Anda di halaman 1dari 11

Buka menu utama

Wikipedia

Cari

Islam di Indonesia

Agama Resmi di Indonesia

Bahasa

Unduh PDF

Pantau

Sunting

Islam di Indonesia merupakan mayoritas terbesar umat Muslim di dunia. Data Sensus Penduduk 2018
menunjukkan ada sekitar 86,7% atau 231 juta jiwa dari total 266 juta jiwa penduduk beragama Islam.
Walau Islam menjadi mayoritas, tetapi Indonesia bukanlah negara yang berasaskan Islam. Indonesia
sendiri secara konstitusional mengakui 6 agama, yaitu Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha dan
Konghucu.[1] Meski tak menerapkan hukum Islam secara menyeluruh sebagaimana halnya Arab Saudi
dan Qatar, nafas-nafas Islam tetaplah diakui dan diterima dalam hukum positif di Indonesia dengan
adanya sejumlah regulasi/undang-undang tentang perkawinan, peradilan agama, perbankan syariah,
wakaf, pengelolaan zakat, penyelenggaraan ibadah haji dan umrah, serta yang terbaru Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.[2]

Sejarah awal

Artikel utama: Penyebaran Islam di Nusantara

Penyebaran Islam menurut sejumlah catatan

Peta persebaran Islam di Indonesia

Menurut Thomas Walker Arnold, sulit untuk menentukan bilakah masa tepatnya Islam masuk ke
Indonesia. Hanya saja, sejak abad ke-2 Sebelum Masehi orang-orang Ceylon telah berdagang dan masuk
abad ke-7 Masehi, orang Ceylon mengalami kemajuan pesat dalam hal perdagangan dengan orang Cina.
Hinggalah, pada pertengahan abad ke-8 orang Arab telah sampai ke Kanton.[3] Waktu masuknya Islam
di Nusantara sudah berlangsung sejak abad ke-7 dan 8 Masehi. Namun, perkembangan dakwah baru
betul dimulai kala abad ke-11 dan 12.[4] Artinya dakwah di Nusantara sudah merentang selama
beberapa abad di masa-masa awal.[4] Indonesia sendiri di masa-masa itu, tidaklah asing dari pandangan
musafir Arab. Sulaiman at-Tajir misalnya, sampai ke kawasan Zabij yang ada di timur India.[5] Dilengkapi
pula oleh catatan ahli geografi sejaman, Ibnu Khurdadzbih bahwa Zabij dipimpin seorang Maharaja, yang
juga disetujui oleh pendapat Yaqut al-Hamawi dan Al-Mas'udi.[6] Belakangan, pendapat soal negeri
Maharaja ini disetujui sejarawan Arab modern, Husain Mu'nis, bahwa ia merujuk pada daerah yang kini
ada di kawasan Indonesia modern.[7] Mengenai tempat asal kedatangan Islam yang menyentuh
Indonesia, di kalangan para sejarawan terdapat beberapa pendapat. Ahmad Mansur Suryanegara
mengikhtisarkan teori masuknya Islam dalam tiga teori besar. Pertama, teori Gujarat. Islam dipercayai
datang dari wilayah Gujarat – India melalui peran para pedagang India muslim pada sekitar abad ke-13
M. Kedua, teori Makkah. Islam dipercaya tiba di Indonesia langsung dari Timur Tengah melalui jasa para
pedagang Arab muslim sekitar abad ke-7 M. Ketiga, teori Persia. Islam tiba di Indonesia melalui peran
para pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah ke Gujarat sebelum ke nusantara sekitar
abad ke-13 M. Mereka berargumen akan fakta bahwa banyaknya ungkapan dan kata-kata Persia dalam
hikayat-hikayat Melayu, Aceh, dan bahkan juga Jawa.[8] Selain itu pula, temuan Marco Polo juga
menyatakan sebagai dampak interaksi orang-orang Perlak di Sumatra Utara, mereka telah mengenal
Islam. Selama masa-masa ini, dinyatakan oleh Van Leur dan Schrieke, bahwa penyebaran Islam lebih
terbantu lewat faktor-faktor politik alih-alih karena niaga.[9] Pandangan lain dari AH Johns dan SQ Fatimi
menyebutkan penyebaran Islam bertumpu pada imam-imam Sufi yang cakap dalam soal kebatinan, dan
bersedia menggunakan unsur-unsur kebudayaan pra Islam dan mengisinya kembali dengan semangat
yang lebih Islami.[10]

Peta Indonesia berkisar tahun 1674-1745 oleh Katip Çelebi seorang geografer asal Turki Utsmani.

