Anda di halaman 1dari 7

www.muslim.or.

id

Keutamaan Belajar Ilmu Agama (Bag. 3)


muslim.or.id/51587-keutamaan-belajar-ilmu-agama-bag-3.html

dr. M Saifudin Hakim, M.Sc., Ph.D.

1/7
Baca pembahasan sebelumnya Keutamaan Belajar Ilmu Agama (Bag. 2)

Daftar Isi sembunyikan


1. Binatang pun Menjadi Lebih Mulia karena Ilmu
2. Penuntut Ilmu adalah Manusia yang Terbaik
3. Yang Lebih Didahulukan dalam Memimpin adalah Orang Berilmu
4. Dunia Ini Terlaknat kecuali Orang yang Menuntut Ilmu Syar’i
5. Catatan Penting (!!)

Binatang pun Menjadi Lebih Mulia karena Ilmu

2/7
Karena kemuliaan ilmu syar’i dan keutamaannya pula, Allah Ta’ala menghalalkan bagi
kita untuk memakan binatang hasil buruan yang diburu oleh anjing ‘berilmu’ (yaitu
anjing yang sudah terlatih untuk berburu) dan mengharamkan memakan binatang hasil
buruan yang diburu oleh anjing yang tidak ‘berilmu’. Ini adalah bukti nyata bahwa
binatang dibedakan kedudukannya karena ilmu. Maka bagaimana lagi dengan manusia?

Allah Ta’ala berfirman,

‫اﷲُ َﻓ ُﻜﻠُﻮا ِﻣ ﱠﻤﺎ أَ ْﻣ َﺴ ْﻜ َﻦ َﻋﻠَْﯿ ُﻜ ْﻢ‬ ‫ﯿﻦ ﺗُ َﻌﻠﱢﻤُﻮﻧَﻬ ﱠ‬


‫ُﻦ ِﻣ ﱠﻤﺎ َﻋﻠﱠ َﻤ ُﻜ ُﻢ ﱠ‬ َ ِ‫ار ِح ُﻣ َﻜﻠﱢﺒ‬ ْ ‫ﱠ‬ ‫ﯾَ ْﺴﺄَﻟُﻮﻧَ َﻚ َﻣﺎ َذا أُ ِﺣ ﱠﻞ ﻟَ ُﻬ ْﻢ ُﻗ ْﻞ أُ ِﺣ ﱠﻞ ﻟَ ُﻜ ُﻢ ﱠ‬
ِ ‫ﺎت َو َﻣﺎ َﻋﻠ ْﻤﺘُ ْﻢ ِﻣ َﻦ اﻟ َﺠ َﻮ‬
ُ َ‫اﻟﻄﯿﱢﺒ‬
‫اﷲِ َﻋﻠَْﯿ ِﻪ‬‫اﺳ َﻢ ﱠ‬ ْ ‫َوا ْذ ُﻛ ُﺮوا‬

“Mereka menanyakan kepadamu, ‘Apakah yang dihalalkan bagi mereka?’


Katakanlah,’Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh
binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu
mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari
apa yang ditangkapnya untukmu dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu
melepasnya).’” (QS. Al-Maidah [5]: 4)

Maka, marilah kita merenungkan ayat ini dengan seksama. Kalaulah bukan karena
kemuliaan dan keutamaan ilmu, niscaya buruan anjing ‘berilmu’ dan anjing ‘bodoh’ akan
sama saja.

Baca Juga: Menjadi Sesat Karena Hobi Berdebat Kusir

Penuntut Ilmu adalah Manusia yang Terbaik


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ﻼ ِم إِ َذا َﻓ ُﻘﻬُﻮا‬
َ ‫ﺎر ُﻫ ْﻢ ِﻓﻰ اﻹ ْﺳ‬
ِ ِ ‫ﺎر ُﻫ ْﻢ ِﻓﻰ ْاﻟ َﺠ‬
ُ َ‫ﺎﻫﻠِﯿﱠ ِﺔ ِﺧﯿ‬ ‫ﺎس َﻣ َﻌﺎ ِد ُن َﻛ َﻤ َﻌﺎ ِد ِن ْاﻟ ِﻔ ﱠ‬
ُ َ‫ﻀ ِﺔ َواﻟ ﱠﺬ َﻫ ِﺐ ِﺧﯿ‬ ُ ‫اﻟﻨﱠ‬

