Anda di halaman 1dari 22

BAB VI

PENGUJIAN AUDIT

6.1 Prosedur Audit


Prosedur Audit adalah tindakan yang di lakukan atau metode dan taknik yang digunakan oleh
auditor untuk mendapatkan atau mengevaluasi bukti audit.

Jenis – Jenis Prosedur Audit


• Prosedur Analitis
Terdiri dari kegiatan yang mempelajari dan membandingkan data yang memiliki hubungan.Prosedur
analitis mengahsilkan bukti analitis.
• Menginspeksi
Meliputi kegiatan pemeriksaan secara teliti atau pemeriksaan secara mendalam atas dokumen catatan
atau pemeriksaan fisik atas sumber-sumber berwujud. Dengan cara ini auditor dapat membuktikan
keaslian suatu dokumen.
• Mengkonfirmasi
Adalah suatu bentuk pengajuan pertanyaan yang memungkinkan auditor untuk mendapatkan informasi
langsung dari sumber independent dari luar perusahaan.
• Mengajukan pertanyaan
Hal ini bisa dilakukan secar lesan ataupun tertulis.Pertanyaan bisa dilakukan kepada sumber intern
pada perusahaan klien atau pada pihak luar.
• Menghitung
Penerapan prosedur menghitung yang paling umum dilakukan adalah 
1.melakukan perhitungan fisik atas barang-barang berwujud
2.menghitung dokumen bernomor tercetak
Tindaka yang pertama dimaksudkan untuk mengevaluasi bukti fisik dari jumlah yang ada di tangan
sedangkan yang kedua merupakan cara untuk mengevaluasi bukti dokumen khususnya yang berkaitan
dengan kelengkapan catatan akuntansi.
• Menelusur
Yang biasa dilakukan adalah :
1. memilih dokumen yang di buat pada saat transaksi terjadi
2. menentukan bahwa dokumen pada transaksi tersebut telah dicatat dengan tepat dalam catatan
akuntansi.
• Mencocokkan ke dokumen
Kegiatannya meliputi :
1. memilih ayat jurnal tertentu dalam catatan akuntansi
2. mendapatkan dan menginspeksi dokumen tanyg menjadi dasar pembuatan ayat jurnal tersebut untuk
menentukan validasi dan ketelitian transaksi yang dicatat.
• Mengamati
Aktivitas ini merupakan kegiatan rutin dari suatu tipe transaksi.
• Melakukan ulang
Auditor juga bisa melakukan ulang beberapa aspek dalam proses transaksi tertentu untuk memastikan
bahwa proses yang telah dilakukan klien sesuai dengan prosedur dan kebijakan pengendalian yang
telah di tetapkan.
• Teknik audit berbantu computer
Penggolongan prosedur audit 
• Prosedur untuk mendapatkan pemahaman
• Pengajuan pengendalian
• Pengujian subtantif
Terdiri dari 
1. prosedur analitis.2. pengujian detil transaksi
3. pengujian detil saldo-saldo

KERTAS KERJA
Fungsi kertas kerja :
• menyediakan penunjang utama bagi laporan audit
• membantu auditor dalam melaksanakan dan mensupervisi audit
• menjadi bukti bahwa audit telah di laksanakan sesuai dengan standar auditing

Jenis kertas kerja


• daftar saldo pemeriksaan
hal ini menjadi penting karena :
1. merupakan penghubung antar rekening buku besar klien dengan pos yang dilaporkan dalam laporan
keuangan.
2. merupakan pengontrol atas kertas kerja yang lain
3. memberi petunjuk pada kertas kerja yang mana dimuat bukti audit untuk setiap pos laporan
keuangan.
• Daftar dan analisis
• Memo audit dan informasi penguat
Adalah data tertulis yang di buat auditor dalam bentuk uraian. Memo bisa berupa komentar atas
pelaksanaan prosedur audit dan kesimpulan yang di capai. Sedang informasi penguat terdiri dari :
1. ringkasan atau intisari notulen rapat dewan komisaris
2. jawaban konfirmasi
3. representasi tertulis dari manajemen dan ahli dari luar
4.   salinan kontrak politik
• jurnal penyesuaian dan reklasifikasi
adalah koreksi atas kekeliruan, penghilangan atau kesalahan penerapan prinsip akuntansi yang
dilakukan oleh klien. Jurnal reklasifikasi berkaitan dengan penyajian saldo yang benar dalam laporan
keuangan secara baik. 

Pembuatan kertas kerja


Beberapa teknik penting yang harus diperhatikan dalam pembuatan kertas kerja :
1. judul
2. nomor indek
3. referensi silang
4. tanda pengerjaan
5. tanda tangan dan tanGgal

Review kertas kerja


review dilakukan oleh pengawas langsung dari si pembuat kertas kerja. Hal ini dilakukan apabila
pekerjaan telah selesai dikerjakan, review di tekankan pada pekerjaan apa yang dilakukan, bukti yang
di peroleh, dan kesimpulan yang di capai
5. Pengarsipan kertas kerja
Hal-hal yang biasa dimasukkan dalam arsip permanent :
1. salinan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga perusahaan
2. kode rekening dan buku pedoman prosedur
3. bagan organisasi
4. tata letak pabrik,prosesproduksi dan produk utama
5. ketentuan penerbitan saham dan obligasi
6. salinan kontrak jangka panjang
7. daftar rencan dep aktiva dan amortisasi utang jangka panjang
8. ringkasan prinsip akuntansi yang di gunakan oleh klien

Pemilik dan Penympanan kertas kerja


Kertas kerja adaah milim auditor. Kertas kerja di simpan oleh auditor dan ia bertanggung jawab
dalam keamanan dan kerahasiaannya.

