37-43
ABSTRAK
Budidaya tanaman pakoba (Syzygium luzonense (Merr.) Merr.) di persemaian ditemui kendala berupa serangan ulat
jengkal (Hyposidra talaca Wlk). Gejala yang ditimbulkan berupa lubang-lubang pada daun terutama daun muda
sampai menyerang habis daun-daun bibit pakoba. Serangan hebat dapat menyebabkan kematian bibit. Terdapat lima
blok di pembibitan pakoba yang diamati dengan jumlah total bibit sebanyak 1014 bibit. Presentase serangan rata-
rata yang diakibatkan oleh ulat ini cukup tinggi yaitu mencapai 49,34 %. Upaya pengendalian serangan ulat jengkal
dapat dilakukan dengan cara pendekatan pengendalian terpadu. Penanggulangan hama ulat jengkal yang telah
dilakukan di persemaian adalah dengan cara kimiawi menggunakan insektisida berbahan aktif profenofos dengan
dosis setengah dari dosis normal.
Obstace of pakoba (Syzygium luzonense (Merr.) Merr.) cultivation in nursery is twig caterpillar (Hyposidra talaca
WLK) attacks. The Pest symptoms was holes in the leaves especially young leaves; twig caterpillar enable to attack
all leaves of pakoba seed. Severe attacks cause death of seedlings. There are five blocks in pakoba nursery that were
observed; 1014 pakoba seedlings were grown in these blocks. The average percentage of twig caterpillar’s attack
was quite high, reached 49.34%. Twig caterpillar has been controlled by integrated pest management. Chemical
control to decrease twig caterpillars attack in nursery has been done by using half dose of insecticide profenofos.
40
Agrologia, Vol. 6, No.1, April 2017, Hal. 37-43
Tingginya persentase serangan ulat (Siswanto dan Wiratno, 1998), dan tanaman
pada bibit pakoba di persemaian diduga kakao (Setyolaksono, 2014).
terjadi karena faktor curah hujan yang cukup Jenis ulat yang menyerang bibit pakoba
tinggi. Pada musim penghujan, kelembaban merupakan jenis ulat jengkal yang secara
tanah menjadi cukup tinggi dan disukai oleh taksonomi termasuk dalam famili
larva ulat untuk berkembangbiak. Geometridae, Ordo Lepidoptera, dan
Berdasarkan pengamatan dilapangan termasuk dalam jenis Hyposidra sp. Ulat
diketahui bahwa ketersediaan daun muda jengkal atau dikenal juga dengan sebutan ulat
sebagai sumber pakan yang cukup melimpah kilan sangat menyukai daun muda atau
menjadikan populasi ulat semakin meningkat, pucuk. Pada serangan yang hebat, ulat ini
ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh akan menghabiskan seluruh daun pada bibit
Setyolaksono (2014), fluktuasi populasi ulat dan menyebabkan kematian (Santoso and
jengkal sejalan dengan perubahan intensitas Antralina 2011). Pada penelitian yang
pembentukan pucuk daun muda. Apabila dilakukan oleh Siswanto dan Wiratno (1998),
pucuk daun tanaman yang terbentuk banyak, menunjukkan bahwa larva muda dari ulat ini
maka populasi ulat jengkal akan meningkat. mampu merusak sekitar 5% - 10% bibit adas
Namun, apabila pucuk daun tanaman yang berumur 3 bulan, sedangkan larva dewasa
terbentuk sedikit, maka populasi ulat jengkal mampu menyebabkan kerusakan hingga 90%
juga akan sedikit. pada bibit yang sama dalam waktu 1 (satu)
Beberapa hasil penelitian menyatakan hari.
bahwa beberapa jenis tanaman yang sering
diserang jenis ulat ini antara lain pada bibit d. Musuh Alami
Kranji (Suharti et al, 2015); tanaman Jarak Ulat jengkal memiliki beberapa
Pagar (Chandra, 2008); tanaman Trembesi musuh alami, diantaranya adalah patogen
(Juliati et al, 2016); tanaman Sengon yang menyerang ulat pada fase larva. Selain
(Dendang et al, 2007), tanaman adas itu juga dijumpai lalat parasitoid dari family
41
Hidayah, dkk. 2017. Serangan Ulat Jengkal …
Sarcophagidae yang banyak menyerang ulat terganggunya aktivitas enzim pencernaan,
pada fase pupa (Siswanto dan Wiratno, 1998). misalnya enzim protease dan invertase
Pada kondisi curah hujan yang terlalu tinggi (Dadang, 1998). Miller dan Strickler (1984).
dapat menyebabkan mortalitas yang cukup Sifat toksik pada senyawa tanaman terhadap
tinggi pada fase larva. Larva yang ulat atau serangga dapat berupa gangguan
terperangkap oleh air hujan membuatnya terhadap perkembangan serangga seacara
tidak bisa melepaskan diri dan mati. Pada fase langsung (intrinsik) atau secara tidak
pupa, kondisi kelembaban tanah yang terlalu langsung (ekstrinsik). Efek antifeedant yang
basah ataupun terlalu kering juga dapat dikandung tanaman dapat dideteksi ulat atau
meningkatkan mortalitas ulat. Terdapat serangga melalui sistem indera (efek
perilaku pupa yang berbeda pada tanah antifeedant primer) atau mempengaruhi
dengan kelembapan tinggi dan kelembapan syaraf pusat serangga yang mengatur proses
rendah. Pada tanah dengan kelembapan makan (efek antifeedant sekunder).
tinggi, larva akan menggali tanah yang tidak Sedangkan pengendalian secara kimia dapat
terlalu dalam sebagai tempat untuk berpupa. digunakan insektisida dengan dosis yang
Sedangkan pada tanah dengan kelembapan rendah agar dapat mengurangi dampak
yang rendah, larva akan menggali tanah yang negatif terhadap lingkungan serta
lebih dalam untuk menemukan kelembapan menghindari resitensi hama ulat jengkal
tanah yang sesuai dengan kebutuhannya terhadap pemberian pestisida.
sebagai tempat untuk berpupa (Setyolaksono,
2014). KESIMPULAN
43