pendamping yang dibuktikan dengan laporan

pelaksanaan pendidikan dan pelatihan.

d. Memiliki NPWP bagi TKA yang sudah bekerja lebih dari enam

bulan

e. Memiliki bukti polis asuransi yang berbadan hukum Indonesia

f. Kepersertaan BPJS Ketenagakerjaan yang bekerja lebih dari

enam bulan.

Berikut adalah siapa saja pemberi kerja yang di izinkan

menggunakan TKA dalam Perpres RI No.20 Tahun 2018 tentang

Penggunaan Tenaga Kerja Asing :

a. Instansi pemerintah, perwakilan negara asing, badan-badan

internasional dan organisasi internasional

49
b. Kantor perwakilan dagang asing, kantor perwakilan perusahaan

asing dan kantor berita asing yang melakukan kegiatan di

Indonesia.

c. Perusahaan swasta asing yang berusaha di Indonesia

d. Badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia

dalam bentuk PT atau Yayasan atau badan asing yang terdafatar

di Instansi yang berwenang.

e. Lembaga sosial, keagamaan, pendidikan dan kebudayaan.

f. Usaha jasa impresariat

g. Badan usaha sepanjang tidak dilarang oleh Undang-Undang.

3. RPTKA (Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing )

Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing ( RPTKA ) adalah

rencana penggunaan TKA pada jabatan tertentu yang dibuat oleh

pemberi kerja untuk jangka waktu tertentu yang disahkan oleh menteri

atau pejabat yang ditunjuk. RPTKA merupakan dokumen awal yang

digunakan sebagai dasar untuk mendapatkan IMTA ( Izin Menggunakan

Tenaga Kerja Asing ). Adapun persyaratan untuk mengajukan RPTKA

untuk pertama kali/baru adalah :

a. Alasan penggunaan tenaga kerja asing

b. Formulir RPTKA yang sudah diisi

c. Surat izin usaha yang sudah disahkan oleh instansi yang

berwenang

d. Akta dan keputusan pengesahan pendirian dan/atau perubahan

dari instansi yang berwenang.

50
e. Bagan struktur organisasi perusahaan

f. Rekomendasi jabatan yang akan diduduki oleh tenaga kerja

asing dari instansi teknis sesuai dengan peraturan yang berlaku

di instansi teknis terkait

g. Keterangan domisili perusahaan dari pemerintah daerah

setempat

h. Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP ) pemberi kerja

i. Surat penunjukan TKI ( Tenaga Kerja Indonesia ) pendamping

dan rencana program pendampingan

j. Surat pernyataan untuk melaksanakan pendidikan dan pelatihan

kerja bagi TKI sesuai dengan kualifikasi jabatan yang diduduki

oleh TKA

k. Bukti wajib lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku sesuai

dengan UU RI No.7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor

Ketenagakerjaan di Perusahaan.

Waktu yang dibutuhkan untuk pengesahan RPTKA adalah tiga

hari kerja tentunya jika dokumen lengkap dan sesuai persyaratan. Dalam

hasil penilaian kelayakan RPTKA telah memenuhi persyaratan, dalam

waktu tiga hari kerja, dirjen atau direktur harus menerbitkan keputusan

pengesahan RPTKA ( Pasal 8 Permenaker RI No.16 Tahun 2015 tentang

Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing ).

Selain mengajukan RPTKA baru, Pemberi kerja juga dapat

mengajukan RPTKA darurat mendesak, RPTKA perubahan, RPTKA

sementara dan RPTKA perpanjangan. Masing-masing RPTKA tersebut

51
memiliki alasan, tujuan dan persyaratan yang berbeda-beda. Berikut

adalah beberapa macam RPTKA yang diatur dalam Permenker RI

No.16 Tahun 2015 yaitu :

a. RPTKA darurat mendesak adalah RPTKA untuk pekerjaan

bersifat darurat dan mendesak dan RPTKA ini diberikan

diberikan untuk jangka waktu paling lama 1 bulan dan tidak

dapat diperpanjang.

b. RPTKA perubahan adalah RPTKA dimana pemberi kerja

mengajukan perubahan pada RPTKA. Perubahan di dalam

RPTK meliputi perubahan nama pemberi kerja TKA, lokasi

kerja TKA, jabatan TKA dan jumlah TKA yang akan digunakan

( Pasal 32 ayat (3) Permenaker RI No.16 Tahun 2015 ).

c. RPTKA sementara adalah RPTKA yang diberikan untuk

pekerjaan yang bersifat sementara yaitu :

1) Memberikan bimbingan, penyuluhan dan pelatihan dalam

penerapan dan inovasi teknologi industri untuk

meningkatkan mutu dan desain produk industri serta

kerjasama pemasaran luar negeri bagi Indonesia

2) Pembuatan film yang bersifat komersial dan telah mendapat

izin dari instansi yang diberi wewenang

3) Memberikan ceramah

4) Mengikuti rapat yang diadakan oleh kantor pusat atau kantor

perwakilan yang berada di wilayah Replubik Indonesia

52
5) Melakukan audit, kendali mutu produksi, atau inspeksi pada

cabang perusahaan asin yang berada di Indonesia

6) Tenaga kerja asing yang dalam uji coba kemampuan dalam

bekerja

7) Pekerjaan yang sekali selesai

8) Pekerjaan yang berhubungan dengan pemasangan mesin,

elektrikal, layanan purna jual, atau produk dalam masa

penjajakan usaha.

RPTKA bersifat sementara diberikan untuk jangka

waktu paling lama 1 bulan hingga paling lama adalah 6 bulan

dan tidak dapat diperpanjang ( Pasal 19 Permenaker RI No.16

Tahun 2015 ).

d. RPTKA perpanjanganadalah RPTKA yang diajukan dengan

alasan untuk memperpanjang waktu RPTKA yang telah habis.

