Oleh :
ALI MAFTUKIN
2102048002
Islam di Indonesia merupakan wajah islam yang cukup menarik untuk di kaji. Selain
jumlah penduduk muslimnya yang terbanyak di dunia, juga dikarenakan karakteristik
masyarakat Indonesia yang sangat berbeda dengan masyarakat arab yang menjadi basis dari
agama islam mampu berkolaborasi dengan baik dan tetap menunjukkan wajah islam yang
ramah dan damai.
Tulisan ini menjadi suatu ikhtiar untuk memotret wajah Islam Indonesia dan pola
keberagamaannya, untuk menguak potret wajah Islam Indonesia dilakukan dengan melihat
pola puritanisasi, modernisasi dan pribumisasi di Indonesia.
ABSTRACT
Islam in Indonesia is the face of Islam which is quite interesting to study. In addition
to the largest Muslim population in the world, the characteristics of the Indonesian people
are very different from the Arabs who are able to collaborate well and still show a friendly
and peaceful face of Islam.
This paper is an attempt to photograph the face of Indonesian Islam and its religious
patterns, to photograph the face of Indonesian Islam by looking at the patterns of
puritanization, modernization and indigenization in Indonesia.
A.
B. PENDAHULUAN
Local wisdom atau kearifan lokal dapat diartikan sebagai nilai yang dianggap baik
dan benar yang berlangsung secara turun-temurun dan dilaksanakan oleh masyarakat
yang bersangkutan sebagai akibat dari adanya interaksi antara manusia dengan
lingkungannya.
Kearifan lokal, menurut John Haba sebagaimana dikutip oleh Irwan Abdullah, 1
“mengacu pada berbagai kekayaan budaya yang tumbuh dan berkembang dalam
sebuah masyarakat yang dikenal, dipercayai dan diakui sebagai elemen-elemen penting
yang mampu mempertebal kohesi sosial di antara warga masyarakat”. Setidaknya ada
enam signifikansi dan fungsi ke-arifan local yaitu Pertama, sebagai pe-nanda
identitas sebuah komunitas. Kedua, elemen perekat (aspek kohesif) lintas warga,
lintas agama dan lintas kepercayaan. Ketiga kearifan lokal tidak bersifat memaksa
tetapi lebih merupakan kesadaran dari dalam. Keempat, kearifan lokal memberi
warna kebersamaan sebuah komunitas. Kelima, kemampuan local wisdom dalam
mengubah pola fikir dan hubungan timbal balik individu dan kelompok dan
meletakkannya di atas common ground. Ke-enam, kearifan lokal dapat mendorong
proses apresiasi, partisipasi sekaligus meminimalisir anasir yang merusaksolidaritas
dan integrasi komunitas.
Islam adalah banyak hal. Sama seperti halnya tidak ada satu Amerika, Eropa
ataupun Barat, begitu pula tidak ada satu pun penjelasan pas yang melukiskan berbagai
kelompok maupun orang dengan nilai dan arti yang sama. Juga tidak ada lokasi tunggal
ataupun budaya seragam yang identik dengan Islam.2
C. PEMBAHASAN
1
Irwan Abdullah, dkk (ed.)., Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2008), h. 7.
2
Bruce B. Lawrence, Islam Tidak Tunggal: Melepaskan Islam dari Kekerasan, (Jakarta: Serambi, 2004),
hlm. 11.
1. Islam di Indonesia
Indonesia telah mengenal lokal wisdom yang berbau hindu buda. Hal ini
selaras dengan para pendakwah asal Gujarat India yang secara budaya india juga
sedikit banyak terpengaruh oleh budaya Hindu buda yang berkembang di India. Hal
ini lah yang menyebabkan islam dari pedagang Gujarat bisa masuk dengan damai dan
sesuai dengan buaya yang teah berkembang di Indonensia saat itu.
1. Islam Pribumi
masyarakat setempat yang selama ini mereka jalankan dan kembangkan. Strategi
yang ditempuh oleh para Walisongo ini pada akhirnya terbukti efektif dalam
mengakrabkan Islam dengan lingkungan setempat. Islam tidak dijauhi, melainkan
dapat diterima dengan baik oleh masyarakat setempat karena tidak berhadap-
hadapan secara frontal dengan adat dan tradisi yang mereka anut. Islam pun
menjadi menyatu dengan kenusantaraan atau keindonesiaan.
