Anda di halaman 1dari 10

PENANGANAN SAMPAH

SEBAGAI AWAL PENATAAN LINGKUNGAN BERKELANJUTAN

DIKOTA MATARAM

Widika Santi, NIM 221 RPL71026, STTL Mataram 2021

Abstrak

Sampah merupakan masalah klasik, yang merupakan hasil dari proses kehidupan
manusia. Sampah bila tidak dikelola dengan benar, maka bisa mengakibatkan efek
samping yang teramat sangat luas. Teknologi pengolahan sampah, semakin hari
semakin berkembang. Kota Mataram merupakan salah satu kota yang perkembangan
pembangunannya pesat di Nusa Tenggara Barat, tidak terlepas dari permasalahan
persampahan tersebut. Produksi sampah dikota mataram yang tidak diimbangi dengan
penanganan secara baik, menimbulkan permasalahan baru. TPA Kebon Kongok yang
merupakan tujuan akhir dari sampah di Kota Mataram, semakin hari semakin tidak
mampu menampung kedatangan sampah dari kota mataram, dikarenakan system
pengelolaan sampahnya masih sangat sederhana. Penanganan sampah dengan open
dumping / landfill masalah utamanya adalah kekurangan tempat. Disamping metode
3R yang sering digunakan yaitu reuse, recycle skenario alternatif pengelolaan sampah
yaitu landfilling, pengomposan, dan fermentasi anaerob (anaerobic digestion). Ruang
lingkup studi meliputi pengangkutan sampah, pengelolaan sampah dengan cara
pengomposan, Anaerobic Digestion (AD), dan landfill

Mengurangi konsentrasi logam berat diperairan dengan cara biologis menggunakan


tanaman untuk menyerap logam berat, dinamakan fitoremediasi. Tanaman yang
mampu menyerap logam berat dinamakan tanaman hiperakumulator.

Kata kunci : sampah, lingkungan hidup, fitoremediasi,

1
Pendahuluan

Produksi sampah yang dihasilkan dikota mataram, semakin tahun semakin


meningkat, baik dari jumlahnya maupun jenisnya. Dibawah ini ditampilkan jumlah
sampah yang dihasilkan dikota mataram selama 5 (lima) tahun terakhir.:

Kecamatan 2016 (m3) 2017 (Ton) 2018 (m3) 2019 (Ton) 2020 (Ton)
Ampenan 283 54.592 255.53 66054.1 67158.7
Cakranegar
a 190 40.583 190.15 47918.5 48103.3
Mataram 263 52.248 245.51 64097.6 65493.4
Sandubaya 260 46.008 215.61 57096.2 58755.2
Sekarbela 229 41.817 196.31 52677.8 54567.8
Selaparang 219 45.067 211.03 52856.3 52898.3
Jumlah 1.444 280315 1314.14 340.700.5 346.976.7
Sumber :  Pemkot Mataram - Dinas Komunikasi dan Informatika

Sampah yang tercatat ini, belum termasuk sampah – sampah yang masuk kebadan air
pada beberapa sungai yang mengalir dikota Mataram, baik itu berupa sampah padat
maupun cair.

Keseluruhan sampah dikota Mataram, dibuang ke TPA Sampah Kebon Kongok


dimana TPA ini memiliki kapasitas 951 ribu meter kubik atau 951 ton/ per hari,
namun saat ini kondisinya sudah kelebihan kapasitas. Di lahan sistem Sanitary
Landfill ini seluas 8,14 hektare ini, kondisi landfill saat ini telah berada di level 9
dengan ketinggian 45 meter dari dasar.

Permasalahan ini sebenarnya bisa diatasi, bila penanganan sampah tidak


menggunakan pendekatan pengolahan di hilir, untuk kedepannya di coba
menggunakan pendekatan pengolahan di hulu, dengan kata lain, pengolahan dimulai
dari sejak sampah itu timbul ditingkat rumah tangga atau tingkat sumber timbulan
sampah. Namun masalah ini belum tentu bisa diselesaikan dihulu bila sampah yang
dihasilkan merupakan sampah dengan kategori B3 seperti limbah cair dari rumah
sakit- rumah sakit, laboratorium, bengkel - bengkel serta limbah dari sumber
berbahaya lainnya.

2
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka dirasa perlu untuk mencari alternative
penanganan sampah yang kuantitas dan kualitasnya terus meningkat tersebut. Karena
bagaimanapun juga apa yang akan kita wariskan kepada anak cucu kita adalah apa
yang kita lakukan sekarang, atau dengan kata lain, tegakah kita meninggalkan
lingkungan yang kondisinya buruk akibat penanganan sampah yang tidak optimal.
Bukankah dengan meninggalkan kondisi lingkungan yang buruk bagi anak cucu kita,
maka kita telah mencuri hak – hak hidup mereka untuk terbebas dari sampah.