Permohona perpanjangan RPTKA diajukan paling lambat 30

( tiga puluh ) hari kerja sebelum jangka waktu berlakunya

RPTKA berakhir.

4. IMTA ( Izin Memperkerjakan Tenaga Kerja Asing )

Setiap tenaga kerja asing wajib memiliki IMTA hal ini

ditegaskan dalam UU Ketenagakerjaan. Setiap pemberi kerja yang

memperkerjakan tenaga kerja asing wajib memiliki izin tertulis dari

menteri atau pejabat yang ditunjuk ( Pasal 42 ayat (1) UU

Ketenagakerjaan ). Kemudian kewajiban dalam memberikan izin tidak

53
berlaku bagi perwakilan negara asing yang memperkerjakan tenaga

kerja asing sebagai pegawai diplomatik dan konsuler ( Pasal 42 ayat (3)

UU Ketenagakerjaan ). Untuk mendapatkan IMTA baru pemberi kerja

harus mempersiapkan persyaratan sebagai berikut :

a. Bukti pembayaran DKPTKA ( Dana Kompensasi Penggunaan

Tenaga Kerja Asing ) melalui bank pemerintah yang ditunjuk

oleh menteri.

b. Telah mendapatkan pengesahan keputusan RPTKA ( Rencana

Penggunaan Tenaga Kerja Asing )

c. Papor tenaga kerja asing yang akan diperkerjakan

d. Pas foto tenaga kerja asing berwarna dengan ukuran 4x6 Cm

e. Surat penunjukan TKI sebagai pendamping

f. Memiliki pendidikan yang sesuai dengan syarat jabatan yang

akan diduduki oleh tenaga kerja asing.

g. Memiliki sertifikat komptensi atau memiliki pengalaman kerja

sesuai dengan jabatan yang akan diduduki oleh tenaga kerja

asing paling kurang lima tahun.

h. Draft perjanjian kerja atau perjanjian melakukan perkerjaan

i. Bukti polis asuransi di perusahaan asuransi berbadan hukum

Indonesia.

j. Rekomendasi dari instansi yang berwenang apabila diperlukan

untuk tenaga kerja asing yang akan dipekerjakan oleh pemberi

kerja.

54
Jangka waktu berlakunya IMTA diberikan paling lama satu

tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan keputusan menteri tentang

jabatan-jabatan yang dapat diduduki oleh TKA ( Pasal 39 ayat (2)

Permenaker RI No.16 Tahun 2015 ) sedangakan Masa berlaku IMTA

dapat diberikan selama dua tahun dan dapat diperpanjang dalam hal

TKA menduduki jabatan sebagai anggota dewan komisaris atau dewan

pembina, anggota pengurus dan anggota pengawas ( Pasal 39 ayat (5)

Permenaker RI No.16 Tahun 2015 ).

Selain pengurusan IMTA baru, pemberi kerja juga dapat

mengajukan IMTA sementara, IMTA darurat dan mendesak, IMTA

untuk kawasan ekonomi khusus dan kawasan pelabuhan bebas dan

perdaganga bebas, IMTA wilayah perairan, IMTA untuk pemandu

karaoke/penyanyi. Berikut adalah keterangan masing-masing IMTA

tersebut :

a. IMTA sementara untuk pekerjaan bersifat sementara hal ini

dijelaskan dalam Pasal 46 ayat (1) Permenaker RI No.16 Tahun

2015 yaitu :

1) Memberikan bimbingan, penyuluhan dan pelatihan dalam

penerapan dan inovasi teknologi industri untuk

meningkatkan mutu dan desain produk industri dan kerja

sama pemasaran luar negeri bagi Indonesia

2) Pembuatan film yang bersifat komersial dan telah

mendapatkan izin dari instansi yang berwenang

3) Memberikan ceramah

55
4) Mengikuti rapat yang diadakan oleh kantor pusat atau

perwakilan di Indonesia

5) Melakukan audit, kendali mutu produksi, atau inspeksi

cabang perushaan di Indonesia.

6) Tenaga kerja asing dalam masa uji coba kemampuan dalam

bekerja.

7) Pekerjaan yang sekali selesai.

8) Pekerjaan yang berhubungan dengan pemasangan mesin,

elektrikal, layanan purna jual, atau produk dalam masa

penjajakan usaha.

b. IMTA darurat dan mendesak adalah IMTA untuk pekerjaan

darurat dan mendesak melipui bencana alam, force major,

kerusakan mesin atau alat produksi.

c. IMTA untuk kawasan KEK dan KPBPB. IMTA untuk TKA

yang diperkejakan di kawasan KEK ( Kawasn Ekonomi

Khusus ) adalah kawasan dengan batas wilayah tertentu dalam

wilayah hukum NKRI yang ditetapkan untuk menyelenggarakan

fungsi perekonomian dan memperoleh faasilitas tertentu.

sedangkan KPBPB ( Kawasan Pelabuhan Bebas dan

Perdagangan Bebas ) adalah suatu kawasan yang berada di

dalam wilayah hukum NKRI yang terpisah dari kawasan pabean

sehingga bebas dikenakan bea masuk, pajak pertambahan nilai,

pajak penjualan atas barang mewah dan cukai.

56
d. IMTA wilayah perairan adalah IMTA yang diberikan kepada

tenaga kerja asing yang lokasi keerjanya di wilayah perairan

( Pasal 51 ayat (1) Permenaker RI No.16 Tahun 2015 )

e. IMTA untuk pemandu karaoke atau penyanyi adalah IMTA

yang diberikan oleh tenaga kerja asing yang pekerjaanya adalah

pemandu karaoke atau penyanyi. Masa berlaku IMTA ini adalah

enam bulan dan tidak dapat diperpanjang ( Pasal 53 Permenaker

RI No.16 Tahun 2015 ).

