Anda di halaman 1dari 13

DEMOKRASI LIBERAL TAHUN 1949-1959

Nama : Fifi Dian Islamiah

Nim : 3111419023

Rombel : Ilmu Sejarah 5C

Pengampu :

Dr. HAMDAN TRI ATMAJA, M. Pd.

TSABIT AZINAR AHMAD, S. Pd., M. Pd.

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

JURUSAN SEJARAH 2021


Istilah "demokrasi" berasal dari bahasa Yunani "demos" dan "kratos". Demo berarti orang dan Kratos
berarti pemerintahan. Berdasarkan makna kata tersebut, dapat disimpulkan bahwa demokrasi berarti
pemerintahan dari rakyat, yaitu suatu pemerintahan yang di dalamnya rakyat memegang peranan yang
sangat menentukan (Sufianto, 2015: 87). Demokrasi diartikan sebagai konsep kekuasaan dari,  untuk,
dan bersama rakyat. Dengan kata lain, kekuasaan berasal dari rakyat karena  rakyatlah yang sebenarnya
menentukan, mengarahkan, dan mengatur kehidupan bernegara (Ashiddiqie,  2005: 241).

Menurut Hans Kelsen (dalam Thalhah, 2009:421), demokrasi membutuhkan warga negara yang sepakat
apa arti demokrasi dan memahami bagaimana demokrasi bekerja dan kegunaannya bagi kehidupan.
Demokrasi yang kuat mengejar kebaikan bersama berdasarkan kehendak rakyat. Oleh karena itu,
demokrasi harus memperhatikan masalah mewakili kehendak rakyat. Dengan kata lain, demokrasi
menuntut tanggung jawab moral bagi pemilih, bukan partai. Demokrasi juga berarti memiliki prinsip
kebebasan beragama, berkeyakinan, dan berserikat. Ini harus dilakukan di negara-negara yang
mengklaim sebagai negara berbasis agama dalam bentuk monarki. Demokrasi juga mencakup konsep
demokrasi, yaitu penyelesaian masalah (konflik) dengan bantuan norma-norma yang sama sekali tidak 
sesuai dengan kepentingan satu pihak dan sepenuhnya bertentangan dengan kepentingan pihak lain.

Demokrasi telah dikenal di Indonesia sejak kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus  1945. Pendiri
negara-negara seperti Soekarno, Khatta dan Sjahrir  merumuskan berbagai model demokrasi. Kita mulai
dengan demokrasi yang dibawa ke Barat dari negara-negara Barat, yaitu demokrasi liberal (parlemen).
Namun, kemampuan untuk menggunakan dan memajukan bentuk demokrasi ini tidak sama untuk
semua kelompok dalam masyarakat. Juga, hasil yang diperoleh dalam kehidupan bernegara pada
akhirnya berbeda dari satu kelompok ke kelompok lainnya. Akibatnya, ada partai politik yang
menganggap tidak ada gunanya memperkenalkan demokrasi liberal di Indonesia.

Perkembangan bangsa Indonesia telah mengalami banyak perubahan baik secara konstitusi maupun
sistem pemerintahan. Di era demokrasi liberal (atau demokrasi konstitusional), adalah sistem politik 
yang  secara konstitusional melindungi hak asasi manusia dari kekuasaan negara. Dalam demokrasi
liberal, keputusan mayoritas (perwakilan atau proses  langsung) dibuat di sebagian besar bidang
kebijakan publik untuk memastikan bahwa keputusan pemerintah tidak melanggar kebebasan dan hak
individu sebagaimana diabadikan dalam Konstitusi.