Metode Studi

Adapun metode studi dalam pembuatan artikel ini adalah dengan melakukan studi
kepustakaan pada penelitian – penelitian sebelumnya yang telah dilakukan diberbagai
lokasi serta rentang waktu yang berbeda. Disamping itu, dikumpulkan data – data
yang diperlukan, dengan sumber – sumber resmi yang mempunyai data tersebut dan
dapat dipertanggungjawabkan. Dari data – data uyang benrhasil dikumpulkan,
disimpulkan beberapa hal yang menjadi focus dari pembahasan yang relevan atas
artikel ini.

Hasil dan Pembahasan

Dalam menentukan teknologi pengolahan sampah sebaiknya disesuaikan dengan


karakteristik sampah yang ada, terutama karakteristik daerah setempat. Pengomposan
merupakan salah satu metode pengolahan sampah yang sangat efektif untuk
diaplikasikan di Indonesia. Terdapat beberapa jenis teknologi pengomposan yang kita
kenal, antara lain windrow, aerated static pile (aktif dan pasif), in-vessel,
vermicomposting, dan lain-lain. Salah satu metode yang bisa digunakan untuk
membantu dalam proses pengambilan keputusan adalah dengan menggunakan metode
AHP (Analytic Hierarchy Process). AHP merupakan proses berpikir yang
komprehensif, logis dan terstruktur, dan sesuai untuk digunakan dalam upaya
penyelesaian masalah yang menyangkut banyak aspek. Susangka. (2010)

3
Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan metode yang sangat berguna untuk
digunakan dalam memecahkan masalah yang rumit dan kompleks. Namun hasil dari
penilaian metode ini sebaiknya harus disesuaikan juga dengan kondisi daerah
setempat. Windrow merupakan teknologi pengomposan yang paling sesuai untuk
diaplikasikan di Indonesia, berdasarkan pendapat kelompok akademisi. Hasil
penelitian juga menunjukkan bahwa teknologi yang diinginkan lebih diutamakan pada
aspek sosial. faktor sosial merupakan prioritas yang utama dalam menentukan aplikasi
suatu teknologi Faktor sosial memiliki nilai prioritas tertinggi (0,33), disusul oleh
faktor teknis (0,24), faktor ekonomi (0,23), dan faktor lingkungan (0,2). Susangka.
(2010)

Teknik pengolahan konvensional tidak dapat menyelesaikan permasalahan sampah


karena terbentur kebutuhan ruang, biaya dan timbulan lindi. Saat ini, ada banyak
teknologi pengolahan baru yang dikembangkan dan diterapkan di negara maju, namun
tidak selalu tepat dan berjalan dengan efektif ketika diterapkan di negara berkembang,
terutama karena rendahnya nilai kalor sampah dan mahal investasi dan operasi. Di sisi
lain, kebutuhan akan energi semakin tinggi, namun sumber daya yang tersedia
semakin berkurang. Energi yang terkandung di dalam sampah, dikenal dengan konsep
waste to energy yaitu proses recovery energy dari limbah melalui pembakaran
langsung (insinerasi, pirolisis, dan gasifikasi), atau dengan produksi bahan bakar
dalam bentuk metan, hidrogen, dan bahan bakar sintetik lainnya (anaerobic digestion,
mechanical biological treatment, refused-derived fuel). Novita dkk, (2010)

Logam berat merupakan salah satu komponen alami bumi yang tidak dapat
didegradasi atau dihancurkan. Beberapa logam berat penting untuk mengatur
metabolisme tubuh. Tetapi pada konsentrasi tinggi, berbahaya dan beracun karena
cenderung mengalami bioakumulasi, yaitu kenaikan konsentrasi bahan kimia dalam
organisme seiring dengan waktu. Sutarto, dalam Nurfitri. (2010). Tanaman yang
mampu menyerap logam berat dinamakan tanaman hiperakumulator

Disamping itu, lumpur hasil pengolahan limbah industri sering mengandung logam
berat, polutan organik dan bakteri patogen. Fe (besi) merupakan logam yang bila
dalam  jumlah besar di lingkungan dapat menyebabkan toksik. Pengolahan lumpur

