Anda di halaman 1dari 5

Hermina Health Sciences Journal, Vol.1, No.

1, Mei 2021

Fisioterapi Inhalasi pada Pandemi COVID-19


Physiotherapy Inhalation Treatment During Pandemic COVID-19

Dela Fariha Fuadi

Program Studi D-III Fisioterapi, Polteknik Kesehatan Hermina, DKI Jakarta, Indonesia
E-mail : delafariha@poltekkeshermina.ac.id

Diterima : 10 Maret 2021 Direvisi : 15 April 2021 Disetujui : 30 April 2021

Abstrak
Penyakit COVID-19 yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 menyerang sistem pernapasan yang tanda dan gejalanya
mirip dengan penyakit paru-paru lainnya. Rute utama penyebaran virus tersebut yaitu melalui saluran pernapasan,
baik itu dengan kontak langsung dan tidak langsung, melalui droplet dan aerosol. Hal ini menjadikan kebutuhan
akan panduan yang ringkas dan akurat tentang penggunaan prosedur yang menghasilkan aerosol, seperti nebulizer,
untuk pengobatan pasien dengan penyakit pernapasan dengan atau tanpa COVID-19.
Kata Kunci : Fisioterapi Inhalasi, nebulizer, COVID-19, Asma, PPOK.

Abstract
The COVID-19 disease caused by SARS-CoV-2 attacks the respiratory system with signs and symptoms similar to
other lung diseases. The main route for the spread of the virus is through the respiratory tract, both by direct and
indirect contact, through droplets and aerosols. This has led to the need for concise and accurate guidance on the
use of aerosol-generating procedures, such as nebulizers, for the treatment of patients with respiratory diseases
with or without COVID-19.
Keywords: Physiotherapy Inhalation Treatment, Nebulizer, COVID-19, Asthma, COPD

PENDAHULUAN

WHO atau organisasi kesehatan dunia menyatakan bahwa penyakit COVID-19 yang
disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 sebagai pandemi pada 11 Maret 2020. Penyakit ini memiliki
tingkat penularan yang tinggi, hal ini ditunjukan dengan peningkatan jumlah kasus yang sangat
cepat. Kasus pertama kali muncul di Wuhan, China pada awal Desember 2019, sampai dengan
Maret 2020 penyakit COVID-19 sudah menyebar ke seluruh dunia dengan jumlah kasus
sebanyak 4617. Bahkan sampai pada Desember 2020 atau setahun sejak munculnya kasus
pertama, jumlah penyakit COVID-19 diseluruh dunia mencapai 63,7 juta kasus dengan jumlah
kematian sebanyak 1,48 juta jiwa.
Di Indonesia, kasus penyakit COVID-19 muncul pertama kali pada Maret 2020, sampai
dengan Desember 2020 peningkatan jumlah kasus baru masih terus bertambah. Total orang yang
menderita penyakit COVID-19 sampai dengan 3 Desember 2020 yaitu 558ribu orang, dengan
pertambahan kasus baru pada tanggal tersebut adalah 8.369. Indonesia berada di urutan 21
negara yang memiliki jumlah kasus penyakit COVID-19 terbanyak di dunia.
Penyakit COVID-19 menyerang sistem pernapasan yang tanda dan gejalanya mirip dengan
penyakit paru lainnya seperti penyakit paru kronik dan asma. Penyakit tersebut dapat ditularkan
melalui droplet penderita dan udara (airborne). Meskipun masih diperlukan penelitian lebih
lanjut terkait penularan melalui udara namun pencegahan tetap harus dilakukan. Maka dari itu,

12
Hermina Health Sciences Journal, Vol.1, No.1, Mei 2021

dibutuhkan panduan dan petunjuk dalam melakukan intervensi yang menghasilkan aerosol baik
itu untuk pasien COVID-19 maupun bukan.
Terapi Inhalasi merupakan salah satu intervensi yang dilakukan oleh fisioterapi untuk
menangani penyakit paru obstruktif. Bertujuan untuk melebarkan jalan napas dengan merileksasi
otot-otot pernapasan. Orang yang memiliki penyakit paru obstruktif baik itu asma maupun
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) memerlukan terapi inhalasi ini untuk memudahkan
konsumsi obat terutama saat munculnya gejala sesak napas. Nebulizer merupakan salah satu alat
yang digunakan untuk terapi inhalasi, dengan mengubah cairan obat menjadi partikel yang dapat
dihirup oleh pasien, dan banyak digunakan untuk pasien anak dan orang tua. Oleh karena terapi
ini bersifat menghasilkan aerosol, banyak sekali perdebatan yang dilakukan apakah aman
melakukan terapi inhalasi di masa pandemi COVID-19, mengingat risiko penularan penyakit ini
yaitu melalui airborne dan droplet.
Pemerintah Inggris tidak mencantumkan nebulizer sebagai metode yang dapat memiliki
risiko untuk mentransmisikan virus COVID-19 dalam COVID-19 infection prevention and
control guidance: aerosol generating procedures (1). Namun demikian, The Centers of Disease
Control and Prevention (CDC) menyarankan untuk tidak menggunakan nebulizer karena tidak
diketahui apakah nebulizer berisiko menularkan virus patogen kepada tenaga kesehatan (2).