Di Pulau Sulawesi, Islam menyebar melalui hubungan Kerajaan-Kerajaan setempat dengan para Ulama
dari Mekkah dan Madinah, yang sebelumnya pula sempat singgah di Hadramaut untuk menyebarkan
agama Islam ke seluruh pelosok Nusantara. Selain itu, pengaruh dari Ulama Minang di wilayah Selatan
pulau Sulawesi turut mengantarkan Kesultanan Gowa dan Kesultanan Bone untuk memeluk agama
Islam.[11] Sementara itu, pengaruh dari Kesultanan Ternate turut berperan penting dalam penyebaran
agama Islam di pulau Sulawesi bagian tengah dan Utara. Salah satu buktinya adalah eksistensi
Kesultanan Gorontalo sebagai salah satu Kerajaan Islam paling berpengaruh di Semenanjung Utara
Sulawesi hingga ke Sulawesi bagian Tengah dan Timur.[12] Selain pengaruh Kesultanan Ternate, Ulama-
Ulama besar yang hijrah ke wilayah jazirah utara dan tengah Sulawesi pun turut mempercepat
penyebaran agama Islam di wilayah ini. Selain itu, Kesultanan Tidore yang juga menguasai Tanah Papua,
sejak abad ke-17, telah berhasil melakukan upaya penyebaran agama Islam hingga mencapai wilayah
Semenanjung Onin di Kabupaten Fakfak, Papua Barat.

Kalau ahli sejarah Barat beranggapan bahwa Islam masuk di Indonesia mulai abad 13 adalah tidak benar,
Abdul Malik Karim Amrullah berpendapat bahwa pada tahun 625 M sebuah naskah Tiongkok
mengkabarkan bahwa menemukan kelompok bangsa Arab yang telah bermukim di pantai Barat Sumatra
(Barus).[13] Pernyataan yang hampir senada dikemukakan Arnold, bahwa mungkin Islam telah masuk ke
Indonesia sejak abad-abad awal Hijriah. Meskipun kepulauan Indonesia telah disebut-sebut dalam
tulisan ahli-ahli bumi Arab, di dalam tarikh Cina telah disebutkan pada 674 M orang-orang Arab telah
menetap di pantai barat Sumatra.[14]

Pada tahun 30 Hijriyah atau 651 M semasa pemerintahan Khilafah Islam Utsman bin Affan (644-656 M),
memerintahkan mengirimkan utusannya (Muawiyah bin Abu Sufyan) ke tanah Jawa yaitu ke Jepara
(pada saat itu namanya Kalingga). Hasil kunjungan duta Islam ini adalah raja Jay Sima, putra Ratu Sima
dari Kalingga, masuk Islam.[15] Namun menurut Hamka sendiri, itu terjadi tahun 42 Hijriah atau 672
Masehi.[16]

Pada tahun 718 M raja Srivijaya Sri Indravarman setelah pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz (717 -
720 M) (Dinasti Umayyah) pernah berkirim surat dengan Umar bin Abdul Aziz sekaligus berikut
menyebut gelarnya dengan 1000 ekor gajah, berdayang inang pengasuh di istana 1000 putri, dan anak-
anak raja yang bernaung di bawah payung panji. Baginda berucap terima kasih akan kiriman hadiah
daripada Khalifah Bani Umayyah tersebut.[17] Dalam hal ini, Hamka mengutip pendapat SQ Fatimi yang
membandingkan dengan The Forgotten Kingdom Schniger bahwa memang yang dimaksud adalah
Sriwijaya tentang Muara Takus, yang dekat dengan daerah yang banyak gajahnya, yaitu Gunung Suliki.
Apalagi dalam rangka bekas candi di sana, dibuat patung gajah yang agaknya bernilai di aana. Tahun
surat itu disebutkan Fatemi bahwa ia bertarikh 718 Masehi atau 75 Hijriah. Dari situ, Hamka
menepatkan bahwa Islam telah datang ke Indonesia sejak abad pertama Hijriah.[18]