“Manusia itu ibarat logam dari emas dan perak. Orang yang terbaik ketika jahiliyyah akan
menjadi yang terbaik ketika Islam, jika mereka berilmu.” (HR. Bukhari no. 3496 dan
Muslim no. 6877. Lafadz hadits di atas adalah milik Muslim)

Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata ketika memberi komentar terhadap hadits
ini,

‫اﻹ ْﺳ َﻼ ِﻣ ّﻲ َﻻ ﯾَﺘِ ّﻢ إِﱠﻻ ﺑِﺎﻟﺘﱠ َﻔ ﱡﻘ ِﻪ ِﻓﻲ اﻟ ﱢﺪﯾﻦ‬


ْ ‫َوأَ ﱠﻣﺎ َﻗ ْﻮﻟﻪ إ َذا َﻓ ِﻘﻬُﻮا َﻓ ِﻔﯿ ِﻪ إ َﺷ َ َ َ ﱠ‬
ِ ‫ﺎرة إِﻟﻰ أ ﱠن اﻟﺸ َﺮف‬ ِ ِ

“ … adapun perkataan beliau, ‘jika mereka berilmu’ maka di dalamnya terdapat isyarat
bahwa kemuliaan Islam tidaklah sempurna kecuali dengan memahami agamanya, … “
(Fathul Baari, 10: 295)

An-Nawawi rahimahullah berkata ketika menjelaskan hadits ini,

‫ﺎﻫﻠِﯿﱠﺔ إِ َذا أَ ْﺳﻠَﻤُﻮا أَ ْو َﻓ ُﻘﻬُﻮا َﻓ ُﻬ ْﻢ ِﺧﯿَﺎر اﻟﻨﱠﺎس‬ َ ْ ‫ُﺮو َءات َو َﻣ َﻜﺎرم‬


ِ ‫اﻷ ْﺧ َﻼق ِﻓﻲ ْاﻟ َﺠ‬ ِ ْ َ‫َو َﻣ ْﻌﻨَﺎ ُه أَ ﱠن أ‬
ُ ‫ﺻ َﺤﺎب ْاﻟﻤ‬

3/7
“Maknanya, orang-orang yang menjaga kehormatannya dan memiliki akhlak yang mulia
di masa jahiliyyah, jika mereka masuk Islam atau memahami agamanya, maka merekalah
manusia yang paling baik.” (Syarh Shahih Muslim, 8: 112)

Baca Juga: Rajin Pengajian kok Sesat?

Yang Lebih Didahulukan dalam Memimpin adalah Orang Berilmu


Termasuk dalam hal-hal yang menunjukkan atas kemuliaan ilmu syar’i adalah
mengetahui bahwa yang lebih didahulukan baik dalam memimpin suatu jabatan maupun
kedudukan dalam syar’iat adalah yang lebih berilmu dan lebih bertakwa. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫اﻟﺴﻨﱠ ِﺔ َﺳ َﻮا ًء َﻓﺄَ ْﻗ َﺪ ُﻣ ُﻬ ْﻢ ِﻫ ْﺠ َﺮ ًة َﻓﺈِ ْن َﻛﺎﻧُﻮا ِﻓﻰ‬ ‫اﷲِ َﻓﺈِ ْن َﻛﺎﻧُﻮا ِﻓﻰ ْاﻟ ِﻘ َﺮا َء ِة َﺳ َﻮا ًء َﻓﺄَ ْﻋﻠَ ُﻤ ُﻬ ْﻢ ﺑِ ﱡ‬
‫ﺎﻟﺴﻨﱠ ِﺔ َﻓﺈِ ْن َﻛﺎﻧُﻮا ِﻓﻰ ﱡ‬ ‫ﺎب ﱠ‬ َ ْ
ِ َ‫ﯾَ ُﺆ ﱡم اﻟ َﻘ ْﻮ َم أ ْﻗ َﺮ ُؤ ُﻫ ْﻢ ﻟِ ِﻜﺘ‬
‫ْاﻟ ِﻬ ْﺠ َﺮ ِة َﺳ َﻮا ًء َﻓﺄَ ْﻗ َﺪ ُﻣ ُﻬ ْﻢ ِﺳ ْﻠﻤًﺎ‬