Jenis dan Prosedur Audit


Jenis-jenis Bukti Audit
Bukti audit dapat dikelompokkan ke dalam 9 jenis bukti. Berikut ini dikemukakan ke Sembilan jenis
bukti tersebut:
1.      Struktur Pengendalian Intern
Struktur pengendalian intern dapat dipergunakan untuk mengecek ketelitian dan dapat dipercayai
data akuntansi. Kuat lemahnya struktur pengendalian intern merupakan indicator utama yang
menentukan jumlah bukti yang harus dikumpulkan. Oleh karena itu, struktur pengendalian intern
merupakan bukti yang kuat untuk menentukan dapat atau tidaknya informasi keuangan dipercaya.
Catatan akuntansi seperti jurnal dan buku besar, merupakan sumber data untuk membuat laporan
keuangan. Oleh karena itu, bukti catatan akuntansi merupakan obyek yang diperiksa dalam audit
laporan keuangan. Ini bukan berarti catatan akuntansi merupakan obyek audit. Obyek audit adalah
laporan keuangan. Tingkat dapat dipercayanya catatan akuntansi tergantung kuat lemahnya struktur
pengendalian intern.

4.         Konfirmasi
Konfirmasi merupakan proses pemerolehan dan penilaian suatu komunikasi lansgung dari pihak
ketiga sebagai jawaban atas permintaan informasi tentang unsure tertentu yang berdampak terhadap
asersi laporan keuangan. Konfirmasi merupakan bukti yang sangat tinggi reliabilitasnya karena
berisi informasi yang berasal dari pihak ketiga secara langsung dan tertulis. Konfirmasi sangat
banyak menghabiskan waktu dan biaya.
Ada tiga jenis konfirmasi, yaitu:

a. Konfirmasi positif
b. Blank confirmation
c. Konfirmasi negative

Konfirmasi yang dilakukan auditor pada umumnya dilakukan pada pemeriksaan:


a. Kas di bank dikonfirmasikan ke bank klien
b. Piutang usaha dikonfirmasikan ke pelanggan
c. Persediaan yang disimpan di gudang umum. Persediaan ini dikonfirmasikan ke penjaga
atau       kepala gudang
d. Hutang lease dikonfirmasikan kepada lessor

5.         Bukti Dokumenter
Bukti documenter merupakan bukti yang paling penting dalam audit. Menurutr sumber dan tingkat
kepercayaannya bukti, bukti documenter dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Bukti documenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor secara langsung
b. Bukti documenter yang dibuat pihak luar dan dikirim kepada auditor melalui klien
c. Bukti documenter yang dibuat dan disimpan oleh klien.
Reliabilitas bukti documenter tergantung sumber dokumen, cara memperoleh bukti, dan sifat
dokumen itu sendiri. Sifat dokumen mengacu tingkat kemungkinan terjadinya kesalahan atau
kekeliruan yang mengakibatkan kecacatan dokumen

Bukti documenter banyak digunakan secara luas dalam auditing. Bukti documenter dapat
memberikan bukti yang dapat dipercaya (reliabel) untuk semua asersi.

6.         Bukti Surat Pernyataan Tertulis


Surat pernyataan tertulis merupakan pernyataan yang ditandatangani seorang individu yang
bertanggung jawab dan berpengetahuan mengenai rekening, kondisi, atau kejadian tertentu. Bukti
surat pernyataan tertulis dapat berasal dari manajemen atau organisasi klien maupun dari dari
sumber eksternal termasuk bukti dari spesialis. Reprentation letter atau representasi tertulis yang
dibuat manajemen merupakan bukti yang berasal dari organisasi klien. Surat pernyataan konsultan
hokum, ahli teknik yang berkaitan dengan kegiatan teknik operasional organisasi klien merupakan
bukti yang berasal dari pihak ketiga. Bukti ini dapat menghasilkan bukti yang reliable untuk semua
asersi.

7.         Perhitungan Kembali sebagai Bukti Matematis


Bukti matematis diperoleh auditor melalui perhitungan kembali oleh auditor. Penghitungan yang
dilakukan auditor merupakan bukti audit yang bersifat kuantitatif dan matematis. Bukti ini dapat
digunakan untuk membuktikan ketelitian catatan akuntansi klien. Perhitungan tersebut misalnya:
a. Footing untuk meneliti penjumlahan vertical
b. Cross-footing untuk meneliti penjumlahan horizontal
c. Perhitungan depresiasi
Bukti matematis dapat diperoleh dari tugas rutin seperti penjumlahan total saldo, dan perhitugnan
kembali yang rumit seperti penghitungan kembali anuitas obligasi. Bukti matematis menghasilkan
bukti yang handal untuk asersi penilaian atau pengalokasian dengan biaya murah.

8.      Bukti Lisan
Auditor dalam melaksanakan tugasnya banyak berhubungan dengan manusia, sehingga ia
mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan lisan. Masalah yang ditanyakan antara lain
meliputi kebijakan akuntansi, lokasi dokumen dan catatan, pelaksanaan prosedur akuntansi yang
tidak lazim, kemungkinan adanya utang bersyarat maupun piutang yang sudah lama tak tertagih.
Jawaban atas pertanyaan yang ditanyakan merupaka bukti lisan. Bukti lisan harus dicatat dalam
kertas kerja audit. Bukti ini dpat menghasilkan bukti yang berkaitan dengan semua asersi.