Demokrasi Liberal adalah demokrasi yang menempatkan kalangan sipil sebagai pelaksana kedaulatan
rakyat dan pemerintahan. (Matroji,2006:66) . Indonesia telah memasuki era demokrasi liberal setelah
pengakuan kedaulatannya. Era demokrasi liberal berlangsung dari  tahun 1949 hingga 1959 dan ditandai
dengan pertumbuhan partai politik dan pengenalan kabinet kabinet. Demokrasi liberal Indonesia
ditandai dengan pencapaian politik dan kerusuhan politik. Capaian politik berupa pengenalan sistem
multi partai dan penyelenggaraan pemilu yang demokratis. Kerusuhan politik berupa pergantian jabatan
dan  perdebatan berkepanjangan di Majelis Konstituante.Demokrasi liberal atau (demokrasi
konstitusional)adalah sistem politik yang melindungi secara konstitusional hak-hak individu dari
kekuasan pemerintah (Arta & Margi, 2014: 130). Prestasi politik dan gejolak terjadi selama era
demokrasi liberal. Sekitar waktu inilah pemilihan umum pertama berlangsung pada , dan banyak yang
percaya bahwa itu adalah yang paling demokratis. Saat itu juga  sering terjadi pergantian kabinet
(Matroji, 2002: 65). Demokrasi Liberal adalah nama yang diberikan kepada pada masa pemerintahan
Presiden Sukarno dan dapat dijelaskan lebih lanjut sebagai melindungi hak-hak individu dari  kekuasaan
pemerintahan .Selain itu, demokrasi liberal atau demokrasi konstitusional yaitu sistem politik yang 
secara konstitusional melindungi hak individu dari pemerintah. Dalam demokrasi liberal, pemungutan
suara mayoritas (perwakilan atau langsung) dilakukan di sebagian besar wilayah kebijakan pemerintah
yang tunduk pada pembatasan sehingga keputusan pemerintah tidak melanggar kebebasan dan hak
konstitusional. Demokrasi liberal pertama kali diusulkan oleh ahli teori kontrak sosial seperti Thomas
Hobbes, John Locke, dan Jean dalam Pencerahan. Jacques Rousseau. Selama Perang Dingin, istilah
demokrasi liberal berbeda dengan gaya komunisme  Republik Rakyat. 

Demokrasi konstitusional sering dibanding bandingkan dengan demokrasi langsung atau demokrasi
partisipatif. Demokrasi Liberal digunakan untuk menggambarkan sistem politik  Amerika Serikat, Inggris,
dan Kanada, serta demokrasi Barat. Konstitusi  dapat berupa republik (AS, India, Prancis) atau monarki
konstitusional (Inggris, Spanyol). Demokrasi liberal digunakan di negara-negara yang menganut sistem
presidensial atau sistem anti-presidensial. Dampak positif dari demokrasi liberal yaitu sebagai alat
pemersatu bangsa, yang berfungsi untuk  melindungi hak-hak individu setiap warga Negara Indonesia,
sehingga segala hal rakyat nya dapat terpenuhi terjaga dan adil . Selain itu demokrasi liberal dapat
mengembalikan suasana demokrasi negara Indonesia.  Dan semua warga negara dikatakan berhak dan
dapat berpartisipasi dalam bidang politik seperti memberi usul, mengkritik pemerintah , serta berhak
mendirikan partai politik nya sendiri , Kemudian mencegah kekuasaan presiden yang terlalu besar
karena wewenang pemerintah dipegang oleh partai yang berkuasa.

l. Sistem Pemerintahan pada Tahun 1949-1959

Sistem pemerintahan dalam ranah politik yang dianut pada masa demokrasi parlementer  atau
demokrasi liberal adalah sistem kabinet parlementer. Sistem pemerintahan didasarkan pada Undang-
Undang Dasar 1950 (UUD Sementara Negara Republik  Indonesia Tahun 1950). Sistem pemerintahan ini
menetapkan bahwa seorang menteri atau kabinet menteri bertanggung jawab kepada Parlemen. Sistem
kabinet parlementer juga menggunakan sistem pemungutan suara  yang digunakan dalam pemilihan
umum (Pemilu), gerakan dan demonstrasi sebagai bentuk masyarakat yang menyatakan haknya untuk
berpartisipasi dalam politik (Matroji, 2002: 67). Adanya sistemsistem multipartai pada masa demokrasi
liberal menyebabkan  terciptanya golongan mayoritas dan minoritas dalam masyarakat, serta timbulnya
sikap egoisme (mementingkan kepentingan golongan partai politik masing-masing dari pada
kepentingan bersama).