“Yang menjadi pemimpin suatu kaum adalah yang paling faham terhadap kitabullah. Jika
masih sama, maka yang paling faham terhadap As-Sunnah. Jika masih sama, maka yang
lebih dahulu berhijrah. Jika masih sama, maka yang lebih dahulu masuk Islam.” (HR.
Muslim no. 1564)

Keutamaan ilmu lebih didahulukan dalam masalah kepemimpinan daripada statusnya


yang lebih dahulu masuk Islam atau berhijrah. Ketika ilmu tentang Al Qur’an lebih mulia
daripada ilmu tentang As-Sunnah karena kemuliaan ilmu Al Qur’an dibandingkan ilmu
As-Sunnah, maka yang lebih didahulukan adalah yang memiliki ilmu tentang Al Qur’an.
Ini menunjukkan atas keutamaan ilmu dan kemuliaannya. Dan pemiliknya lebih
didahulukan (lebih diprioritaskan) untuk memegang jabatan keagamaan. (Lihat
Miftaah Daaris Sa’aadah, 1: 73-74)

Baca Juga: Biarkan Syi’ah Bercerita Tentang Kesesatan Agamanya

Dunia Ini Terlaknat kecuali Orang yang Menuntut Ilmu Syar’i


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mencela dunia dan apa-apa yang di
dalamnya kecuali hamba-Nya yang berdzikir kepada Allah dan yang menuntut ilmu syar’i.
Ini merupakan petunjuk yang sangat jelas atas kemuliaan dan keutamaan ilmu syar’i di
sisi Allah Ta’ala.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ﻻ ُه أَ ْو َﻋﺎﻟِﻤًﺎ أَ ْو ُﻣﺘَ َﻌﻠﱢﻤًﺎ‬


َ ‫اﷲِ َو َﻣﺎ َوا‬
‫ﻻ ِذ ْﻛ َﺮ ﱠ‬ ٌ ‫اﻟ ﱡﺪ ْﻧﯿَﺎ َﻣ ْﻠﻌُﻮﻧَ ٌﺔ َﻣ ْﻠﻌ‬
‫ُﻮن َﻣﺎ ِﻓﯿ َﻬﺎ إِ ﱠ‬

“Dunia itu terlaknat. Terlaknat apa-apa yang ada di dalamnya kecuali yang berdzikir
kepada Allah, dan apa yang diamalkannya, orang yang berilmu dan yang
mengajarkan ilmunya.” (HR. Ibnu Majah. Dinilai hasan oleh Syaikh Albani
dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 4112)

4/7
Inilah sekelumit pelajaran tentang motivasi bagi para penuntut ilmu. Semoga yang sedikit
ini bisa menyalakan semangat mereka dalam berjuang membela agama-Nya dari
serangan musuh-musuh-Nya. Sesungguhnya pada masa yang penuh dengan fitnah
semacam ini, kehadiran para penuntut ilmu yang sejati sangatlah dinanti-nanti. Para
penuntut ilmu yang berhias dengan adab-adab Islami, yang tidak tergoda oleh
gemerlapnya dunia dengan segala kepalsuan dan kesenangannya yang fana. Para
penuntut ilmu yang bisa merasakan nikmatnya berinteraksi dengan Al Qur’an
sebagaimana orang yang lapar menyantap makanan. Para penuntut ilmu yang senantiasa
berusaha meraih keutamaan di waktu-waktunya. Para penuntut ilmu yang bersegera
dalam kebaikan dan mengiringi amalnya dengan rasa harap dan cemas. Para penuntut
ilmu yang mencintai Allah Ta’ala dan Rasul-Nya di atas kecintaannya kepada segala
sesuatu. [1]

Baca Juga: Antara Mencela Simbol Kekufuran dan Menjelaskan Prinsip


Islam

Catatan Penting (!!)


Satu catatan penting yang perlu penulis tambahkan adalah kesalahan sebagian di antara
kita yang membawakan dalil-dalil tentang keutamaan ilmu, baik dari Al Qur’an dan As-
Sunnah, namun yang dimaksudkan adalah untuk memotivasi belajar ilmu
duniawi. Ini adalah sebuah kesalahan. Karena ilmu yang mendapatkan pujian dan
memiliki banyak keutamaan sebagaimana yang ditunjukkan oleh dalil-dalil tersebut
adalah ilmu syar’i.