J. Pengawasan Tenaga Kerja Asing di Indonesia

Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan

menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang

ketenagakerjaan ( Pasal 1 Angka 32 UU Ketenagakerjaan ). Pengawasan

ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan yang

mempunyai kompetensi dan dan independen guna menjamin pelaksanakan

peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan ( Pasal 176 UU

Ketenagakerjaan ). Tujuan dari pengawasan ini adalah agar tidak terjadi

praktek-praktek perburuhan yang tidak baik seperti pemberi kerja yang

berlaku SARA terhadap para pekerjanya, atau hal-hal lain yang dilarang di

dalam Undang-Undang.

Pada dasarnya pengawasan tenaga kerja asing dilakukan untuk

melindungi tenaga kerja Indonesia agar tidak tersisih atau dengan kata lain

agar tenaga kerja Indonesia tetap mendapatkan kesempatan kerja lebih besar

dan tidak sepenuhnya didominasi oleh tenaga kerja asing. Oleh karena itu

selain dilakukan pengawasan juga perlu dilakukan pembatasan kepada

57
tenaga kerja asing. Berikut adalah badan-badan / aparat yang diberi

kewenangan untuk memberikan pengawasan tenaga kerja asing :

1. Departemen Tenaga Kerja

2. Dirjen Imigrasi Departemen Ketenagakerjaan dan Transmigrasi

Kehakiman HAM

3. Direktur Pengawas orang asing POLRI

Pada umunya tujuan dari dibentuknya pengawas tenaga kerja asing

adalah :

1. Mengawasi pelaksanakan Undang-Undang atau ketentuan-

ketentuan hukum dibidang ketenagakerjaan yang menyangkut

tenaga kerja asing

2. Memberikan penjelasan / penerangan bisa berupa nasihat kepada

pemberi kerja maupun tenaga kerja asing tentang hal-hal yang diatur

dalam peraturan perundang-undangan agar tidak terjadi

permasalahan.

3. Melaporkan bahkan memberikan sanksi kepada pemberi kerja atau

tenaga kerja asing apabila terjadi pelanggaran, kecurangan dan

penyelewengan dalam bidang ketenagekerjaan yang tidak secara

jelas diatur di dalam peraturan perundang-undangan.

Pelaksanakan pengawasan terhadap penggunaan tenaga kerja asing

dilakukan dengan cara para pengawas melakukan kunjungan kepada tiap-

tiap perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja asing hal ini juga dapat

melibatkan pemerintah daerah setempat dan kepolisian daerah setempat.

58
Selain itu pengawasan juga dapat dilakukan melalui pengendalian

izin penggunaan tenaga kerja asing. pengendalian ini dilakukan dengan cara

mengarahkan/mengendalikan aktivitas-aktivitas tenaga kerja asing, yaitu

memberikan batasan dalam penggunaan tenaga kerja asing pada jabatan

tertentu, izin memperkerjakan tenaga kerja asing dalam RPTKA dan IMTA

harus memiliki alasan yang kuat dan logis.

4.2.Pengaturan Tenaga Kerja Asing di Jepang

A. Dasar Hukum Peraturan Tenaga Kerja Asing Di Jepang

Secara umum, hukum Jepang yang berkaitan dengan tenaga kerja

menerima semua pekerja di Jepang, tanpa menghiraukan kewarganegaraan.

Peraturan yang berkaitan dengan tenaga kerja adalah Lobor Standards Act

( Act No. 49 of 1947 amendment Act No.42 of 2012 ).Dalam Article 3 Lobor

Standards Law Japan menyatakan “An employer shall not engage in

discriminatory treatment with respect to wages, working hours or other

working conditions by reason of the nationality, creed or social status of

any worker.”

Sesuai ketentuan Article 3 Lobor Standards Act Japan dengan jelas

menyatakan pemberi kerja tidak boleh memberi perlakuan diskriminatif

dengan alasan status kewarganegaraan pekerja.

B. Kontrak Kerja / Perjanjian Kerja

Mengacu dari ketentuan Article 3 Lobor Standards Act Japan aturan

mengenai kontrak kerja berlaku sama baik bagi pekerja yang

berkewarganegaraan Jepang maupun pekerja yang berasal dari luar negeri

59
( tenaga kerja asing ). Berikut adalah ketentuan-ketentuan mengenai kontrak

kerja yang di atur di dalam Lobor Standards Act Japan adalah sebagai

berikut :

1) Article 15 Lobor Standards Act Japan menyatakan “In concluding a

labor contract, the employer shall clearly indicate the wages, working

hours and other working conditions to the worker.”

Dalam Article 15 Labor Standards Act Japan dengan jelas

menyatakan bahwa pemberi kerja harus menyatakan dengan jelas

kondisi pekerjaan dan hal-hal yang berhubungan dengan kontrak kerja

kepada pekerja.

2) Dalam Article 15 Paragraph (2) Labor Standards Act Japan

menyatakan “In the event that the working conditions as clearly

indicated under the provisions of the preceding paragraph differ from

actual fact, the worker may immediately cancel the labor contract”.28

Dalam Article 15 Paragraph (2) Labor Standards Act Japan

pekerja dapat membatalkan kontrak kerja, jika kondisi pekerjaan yang

dinyatakan dalam kontrak kerja berbeda dengan kenyataan yang

sebenarnya.

3) Ketentuan mengenai periode kontrak kerja diatur dalam Article 14

Labor Standards Act Japan menyatakan “Labor contracts, excluding

those without a definite period, and excepting those providing that the

60
period shall be the period necessary for completion of a specified

project, shall not be concluded for a period exceeding 3 years.”

Dalam Article 14 Labor Standards Act Japan dijelaskan bahwa

kontrak kerja di buat dalam periode tidak lebih dari 3 tahun kecuali

memang tidak memiliki periode tertentu ( pekerja tetap ). Periode

kontrak kerja dapat di berikan lebih dari 3 tahun apabila kontrak kerja

tersebut adalah untuk menyelesaikan suatu proyek yang memang

membutuhkan waktu lebih dari 3 tahun.