Sistem pemerintahan dalam ranah politik yang dianut pada era demokrasi liberal adalah sistem kabinet
presidensial. Sistem kabinet presidensial berdasarkan UUD 1945 dan kekuasaan tertinggi negara adalah
dipegang oleh eksekutif, yaitu Presiden . Sistem demokrasi ini memelihara opini publik berdasarkan
kearifan pemikiran/ide. Pengertian didasarkan pada pembahasan Angkatan Bersenjata Revolusioner 
dan kesepakatan kerjasama antara prinsip-prinsip NASAKOM (Nasionalisme, Agama dan Komunisme).
NASAKOM menyatukan berbagai kekuatan politik yang terus bersaing dengan negara demokrasi
parlementer untuk menjalin hubungan kerja sama di antar anggota partai. Pemerintahan pada masa
Demokrasi Parlementer dijalankan oleh tujuh kabinet dengan masa jabatan berbeda dan sering berganti
ganti . Ketujuh kabinet itu adalah

1. Kabinet Natsir dengan masa jabatan antara 6 September 1950 sampai  18 April 1951

2. Kabinet Sukiman dengan masa jabatan antara 26 April 1951 sampai 26 April 1952

3.  Kabinet Wilopo dengan masa jabatan antara 19 Maret 1952 sampai 2 Juni 1953

4.  Kabinet Ali Sastroamidjojo I dengan masa jabatan antara 31 Juli 1953 sampai 24 Juli 1955

5. Kabinet Burhanuddin Harahap dengan masa jabatan antara 12 Agustus 1955 sampai Maret 1956

6.Kabinet Ali Sastroamidjojo II dengan masa jabatan antara 24 Maret 1956 -14 Maret 1957

7. Terakhir Kabinet Djuanda atau Kabinet Karya dengan masa jabatan antara 9 April 1957 sampai 10 Juli
1959

Tujuan yang ingin dicapai tujuh kabinet tersebut yaitu menjaga keamanan serta  menciptakan ketertiban
rakyat, meningkatkan kemakmuran,mensejahteraan rakyat, mempersiapkan serta mengadakan pemilu.
Pemilu bertujuan untuk menyelesaikan masalah dan memperjuangkan wilayah Irian Barat ke dalam
wilayah Indonesia, dan  melaksanakan politik luar negeri yang bersifat bebas aktif. Selain itu, pada masa
Demokrasi Parlementer dibentuk badan konstituante, badan konstituante adalah lembaga yang memiliki
tugas dalam hal menyusun dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) baru bagi Indonesia.
II. Perkembangan Politik Masa Demokrasi Liberal di Indonesia (1949-1959)

Periode 1949 hingga 1959 adalah periode di mana partai politik aktif dalam pemerintahan Indonesia.
Saat ini terjadi pergantian kabinet dan partai politik. Partai yang paling kuat adalah yang berkuasa, dua
partai terkuat  (PNI dan Masyumi) bergantian memimpin kabinet. Hampir setiap tahun terjadi
pergantian kabinet karena masa pemerintahan yang tidak lama, setiap kabinet pemerintahan tidak
dapat menjalankan semua program. Situasi ini menyebabkan ketidakstabilan di bidang politik, ekonomi,
sosial dan keamanan. Setelah penyerahan kedaulatan ke Belanda, adapun kabinet kabinet yang
memerintah sebagai berikut:

1. Kabinet Natsir (6 September 1950-21 Maret 1951).


Setelah bubarnya bentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS), Kabinet Natsir merupakan kabinet
pertama yang memerintah negara kesatuan Republik Indonesia. Kabinet Natsir adalah kabinet koalisi
yang dipimpin oleh Masyumi. PNI lebih memilih posisinya sebagai partai oposisi sebagai partai terbesar
kedua. PNI menolak masuk kabinet karena merasa tidak diberi posisi yang sepadan dengan
kekuasaannya. Kabinet Natsir mendapat dukungan dari kalangan militer dan para tokoh tokoh populer
seperti Sri Sultan Hamenkubuwono IX, Bapak Asat, dan Bapak Mo. Rm, Ir. Juanda dan Dr. Sumitro
Joyohadikusmo. (Yahya 2005: 72)

Program pokok dari Kabinet Natsir adalah:

1. Menggiatkan usaha keamanan dan ketentraman.

2. Konsolidasi dan menyempurnakan pemerintahan.

3. Menyempurnakan organisasi angkatan perang.

4. Mengembangkan dan memperkuat ekonomi kerakyatan.

5. Memperjuangkan penyelesaian masalah Irian Barat

Kerusuhan terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia pada masa pemerintahan dan kekuasaan Kabinet
Natsir. Isu keamanan nasional seperti gerakan DI/TII, gerakan Andi azis, gerakan APRA, dan gerakan
RMS. Negosiasi tentang masalah Irian Barat telah dimulai, tetapi terhenti. Oleh karena itu resolusi
ketidakpercayaan terhadap Kabinet Natsir muncul. PNI juga tidak menyetujui pengesahan SK Nomor 39
Tahun 1950 tentang DPRD yang diyakini bermanfaat bagi Masyumi. Mosi tersebut diajukan ke Parlemen
pada 22 Januari 1951 dan dimenangkan, sehingga Perdana Menteri Natsir mengembalikan mandat nya
ke Presiden pada  21 Maret 1951.

2. Kabinet Sukiman

Kabinet Sukiman memiliki 7 program dan  pasal, dan di antaranya mirip dengan program kabinet natsir
sebelumnya namun mengalami perubahan seperti pemulihan keamanan dan ketertiban. Era kabinet ini
tidak jauh berbeda dengan era natsir. Pasalnya, di kabinet ini banyak orang menghadapi masalah seperti
krisis moral akibat banyak nya korupsi di semua kantor pemerintahan. Kabinet Sukiman juga memiliki
program untuk merebut kembali Irian Barat dari  Belanda, namun belum berhasil dan terlaksana. Posisi
kabinet Sukiman menjadi semakin tidak stabil karena hubungannya yang kurang baik dengan militer,
terutama dalam sikap pemerintah terhadap pemberontakan yang kurang baik di Jawa Barat, Jawa
Tengah dan Sulawesi Selatan. Akibat saling tukar nota antara Mentri luar negeri Subarjo dengan  Duta
Besar AS yaitu Merle Cochran tentang bantuan ekonomi dan militer di bawah Mutual Security Act
(MSA), posisi Kabinet Sukiman semakin terguncang. Kerja sama tersebut dinilai sangat merugikan politik
luar negeri Indonesia yang bebas aktif karena seharusnya Indonesia  lebih memperhatikan kepentingan
AS. Apalagi kabinet Sukiman dituding memasukkan Indonesia ke blok Barat. Karena itu, DPR menentang
kebijakan kabinet Sukiman. Akhirnya kabinet Sukiman mengalami nasib yang sama, dan dia ambruk dan
mengembalikan kekuasaannya kepada presiden.

3. Kabinet Wilopo (3 April 1952 - 3 Juni 1953).

Setelah kabinet Sukiman jatuh, digantikan oleh kabinet Vilopo. Kabinet ini didukung oleh PNI, Masyumi
dan PSI. Wilopo sendiri adalah seorang tokoh PNI. Rencana kerja Kabinet terdiri dari 6 pasal, dan yang
terpenting dari 6 program itu adalah mengenai persiapan pemilihan umum. Kabinet  juga memiliki
program untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menjamin keamanan dalam negeri. Program
luar negerinya ditekankan kepada perjuangan pengembalian Irian Barat serta melaksanakan politik luar
negeri yang bebasaktif. Namun begitu kabinet Wilopo tak luput dari masalah sehingga kedudukan nya
mulai tergoyah. Masalah paling serius yang dihadapi kabinet wilopo adalah masalah militer yang
terkenal peristiwa itu adalah Insiden 17 Oktober 1952, yang menyebabkan masalah ekonomi,
reorganisasi atau spesialisasi tentara , dan campur tangan parlemen dalam urusan militer. Sementara
itu, perkembangan ekonomi global berdampak buruk pada pemasaran ekspor Indonesia. Pendapatan
pemerintah menurun. Mengingat situasi ekonomi yang sulit dan upaya untuk menciptakan militer yang
profesional, personel militer yang tidak layaktingkat pendidikan nya yang rendah harus dikembalikan ke
masyarakat. Hal ini memicu protes di kalangan militer. Kelompok penekan yang dipimpin Kolonel
Bambang Sugeng mendatangi presiden dan mengajukan petisi penggantian KSAD Kolonel A. Nasucius.
Tentu saja, ini menyebabkan kebingungan di militer dan menyebabkan perpecahan.