RUTE PENULARAN SARS-COV-2

Dalam hal penyebaran penyakit infeksi, diperlukan adanya inokulum, patogen dalam
jumlah yang cukup, dan inang yang reseptif. Virus patogen akan menyerang sistem tubuh
manusia sesuai dengan target organ yang ditujunya.
SARS-CoV-2 dapat ditularkan dengan cara yang lebih beragam antara manusia,
diantaranya transmisi pernafasan, fecal-oral, hand-oral, eye-nose-oral, feses-hands-oral dan
transmisi darah. Rute utama penyebaran virus yaitu melalui saluran pernapasan (3). Berikut
merupakan rute penularan virus yang penyebaran utamanya melalui pernapasan : kontak
langsung maupun tidak langsung (melalui permukaan benda yang pernah terpapar droplet
penderita), droplet, dan udara (aerosol) (4).
Droplet dapat dihasilkan dari batuk dan bersin penderita penyakit COVID-19. Apabila
droplet tersebut mengenai benda, maka benda tersebut dapat menjadi media penularan virus.
Aerosol dapat dihasilkan dari proses pernapasan penderita penyakit COVID-19, dapat bertahan
diudara lebih lama.
Oleh karena penularan SARS-CoV ini dapat menyebar melalui udara, beberapa peneliti
melakukan studi terkait pergerakan udara dan kadar virus dalam udara di ruangan pasien
penderita penyakit SARS maupun COVID-19. Hasil dari sebuah penelitian di Iran menunjukkan
bahwa sampel udara yang diambil 2-5 meter dari tempat tidur pasien ternyata negatif untuk
SARS-CoV-2 RNA (Faridi et al 2020) (5). Menurut laporan dari penelitian di rumah sakit di
Singapura dan Hong Kong, viral load tidak terdeteksi dalam sampel udara yang diambil dari
kamar pasien dengan gejala COVID 19 (6). Konsentrasi RNA SARS-CoV-2 yang terdeteksi di
aerosol di bangsal isolasi dan ruangan pasien yang berventilasi sangat rendah. Namun, lebih
tinggi di area kamar kecil pasien (7). Hal ini menerangkan kepada kita bahwa, penting untuk
menjaga jarak aman satu sama lain untuk mengurangi risiko penularan virus.
Upaya pencegahan berupa sterilisasi pada permukaan benda dapat mengurangi
penyebaran penularan virus. Hal ini sesuai dengan penelitian pada beberapa area staf medis pada

13
Hermina Health Sciences Journal, Vol.1, No.1, Mei 2021

awalnya memiliki konsentrasi viral load yang tinggi, tetapi tingkat ini menurun ke tingkat tidak
terdeteksi setelah penerapan prosedur sanitasi yang ketat (8).