C. Peraturan Perusahaan

Dalam Article 89 Labor Standards Act Japan menyatakan

bahwa “An employer who continuously employs 10 or more workers

shall draw up rules of employment and shall submit those rules of

employment to the relevant government agency.”

Dalam Article 89 Labor Standards Law Japan dengan jelas

menyatakan bahwa pemberi kerja yang memperkerjakan 10 orang

pekerja atau lebih secara terus menerus harus memiliki peraturan

perusahaan dan menyerahkan peraturan perusahaan tersebut ke instansi

yang berwenang.

Hal-hal yang setidaknya harus dicantumkan dalam peraturan

perusahaan juga diatur dalam Article 89 Paragraph i and ii Labor

Standards Act Japan yaitu :

i. “Matters pertaining to the times at which work begins and


at which work ends, rest periods, days off, leaves, and

61
matters pertaining to shifts when workers are employed in
two or more shifts;
ii. Matters pertaining to the methods for determination,
computation and payment of wages the dates for closing
accounts for wages and for payment of wages; and
increases in wages;”

Dalam Article 89 Paragraph i and ii Labor Standards Act

menjelaskan bahwa peraturan perusahaan setidaknya mengatur tentang

tentang jam kerja dimulai, jam kerja berakhir waktu istirahat, hari libur,

pembagian shift dan Metode penentuan upah, perhitungan upah, tanggal

pembayaran upah serta peningkatan upah. Ketentuan lain yang perlu

perhatikan adalah Article 92 Labor Standards Act Japan yang

menyatakan “The rules of employment shall not infringe any laws and

regulations or any collective agreement applicable to the workplace

concerned.”

Article 92 Labor Standards Act Japan menjelaskan bahwa

peraturan perusahaan yang dibuat oleh pemberi kerja tidak boleh

melanggar perjanjian bersama antara pemberi kerja dan pekerja serta

tidak boleh melanggar hukum tenaga kerja yang belaku.

D. Upah

Upah adalah salah satu komponen terpenting dalam lingkup

ketenagakerjaan, karena dengan upah pekerja dapat memnuhi

kebutuhan hidupnya. pengertian upah dalam Article 11 Labor Standards

Act Japan adalah “In this Act, wage means the wage, salary, allowance,

bonus and every other payment to the worker from the employer as

62
remuneration for labor, regardless of the name by which such payment

may be called”

dalam Article 11 Labor Standards Act Japan dengan jelas

memberi pengertian dari upah. Upah berarti upah, gaji, pemberian uang ,

bonus dan setiap pembayaran lain kepada pekerja dari pemberi kerja

sebagai bentuk imbalan kerja, terlepas dari nama pembayaran itu disebut.

Sedangkan prinsip pembayaran upah diatur dalam Article 24

Labor Standards Act Japan yang menyatakan bahwa “Wages shall be

paid in currency and in full directly to the workers; provided, however,

that payment other than in currency may be permitted in cases otherwise

provided for by laws and regulations or collective agreement”

dalam Article 24 Labor Standards Act Japan menjelaskan bahwa

upah pekerja harus dibayarkan secara penuh dan dalam bentuk mata

uang. Pembayaran selain dengan mata uang dapat dilakukan apabila

memang diatur dalam peraturan perusahaan atau diatur dalam perjanjian

bersama dan tidak melanggar peraturan yang lainnya.

Selain itu ada hal-hal penting lainnya yang perlu diketahui dalam

Labor Standards Act Japan yaitu :

1) Article 26 Labor Standard Act Japan yang menyatakan :

“In the event of an absence from work for reasons attributable to


the employer, the employer shall pay an allowance equal to at
least 60 percent of the worker's average wage to each worker
concerned during the period of absence from work.”

63
Dari ketentuan Article 26 tersebut dengan jelas menyatakan

apabila perusahaan berhenti beroprasi sehingga pekerja tidak

bekerja dengan alasan khusus dari pemberi kerja maka pemberi kerja

harus tetap memberi upah setidaknya 60% dari upah bulanan.

2) Article 25 Labor Standards Act Japan menyatakan :

“In the event that a worker requests the payment of wages to


cover emergency expenses for childbirth, illness, disaster, or
other emergency as set forth by Ordinance of the Ministry of
Health, Labour and Welfare, the employer shall pay accrued
wages prior to the normal date of payment.”

Dalam hal pekerja meminta pembayaran upah untuk

menutup biaya darurat karena sakit, kecelakaan atau keadaan darurat

lainnya, pemberi kerja harus membayar upah pekerja sebelum hari

pembayaran normal.

3) Article 28 Labor Standard act Japan menyatakan “Minimum

standards for wages shall be in accordance with the provisions of

the Minimum Wages Act”

Pemberi kerja tidak boleh memberikan upah kepada pekerja

kurang dari upah minimum yan ditentukan dalam Minimum Wage

Act Japan.

4) Article 91 Labor Standards Act Japan menyatakan :

“In the event that the rules of employment provide for a decrease
in wages as a sanction against a worker, the amount of decrease
for a single occasion shall not exceed 50 percent of the daily
average wage, and the total amount of decrease shall not exceed
10 percent of the total wages for a single pay period.”

64
Dalam Article 91 Jika pemberi kerja memberikan sanksi

berupa pengurangan upah, jumlah pengurangan tidak boleh lebih

dari 50% dari upah rata- rata harian, dan jumlah penguranga juga

tidak boleh melebih 10% dari total upah dari satu periode

pembayaran.