9.      Bukti Analitis dan Perbandingan


Bukti analitis mencakup penggunaan rasio dan perbandingan data klien dengan anggaran atau
standar prestasi, trend industry, dan kondisi ekonomi umum. Bukti analitis menghasilkan dasar
untuk menentukan kewajaran suatu pos tertentu dalam laporan keuangan dan kewajaran hubungan
antas pos-pos dalam laporan keuangan. Keandalan bukti analitis sangat tergantung pada relevansi
data pembanding. Bukti analitis berkaitan serta dengan asersi keberadaan atau keterjadian,
kelengkapan, dan penilaian atau pengalokasian.
Bukti analitis meliputi perbandingan atas pos-pos tertentu antara laporan keuangan tahun berjalan
dengan laporan keuangan tahun sebelumnya. Perbandingan in dilakukan untuk meneliti adanya
perubahan yang terjadi dan untuk menilai penyebabnya
PROSEDUR  AUDIT
Prosedur audit adalah instruksi rinci untuk mengumpulkan tipe bukti audit tertentu yang harus
diperoleh pada saat tertentu dalam audit. Adapun prosedur audit yang biasa dilakukan oleh auditor
meliputi:
1.      Inspeksi Merupakan pemeriksaan secara rinci terhadap dokumen dan kondisi fisik sesuatu.
2.    Pengamatan (observation)
Pengamatan atau observasi merupakan prosedur audit untuk melihat dan menyaksikan
suatu  kegiatan.
3.      Permintaan Keterangan (enquiry)
Merupakan prosedur audit yang dilakukan dengan meminta keterangan secara lisan.
4.      Konfirmasi
Konfirmasi merupakan bentukpenyelidikan yang memungkinkan auditor memperoleh informasi
secara langsung dari pihak ketiga yang bebas.
5.         Penelusuran (tracing) Penelusuran terutama dilakukan pada bahan bukti dokumenter.
Dimana dilakukan mulai dari data awal direkamnya dokumen, yang dilanjutkan dengan pelacakan
pengolahan data-data tersebut dalam proses akuntansi.
6.         Pemeriksaan bukti pendukung (vouching) Pemeriksaan bukti pendukung (vouching)
merupakan prosedur audit yang meliputi;
Inspeksi terhadapdokumen-dokumen yang mendukung suatu transaksi atau data keuangan untuk
menetukan kewajaran dan kebenarannya.
Pembandingan dokumen tersebut dengan catatan akuntansi yang berkaitan.
7.         Perhitungan (counting) Prosedur audit ini meliputi perhitungan fisik terhadap sumberdaya
berwujud seperti kas atau sediaan tangan, pertangungjawaban semua formulir bernomor urut
tercetak.
8.         Scanning Scanning merupakan penelaahan secara cepat terhadap dokumen, cacatan, dan
daftar untuk mendeteksi unsur-unsur yang tampak tidak biasa yang memerlukan penyelidikan lebih
mendalam.
9.         Pelaksanaan ulang (reperforming) Prosedur audit ini merupakan pengulangan aktivitas yang
dilaksanakan oleh klien.
10.     Computer-assisted audit techniques Apabila catatan akuntansi dilaksanakan dalam media
elektronik maka auditor perlu menggunaka Conmputer-assisted audit techniques dalam
menggunakan berbagai prosedur audit di atas.
Prosedur Audit
Prosedur audit adalah metode atau teknik yang digunakan oleh para auditor untuk mengumpulkan dan
mengevaluasi bahan bukti yang mencukupi dan kompeten. Pembahasan berikut ini akan berfokus pada
review beberapa jenis prosedur yang digunakan oleh para auditor, prosedur ini dapat digunakan untuk
mendukung pendekatan audit top-down maupun pendekatan auditor bottom-up. Auditor akan
mempertimbangkan bagaimana setiap prosedur ini akan digunakan ketika merencanakan audit dan
mengembangkan program audit. Diberikan contoh-contoh yang sangat luas tetang bagaimana setiap
prosedur audit ini digunakan oleh para auditor dalam konteks mengaudit siklus transaksi spesifik san
saldo akun terkait.
Berikut ini adalah sepuluh jenis prosedur audit yang akan dibahas :
1. Prosedur analitis
2. Inspeksi
3. Konfirmasi
4. Permintaan keterangan
5. Perhitungan
6. Penelusuran
7. Pemeriksaan bukti pendukung
8. Pengamatan
9. Pelaksanaan ulang
10. Teknik audit berbantuan komputer.

Pemilihan prosedur audit yang akan digunakan untuk menyelesaikan suatu tujuan audit tertentu terjadi
dalam tahap perencanaan audit. Efektivitas prosedur dalam memenuhi tujuan audit spesifik dan biaya
pelaksanaan prosedur tersebt harus dipertimbangkan dalam pemilihan prosedur yang akan digunakan.

Prosedur analitis
Prosedur analitis terdiri dari penelitian dan perbandingan hubungan antara data. Prosedur ini meliputi
perhitungan dan penggunaan rasio-rasio sederhana, analitis vertikal atau laporan persentase,
perbandingan jumlah yang sebenarnya. Dengan data historis atau anggaran, serta penggunaan model
matematis dan statistik, seperti analisis regresi. Analisis regresi ini dapat melibatkan penggunaan data
nonkeuangan maupun data keuangan. Prosedur analitis sering kali meliputi juga pengukuran kegiatan
bisnis yang mendasari operasi serta membandingkan ukuran2 kunci ekonomi yang menggerakan
bisnis dengan hasil keuangan terkait. Prosedur analitis umumnya digunakan dalam pendekatan top-
down untuk mengembangkan harapan atas akun laporan keuangan dan untuk menilai kelayakan
laporan keuangan dalam konteks tersebut.