PENGGUNAAN NEBULIZER PADA ERA PANDEMI COVID-19

Nebulizer termasuk ke dalam terapi Aerosol-Generated Procedure (AGP), merupakan


prosedur yang dilakukan pada pasien/klien yang dapat menyebabkan produksi aerosol dalam
berbagai ukuran, termasuk droplet nuklei. Studi yang dilakukan oleh Tran pada tahun 2012
menyatakan bahwa Nebulizer tidak termasuk ke dalam salah satu terapi AGP yang berisiko
tinggi untuk penularan penyakit SARS (9).
Beberapa tahun sebelum pandemi COVID-19, wabah SARS yang terjadi pada tahun
2002-2004 membuat banyak peneliti melakukan studi terkait penularan virus yang menyebabkan
penyakit SARS dan risiko penularan penggunaan nebulizer.
Penilaian yang dilakukan pada tiga studi kohort, tidak menemukan risiko penularan
SARS-CoV yang signifikan secara statistik kepada tenaga kesehatan yang merawat pasien yang
menjalani pengobatan nebulizer. Disimpulkan bahwa tidak ada bukti signifikan risiko penularan
SARS-CoV terkait nebulizer (9). Studi yang dilakukan pada pasien SARS yang menjalani
pengobatan dengan humidifier dan nebulizer, tidak ada bukti bahan asam nukleat spesifik SARS-
CoV disemua sampel udara diambil dari sekitar pasien yaitu 30 cm di atas kepala pasien (10).
Panduan yang dikeluarkan oleh negara Inggris tentang pencegahan infeksi dari COVID-19 tidak
mencantumkan nebulizer sebagai terapi yang memiliki potensi risiko penularan, karena aerosol
yang dihasilkan oleh perangkat berasal dari cairan obat di dalam ruang nebulizer, bukan dari
pasien(1). Namun, beberapa organisasi tetap tidak menyarankan untuk penggunaan nebulizer
selama pandemi. The Canadian Pediatric Society menyarankan untuk tidak menggunakan
perawatan nebulizer kecuali benar-benar diperlukan.
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease COVID-19 guidance
menyarankan bagi penderita PPOK untuk melakukan terapi seperti biasa (11). American College
of Allergy, Asthma, and Immunology (AAAI) juga merekomendasikan hal yang sama bagi para
penderita asma untuk melakukan terapi seperti biasa (12). Pernyataan ini menjadikan kebutuhan
akan panduan yang ringkas dan akurat tentang penggunaan prosedur yang menghasilkan aerosol,
seperti nebulizer, untuk pengobatan pasien dengan penyakit pernapasan dengan atau tanpa
COVID-19.

PANDUAN PENGGUNAAN NEBULIZER PADA PANDEMI COVID-19

Pernyataan WHO tentang status penyakit COVID-19 sebagai pandemi menjadikan


seluruh organisasi membentuk panduan terkait Standar Operasional Prosedur yang baru untuk
menyesuaikan dengan keadaan darurat yang disebabkan oleh penyakit ini. Oganisasi Fisioterapi
dunia juga mengeluarkan panduan untuk penatalaksanaan terapi yang dilakukan di rumah sakit
terutama untuk intervensi yang dapat menghasilkan aerosol (13).
Penatalaksanaan terapi inhalasi menggunakan nebulizer harus mematuhi panduan
terutama untuk melindungi tenaga kesehatan dari risiko penularan virus termasuk kepatuhan
dalam melakukan protokol kesehatan dan penggunaan APD. Berdasarkan rekomendasi CDC,
APD yang digunakan oleh tenaga kesehatan adalah N95 respirator, pelindung mata, gown dan
gloves (14).

14
Hermina Health Sciences Journal, Vol.1, No.1, Mei 2021

Sekuensi penggunaan nebulizer harus diperhatikan. Protokol kesehatan harus diterapkan mulai
dari persiapan alat dan pasien, ketika intervensi dilakukan, dan setelah terapi selesai.
Pada persiapan alat dan pasien, harus dipastikan bahwa alat sudah dibersihkan dan dalam
keadaan steril. Beberapa penelitian menyarankan untuk menggunakan mouthpiece dan filter
(katup satu arah) dari pada menggunakan masker (15). Selain itu, ruangan yang digunakan harus
ruangan yang memiliki tekanan negatif, agar udara yang ada di dalam ruangan tidak bergerak
keluar, ditujukan untuk mengurangi risiko penularan virus. Selama intervensi berlangsung,
pastikan jarak antar pasien tidak kurang dari 2 meter (14) dan tenaga kesehatan menggunakan
APD level 3 untuk kewaspadaan aerosol. Setelah terapi selesai, lakukan sterilisasi pada benda
yang digunakan selama terapi selain itu disposing peralatan yang digunakan harus dilakukan
sesuai prosedur.
Terapi nebulizer mandiri di rumah belum diketahui apakah ini berbahaya atau tidak,
namun untuk mengurangi risiko penularan, pasien dianjurkan untuk melakukan social distancing
dan menghindari melakukan terapi apabila banyak orang.
Ditambah, harus menjaga higenitas dari alat dan dilakukan di ruangan yang memiliki jendela
atau ruangan dengan ventilasi yang baik.