E. Jam Kerja, Lembur, Cuti dan Hari Libur

1. Jam Kerja

Aturan mengenai jam kerja diatur dalam Article 32 Labor

Standards Act Japan yang menyatakan “An employer shall not have a

worker work more than 40 hours per week, excluding rest periods”

Berkaitan dengan jam kerja dengan jelas telah ditetapkan dalam

Article 32 Labor Standards Act Japan adalah 40 jam/minggu tidak

termasuk jam istirahat kerja. Pada Article 32 Paragraph 2 Labor

Standards Act Japan menyatakan “An employer shall not have a worker

work more than 8 hours per day for each day of the week, excluding rest

periods”

Pada Article 32 Paragraph 2 Labor Standards Act menetapkan

pekerja tidak boleh bekerja lebih dari 8 jam/hari. Sedangkan berkaitan

dengan jeda atau / istirahat kerja, Article 34 Labor Standards Act Japan

menyatakan “An employer shall provide workers with at least 45

minutes of rest periods during working hours in the event that working

hours exceed 6 hours, and at least one hour in the event that working

hours exceed 8 hours.”

65
Article 34 Labor Standards Act Japan menjelaskan pemberi

kerja harus memberikan waktu istirahat selama 45 menit bagi pekerja

yang telah bekerja selama minimal 6 jam dan waktu istirahat selama 1

jam bagi pekerja yang telah bekerja selama 8 jam.

2. Lembur

Mengenai aturan lembur dalam Article 37 Labor Standards Act

Japan menyatakang bahwa :

In the event that an employer extends the working hours or has a


worker work on a day off, the employer shall pay increased wages
for work during such hours or on such days at a rate no less than
the rate stipulated by cabinet order within the range of no less
than 25 percent and no more than 50 percent over the normal
wage per working hour or working day; provided, however, that
in the event that the working hours thus extended exceed 60 hours
per month, the employer shall pay increased wages for work
during those exceeding hours at a rate no less than 50 percent
over the normal wage per working hour.

Dalam Article 37 dijelaskan bahwa memperpanjang jam kerja

maka pemberi kerja wajib meningkatkan upah. Upah yang ditingkatkan

sebesar minimal 25 % dan maksimal 50 % dihitung dari upah perjamnya.

Sedangkan jika jam kerja diperpanjang lebih dari 60 jam/bulan maka

peningkatan upah adalah minimal 50 % perjamnya.

3. Cuti

Cuti diberikan agar pekerja dapat menikmati hidupnya.

Mengenai ketentuan cuti dalam Article 39 Labor Standards Act Japan

menyatakan :

66
“An employer shall grant annual paid leave of 10 working days,
either consecutive or divided, to workers who have been
employed continuously for 6 months from the day of their being
hired and who have reported for work on at least 80 percent of
the total working days per periode 1 year”
.
Dalam Article 39 Labor Standards Act pemberi kerja harus

memberikan cuti tahunan sebesar minimal 10 hari kerja atau lebih

kepada pekerja, baik diberikan secara berurutan maupun dibagi-bagi

menjadi beberapa bagian. Cuti tahunan ini diberikan kepada pekerja

yang telah bekerja secara terus-menerus selama 6 bulan dan/atau pekerja

telah bekerja setidaknya 80% dari total hari kerja selama 1 tahun.

4. Hari Libur

Sehubungan dengan hari libur, Article 35 Labor Standards Act

Japan menetapkan bahwa “An employer shall provide workers with at

least one day off per week.” Pada Article 35 Paragraph 2 juga

disebutkan bahwa “The provisions set forth in the preceding paragraph

shall not apply to an employer who provides workers with 4 days off or

more during a four-week period.”

Pada Article 35 and Article 35 Paragraph 2 pemberi kerja

setidaknya menyediakan 1 hari libur bagi pekerja dalam satu minggu.

Jika tidak, pemberi kerja dapat menyediakan setidaknya 4 hari libur

dalam periode 1 bulan / 4 minggu.

67
F. Pengunduran Diri dan Pemberhentian ( Pemecatan )

1. Pengunduran diri

Setiap orang diberikan jaminan untuk bebas dalam memilih

pekerjaan dan oleh karena itu setiap orang bebas pula untuk

mengundurkan diri dari pekerjaan mereka kapan saja. tenaga kerja asing

hanya di izinkan untuk mendapatkan kontrak dengan periode waktu

tertentu sesuai dengan Article 15 Labor Standar Act Japan. Mengenai

ketentuan pengunduran diri dalam Articel 16 Labor Standards Act

Japan menyatakan “resigns while still in the period of employment

contract, the worker may be given a sanction / penalty resulting from

his resignation”

Dalam Article 16 Labor Standards Act Japan dengan jelas

menyatakan apabila pekerja mengundurkan diri ketika masih dalam

periode kontrak kerja / masih dalam masa menjalani kontrak kerjanya,

maka pekerja dapat diberikan sanksi/denda akibat dari pengunduran

dirinya. Sedangkan dalam Article 16 paragraph 2 Labor Standards Act

Japan yang menyatakan “workers who resign must follow procedures

in accordance with company regulations that have been set by the

employer.”

Dalam Article 16 Paragraph 2 untuk tata cara pengunduran diri

harus sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan dalam peraturan

perusahaan.

68
2. Pemecatan / Pemberhentian

Pemecatan / pemberhentian adalah ketika pemberi kerja secara

sepihak menghentikan kontrak kerja pekerjanya. Articel 19 Labor

Standards Act Japan menyatakan :

“An employer shall not dismiss a worker during a period of


absence from work for medical treatment with respect to
injuries or illnesses suffered in the course of employment nor
within 30 days thereafter, and shall not dismiss a woman
during a period of absence from work before and after
childbirth in accordance with the provisions of Article 65 nor
within 30 days thereafter; provided, however, that this shall
not apply in the event that the employer pays compensation for
discontinuance in accordance with Article 81 nor when the
continuance of the enterprise has been made impossible by a
natural disaster or other unavoidable reason.