Inspeksi
Inspeksi meliputi pemeriksaan rinci terhadap dokumen dan catatan, serta pemeriksaan sumber daya
berwujud. Prosedur ini digunakan secara luas dalam auditing. Inspeksi sering klai digunakan dalam
mengumpulkan dan mengevaluasi bukti bottom-up maupun top-down.
Konfirmasi
konfirmasi adalah bentuk permintaan keterangan yang memungkinkan auditor untuk memperoleh
informasi secara langsung dari sumber independen diluar organisasi klien. Dalam kasus yang lazim,
klien membuat permintaan kepada pihak luar secara tertulis, namun auditor yang mengendalikan
pengiriman permintaan keterangan tersebut. Permintaan tersebut juga meliputi instruksi berupa
permintaan kepada penerima untuk mengirimkan tanggapannya secara langsung kepada auditor.
Konfirmasi menyediakan bukti bottom-up penting dan digunakan dalam auditing karena bukti tersebut
biasanya objektif dan berasal dari sumber independen
6.2 PENGENDALIAN INTERN AUDIT

Dalam teori akuntansi dan organisasi, pengendalian intern atau kontrol


intern didefinisikan sebagai suatu proses, yang dipengaruhi oleh sumber daya
manusia dan sistem teknologi informasi, yang dirancang untuk membantu organisasi
mencapai suatu tujuan atau objektif tertentu. Pengendalian intern merupakan suatu cara
untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu organisasi. Ia
berperan penting untuk mencegah dan mendeteksi penggelapan (fraud) dan melindungi
sumber daya organisasi baik yang berwujud (seperti mesin dan lahan) maupun tidak
berwujud (seperti reputasi atau hak kekayaan intelektual seperti merek dagang).

Adanya sistem akuntansi yang memadai, menjadikan akuntan perusahaan dapat


menyediakan informasi keuangan bagi setiap tingkatan manajemen, para pemilik atau
pemegang saham, kreditur dan para pemakai laporan keuangan (stakeholder) lain yang
dijadikan dasar pengambilan keputusan ekonomi. Sistem tersebut dapat digunakan oleh
manajemen untuk merencanakan dan mengendalikan operasi perusahaan. Lebih rinci lagi,
kebijakan dan prosedur yang digunakan secara langsung dimaksudkan untuk mencapai
sasaran dan menjamin atau menyediakan laporan keuangan yang tepat serta menjamin
ditaatinya atau dipatuhinya hukum dan peraturan, hal ini disebut Pengendalian Intern,
atau dengan kata lain bahwa pengendalian intern terdiri atas kebijakan dan prosedur yang
digunakan dalam operasi perusahaan untuk menyediakan informasi keuangan yang
handal serta menjamin dipatuhinya hukum dan peraturan yang berlaku.

Pada tingkatan organisasi, tujuan pengendalian intern berkaitan dengan


keandalan laporan keuangan, umpan balik yang tepat waktu terhadap pencapaian tujuan-
tujuan operasional dan strategis, serta kepatuhan pada hukum dan regulasi. Pada
tingkatan transaksi spesifik, pengendalian intern merujuk pada aksi yang dilakukan untuk
mencapai suatu tujuan tertentu (mis. memastikan pembayaran terhadap pihak ketiga
dilakukan terhadap suatu layanan yang benar-benar dilakukan). Prosedur pengedalian
intern mengurangi variasi proses dan pada gilirannya memberikan hasil yang lebih dapat
diperkirakan.
Tujuan Pengendalian Intern
Tujuan pengendalian intern adalah menjamin manajemen perusahaan/organisasi/entitas
agar:

 Tujuan perusahaan yang ditetapkan akan dapat dicapai.


 Laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan dapat dipercaya
 Kegiatan perusahaan sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.

Pengendalian intern dapat mencegah kerugian atau pemborosan pengolahan sumber daya
perusahaan. Pengendalian intern dapat menyediakan informasi tentang bagaimana
menilai kinerja perusahaan dan manajemen perusahaan serta menyediakan informasi
yang akan digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan.

Elemen-elemen Pengendalian Intern


Committee of Sponsoring Organizations of the Treatway Commission (COSO)
memperkenalkan adanya lima komponen pengendalian intern yang meliputi Lingkungan
Pengendalian (Control Environment), Penilaian Risiko (Risk Assesment), Aktivitas
Pengendalian (Control Procedure), Pemantauan (Monitoring), serta Informasi dan
Komunikasi (Information and Communication).

Lingkungan Pengendalian (Control Environment)


Lingkungan pengendalian perusahaan mencakup sikap para manajemen dan karyawan
terhadap pentingnya pengendalian yang ada di organisasi tersebut. Salah satu faktor yang
berpengaruh terhadap lingkungan pengendalian adalah filosofi manajemen (manajemen
tunggal dalam persekutuan atau manajemen bersama dalam perseroan) dan gaya operasi
manajemen (manajemen yang progresif atau yang konservatif), struktur organisasi
(terpusat atau ter desentralisasi) serta praktik kepersonaliaan. Lingkungan pengendalian
ini amat penting karena menjadi dasar keefektifan unsur-unsur pengendalian intern yang
lain.

Pengendalian internal vs pengendalian manajemen:

1. Pengendalian internal
 a pengendalian manajemen terdiri dari pengendalian intern dan ekstern
 b. lebih menekankan pd tujuan perusahaan dan menghubungkan pengendallian manajemen untuk
mencapai tujuan
 c. meliputi produksi, transportasi dan riset perusahaan.