KESIMPULAN

Masih diperlukan penelitian lebih lanjut terkait hubungan penggunaan nebulizer sebagai
terapi inhalasi dengan risiko penularan virus penyakit COVID-19. Meskipun demikian, beberapa
organisasi tetap menyarankan untuk melakukan terapi seperti biasa terutama untuk pasien PPOK
dan Asma. Beberapa panduan telah dikeluarkan sebagai petunjuk aman dalam melaksanakan
terapi.

DAFTAR PUSTAKA

1. United Kingdom Government. New and Emerging Respiratory Virus Threats Advisory Group
(NERVTAG).
2. Centers for Disease Control and Prevention. Clinical Questions about COVID-19: Questions and
Answers [Internet]. Center for Disease Control and Prevention. 2020. Available from:
https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/hcp/faq.html
3. Li H, Wang Y, Ji M, Pei F, Zhao Q, Zhou Y, et al. Transmission Routes Analysis of SARS-CoV-2: A
Systematic Review and Case Report. Front Cell Dev Biol. 2020;8(July):1–11.
4. Tellier R, Li Y, Cowling BJ, Tang JW. Recognition of aerosol transmission of infectious agents: A
commentary. BMC Infect Dis. 2019;19(1):1–10.
5. Faridi S, Niazi S, Sadeghi K, Naddafi K, Yavarian J, Shamsipour M, et al. A field indoor air
measurement of SARS-CoV-2 in the patient rooms of the largest hospital in Iran. Sci Total Environ.
2020;725:1–5.
6. Ong SWX, Tan YK, Chia PY, Lee TH, Ng OT, Wong MSY, et al. Air, Surface Environmental, and
Personal Protective Equipment Contamination by Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2
(SARS-CoV-2) from a Symptomatic Patient. Vol. 323, JAMA - Journal of the American Medical
Association. 2020. p. 1610–2.
7. Liu Y, Ning Z, Chen Y, Guo M, Liu Y, Gali NK, et al. Aerodynamic analysis of SARS-CoV-2 in two
Wuhan hospitals. Nature. 2020;582(7813):557–60.
8. Cheng VCC, Wong SC, Chen JHK, Yip CCY, Chuang VWM, Tsang OTY, et al. Escalating infection
control response to the rapidly evolving epidemiology of the coronavirus disease 2019 (COVID-19)
due to SARS-CoV-2 in Hong Kong. Infect Control Hosp Epidemiol. 2020;41(5):493–8.

15
Hermina Health Sciences Journal, Vol.1, No.1, Mei 2021

9. Tran K, Cimon K, Severn M, Pessoa-Silva CL, Conly J. Aerosol generating procedures and risk of
transmission of acute respiratory infections to healthcare workers: A systematic review. PLoS One.
2012;7(4).
10. Wan G-H, Tsai Y-H, Wu Y-K, Tsao K-C. A Large-Volume Nebulizer Would Not Be an Infectious
Source for Severe Acute Respiratory Syndrome. Infect Control Hosp Epidemiol. 2004;25(12):1113–
5.
11. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. GOLD COVID-19 Guidance - Global
Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease - GOLD [Internet]. 2020. Available from:
https://goldcopd.org/gold-covid-19-
guidance/?fbclid=IwAR1BKxPTqeWXc0UP0l8biSIJzOLigDxnmElcNycSqWn_jgQQwHAFSaAWp
aw
12. American College of Allergy Asthma and Immunology. A message to asthma sufferers about a
shortage of albuterol metered dose inhalers [Internet]. 2020. Available from:
https://acaai.org/news/message-asthma-sufferers-about-shortage-albuterol-metered-dose-inhalers
13. Thomas P, Baldwin C, Bissett B, Boden I, Gosselink R, Granger CL, et al. Physiotherapy
management for COVID-19 in the acute hospital setting: Recommendations to guide clinical practice.
Pneumon. 2020;33(1):32–5.
14. Centers for Disease Control and Prevention. Infection Control: Severe acute respiratory syndrome
coronavirus 2 (SARS-CoV-2) | CDC [Internet]. Centers for Disease Control and Prevention. 2020.
Available from: https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/hcp/infection-control-
recommendations.html%0Ahttps://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/hcp/infection-control-
recommendations.html?CDC_AA_refVal=https%3A%2F%2Fwww.cdc.gov%2Fcoronavirus%2F201
9-ncov%2Finfection-control
15. Ari A. Practical strategies for a safe and effective delivery of aerosolized medications to patients with
COVID-19. Respir Med [Internet]. 2020;167(April):105987. Available from:
https://doi.org/10.1016/j.rmed.2020.105987

16

Anda mungkin juga menyukai