Pekerja tidak boleh di pecat karena tidak masuk kerja

diakibatkan karena sakit/perawatan medis dan tidak boleh dipecat

30 hari sesudah pekerja masuk kerja. Tidak boleh memecat pekerja

wanita yang hamil sebelum maupun sesudah melahirkan. Atau

pekerja boleh diberhentikan jika pemberi kerja memberikan

kompensasi untuk pemberhentian sesuai Article 81 Labor Standards

Act Japan atau karena bencana alam yang mengakibatkan

perusahaan berhenti beroprasi. Sedangkan pemberitahuan

pemberhentian/pemecatan juga diatur dalam Article 20 Labor

Standards Act Japan yang menyatakan bahwa :

“In the event that an employer wishes to dismiss a worker, the


employer shall provide at least 30 days advance notice. An
employer who does not give 30 days advance notice shall pay
the average wages for a period of not less than 30 days;
provided, however, that this shall not apply in the event that
the continuance of the enterprise has been made impossible by

69
a natural disaster or other unavoidable reason nor when the
worker is dismissed for reasons attributable to the worker.”

dalam Article 20 Labor Standards Act Japan mengenai

pemberhentian atau pemecatan, pemberi kerja harus memberi

pemberitahuan kepada pekerja 30 hari sebelum dilakukan

pemecatan/pemberhentian. Jika pemberi kerja tidak melakukannya ,

pemberi kerja harus memberi upah 30 hari kepada pekerja sebagai

kompensasi karena pemecatan lebih awal

G. Serikat buruh

Tenaga kerja asing mempunyai hak untuk mengatur/ikut serta

dalam organisasi serikat pekerja, melakukan perundingan dan dapat

bertindak secara kolekif untuk menjaga, mempertahankan dan

memperbaiki kondisi kerja pekerja. Jepang memiliki Labor Union Act

( Act No. 174 of 1949 Amandment Act No. 87 of 2005 ) yang mengatur

khusus mengenai serikat pekerja. Article 2 Labor Union Act Japan

menyatakan :

“The term "Labor unions" as used in this Act shall mean those
organizations, or federations thereof, formed voluntarily and
composed mainly of workers for the main purposes of
maintaining and improving working conditions and raising the
economic status of the workers.”

Article 2 Labor Union Act Japan menjelaskan bahwa serikat

pekerja berdiri secara sukarela dan anggotanya terdiri dari karyawan

perusahaan tersebut memiliki tujuan utama yaitu memelihara,

mempertahankan dan memperbaiki kondisi kerja dan meningkatkan

70
kesejahteraan pekerja. Ketika melakukan perundingan pemberi keja

tidak boleh menolak apabila dilakukan secara kolektif. Hal ini diatur

dalam Article 7 Paragraph i Labor Union Act Japan menyatkan bahwa

“The employer shall not to refuse to bargain collectively with the

representatives of the workers employed by the employer without

justifiable reasons”

H. Asuransi Tenaga Kerja

Asuransi tenaga kerja diatur dalam Industrial Accident

Compensation Act Japan ( Act No.50 of 1947 Amandment Act No.111

of 2007 ). Tujuan dan manfaat asuransi tenaga kerja terdapat dalam

Article 1 Industrial Accident Compensation Insurance Act Japan yaitu :

“The purposes of the industrial accident compensation insurance


are to grant necessary insurance benefits to workers in order to
give them prompt and fair protection against injury, disease,
disability or death or the like resulting from an employment-
related cause or commuting, and to promote the social
rehabilitation of workers who have suffered an injury or disease
from an employment-related cause or commuting, assist those
workers and their surviving family members and secure the safety
and health of workers or the like, thereby contributing to the
promotion of the welfare of such workers.”

Dalam Article 1 Industrial Accident Compensation Insurance

Act Japan dijelaskan bahwa tujuan dari asuransi adalah untuk

memberikan penanganan yang cepeat dan adil kepada pekerja yang

mengalami cedera, penyakit, cacat atau kematian atau hal lainnya yang

masih berhubungan dengan pekerjaan. Article 7 Paragraph i and ii

Industrial Accident Compensation Insurance Act Japan mengatur

tentang kompensasi yang diberikan bagi pekerja meliputi :

71
“The insurance benefits under this Act shall be the following:
(i) insurance benefits in respect of injury, disease, disability or
death of workers resulting from an employment-related cause
(hereinafter referred to as an "employment injury");
(ii) insurance benefits in respect of injury, disease, disability or
death of workers resulting from commuting (hereinafter referred
to as a "commuting injury").”

Article 7 Paragraph i and ii Industrial Accident Compensation

Insurance Act Japan dengan jelas menyatakan bahwa asuransi bagi

pekerja meliputi cidera, penyakit, kecacatan dan kematian yang

disebabkan oleh pekerjaan dan cedera, penyakit, kecacatan dan

kematian akibat perjalanan yang berhubungan dengan pekerjaan.

I. Status of Residence dan Extra Status Activities Tenaga Kerja Asing

1. Status of Residence

Warga negara asing yang memasuki wilayah negara lain pasti

memerlukan izin tidak terkecuali negara Jepang. Dalam Article 2-2

Paragraph 1 Immigration Control and Refugee Recognition Act

menyebutkan bahwa “A foreign national may reside in Japan only under

a status of residence (in the case including the status of residence of

"Technical Intern Training",

Dalam Article 2-2 Paragraph 1 Immigration Control and

Refugee Recognition Act Japan dengan jelas menyatakan warga negara

asing yang tinggal di Jepang diberi izin untuk melakukan kegiatan

bekerja atau apapun harus sesuai dengan status of residence mereka.

termasuk bagi technical Intren Training / pemagang. Periode status

72
tempat tinggal diatur dalam Article 2-2 Paragraph 3 Immigration

Control and Refugee Recognition Act yang menyebutkan :

“The period during which a foreign national may reside as set


forth in paragraph (1) (hereinafter referred to as "period of stay")
shall be determined for each status of residence by Ordinance of
the Ministry of Justice; and when the status of residence is one
other than that of diplomat, official or permanent resident, the
period of stay shall not exceed 5 years.”