Hal ini sebagaimana perkataan Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‘Asqalani rahimahullah yang
telah penulis kutip sebelumnya,

”Adapun yang dimaksud dengan (kata) ilmu adalah ilmu syar’i. Yaitu ilmu yang
akan menjadikan seorang mukallaf untuk dapat mengetahui kewajibannya berupa
masalah-masalah ibadah dan muamalah …” (Fathul Baari, 1: 92)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,

”Ilmu yang mendapatkan pujian adalah ilmu syar’i, yaitu ilmu tentang memahami
kitabullah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Kitaabul ‘Ilmi, hal.
14)

Demikian pula dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

‫اﷲ ﺑِ ِﻪ َﺧ ْﯿ ًﺮا ﯾُ َﻔ ﱢﻘﻬ ُﻪ ِﻓﻲ اﻟ ﱢﺪﯾﻦ‬


‫ُﺮ ْد ﱠ‬
ِ ‫َو َﻣ ْﻦ ﯾ‬

“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan memahamkan dia
dalam urusan agamanya.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 2436)

Dalam hadits tersebut Rasulullah mengatakan,”memahamkan dia dalam urusan


agamanya.” Rasulullah tidak bersabda,”memahamkan dia dalam urusan dunianya.”

5/7
Bahkan Allah Ta’ala mencela orang-orang yang sangat pandai tentang seluk-beluk ilmu
dunia dengan segala permasalahannya, namun lalai terhadap ilmu agamanya. Allah
Ta’ala berfirman,

َ ُ‫ﺎﻫ ًﺮا ِﻣ َﻦ ْاﻟ َﺤﯿَﺎ ِة اﻟ ﱡﺪ ْﻧﯿَﺎ َو ُﻫ ْﻢ َﻋ ِﻦ ْاﻵ ِﺧ َﺮ ِة ُﻫ ْﻢ َﻏﺎ ِﻓﻠ‬


‫ﻮن‬ ِ ‫ُﻮن َﻇ‬
َ ‫ﯾَ ْﻌﻠَﻤ‬

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia, sedangkan mereka
lalai tentang (kehidupan) akhirat.” (QS. Ar-Ruum [30]: 7)

Maksudnya, sebagian besar manusia tidaklah mempunyai ilmu kecuali ilmu tentang
dunia, dan segala yang terkait dengannya. Mereka sangat pandai dengan hal tersebut,
namun lalai dalam masalah-masalah agama mereka dan apa yang bisa memberikan
manfaat bagi akhirat mereka. [2]

Namun, bukan berarti kita mengingkari manfaat belajar ilmu duniawi. Karena hukum
mempelajari ilmu duniawi itu tergantung pada tujuannya. Apabila digunakan dalam
kebaikan, maka baik. Dan apabila digunakan dalam kejelekan, maka jelek. [3] [4]

Baca Juga:

Rukun Iman: Antara Lima atau Enam


Tundukan Hawa Nafsu Demi Ikut Dalil

[Selesai]

***

@Surakarta, 17 Dzulqa’dah 1440/14 Juli 2019

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

[1] Perkataan yang sangat menakjubkan ini penulis kutip dari tulisan saudara kami, Akh
Ari Wahyudi –semoga Allah senantiasa menjaganya- melalui tulisannya yang berjudul
“Sekelumit tentang Keutamaan Ilmu”. Dapat dilihat di Buku Panduan Santri
Pesantren Mahasiswa Ma’had Al-‘Ilmi, hal. 29.

[2] Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim, 6: 305.

[3] Lihat Kitaabul ‘Ilmi, hal. 14.

[4] Disarikan dari kitab Kaifa Tatahammasu li Tholabil ‘Ilmi Syar’i, hal. 30-35
dan 50-54 disertai beberapa penambahan dari referensi lainnya.

6/7
Sahabat muslim, yuk berdakwah bersama kami. Untuk informasi lebih lanjut silakan klik
disini. Jazakallahu khaira

ԍ Tafsir Surat Al Ashr, Memperkuat Iman Kepada Allah Swt, Kredit Riba, Minum Air
Kencing Istri, Hadist Tentang Toleransi

Copyright 2021 Muslim.Or.Id. All Rights Reserved.

7/7

Anda mungkin juga menyukai