2. Pengendalian manajemen

 a. mengendalikan terdiri dari pengendalian administratif dan pengendalian akuntansi


 b. menekankan pada pengendalian terhadap mengamankan aktiva perusahaan dengan melakukan
pecatatan akuntansi memadai
 c. meliputi akuntansi meningkatkan efektifitas dan efisiensi dan taat pd hukum yang berlaku.

COSO memperkenalkan lima komponen pengendalian intern sebagai pembaharuan dari


pengendalian manajemen, pengendalian manajemen lebih menekankan terhadap
prosedur, sementara pengendalian intern lebih menekankan peran manusia/pelaku
dibandingkan serangkaian prosedur.

Penilaian Risiko (Risk Assesment)


Semua organisasi memiliki risiko, dalam kondisi apapun yang namanya risiko pasti ada
dalam suatu aktivitas, baik aktivitas yang berkaitan dengan bisnis (profit dan non profit)
maupun non bisnis. Suatu risiko yang telah di identifikasi dapat
di analisis dan evaluasi sehingga dapat di perkirakan intensitas dan tindakan yang dapat
meminimalkannya. Namun

Prosedur Pengendalian (Control Activities)


Prosedur pengendalian ditetapkan untuk menstandarisasi proses kerja sehingga menjamin
tercapainya tujuan perusahaan dan mencegah atau mendeteksi terjadinya ketidakberesan
dan kesalahan. Prosedur pengendalian meliputi hal-hal sebagai berikut:

 Personil yang kompeten, mutasi tugas dan cuti wajib.


 Pelimpahan tanggung jawab.
 Pemisahan tanggung jawab untuk kegiatan terkait.
 Pemisahan fungsi akuntansi, penyimpanan aset dan operasional.

Pemantauan (Monitoring)
Pemantauan terhadap sistem pengendalian intern akan menemukan kekurangan serta
meningkatkan efektivitas pengendalian. Pengendalian intern dapat di monitor dengan
baik dengan cara penilaian khusus atau sejalan dengan usaha manajemen. Usaha
pemantauan yang terakhir dapat dilakukan dengan cara mengamati perilaku karyawan
atau tanda-tanda peringatan yang diberikan oleh sistem akuntansi.

Penilaian secara khusus biasanya dilakukan secara berkala saat terjadi perubahan pokok
dalam strategi manajemen senior, struktur korporasi atau kegiatan usaha. Pada
perusahaan besar, auditor internal adalah pihak yang bertanggung jawab atas pemantauan
sistem pengendalian intern. Auditor independen juga sering melakukan penilaian atas
pengendalian intern sebagai bagian dari audit atas laporan keuangan.

Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)


Informasi dan komunikasi merupakan elemen-elemen yang penting dari pengendalian
intern perusahaan. Informasi tentang lingkungan pengendalian, penilaian risiko, prosedur
pengendalian dan monitoring diperlukan oleh manajemen Winnebago pedoman
operasional dan menjamin ketaatan dengan pelaporan hukum dan peraturan-peraturan
yang berlaku pada perusahaan.

Informasi juga diperlukan dari pihak luar perusahaan. Manajemen dapat menggunakan
informasi jenis ini untuk menilai standar eksternal. Hukum, peristiwa dan kondisi yang
berpengaruh pada pengambilan keputusan dan pelaporan eksternal.

6.3 Pengujian Substantif

Auditor harus menghimpun bukti yang cukup untuk memperoleh dasar yang
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Pengujian substantif
menyediakan bukti mengenai kewajaran setiap asersi laporan keuangan yang signifikan.
Perancangan pengujian substantif meliputi penentuan:

1. Sifat pengujian
2. Waktu pengujian
3. Luas pengujian substantif
Prosedur Untuk Melaksanakan Pengujian Substantif

Ada delapan prosedur untuk melaksanakan pengujian substantif yaitu:

1. Pengajuan pertanyaan kepada para karyawan berkaitan dengan kinerja tugas mereka.
2. Pengamatan atau observasi terhadap personil dalam melaksanakan tugas mereka.
3. Menginspeksi dokumen dan catatan.
4. Melakukan penghitungan kembali
5. Konfirmasi
6. Analisis
7. Tracing atau pengusutan
8. Vouching atau penelusuran
Sifat Atau Jenis Pengujian Substantif

Jika tingkat risiko deteksi yang dapat diterima adalah rendah maka auditor harus
menggunakan prosedur yang lebih efektif yang biasanya juga lebih mahal. Ada tiga tipe
pengujian substantif yang dapat digunakan yaitu:

1. Pengujian rinci atau detail saldo


2. Pengujian rinci atau detail transaksi
3. Prosedur analitis
Pengujian Detail Saldo, metodologi perancangan pengujian detail saldo meliputi empat
tahapan, yaitu:

1. Menilai materialitas dan risiko bawaan suatu akun.


2. Menetapkan risiko pengendalian
3. Merancang pengujian transaksi dan prosedur analitis
4. Merancang pengujian detail saldo untuk memenuhi setiap tujuan spesifik audit secara memuaskan.
Untuk melihat hubungan antara risiko deteksi dengan pengujian detail saldo, berikut ini
disajikan tabel.

Tabel. Hubungan Risiko Deteksi dengan Pengujian Detail Saldo


Tingkat Risiko Langkah Pengujian Detail Saldo
Deteksi

Tinggi Scan rekonsiliasi bank yang dibuat klien dan


verivikasi ketepatan perhitungan matematisnya

Moderat Review rekonsiliasi bank yang dibuat klien dan


verivikasi pada sebagain besar item-itemnya.