Gagasan Wahid dapat disarikan dalam tiga pilar: Pertama, keyakinan bahwa
Islam harus secara aktif dan substansif ditafsirkan ulang atau dirumuskan ulang
agar tanggap terhadap tuntunan kehidupan modern. Kedua, keyakinan bahwa
dalam konteks Indonesia, Islam tidak boleh menjadi agama negara, dan ketiga,
bahwa Islam harus menjadi kekuatan yang inklusif, demokratis dan pluralis, bukan
2. Islam Puritan
Dalam sejarah Islam, gerakan puritan paling tidak muncul ketika Khawarij
muncul. Prinsipnya, setelah Nabi Muhammad wafat umat Islam kembali
tergantung pada kesukuan, bukan kepada agama. Purifikasi bertujuan
memurnikan ajaran agama dari noda-noda yang diakibatkan dari ketergantungan
kesukuan.
Pandangan seperti ini jelas berbeda dari apa yang diyakini Islam Pribumi
yang menyebutkan bahwa Islam tidak lahir dari ruang dan lembaran kosong.
Menurutnya, Islam yang ideal sebagaimana yang dibayangkan kaum Islam puritan
10
https://id.wikipedia.org/wiki/Puritan
11
Syaikh Idahram, Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2012), hlm. 39.
12
Rahmat, Islam Pribumi..., hlm. 13-14.
itu sebenarnya tidak ada. Sejatinya yang ada hanyalah Islam yang riil hidup di
tengah masyarakat.
Dalam menaggapi hal ini, Cak Nur menolak anggapan diikutinya proses
westernisasi dalam hal modernisasi. Cak Nur mengatakan:
16
Nurcholish, Islam dan Kemodernan, hlm.18
17
Imam Suprayogo, Spirit Islam Menuju Perubahan dan Kemajuan (Malang : UIN- Maliki press, 2012), hlm.
4
Kedua dengan adanya teknologi dalam modernisasi masyarakat islam di
Indonesia bisa dengan mudah memperluas dakwahnya lewat media dan juga
memperluas jaringannya.
D. KESIMPULAN
Sejatinya, tidak ada yang salah dengan Islam puritan atau Islam Arab
dalam mengekspresikan keberagamaan atau keislaman seseorang. Tetapi yang
menjadi masalah adalah menggunakan ekspresi kearaban sebagai ekspresi tunggal
dan dianggap paling absah dalam beragama, terlebih jika kemudian budaya yang
ada dianggap sebagai sesuatu yang sesat, musyrik dan bid’ah. Seharusnya agama
bisa hidup berdampingan dengan ekspresi budaya, bukan saling menafikan satu
sama lain.
18
Esposito, John L., Dunia Islam Modern, Bandung: Mizan Media Utama. 2001, hlm. 308.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Irwan, dkk Agama dan Kearifan Lokal dalam Tantangan Global, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2008)
Affandi, Bisri, Pembaharu dan Pemurni Islam di Indonesia, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 1999)
Esposito, John L. dan John O. Voll, Tokoh Kunci Gerakan Islam Kontemporer, (Jakarta: Murai
Kencana, 2001)
Esposito, John L. Dunia Islam Modern, (Bandung: Mizan Media Utama, 2001)
https://id.wikipedia.org/wiki/Puritan
Idahram, Syaikh, Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren,
2012)
Kurnia Ilahi, Perkembangan Modern Dalam Islam (Pekanbaru : Yayasan Pusaka Riau, 2011)
Lawrence, Bruce B. Islam Tidak Tunggal: Melepaskan Islam dari Kekerasan, (Jakarta:
Serambi, 2004)
Mun’im DZ, Abdul, “Mempertahankan Keragaman Budaya” dalam Jurnal Tashwirul Afkar,
edisi no. 14 tahun 2003
Nurcholish, Islam kemodernan dan keindonesiaan (Bandung: Mizan Media Utama, 2008)
Rahmat, Imdadun, “Islam Pribumi: Mencari Wajah Islam Indonesia” dalam Jurnal Tashwirul
Afkar, edisi no. 14 tahun 2003
Suprayogo, Imam, Spirit Islam Menuju Perubahan dan Kemajuan (Malang : UIN- Maliki
press, 2012)