Dalam Article 2-2 Paragraph 3 Immigration Control and

Refugee Recognition Act dengan jelas menyatakan bahwa periode status

of residence yang diberikan adalah maksimal 5 tahun.

Berikut daftar status of residence yang diberikan bagi warga

negara asing berdasarkan Immigration Control and Refugee

Recognition act Japan :

a. Perwakilan bisnis negara lain : selama menjalankan aktivitas bisnis

resmi yang dikirim dari negara asing atau berasal dari organisasi

internasional beserta keluarga yang dibawa. Jangka waktu status

tempat tinggal yang diberikan adalah selama para perwakilan itu

menjalankan tugasnya.

b. Diplomat : kegiatan anggota perwakilan diplomatik atau kegiatan

pemerintah asing lainnya, dan kegiatan anggota keluarga para

diplomat. Jangka waktu status tempat tinggal yang diberika adalah

selama para diplomat menjalankan tugasnys.

c. Profesor : melakukan kegiatan penelitian, bimbingan penelitian atau

mengajar di perguruan tinggi atau lembaga pendidikan yang setara

73
dan perguruan dibidang teknologi. Jangka waktu status tempat

tinggal yang diberikan adalah satu hingga tiga tahun dan bisa

diperpanjang.

d. Artis / aktris : kegiatan seni dengan tujuan mendapat keuntungan,

termasuk bermain musik, tari, sastra atau kesenian lain. Jangka

waktu status tempat tinggal yang diberikan adalah satu hingga tiga

tahun dan bisa diperpanjang.

e. Aktivis keagamaan : kegiatan keagamaan atau kegiatan yang

berhubungan dengan kagamaan yang dikirim oleh organisasi asing.

Jangka waktu status tempat tinggal yang diberikan adalah satu

hingga tiga tahun dan bisa diperpanjang.

f. Jurnalis : kegiatan meliput berita atau kegiatan jurnalistik lainnya

yang dikirim dari organisasi jurnalistik asing. Jangka waktu status

tempat tinggal yang diberikan adalah satu hingga tiga tahun dan bisa

diperpanjang.

g. Manajer / Investor : kegiatan mengelola atau ikut serta dalam

perdagangan internasional di wilayah negara Jepang. Jangka waktu

status tempat tinggal yang diberikan adalah satu hingga tiga tahun

dan bisa diperpanjang.

h. Pelayanan hukum / akuntasi : kegiatan yang terlibat dalam bisnis

legal yang dilakukan oleh pengacara asing dan kegiatan akuntan

publik yang memiliki sertifikat international accountingservice.

Jangka waktu status tempat tinggal yang diberikan adalah satu

hingga tiga tahun dan bisa diperpanjang.

74
i. Pelayanan medis : kegiatan yang teribat dalam layanan perawatan

medis, bisa dilakukan oleh dokter asing maupun perawat asing yang

telah terkualifikasi. Jangka waktu status tempat tinggal yang

diberikan adalah satu hingga tiga tahun dan bisa diperpanjang.

j. Peneliti : kegiatan yang terlibat dalam penelitian yang memiliki

kontrak dengan organisasi penelitian pemerintah Jepang, perguruan

tinggi maupun organisasi swasta asal Jepang. Jangka waktu status

tempat tinggal yang diberikan adalah satu hingga tiga tahun dan bisa

diperpanjang.

k. Instruktur : kegiatan membimbing/mangajar di sekolah dasar,

sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah

kejuruan atau lembaga pendidikan lainnya. Jangka waktu status

tempat tinggal yang diberikan adalah satu hingga tiga tahun dan bisa

diperpanjang.

l. Engginer / insinyur : kegitaan yang berkaitan dengan teknologi /

ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan ilmu fisik, teknik atau di

bidang sains berdasarkan kontrak dengan pemerintah Jepang ,

perguruang tinggi atau organisasi swasta di Jepang. Jangka waktu

status tempat tinggal yang diberikan adalah satu hingga tiga tahun

dan bisa diperpanjang.

m. Layanan internasional : kegiatan layanan yang memerlukan

pengetahuan di bidang kemanusiaan, yurisprudensi, ekonomi,

teknologi, sains atau bahakan pertukaran budaya dan memiliki

kontrak dengan pemerintah Jepang, perguruan tinggi atau organisasi

75
swasta lainnya. Jangka waktu status tempat tinggal yang diberikan

adalah satu hingga tiga tahun dan bisa diperpanjang

n. Tenaga kerja ahli : kegiatan yang memerlukan teknik atau

keterampilan dalam bidang kusus berdasarkan kontrak dengan

pemerintah Jepang, perguruan tinggi atau organisasi swasta. Jangka

waktu status tempat tinggal yang diberikan adalah enam bulan, satu

tahun atau tiga tahun dan bisa diperpanjang.

2. Extra Status Activities ( Izin Aktifitas Ekstra )

Extra Status Activities ini diperlukan apabila warga negara asing

ingin melakukan kegiatan lain selain dari kegiatan yang sesuai dengan

status of residence yang mereka miliki. Hal ini tercantum dalam Article

19 Pararaph 1 Immigration Control and Refugee Recognition Act Japan

menyatakan :

“Any foreign national who is a resident under a status of


residence listed in the left-hand column of Appended Table I shall
not engage in the activities set forth in the following items, with
regard to the categories identified therein, except for cases where
he/she engages in them with permission as set forth in paragraph
(2) of this Article.