Parlemen mengutuk tindakan pemerintah, khususnya Menteri Pertahanan dan Panglima Angkatan
Bersenjata. Beberapa anggota parlemen telah mengajukan mosi tidak percaya kepada pemerintah.
Mereka percaya bahwa parlemen dinilai terlalu terlibat dalam militer. Pada 17 Oktober 1952, juga
terjadi demonstrasi publik menentang presiden. Para pengunjuk rasa menuntut  presiden 
membubarkan parlemen dan presiden langsung memimpin  pemerintahan sebelum pemilihan. Namun,
presiden menolak dan  mengatakan dia tidak ingin menjadi diktator, tetapi dia juga khawatir dia akan
mengejeknya jika tuntutan militer dikabulkan. Selain Peristiwa 17 Oktober 1952 dimana menyebabkan
menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah menjadi penyebab kabinet wilopo jatuh , 
Masalah lain yang menyebabkan runtuhnya kabinet Bilopo adalah masalah tanah di Tanjung Morawa,
sebuah sub-wilayah di Sumatera bagian timur. Disana terdapat perkebunan asing di daerah itu,
termasuk perkebunan kelapa sawit, teh dan tembakau. Sesuai kesepakatan KMB,  pengusaha asing 
menuntut pengembalian lahan pertanian, namun lahan sudah digarap rakyat sejak masa penjajahan
Jepang. Pemerintah terbukti menyetujui tuntutan  pengusaha asing  dengan alasan akan menghasilkan
mata uang asing dan  menarik modal asing lainnya  ke Indonesia. Di sisi lain, masyarakat tidak mau
meninggalkan tanah tempat mereka bekerja. Maka pada  16 Maret 1953, tanah itu ditarik. Hal ini
memicu kemarahan publik. Namun, sebagai tanggapan atas protes dari warga, polisi melepaskan
tembakan, yang mengakibatkan korban jiwa. Insiden ini digunakan oleh kelompok anti-pemerintah dan 
partai oposisi lainnya sebagai sarana untuk mengutuk pemerintah. Mosi tidak  percaya kemudian
dilakukan di Parlemen dan sebagai hasilnya, pada 2 Juni 1953, Kabinet willopo mengembalikan
kekuasaan kepada Presiden tanpa menunggu persetujuan parlemen dan setelah runtuhnya kabinet ini
digantikan oleh Kabinet Ali Sastroamidjojo l (Matroji, 2002: 69).

4.Kabinet Ali Sastroamidjojo I (31 Juli 1953 - 12 Agustus 1955).

Dua bulan setelah pengunduran diri Kabinet willopo, dibentuk Kabinet yang baru, atau Kabinet Ali
Sastroamidjojo. Kabinet Ali didukung oleh PNI dan NU, dan Masyumi memilih menentang. Kabinet Ali
mempunyai program 4 pasal:

a. Program dalam negeri antara lain meningkatkan keamanan dan

kemakmuran dan segera diselenggarakan pemilihan urnum.

b. Pembebasan Irian Barat secepatnya.

c. Program luar negeri antara lain pelaksanaan politik bebas-aktif dan peninjauan kembali Persetujuan
KMB.

d. Penyelesaian pertikaian politik.

Keberhasilan kabinet ini dapat dilihat dari keberhasilan dalam  menyelenggarakan KAA (Konferensi Asia
Afrika).