4
menggunakan cacing akuatik merupakan alternatif dalam mengurangi jumlah lumpur
yang dihasilkan dari suatu instalasi pengolahan air  limbah.  Cacing Lumbriculus sp.
mampu mengakumulasi logam secara biologis (bioakumulasi) yang selanjutnya dapat
terjadi pengurangan logam berat dalam lumpur. Penelitian dilakukan dengan
menambahkan cacing Lumbriculus sp. pada lumpur dari unit reservoir IPAL. Rasio
berat cacing/lumpur dalam pengolahan yang digunakan adalah 0,4; 0,6; dan 0,8.
Pengamatan penurunan kadar Fe pada lumpur dilakukan setiap hari selama 7 hari.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan adanya penurunan Fe pada lumpur pada hari ke
7 sebesar 15,44% rasio 0,6 dan 21,87% rasio 0,8. Terjadi perbedaan pada rasio 0,4
penurunan logam Fe sebesar 21,09% pada hari ke 6. Afrianisa, (2020)

Penggunaan eceng gondok (Eichhornia crassipes) untuk penanganan polusi telah


banyak diteliti, salah satunya oleh Siswoyo dkk (2020), dilakukan pada permukaan
air, dimana eceng gondok dengan kepadatan 20%, 40%, 60%, 80% dan 100 %
mampu mengurangi tingkat BOD, COD, TSS serta kandungan Sianida pada limbah
sampai dengan 97.9 %, 84.4 %, 45.6 % dan 99.9 %. pada polusi perairan akibat
limbah industry tapioca.

Pada penelitian terdahulu, didapatkan data bahwa terjadi penurunan tingkat


konsentrasi Timbal (Pb) yang terdapat dalam limbah cair TPA Piyungan dengan
Constructed Wetlands menggunakan tumbuhan eceng gondok. Dimana dalam
penelitian tersebut menggunakan reaktor yang terbuat dari kayu yang dilapisi plastik.
Reaktor tersebut diberi perlakuan dengan konsentrasi limbah yang bervariasi (100%,
75%, 50%, 25%, dan 0%), dan waktu pengambilan sampel (0, 3, 6, 9, 12 hari).
Dengan menggunakan metode SSA (Spektrofotometri Serapan Atom). Setelah
dilakukan pengujian diperoleh bahwa penurunan logam Pb pada limbah cair TPA
Piyungan hari ke- 12, yaitu sebesar 0.0501mg/L pada konsentrasi 100%, 0.0295mg/L
pada konsentrasi 75%, 0.0267mg/L pada konsentrasi 50% dan 0.0041 mg/L pada
konsentrasi 25%. Siswoyo dkk (2011).

Sedangkan fitoremediasi menggunakan kangkung (Ipomoea aquatica) untuk


mengetahui penurunan parameter BOD5, COD, TSS dan sianida pada limbah cair
tapioca diperoleh hasil bahwa kangkung (Ipomoea aquatica) dapat tumbuh pada
limbah cair tapioka 25%. Penelitan utama dilakukan 16 hari dengan tiga perlakuan

5
(kontrol, Ipomoea aquatica 100 gram dan Ipomoea aquatica 200 gram). Perlakuan
optimum menggunakan Ipomoea aquatica 200 gram yaitu BOD 5 81,13% hari ke 16,
COD 78,57% hari ke 16, TSS 59,29% hari ke 12 dan sianida 50% hari ke 4.
Pertumbuhan biomassa kangkung air yang paling cepat terdapat pada Ipomoea
aquatica 200 gram dengan laju pertumbuhan 67,05%. Setelah 16 hari Ipomoea
aquatica dapat mengakumulasi sianida dan masih memenuhi standar baku mutu FAO
yaitu 10 mg/kg. (Nurkemalasari, dkk. 2013)

Kiapu (Pistia stratiotes) merupakan tanaman air terapung hidup di daerah tropis, sub
tropis dan daerah bertemperatur hangat. Tanaman ini mampu menyerap logam berat
seperti Fe, Zn, Cu, Cr dan Cd. Mishra dan Tripathi dalam Nurfitri (2010)