Rendah Buatlah rekonsiliasi bank dan verivikasi item-


item yang direkonsiliasi tersebut

Prosedur Analitis, prosedur analitis meliputi jumlah yang tercatat dengan harapan yang
dikembangkan auditor juga meliputi perhitungan rasio oleh auditor.

Ada emapt kegunaan prosedur analitis yaitu:

1. Untuk memperoleh pemahaman mengenai bisnis dan industri klien.


2. Untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menjaga kelangsungan usahanya.
3. Untuk mendeteksi ada tidaknya kesalahan dalam laporan keuangan klien.
4. Untuk menentukan dapat tidaknya dilakukan pengurangan atas pengujian audit detail.
Penentuan Saat Pelaksanaan Pengujian Substantif

Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima mempengaruhi penentuan waktu pelaksanaan
pengujian substantif. Jika risiko deteksi rendah maka pengujian substantif lebih baik
dilaksanakan pada atau dekat dengan tanggal neraca.

Luas Pengujian Substantif

Semakin rendah tingkat risiko deteksi yang dapat diterima, semakin banyak bukti yang
harus dikumpulkan, auditor dapat mengubah jumlah bukti yang harus dihimpun dengan
cara mengubah luas pengujian subtantif yang dilakukan.
Keputusan auditor tentang rancangan pengujian substantif didokumentasikan dalam
kertas kerja dalam bentuk program audit

6.4 PROSEDUR ANALITIS

Menurut PSA 22 (SA 329) prosedur analitis didefinisikan sebagai “evaluasi atas
informasi keuangan yang dilakukan dengan mempelajari hubungan logis antara data
keuangan dan nonkeuangan, meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang tercatat dengan
ekspektasi auditor.” Definisi ini menekankan pada ekspektasi yang dikembangkan oleh
auditor. Prosedur analitis dapat dilakukan dalam tiga kesempatan selama penugasan audit
berlangsung yakni saat perencanaan, pengujian dan penyelesaian audit.

Prosedur analitis pada tahap perencanaan bertujuan:

a)   Memahami kegiatan entitas yang diaudit

Umumnya auditor mempertimbangkan pengetahuan dan pengalaman tentang auditan


yang diperoleh di tahun sebelumnya sebagai titik tolak perencanaan audit tahun berjalan.
Dengan melakukan prosedur analitis, perubahan yang terjadi dapat diamati dari
perbandingan informasi tahun berjalan (yang belum diaudit) dengan informasi tahun
sebelumnya yang telah diaudit. Perubahan tersebut dapat mencerminkan kecenderungan
yang penting atau kejadian spesifik. Contohnya menurunnya persentase marjin kotor
selama beberapa waktu dapat mengindikasikan inefisiensi kinerja perusahaan.

b)   Menunjukkan kemungkinan salah saji


Perbedaan yang tidak diharapkan (fluktuasi yang tidak biasa) antara data keuangan tahun
berjalan yang belum diaudit dengan data keuangan yang dijadikan pembanding dapat
mengindikasikan adanya salah saji atau ketidakberesan akuntansi. Fluktuasi yang tidak
biasa terjadi jika diperkirakan tidak ada perbedaan tetapi kenyataannya terjadi perbedaan,
atau bila diperkirakan terjadi perbedaan, yang ternyata tidak terjadi. Aspek prosedur
analitis ini sering disebut “arahan perhatian” karena prosedur ini menghasilkan prosedur
yang lebih rinci dalam bidang audit khusus di mana terdapat kemungkinan ditemukannya
salah saji.

c)    Mengurangi pengujian terinci

Jika prosedur analitis tidak mengungkapkan fluktuasi yang tidak biasa, maka
implikasinya adalah adanya kemungkinan salah saji material telah diminimalisasikan.
Dengan kata lain, pos tersebut tidak memerlukan pengujian rinci, prosedur audit tertentu
dapat dihilangkan, sampel dapat dikurangi, atau pelaksanaan prosedur audit pada pos
tersebut dapat dilaksanakan sesudah tanggal neraca. Prosedur analitis lebih sering
digunakan pada audit keuangan karena data keuangan yang menjadi analisis dalam audit
keuangan memiliki hubungan dan kecenderungan antar berbagai data dari berbagai akun-
akun pencatatan. Walaupun demikian, prosedur analitis juga dapat digunakan pada audit-
audit lain terutama bila data yang digunakan adalah data-data kuantitatif. Kecenderungan
(trend) tingkat kematian bayi, misalnya, dapat digunakan dalam prosedur analitis
pemeriksaan kinerja efektivitas Program Imunisasi Nasional.

Auditor umumnya melakukan beberapa langkah berikut untuk mencapai tujuan-tujuan


prosedur analitis awal, yaitu:

a)      Membandingkan angka-angka pada tahun berjalan dengan angka-angka pada tahun
lalu, baik data keuangan maupun data kuantitatif nonkeuangan.

b)      Mengidentifikasi fluktuasi-fluktuasi atau kecenderungan-kecenderungan yang tidak


biasa.
c)      Mengevaluasi kemungkinan faktor-faktor penyebab terjadinya fluktuasi-fluktuasi.