Kegagalan Kabinet Ali l adalah terlibat perselisihan pendapat tata cara pengangkatan KSAD (Kepala Staf
Angkatan Darat) antara pemerintah dengan TNI AD dalam pergantian Jenderal Nasution yang
mengundurkan diri dari KSAD kemudian digantikan oleh Kabinet Burhanudin Harahap

5. Kabinet Burhanuddin Harahap (12 Agustus 1955-3 Maret 1956).

Kabinet Ali digantikan oleh kabinet Burhanuddin Harahab. Burhanuddin Harahap  dari Masyumi dan PNI
membentuk oposisi. Hasil penting dari kabinet ini adalah  pemilihan umum pertama rakyat Indonesia
untuk pemilihan parlemen Republik Rakyat Demokratik Korea pada tanggal 29 September 1955  dan
pemilihan parlemen partai pertama pada tanggal 15 Desember 1955. Peristiwa yang menyebabkan
runtuhnya kabinet Ali pada 27 Juni 1955  berhasil diselesaikan dengan mengangkat kembali Nasuthan
sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Prestasi lain dari kabinet ini adalah pembubaran Uni Belanda-
Indonesia. Setelah  pemilihan umum  3 Maret 1956 memperjelas bahwa komposisi dan proporsi
perwakilan DPR telah berubah, Kabinet Burhanuddin Harahab mengembalikan kekuasaan kepada
Presiden. Kabinet Burhanuddin Harahap merupakan kabinet peralihan dari DPR sementara ke DPR hasil
pemilihan umum.

6. Kabinet Ali Sastroamidjojo II (20 Maret 1956 - 14 Maret 1957).


Ali Sastroamidjojo kembali diperintahkan untuk membentuk Kabinet baru pada tanggal 20 Maret 1956.
Kabinet baru yang dia buat adalah kabinet koalisi antara PNI, Masyumi dan NU. Program pokok kabinet
ini adalah sebagai berikut:

1. Pembatalan KMB.

2. Perjuangan mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Republik Indonesia.

3. Pemulihan keamanan dan ketertiban, pembangunan ekonomi, keuangan, industri, perhubungan,


pendidikan dan pertanian.

4. Melaksanakan keputusan Konferensi Asia-Afrika.

Kabinet Ali Sastro Amijojo membatalkan semuaperjanjian nya dengan KMB pada  3 Mei 1956. Upaya
Kabinet untuk memecahkan masalah ekonomi menghadapi kesulitan, dan gerakan separatis muncul di
berbagai daerah yang dikenal dengan PRRI/Permesta. Gerakan ini menilai bahwa pemerintah pusat
mengabaikan pembangunan daerah. Mereka meminta perubahan pada kabinet . Dalam kabinet  itu
sendiri, terjadi perpecahan antara PNI dan Masyumi. Masyumi ingin Ali Sastro Amijojo mengambil alih
misi ke Presiden sesuai dengan kebutuhan setempat. Sebaliknya, Ali Sastro Amijojo berpendapat
Kabinet tidak wajib mengembalikan misinya semata-mata atas dasar tuntutan daerah. Sedangkan Ali
Sastroamidjojo berpendapat bahwa kabinet tidak wajib

mengambalikan mandatnya hanya karena tuntutan daerah. Pada bulan Januari 1957 Masyumi
memanggil semua menteri dari Kabinet. Peristiwa ini sangat melemahkan posisi kabinet Ali
Sastroamidjojo, dan pada tanggal 14 Maret 1957, Ali Sastroamidjojo akhirnya menyerahkan
kekuasaannya kepada Presiden. Kekacauan negara yang disebabkan oleh gerakan separatis dan konflik
pemilih menempatkan presiden dalam  bahaya (14 Maret 1957). Kesenjangan politik yang semakin besar
mempersulit pembentukan kabinet baru. Sementara itu, partai-partai masih merundingkan kursi untuk
kabinet baru. Akhirnya, setelah keadaan darurat, presiden mengangkat dirinya sendiri untuk
membentuk kabinet. Presiden  membentuk kabinet baru yang disebut kabinet Karja dan mengangkat Ir.
Juanda sebagai Perdana Menteri.

7. Kabinet Karya (9 April 1957 - 10 Juli 1959)

Kabinet Karya telah secara resmi diresmikan pada tanggal 9 April 1957 dalam keadaan yang sangat sulit.
Kabinet Karya merupakan  kabinet zaken yang berdasarkan pengalaman, bukan dukungan  parlemen
karena  keadaan darurat. Ada tiga Wakil Perdana Menteri yang bekerja di bawah Perdana Menteri:
Hardy, Idham Chalid dan Leimen. Misi kementerian sangat sulit dalam menghadapi kekacauan di
beberapa daerah, perjuangan untuk mengembalikan Irian Barat ke wilayah Indonesia, dan  masalah
ekonomi dan keuangan  yang sangat serius. Untuk mengatasi masalah tersebut, Kabinet Karya
menyusun 5 pasal yang disebut Pancakarya. Program-program dari kabinet ini di antaranya sebagai
berikut:

1) Membentuk Dewan Nasional.