Selain itu, fakta yang juga tak bisa diabaikan adalah bahwa adanya kitab Izh-harul Haqq fi Silsilah Raja
Ferlak yang ditulis Abu Ishaq al-Makrani al-Fasi yang berasal dari daerah Makran, Balochistan menyebut
bahwa Kerajaan Perlak didirikan pada 225 H/847 M diperintah berturut-turut oleh delapan sultan.[19]

Bukti lain memperlihatkan telah munculnya Islam pada masa awal dengan bukti Tarikh Nisan Fatimah
binti Maimun (1082M) di Gresik.[20]

Umat Islam Indonesia tengah membaca Al Quran setelah menunaikan salat di Masjid Istiqlal, Jakarta.
Indonesia memiliki jumlah umat Islam terbesar di dunia

Untuk menjelaskan bagaimana metode penyebaran Islam di Indonesia, Arnold mengutip catatan yang
dikutip dari C. Semper bahwa para pedagang Muslim menggunakan bahasa dan adat istiadat orang
tempatan. Setelah mengadakan pernikahan dengan orang setempat, pembebasan budak, maka ia
mengadakan perserikatan dan tak lupa tetap memelihara hubungan persahabatan dengan golongan
aristokrat yang juga telah mendukung kebebasannya.[14] Para pedagang ini, tidaklah datang sebagai
penyerang, tidak pula memakai pedang, ataupun memakai kelas atas guna menekan kawula-kawula
rakyat. Namun dakwah dilakukan dengan kecerdasan, dan harta perdagangan yang mereka punya lebih
mereka utamakan untuk modal dakwah.[14]

Selama masa-masa abad pertengahan ini, pedagang-pedagang Muslim turut memberi andil dalam
bertumbuhnya perdagangan dan kota-kota yang terlibat di sana. Bersamaan dengan kegiatan dagang
orang Tionghoa dari Dinasti Ming, Gresik, Malaka, dan Makassar berubah dari kampung kecil menjadi
kota-kota besar dengan penduduk 50 ribu jiwa. Begitupun untuk Aceh, Patani, dan Banten.[21]

Masa kolonial

Pada abad ke-17 masehi atau tahun 1601 kerajaan Hindia Belanda datang ke Nusantara untuk
berdagang, tetapi pada perkembangan selanjutnya mereka menjajah daerah ini. Belanda datang ke
Indonesia dengan kamar dagangnya, VOC, sejak itu hampir seluruh wilayah Nusantara dikuasainya
kecuali Aceh. Saat itu antara kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara belum sempat membentuk aliansi
atau kerja sama. Hal ini yang menyebabkan proses penyebaran dakwah terpotong.

Anak-anak mengaji Al Quran di Jawa pada masa kolonial Hindia Belanda

Dengan sumuliayatul (kesempurnaan) Islam yang tidak ada pemisahan antara aspek-aspek kehidupan
tertentu dengan yang lainnya, ini telah diterapkan oleh para ulama saat itu. Ketika penjajahan datang,
para ulama mengubah pesantren menjadi markas perjuangan, para santri (peserta didik pesantren)
menjadi jundullah (pasukan Allah) yang siap melawan penjajah, sedangkan ulamanya menjadi panglima
perang. Potensi-potensi tumbuh dan berkembang pada abad ke-13 menjadi kekuatan perlawanan
terhadap penjajah. Ini dapat dibuktikan dengan adanya hikayat-hikayat pada masa kerajaan Islam yang
syair-syairnya berisi seruan perjuangan. Para ulama menggelorakan jihad melawan penjajah Belanda.

Di akhir abad ke-19, muncul ideologi pembaruan Islam yang diserukan oleh Jamal-al-Din Afghani dan
Muhammad Abduh. Ulama-ulama Minangkabau yang belajar di Kairo, Mesir banyak berperan dalam
menyebarkan ide-ide tersebut, di antara mereka ialah Muhammad Djamil Djambek dan Abdul Karim
Amrullah. Pembaruan Islam yang tumbuh begitu pesat didukung dengan berdirinya sekolah-sekolah
pembaruan seperti Adabiah (1909), Diniyah Putri (1911), dan Sumatra Thawalib (1915). Pada tahun
1906, Tahir bin Jalaluddin menerbitkan koran pembaruan al-Iman di Singapura dan lima tahun
kemudian, di Padang terbit koran dwi-mingguan al-Munir.[22].