Prosedur analitis merupakan prosedur yang paling murah. Perhatian harus diberikan pada
bagaimana prosedur analitis dapat membantu pencapaian risiko deteksi yang dapat
diterima sebelum memilih pengujian terinci. Pada saat hasil prosedur analitis sesuai
dengan yang diharapkan dan tingkat risiko deteksi yang dapat diterima tinggi, maka tidak
perlu dilakukan pengujian terinci.

Prosedur analitis menggunakan perbandingan dan hubungan-hubungan (korelasi) untuk


memperkirakan apakah saldo akun atau data yang lain telah disajikan dengan layak.
Contoh dari prosedur analitis adalah membandingkan persentase gross margin pada
tahun ini dengan tahun yang lalu. Prosedur analitis digunakan secara luas dalam praktik
dan kegunaanya meningkat sejak adanya komputer yang membantu melakukan
penghitungan-penghitungan ini.

Dalam audit atas laporan keuangan, Prosedur analitis menjadi bukti audit yang sangat
penting karena dilakukan pada 3 (tiga) tahapan audit yaitu pada waktu perencanaan,
pengujian substantif dan pada waktu penyelesaian audit.
Menurut Arens dan Loebbecke, tujuan dari prosedur analitis dalam audit atas laporan
keuangan adalah:

a)    Memahami sifat industri dan usaha auditan.

Auditor harus mendapatkan pengetahuan mengenai sifat industri dan usaha auditan
sebagai bagian dari perencanaan audit. Dengan melaksanakan prosedur analitis di mana
informasi laporan keuangan yang belum diaudit dibandingkan dengan informasi laporan
keuangan tahun lalu yang telah diaudit, perubahan yang terjadi dapat teridentifikasi.
Perubahan-perubahan ini dapat mewakili kecenderungan-kecenderungan yang penting
atau kejadian-kejadian tertentu dimana semuanya akan mempengaruhi perencanaan audit.
Sebagai contoh penambahan saldo dari aktiva tetap mungkin mengindikasikan perolehan
signifikan yang harus diperiksa.
b)   Memperkirakan kemampuan auditan untuk melanjutkan usahanya (going concern)

Prosedur analitis berguna sebagai indikasi jikalau auditan sedang mengalami masalah
keuangan. Beberapa prosedur analitis akan sangat membantu auditor dalam
memperkirakan kemungkinan kegagalan keuangan. Sebagai contoh jika terjadi kombinasi
antara perbandingan di atas normal dari hutang jangka panjang dengan kekayaan bersih
dan perbandingan di bawah rata-rata dari penghasilan dengan total aktiva, maka risiko
kegagalan keuangan yang tinggi mungkin terindikasi. Hal ini bukan hanya mempengaruhi
perencanaan audit, tetapi mempengaruhi modifikasi laporan audit jika prosedur analitis
ini dilakukan pada tahap penyelesaian.

c)    Mengindikasikan terjadinya kemungkinan salah saji dalam laporan keuangan.

Perbedaan yang signifikan antara data keuangan yang belum diaudit dengan data lain
yang digunakan sebagai pembanding, sering disebut fluktuasi yang tidak biasa (unusual
fluctuations). Fluktuasi yang tidak biasa terjadi ketika perbedaan signifikan yang
seharusnya tidak muncul tetapi ada dalam laporan keuangan, atau perbedaan yang
seharusnya muncul tetapi tidak ada. Pada dua kasus ini, satu alasan yang mungkin untuk
fluktuasi yang tidak biasa ini adalah kesalahan pencatatan akuntansi. Karena itu apabila
fluktuasi yang tidak biasa ini terjadi dalam jumlah besar, auditor harus menemukan
alasan sehingga mendapatkan keyakinan bahwa penyebabnya adalah kejadian ekonomi
yang valid dan bukan karena adanya salah saji.

d)   Mengurangi pengujian terinci.

Ketika prosedur analitis tidak mengungkapkan adanya fluktuasi yang tidak biasa, maka
kemungkinan adanya salah saji yang material telah berkurang. Dalam kasus ini, prosedur
analitis adalah bagian dari bukti substantif yang mendukung penyajian secara layak atas
akun-akun yang berkaitan, dan memungkinkan untuk melaksanakan pengujian terinci
yang lebih sedikit atas akun-akun tersebut. Dengan kata lain beberapa prosedur audit
tertentu dapat dihapuskan, jumlah sampel dapat dikurangi, atau waktu pelaksanaan
prosedur audit ini dapat dipindahkan lebih jauh dari tanggal neraca.
Lebih lanjut Konrath menjelaskan bahwa jenis-jenis penerapan prosedur analitis antara
lain adalah:

Analisis Horizontal (trend analysis)

Analisis kecenderungan mensyaratkan auditor untuk memeriksa perubahan-perubahan


dalam data sepanjang waktu. Premis yang mendasari analisa ini adalah bahwa
kecenderungan di masa lalu mungkin diharapkan berlanjut di masa yang akan datang
kecuali terjadi perubahan- perubahan keadaan yang material. Sebagai contoh, auditor
dapat mengamati perubahan dalam belanja dan pendapatan selama periode tertentu atau
mungkin mengamati perubahan dalam bentuk hubungan-hubungan. Contoh analisis
kecenderungan yang lain adalah penerapan analisis regresi untuk memprediksikan
komponen belanja dan pendapatan berdasarkan hubungan-hubungan yang diamati.

Aplikasi dari analisis kecenderungan adalah dengan membandingkan unsur-unsur utama


dalam laporan keuangan yang diaudit dengan laporan keuangan tahun sebelumnya dan
menyelidiki perubahan yang signifikan. Contoh yang lain dari analisis kecenderungan
adalah auditor membandingkan sumber-sumber pendapatan dan belanja dan menyelidiki
sumber-sumber baru atau sumber-sumber lama yang dihapuskan.