Pada intinya Article 19 Paragraph 1 menjelaskan bahwa warga

negara asing hanya boleh melakukan kegiatan sesuai dengan kegiatan

yang tertulis dalam status of residence yang dimiliki. Tetapi,

dimungkinkan bagi warga negara asing untuk bisa melakukan kegiatan

lain dengan mangajukan Extra Status Activities sesuai dengan ketentuan

Article 19 Paragraph 2. Mengenai Extra Status Activities pada Article

76
19 Paragraph 2 Immigration Control and Refugee Recognition Act

menyatakan :

“When an application has been submitted by a foreign national


who is a resident with a status of residence listed in the left-hand
column of Appended Table I, in accordance with the procedures
provided for by Ordinance of the Ministry of Justice, to engage in
activities related to the management of business involving income
or activities for which he/she receives remuneration, which are
not included among those activities listed in the right-hand
column of the same table, the Minister of Justice may grant
permission if he/she finds reasonable grounds to do so to the
extent that there is no impediment to the original activities under
the status of residence. In this case, the Minister of Justice may
impose conditions necessary for the permission.”

Pada intinya Article 19 Paragraph 2 menjelaskan menteri

kehakiman dapat memberikan Extra Status Activities bagi warga negara

asing ( setelah memenuhi persyaratan ) yang ingin melakukan kegiatan

lain yang menghasilkan pendapatan atau kegiatan yang menerima

remunisasi selain dari kegiatan yang tertulis dalam status of residence

yang dimilikinya.

J. Pengawasan Tenaga Kerja Asing di Jepang

Pengawasan tenaga kerja asing di Jepang dilaksanakan oleh

Labor Inspection Office. Terdapat 321 Labor Inspection Office yang

tersebar di seluruh wilayah Jepang. Segala hal yang berkaitan dengan

permasalahan kerja dengan tenaga kerja asing dapat dilaporkan ke

Labor Inspection Office.

77
4.3. Persamaan dan Perbedaan Pengaturan Tenaga Kerja Asing di

Indonesia dan Jepang

Dari hasil pembahasan yang telah diuraikan pada pembahasan

pengaturan tenaga kerja asing di Indonesia dan Jepang dapat ditemukan

beberapa persamaan antara pengaturan penggunaan tenaga kerja asing di

Indonesia dan Jepang.

Tabel 1

Persamaan Pengaturan Tenaga Kerja Asing di Indonesia dan Jepang


Tenaga kerja asing hanya bisa
Kontrak Kerja / mendapatkan Perjanjian kerja waktu
Perjanjian Kerja tertentu
Perjanjian kerja wajib tertulis
Perjanjian kerja bisa diperpanjang
berulang-ulang tanpa dibatasi

Wajib membuat peraturan perusahaan


Peraturan Perusahaan apabila telah memperkerjakan 10
orang pekerja atau lebih
Peraturan perusahaan tidak boleh
melanggar perjanjian bersama antara
pemberi kerja dan pekerja

Dilarang membayar upah lebih rendah


Upah dari upah minimum yang telah
ditentukan di masing-masing daerah
Upah harus dibayar dengan penuh

Jam kerja maksimal adalah 8 jam/hari


Jam Kerja, Lembur, Cuti jika lebih dari itu maka termasuk
dan Hari Libur lembur dan pemberi kerja wajib
memberikan upah tambahan
Hari libur setidaknya diberikan 1
hari/minggu atau 4 hari/1 bulan

Pengunduran diri tidak diperbolehkan


apabila terikat perjanjian kerja waktu
tertentu

78
Pengunduran diri saat perjanjian kerja
Pengunduran Diri dan masih berlaku, pekerja dapat
Pemberhentian dikenakan sanksi
Tata cara pengunduran diri sesuai
dengan peraturan perusahaan
Pemberhentian tidak boleh dilakukan
tenpa alasan yang tidak jelas atau
alasan-alasan lain yang diatur dalam
Undang-Undang
Pemberhentian boleh dilakukan
apabila perusahaan berhenti beroperasi
atau karena penggabungan perusahaan

Tujuan memperjuangkan, membela


Serikat Buruh serta melindungi hak dan kepentingan
pekerja serta meningkatkan
kesejahteraan pekerja

Asuransi Jamin Tenaga kerja asing wajib memiliki


polis asuransi baik itu asuransi negara
atau milik badan swasta
Sumber : data sekunder yang telah diolah

Dari pembahasan yang telah diuraiakan mengenai pengaturan

tenaga kerja asing di Indonesia dan Jepang. Peneliti dapat menemukan

beberapa perbedaan antara pengaturan penggunaan tenaga kerja asing di

Indonesia dan Jepang.

Tabel 2
Perbedaan Pengaturan Tenaga Kerja Asing di Indonesia dan Jepang
Indonesia Jepang
Cuti yang diberikan Cuti yang diberikan
Cuti Tahunan adalah 12 hari, pekerja adalah 10 hari, pekerja
telah bekerja minimal 1 telah bekerja minimal 6
tahun bulan
Perundingan Perundingan boleh
Serikat buruh menggunakan perwakilan secara kolektif /
agar tidak terjadi bersama-sama dan
keributan pemberi kerja tidak
boleh menolak
Izin Tenaga Kerja Pemberi kerja wajib Pemberi kerja membuat
Asing membuat RPTKA, IMTA laporan dan

79
menyerahkan kepada
dinas ketenagakerjaa
daerah
Tenaga kerja asing wajib Tenaga kerja asing wajib
mengurus Vitas dan Itas memiliki status of
residence
Apabila tenaga kerja Tenaga kerja asing yang
asing memiliki pekerjaan beralih profesi atau
lain maka pemberi kerja melakukan kegiatan lain
harus membuat RPTKA yang mendapatkan upah
dan IMTA baru maka tenaga kerja asing
harus mengurus extra
status activitis.
Apabila tenaga kerja Apabila tenaga kerja
asing pindah jabatan asing pindah jabatan
tetapi masih dalam satu tetapi masih dalam satu
perusahaan maka perusahaan maka tenaga
pemberi kerja harus kerja asing harus
mengurus RPTKA dan mengubah exstra status
IMTA perubahan activities

Pengawasan tenaga Dinas Ketenagakerjaan Labor Inspection Office


kerja asing Disetiap wilayah
Sumber : data sekunder yang telah diolah

80

Anda mungkin juga menyukai