Demografi

Sebagian besar ummat Islam di Indonesia berada di wilayah Indonesia bagian Barat, seperti di pulau
Sumatra, Jawa, Madura dan Kalimantan. Sedangkan untuk wilayah Timur, penduduk Muslim banyak
yang menetap di wilayah Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, dan Maluku Utara dan enklave tertentu di
Indonesia Timur seperti Kabupaten Alor, Fakfak, Haruku, Banda, Leihitu, Tual dan lain-lain.

Distribusi geografi

Berikut merupakan persebaran umat Islam per provinsi Indonesia. Sensus dihadirkan pada tahun 2010.

ProvinsiMuslim[23] %

Aceh 4.413.244 98.2%

Sumatra Utara 8.579.830 60.4%

Sumatra Barat 4.721.924 97.4%

Riau 4.872.873 88%

Jambi 2.950.195 95.4%

Sumatra Selatan 7.218.951 96.9%

Bengkulu 1.669.081 97.3%

Lampung 7.264.783 95.5%

Bangka Belitung 1.088.791 89%

Kepulauan Riau 1.332.201 77,5%

DKI Jakarta 8.200.796 83.4%

Jawa Barat 41.763.592 97%

Jawa Tengah 31.328.341 96.7%

Daerah Istimewa Yogyakarta 3.179.129 91.9%


Jawa Timur 36.113.396 96.4%

Banten 10.065.783 94.7%

Bali 520.244 13.4%

Nusa Tenggara Barat 4.341.284 96.5%

Nusa Tenggara Timur 423.925 9%

Kalimantan Barat 2.603.318 59.2%

Kalimantan Tengah 1.643.715 74.3%

Kalimantan Selatan 3.505.846 96.7%

Kalimantan Timur 3.033.705 85.4%

Sulawesi Utara701.699 30.9%

Sulawesi Tengah 2.047.959 77.7%

Sulawesi Selatan 7.200.938 89.6%

Sulawesi Tenggara 2.126.126 95.2%

Gorontalo 1.017.396 97.8%

Sulawesi Barat 957.735 82.6%

Maluku 776.130 49.6%

Maluku Utara 771.110 74.3%

Papua Barat 292.026 38.4%

Papua 450.096 15.9%

TOTAL 207.176.162 87.2%

Budaya

Bahasa & adat istiadat

Di Indonesia, telah diketahui bahwa Islam sampai ke Kepulauan Nusantara sejak abad ke-7 dan
berkembang di abad ke-12 dan kemudian ke-16. Pada masa ini, selain kata serapan, sistem aksara yang
disebut huruf Jawi dan aksara daerah juga tercipta, suatu hal yang sebelumnya tidak ada. Pada masa ini,
bahasa Melayu sebagai lingua franca berpadu mengembangkan kebudayaan Islam di jazirah ini.
Pengaruh Islam, lewat bahasa Arab, juga memengaruhi perkembangan daerah di Indonesia, seperti
bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Bima, bahasa Bugis, bahasa Lampung dan bahasa Sasak.[24]

Arsitektur

Artikel utama: Arsitektur Islam di Indonesia

Islam sangat banyak berpengaruh terhadap arsitektur bangunan di Indonesia. Rumah Betawi salah
satunya, adalah bentuk arsitektur bangunan yang banyak dipengaruhi oleh corak Islam. Pada salah satu
forum tanya jawab di situs Era Muslim,[25] disebutkan bahwa Rumah Betawi yang memiliki teras lebar,
dan ada bale-bale untuk tempat berkumpul, adalah salah satu ciri arsitektur peradaban Islam di
Indonesia.

Masjid

Masjid Raya Medan al Ma'shun, adalah salah satu ciri bangunan berarsitektur Islam yang ada di
Indonesia

Masjid adalah tempat ibadah Muslim yang dapat dijumpai diberbagai tempat di Indonesia. Menurut
data Lembaga Ta'mir Masjid Indonesia, saat ini terdapat 125 ribu masjid yang dikelola oleh lembaga
tersebut, sedangkan jumlah secara keseluruhan berdasarkan data Departemen Agama tahun 2004,
jumlah masjid di Indonesia sebanyak 643.834 buah, jumlah ini meningkat dari data tahun 1977 yang
sebanyak 392.044 buah. Diperkirakan, jumlah masjid dan mushala di Indonesia saat ini antara 600-800
ribu buah.[26] Adapun menurut penuturan Komjen Pol Syafruddin Wakil Ketum Dewan Masjid Indonesia
menyebut sesuai data tahun 2017, bahwa Indonesia memiliki sekitar 800 ribu masjid. Dalam pada itu,
pengelolaan masjid di Indonesia berbeda dengan masjid di negara lain. Pemerintah tak secara langsung
membangun dan mengelola masjid, tetapi lewat swadaya masyarakat, begitu juga dalam hal
pengelolaannya.[27]