Analisis vertikal (Common-size analysis)

Laporan keuangan dengan ukuran yang biasa menyajikan semua unsur laporan keuangan
dalam bentuk persentase terhadap sebuah dasar yang biasa (common base). Sebagai
contoh dalam laporan keuangan semua aktiva dapat disajikan dalam persentase terhadap
total aktiva. Contoh analisis vertical adalah setelah menyusun beberapa paket laporan
keuangan dengan ukuran

yang biasa, auditor mencoba menyusun perkiraan auditor dengan menganalisa hubungan-
hubungan antar data dalam periode audit. Contoh yang lain dari analisis vertikal adalah
auditor dapat memeriksa laporan kinerja dan menyelidiki varian yang signifikan dari
anggaran.
Analisis Rasio (Ratio Analysis)

Analisis rasio membandingkan hubungan-hubungan antara saldo akun. Meskipun analisa


ini lebih berguna ketika membandingkan auditan dengan organisasi lain, auditor harus
juga mengamati perubahan dalam rasio untuk suatu kurun waktu tertentu. Berkaitan
dengan jenis-jenis penerapan prosedur analitis, Arens dan Loebbecke mengemukakan
bahwa prosedur analitis terdiri dari 5 (lima) jenis yaitu:

a)      Membandingkan data auditan dengan data industri di mana auditan beroperasi;

b)      Membandingkan data auditan dengan data periode laporan yang sama;

c)      Membandingkan data auditan dengan hasil yang diharapkan auditan;

d)     Membandingkan data auditan dengan hasil yang diharapkan auditor; dan

e)      Membandingkan data auditan dengan hasil yang diharapkan, dengan menggunakan
data nonkeuangan.

Prosedur analitis mencakup perbandingan-perbandingan dari jumlah-jumlah yang dicatat


dengan jumlah yang diharapkan yang disusun oleh auditor. Biasanya juga prosedur
analitis mencakup perhitungan rasio-rasio oleh auditor untuk membandingkan dengan
rasio tahun lalu dan data lain yang berhubungan. Dua tujuan utama prosedur analitis yang
dilakukan pada tahap pelaksanaan audit atas saldo akun adalah (1) mengindikasikan
kemungkinan terjadinya salah saji dalam laporan keuangan dan (2) mengurangi pengujian
terinci atas saldo. Ada perbedaan mendasar dalam prosedur analitis yang dilakukan dalam
tahap perencanaan dan prosedur analitis yang dilakukan dalam tahap pengujian. Pada
tahap perencanaan, auditor mungkin menghitung rasio dengan menggunakan data
interim. Sedangkan pada tahap pengujian saldo akhir, auditor akan menghitung kembali
rasio itu dengan menggunakan data setahun penuh. Jika auditor percaya bahwa prosedur
analitis yang dilakukan mengindikasikan kemungkinan terjadinya salah saji, maka
prosedur analitis tambahan dapat dilakukan atau auditor memutuskan untuk memodifikasi
pengujian terinci atas saldo. Ketika auditor menyusun jumlah-jumlah yang diharapkan
dengan menggunakan prosedur analitis dan menyimpulkan bahwa saldo akhir akun-akun
tertentu dalam laporan keuangan auditan dapat diterima (reasonable), beberapa pengujian
terinci atas saldo dapat dihapuskan atau jumlah sampel dikurangi. Standar auditing
menyatakan bahwa prosedur analitis dapat digunakan sebagai pengujian substantif.
Karena prosedur analitis relatif lebih murah bila dibandingkan dengan pengujian-
pengujian lainnya, banyak auditor melakukan prosedur analitis yang luas dalam setiap
audit.

Seperti dinyatakan di bagian sebelumnya, prosedur analitis dilakukan dalam 3 (tiga)


tahap yang berbeda dalam audit yaitu: (1) tahap perencanaan untuk membantu auditor
memahami usaha auditan dan menentukan bukti lain yang diperlukan untuk memenuhi
risiko audit yang dapat diterima; (2) selama pelaksanaan audit secara khusus selama
pengujian substantif; (3) pada akhir audit sebagai pengujian kelayakan yang terakhir.
Prosedur analitis yang dilakukan selama pengujian substantif lebih terfokus dan lebih luas
daripada yang dilakukan di tahap lainnya. Prosedur analitis yang menggunakan saldo
bulanan akan lebih efektif dalam melacak salah saji daripada prosedur analitis yang
menggunakan saldo tahunan, dan perbandingan antara perusahaan yang sama jenis
usahanya akan lebih efektif daripada perbandingan dengan seluruh perusahaan
(companywide). Ketika auditor berencana untuk menggunakan prosedur analitis sebagai
bagian dari pengujian substantif untuk mendapatkan keyakinan, adalah hal yang penting
bahwa data yang digunakan dalam perhitungan adalah data yang cukup dan dapat
diandalkan.

6.5 Pengujian rinci


yang digunakan oleh auditor untuk merancang pengujian rinci atau detail saldo akun berorientasi
pada tujuan spesifik audit.
•Metodologi perancangan pengujian rinci atau detail saldo meliputi 4 tahapan, yaitu:
1. Menilai materialitas & risiko bawaan suatu akun
2. Menetapkan risiko pengendalian
3. Merancang pengujian Merancang pengujian transaksi & prosedur analitis
4.Merancang pengujian rinci atau detail saldo untuk memenuhi tujuan spesifik audit secara
memuaskan

Anda mungkin juga menyukai