2) Normalisasi keadaan republik.

3) Melancarkan pelaksanaan pembatalan persetujuan KMB.

4) Memperjuangkan Irian Barat.

5) Mempercepat proses pembangunan

Dewan Nasional adalah organisasi baru dengan tujuan menyerap dan membimbing usaha-usaha
kemerdekaan dalam masyarakat. Dewan  ini dibentuk, tetapi kesulitan negara semakin meningkat.
Perubahan drastis di kawasan yang mengganggu hubungan antara pusat dan kawasan itu masih 
berlangsung. Hal ini telah memperburuk sistem ekonomi nasional. Untuk mengatasi kerusuhan di
wilayah  tersebut, pemerintah mengadakan Musyawarah Nasional (Munas) pada tanggal 14 September
1957. Dalam konferensi nasional tersebut dibahas masalah-masalah pembangunan nasional dan daerah,
pembangunan militer, dan pembagian wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keberhasilan
kabinet djuanda dapat dilihat :

• Dapat mengatur kembali batas perairan nasional Indonesia melalui deklarasi Juanda.

• Diadakannya Musyawarah Nasional Pembangunan yang bertujuan untuk mengatasi masalah krisis
dalam negeri.

• Terbentuknya Dewan Nasional 

Namun Kegagalan yang terjadi karena adanya peristiwa percobaan pembunuhan atas diri Presiden
Soekarno yang disebut sebagai Peristiwa Cikini.

III. Perkembagan dibidang Ekonomi pada Tahun 1949-1959

Masa ini disebut masa liberal, karena dalam politik maupun sistem ekonominya menggunakan prinsip-
prinsip liberal. Perekonomian diserahkan pada pasar sesuai teori-teori mazhab klasik yang menyatakan
laissez faire laissez passer. Padahal pengusaha pribumi masih lemah dan belum bisa bersaing dengan
pengusaha nonpribumi, terutama pengusaha Cina. Pada akhirnya sistem ini hanya memperburuk kondisi
perekonomian Indonesia yang baru merdeka.

Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi masalah ekonomi, antara lain :

a. Gunting Syarifuddin, yaitu pemotongan nilai uang (sanering) yang diberlakukan sejak 20 Maret 1950,
tujuan gunting syarifudin adalah untuk mengurangi jumlah uang yang beredar agar tingkat harga turun.

b. Program Banteng (Kabinet Natsir) bertujuan untuk mempromosikan pengusaha pribumi dan
memajukan pengusaha dalam negeri dengan membatasi impor komoditas tertentu, memberikan izin
impor hanya kepada importir dalam negeri, dan meminjamkan modal  kepada para perusahaan pribumi.
importir. Ikut serta  dalam pembangunan ekonomi .Namun, upaya ini gagal karena sifat pengusaha lokal.
Pengusaha lokal cenderung konsumtif dan kalah bersaing dengan pengusaha non-lokal.

c. Nasionalisasi De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia pada 15 Desember 1951 lewat UU no.24 th
1951 dengan fungsi sebagai bank sentral dan bank sirkulasi.

d. Sistem Ekonomi Ali Baba (Kementerian Ali Sastroamidjoyo I), diluncurkan oleh Iskak Cokrohadisuryo,
bertujuan untuk mempromosikan kerjasama antara pengusaha Cina dan  pribumi. Pengusaha non-
Pribumi diharuskan memberikan pelatihan kepada pengusaha Pribumi, dan  pemerintah memberikan
pinjaman dan lisensi kepada bisnis swasta nasional. Program ini  hanya digunakan sebagai alat untuk
mendapatkan dukungan kredit dari negara karena para pengusaha Pribumi tidak bekerja karena
kurangnya pengalaman mereka.

e. Pembatalan sepihak hasil Meja Bundar, termasuk  pembubaran Uni Belanda-Indonesia. Akibatnya,
para pengusaha  Belanda menjual perusahaan, akan tetapi  pengusaha lokal tidak mampu mengambil
alih pengelolaan perusahaan.