Pendidikan

Pesantren adalah salah satu sistem pendidikan Islam yang ada di Indonesia dengan ciri yang khas dan
unik, juga dianggap sebagai sistem pendidikan paling tua di Indonesia.[28]

Politik

Artikel utama: Politik Islam di Indonesia


Dengan mayoritas berpenduduk Muslim, politik di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh dan peranan
umat Islam. Kebangunan akan kesedaran berpolitik ini diawali kalangan kaum haji yang membawa
kabar-kabar akan serangan Prancis terhadap Maroko, umat Islam Libya diserang, dan gerakan nasionalis
Mesir melawan imperialis Inggris. Ini juga membentuk perasaan setia kawan sesama kaum Muslimin,
dan membangkitkan ketidaksukan terhadap kolonialisme dan imperialisme Eropa.[29] Walau demikian,
Indonesia bukanlah negara yang berasaskan Islam, tetapi ada beberapa daerah yang diberikan
keistimewaan untuk menerapkan syariat Islam, seperti Aceh.

Seiring dengan reformasi 1998, di Indonesia jumlah partai politik Islam kian bertambah. Pada Pemilu
1999, 17 partai Islam—yaitu 12 partai Islam dan 5 partai lain berazaskan Islam dan Pancasila—ikut
berlaga dalam pemilihan tersebut. Kesiapan mereka dalam hal administrasi—terkecuali PPP yang
memang sudah tua—mengagumkan mengingat mereka dapat mengikuti segala syarat pemilu yang
cukup ketat, serupa bahwa setiap partai harus punya cabang sekurangnya di 14 provinsi. Namun
demikian, seluruh partai Islam itu kalah jauh dari PDI yang meraup sekitar 34% suara.[30] Dalam Pemilu
tersebut, PPP meraih 11.329.905 suara (10,7 persen) dan bercokol pada peringkat ketiga,[31] karena itu
Partai Persatuan Pembangunan meraih 5 besar. Partai Bulan Bintang mampu membentuk fraksi sendiri
walau cuma 13 anggota, dan Partai Keadilan hanya memperoleh 7 kursi DPR saja.[30] Bila sebelumnya
hanya ada satu partai politik Islam, yakni Partai Persatuan Pembangunan-akibat adanya kebijakan
pemerintah yang membatasi jumlah partai politik, pada pemilu 2004 terdapat enam partai politik yang
berasaskan Islam, yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Bintang
Reformasi, Partai Amanat Nasional, Partai Kebangkitan Bangsa dan Partai Bulan Bintang.

Referensi

Yang, Heriyanto (August 2005). "The History and Legal Position of Confucianism in Post Independence
Indonesia" (PDF). Marburg Journal of Religion. 10 (1): 8. Diakses tanggal 2 October 2006.

Dinata, Ari Wirya (21 Januari 2021). "Eksistensi dan Penerapan Hukum Islam dalam Hukum Positif di
Indonesia". Hukum Online. Diakses tanggal 18 April 2021.

Arnold 1985, hlm. 317.

Mahfud et al. Muyasaroh, hlm. 227.

Amnan 2021, hlm. 3.

Amnan 2021, hlm. 4.

Amnan 2021, hlm. 5.

Saifullah 2010, hlm. 15.


Reid 2019, hlm. 22.

Reid 2019, hlm. 23.

Abdullah, A. (2016). Islamisasi Di Sulawesi Selatan Dalam Perspektif Sejarah. Paramita: Historical Studies
Journal, 26(1), 86-94.

Mashadi, M., & Suryani, W. (2018). Jaringan Islamisasi Gorontalo (Fenomena Keagamaan dan
Perkembangan Islam di Gorontalo). Al-Ulum, 18(2), 435-458.

Amrullah 2017, hlm. 3-4.

Arnold 1985, hlm. 318 – 319.