Selain itu, Kiapu atau Kapu – kapu atau kiambang (Pistia stratiotes) merupakan salah
satu tanaman hiperakumulator yang mampu menyerap logam Cu. Pada model
tercemar kerapatan 1, konsentrasi Cu terendah terjadi pada hari ke 10. Kemungkinan
hal ini terjadi karena pada hari ke 10 tanaman sudah berada pada titik jenuh dan tidak
mampu lagi menyerap logam berat secara optimal, sehingga hari selanjutnya terjadi
pelepasan logam berat dari dalam tanaman ke air. Menurut Winarso (2005),
transportasi ion-ion yang terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi disebut difusi.
Semakin tinggi perbedaan konsentrasi yang terjadi maka difusi juga semakin besar.
Pada model tercemar kerapatan 1, konsentrasi air yang lebih kecil menyebabkan
perbedaan dengan konsentrasi yang terdapat pada tanaman tidak terlalu besar,
sehingga kejenuhan lebih cepat terjadi. Pada hari ke 1, telah terjadi penurunan
konsentrasi logam Cu lebih dari 50% pada setiap modelnya. Hal ini menunjukkan
penyerapan logam berat terjadi lebih cepat pada awal waktu penelitian. Nurfitri.,
(2010)

Pengolahan sampah dengan landfill mengemisikan gas rumah kaca (CH4 dan CO2)
yang dapat menyebabkan pemanasan global. Ula dkk (2021)

Nilai kalor suatu sampah kota dapat diukur. Nilai kalor sangat diperngaruhi oleh
kadar air dan hidrogen sampah. Hasil pengurangan nilai kalor ini, LHV, biasanya
digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan teknologi pengolahan dan
aplikasi WTE. Nilai kalor juga dipengaruhi oleh kadar volatil dan abu. Semakin tinggi

6
kadar volatil yang terbakar, nilai kalor semakin tinggi. Komponen sampah yang
sangat potensial untuk dijadikan pellet RDF dalam konsep WTE adalah plastik,
dengan LHV > 5.000 kkal/kg. Namun pada proses pembakaran RDF, pembentukan
HCl harus dijaga untuk mencegah korosi pada reactor. Untuk mengatasinya,
sebaiknya dilakukan pengolahan pendahuluan terhadap sampah, dengan cara
deklorinasi sampah pada tekanan tertentu dengan media air, atau dengan
pelarutan.Kadar air dari tiap komponen sampah berbeda antara satu dengan yang lain
selain karena karakteristik alamiahnya, juga karena adanya pengotor dan kondisi
lingkungan lokasi pengambilan sampah. Dalam pembakaran, proses pertama kali
adalah penguapan air yang ada dikandung, semakin tingginya kadar air di dalam
sampah, maka semakin banyak pula energi yang dibutuhkan untuk menguapkan air
tersebut dan semakin rendahnya kalor yang dihasilkan dari pembakaran. Sampah yang
paling baik untuk digunakan dalam waste to energy, baik pembakaran langsung
maupun RDF adalah kertas, plastik, dan tekstil. Proses pembakaran materi volatil
bersifat eksotermis, atau menghasilkan panas. Panas inilah yang terukur dan
kemudian disebut nilai kalor sampah. Adanya perbedaan nilai kalor tiap komponen
sampah lebih banyak dipengaruhi oleh karakteristik kimiawinya, dan banyaknya
materi volatil dalam sampah tersebut. Ketika sisa pembakaran 600°C dibakar kembali
pada temperatur 900°C, masih ada materi yang menguap, dikenal sebagai fixed
carbon, dan menyisakan abu. Novita (2010)

Kesimpulan

Permasalahan sampah harus di selesaikan sedemikian hingga, supaya dampak


negative yang ditimbulkan dari keberadaan sampah dapat diminimalisir.

Dalam teknologi pengolahan sampah sebaiknya disesuaikan dengan karakteristik


sampah dimana salah satu metode yang bisa digunakan untuk membantu dalam proses
pengambilan keputusan pemilihan teknologi pengolahan sampah adalah dengan
menggunakan metode AHP (Analytic Hierarchy Process). Dimana AHP merupakan
proses berpikir yang komprehensif, logis dan terstruktur, dan sesuai untuk digunakan
dalam upaya penyelesaian masalah yang menyangkut banyak aspek. Hal ini dikarekan

7
bahwa teknik pengolahan konvensional tidak dapat menyelesaikan permasalahan
sampah karena terbentur kebutuhan ruang, biaya dan timbulan lindi. Pengolahan
sampah dengan landfill mengemisikan gas rumah kaca (CH4 dan CO2) yang dapat
menyebabkan pemanasan global.

Energi yang terkandung di dalam sampah, dikenal dengan konsep waste to energy
yaitu proses recovery energy dari limbah melalui pembakaran langsung (insinerasi,
pirolisis, dan gasifikasi), atau dengan produksi bahan bakar dalam bentuk metan,
hidrogen, dan bahan bakar sintetik lainnya (anaerobic digestion, mechanical
biological treatment, refused-derived fuel). Nilai kalor suatu sampah kota dapat
diukur. Sampah yang paling baik untuk digunakan dalam waste to energy, baik
pembakaran langsung maupun RDF adalah kertas, plastik, dan tekstil.