IV. Akhir dari Demokrasi Liberal

Berakhirnya demokrasi liberal ditandai dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959.
Konstitusi yang gagal menempatkan Indonesia di ambang kehancuran. Keadaan bangsa yang sempat
meruntuhkan rentetan kerusuhan itu menjadi semakin parah. Presiden Sukarno terpaksa mengambil
langkah-langkah inkonstitusional untuk menyelamatkan negara dari bahaya. Tindakan presiden adalah
mengeluarkan dekrit yang dikenal dengan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959. Langkah itu didukung oleh
militer karena mengalami serangkaian kerusuhan akibat krisis politik.Lebih lanjut dekrit presiden 5 Juli
dikeluarkan dengan berbagai pertimbangan diantaranya:

1. Anjuran untuk kembali kepada UUD 1945 tidak memperoleh keputusan dari Kontituante

2. Kontituante tidak mungkin lagi menyelesaikan tugasnya karena sebagian besar anggotanya telah
menolak menghadiri sidang.

3. Kemelut dalam Kontituante membahayakan persatuan, mengancam keselamatan negera, dan


merinangi pembangunan nasional (Matroji, 2002: 72)
Sedangkan yang menjadi keputusan dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah:

a. Konstituante dibubarkan

b. UUD 1945 berlaku kembali sebagai UUD Republik Indonesia

c. Membentuk MPRS dan DPAS dalam waktu singkat(Matroji, 2002: 72).

KESIMPULAN

Demokrasi liberal adalah  bentuk  pemerintahan yang berorientasi pada demokrasi. Liberalis di sini
berarti perwakilan atau perwakilan. Menurut Konstitusi, Pemerintah Republik Indonesia diatur oleh
Dewan Menteri (Kabinet) yang dipimpin oleh Perdana Menteri dan bertanggung jawab kepada DPR.
Sistem multi partai di era demokrasi liberal menyebabkan lahirnya banyak partai politik dengan  ideologi
dan tujuan politik yang berbeda. Demokrasi liberal sendiri berlangsung  hampir sembilan tahun, dan
faktanya UUD 1950 tidak sesuai dengan sistem demokrasi liberal dan tidak sesuai dengan kehidupan
politik masyarakat Indonesia yang pluralistik.

Sistem pemerintahan  politik yang dianut pada masa demokrasi parlementer atau sistem kabinet
parlementer, juga dikenal sebagai demokrasi liberal.Sistem negara  didasarkan pada Undang-Undang
Dasar 1950 (UU  tentang Dasar-dasar Sementara Republik Indonesia, 1950). Sistem pemerintahan ini
menetapkan bahwa kabinet atau  menteri  bertanggung jawab kepada Parlemen.Sistem kabinet 
menerapkan sistem pemungutan suara  yang digunakan dalam  pemilihan umum (Pemilu), gerakan, dan
demonstrasi berupa  orang yang menyatakan haknya untuk berpartisipasi dalam politik. Juga karena
adanya sistem multi partai saat ini, maka terciptalah posisi dimana hanya mengutamakan  kepentingan
masing-masing kelompok partai di atas  kelompok minoritas dan  partai umum di masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Yunitasaria,Yessyca., Kayan Swastikac. 2017. Abdurrahman Wahid’s Thought about Democracy in 1974-
2001  Jurnal Historica, Volume 1 Issue 1

Sedana Arta, Ketut . 2020. Pemerintahan Demokrasi Liberal dan Tercapainya Pemilihan Umum l pada
Tahun 1955 Di Indonesia. Jurnal Widya Citra ,Vol. 1, No 2, Hal 69-85.

Pujosantoso, sudarwanto. 2018. Demokrasi liberal 1950-1959demokrasi kepemimpinan 1959-


1966.Pontianak:  Derwati press

Hakiki , Paizon. Sistem Pemerintahan Pada Masa Demokrasi Liberal Tahun 1949-1959.

Anda mungkin juga menyukai