H Zainal Abidin Ahmad. Ilmu politik Islam V, Sejarah Islam dan Umatnya sampai sekarang; Bulan
Bintang, 1979.

Amrullah 2017, hlm. 3.

Amrullah 2017, hlm. 136.

Amrullah 2017, hlm. 137.

Saifullah 2010, hlm. 11.

Saifullah 2010, hlm. 10.

Reid 2019, hlm. 31.

Ricklefs 1991, hlm. 353-356.

admin (2017-11-07). "Jumlah Penganut Agama di Indonesia Tiap Provinsi". TUMOUTOUNEWS. Diakses
tanggal 2021-08-08.

Mahfud et al. Muyasaroh, hlm. 227, 230.

Pengaruh Arsistektur Peradaban Islam di Indonesia, situs Era Muslim

Gerakan Memakmurkam Masjid, Institut Manajemen Masjid

Tejomukti 2018, hlm. 12.

"Nurun Maksuni, Pesantren dalam wajah Islam Indonesia, nusyria.net:2007". Diarsipkan dari versi asli
tanggal 2008-05-07. Diakses tanggal 2008-06-12.

Anwar 2011, hlm. 19.

Usman 2001, hlm. 67.


Abdulsalam, Husein (25 Juni 2018). "Pemilu 1999: Parpol Islam dan Nasionalis Berlaga tanpa Komunis".
Tirto.id. Diakses tanggal 28 Juli 2018.

Daftar pustaka

Amrullah, Abdul Malik Karim (2017). Dari Perbendaharaan Lama: Menyingkap Sejarah Islam di
Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press. ISBN 978-602-250-419-1.

Anwar, Rosihan (2011) [1971]. Jatuh Bangun Pergerakan Islam di Indonesia. Jakarta: Fadli Zon Library.
ISBN 978-602-99458-2-9.

Arnold, Thomas W. (1985) [1979]. Sejarah Da'wah Islam. Jakarta: Widjaya.

Imawan, Dzulkifli Hadi (2021). The History of Islam in Indonesia. Yogyakarta: Diva Press. ISBN 978-623-
293-363-7.

Mahfud, Choirul; Astari, Rika; Kasdi, Abdurrohman; Mu'ammar, Muhammad Arfan; Muyasaroh; Wajdi,
Firdaus (2021). "Islamic cultural and Arabic linguistic influence on the languages of Nusantara; From
lexical borrowing to localized Islamic lifestyles". Wacana. 22 (1): 224 – 248. ISSN 2407-6899.

Lombard, Denys (1996). Nusa Jawa: Silang Budaya. Kajian Sejarah Terpadu. Bagian II: Jaringan Asia. 2.
Jakarta: Gramedia. ISBN 979-605-453-1.

Reid, Anthony (1992). Asia Tenggara dalam Kurun Niaga 1450-1680. 2. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
ISBN 978-979-461-330-6.

Reid, Anthony (2019) [2004]. Sejarah Modern Awal Asia Tenggara. Jakarta: Pustaka LP3ES. ISBN 979-
3330-05-8.

Ricklefs, Merle Calvin (1991). A History of Modern Indonesia 1200-2004. London: MacMillan.

Saifullah (2010). Sejarah & Kebudayaan Islam di Asia Tenggara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. ISBN 978-
602-8764-68-1.

Tejomukti, Ratna Ajeng (5 Juli 2018). Handasah, Wachidah, ed. "DMI Apresiasi Bantuan Saudi".
Republika.

Usman, Syafaruddin (2001). Keterlibatan Umat Islam dalam Sejarah Politik RI. Pontianak: Yayasan Insyaf.

Pranala luar

(Inggris) Islam di Indonesia, dari seasite.niu.edu.

(Inggris) Islam in Indonesia, dari BBC News.

(Inggris) Munjid, Achmad. "Is Indonesian Islam tolerant?" (Archive) (Opinion) The Jakarta Post. Friday
September 14, 2012.
Terakhir disunting 8 hari yang lalu oleh Symphonium264

HALAMAN TERKAIT

Sejarah Nusantara pada era kerajaan Islam

Ulama Minangkabau

Penyebaran Islam di Nusantara

Bab1

Wikipedia

Konten tersedia di bawah CC BY-SA 3.0 kecuali dinyatakan lain.

Kebijakan privasi Ketentuan PenggunaanTampilan PC

Anda mungkin juga menyukai