Logam berat merupakan salah satu komponen alami bumi yang tidak dapat
didegradasi atau dihancurkan. Beberapa logam berat penting untuk mengatur
metabolisme tubuh. Tetapi pada konsentrasi tinggi, berbahaya dan beracun karena
cenderung mengalami bioakumulasi, yaitu kenaikan konsentrasi bahan kimia dalam
organisme seiring dengan waktu. Kaitannya dengan hal ini, ada beberapa tanaman
yang mampu menyerap logam berat yang dinamakan tanaman hiperakumulator,
tanaman tersebut antara lain Eceng Gondok (Eichhornia crassipes) untuk penanganan
polusi. Tanaman kangkung air (Ipomoea aquatic) dapat mengakumulasi sianida,
sedangkan Kiapu (Pistia stratiotes) mampu menyerap logam berat seperti Fe, Zn, Cu,
Cr dan Cd.

Salah satu cara pengolahan lumpur menggunakan cacing akuatik merupakan alternatif
dalam mengurangi jumlah lumpur yang dihasilkan dari suatu instalasi pengolahan air 
limbah.  Cacing Lumbriculus sp. mampu mengakumulasi logam secara biologis
(bioakumulasi).

Daftar Pustaka

Afrianisa. Rodu Dhuha. Penurunan Logam Fe Pada Pengolahan Lumpur Limbah


Menggunakan Cacing Lumbriculus SP. Jurnal Sains & Teknologi Lingkungan

8
(JSTL) Vol 12, No 2 (2020) Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik
Sipil dan Perencanaan, UII, Yogyakarta 2020.

Ula. R.A., Prasetya. A., dan Haryanto. I. Life Cycle Assessment (LCA) Pengelolaan
Sampah Di TPA Gunung Panggung Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Jurnal
Teknologi Lingkungan Vol. 22, No. 2, Juli 2021, 147-161 UGM Yogyakarta
2021

Siswoyo. Eko., Faisal, Nur Kumalasari, Kasam. Constructed Wetlands Dengan


Tumbuhan Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes) Sebagai Alternatif
Pengolahan Air Limbah Industri Tapioka. Jurnal Sains & Teknologi
Lingkungan (JSTL) Vol 12, No 1 (2020). Jurusan Teknik Lingkungan,
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaa, UII, Yogyakarta 2020.

Siswoyo. Eko., Kasam, Ir., Abdullah. L.M. Subhan. Penurunan Logam Timbal (Pb)
Pada Limbah Cair TPA Piyungan Yogyakarta Dengan Constructed Wetlands
Menggunakan Tumbuhan Eceng Gondok (Eichornia Crassipes). Jurnal Sains
& Teknologi Lingkungan (JSTL) Vol 3, No 1 (2011). Jurusan Teknik
Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, UII, Yogyakarta 2011

Susangka. A., Chaerul. M. Analisis Multi Kriteria Pemilihan Teknologi Pengomposan


Sampah Jurnal Teknik Lingkungan Volume 16 Nomor 1, April 2010, Program
Studi Teknik Lingkungan, FTSL ITB, Bandung, 2010

Novita. DM. dan Damanhuri. E., Perhitungan Nilai Kalor Berdasarkan Komposisi
dan Karakteristik sampah Perkotaan di Indonesia Dalam Konsep Waste To
Energy Jurnal Teknik Lingkungan Volume 16 Nomor 2, Oktober 2010,
Program Studi Teknik Lingkungan, FTSL ITB, Bandung, 2010

Nurfitri. A., dan Rachmatiah. Indah. SS. Pengaruh Kerapatan Tanaman Kiapu (Pistia
stratiotes L) Terhadap Serapan Logam Cu Pada Air. Jurnal Teknik
Lingkungan Volume 16 Nomor 1, April 2010 Program Studi Teknik
Lingkungan, FTSL ITB, Bandung, 2010

9
Nurkemalasari. R., Sutisna. M., dan Wardhani. E., 2013, Fitoremediasi Limbah Cair
Tapioka dengan menggunakan Tumbuhan Kangkung Air (Ipomoea aquatica),
Jurnal Reka Lingkungan, Vol. 2. No. 1. pp. 1-12. Teknik Lingkungan, Institut
Teknologi Nasional Bandung 2013.

http://data.mataramkota.go.id/dataset/rata-rata-volume-sampah-hari-di-kota-mataram-
2020. Diakses tanggal 12 Nopember 2021

10

Anda mungkin juga menyukai