Anda di halaman 1dari 11

CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

Oleh: Jeki Sepriady*


*Program Studi Pendidikan Sejarah, FKIP Universitas PGRI Palembang

ABSTRAK

Pembelajaran sejarah dipengaruhi oleh perkembangan hasil-hasil teknologi, lingkungan, situs, benda
cagar budaya yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber, media, materi. Siswa diposisikan sebagai subjek
belajar yang memegang peranan yang utama, sehingga dalam setting proses belajar mengajar siswa
dituntut beraktivitas secara penuh, bahkan secara individual mempelajarai bahan pelajaran. Dengan
demikian, kalau dalam istilah “mengajar (pengajaran)” atau “teaching” menempatkan guru sebagai
“pemeran utama” memberikan informasi, maka dalam “instruction” guru lebih banyak berperan sebagai
fasilitator. Mengangkat tema contextual teaching and learning dalam pembelajaran sejarah. Tujuan pada
penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh contextual teaching and learning dalam
pembelajaran sejarah. Pada bagian akhir dari Penelitian ini penulis memberikan simpulannya
pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL) merupakan suatu konsep belajar
dimana guru menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota
keluarga dan masyarakat.

Kata Kunci: Contextual teaching and learning, pembelajaran sejarah.

A. PENDAHULUAN agar menjadi manusia yang beriman dan


Pendidikan adalah suatu proses bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
dalam rangka mempengaruhi siswa agar berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
terhadap lingkungannya dan dengan yang demokratis serta bertanggung jawab
demikian akan menimbulkan perubahan (Pasal 3 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang
dalam dirinya yang memungkinkannya untuk Sistem Pendidikan Nasional).
berfungsi secara kuat dalam kehidupan Pelaksanaan pendidikan merupakan
masyarakat. Pengajaran bertugas tanggung jawab bersama antara orang tua,
mengarahkan proses ini agar sasaran dari sekolah dan masyarakat. Dalam
perubahan itu dapat tercpai sebagaimana pelaksanaan pembelajaran di sekolah yang
yang diinginkan (Hamalik, 2008: 79). disebut dengan pendidikan format, dimana
Menurut Wahyudin (2008: 2-12) inti dari pendidikan format adalah kegiatan
pendidikan adalah usaha sadar dan belajar mengajar, sedangkan fungsi
terencana untuk mewujudkan suasana pendidikan menyiapkan peserta didik yang
belajar dan proses pembelajaran agar diartikan bahwa peserta didik pada
peserta aktif mengembangkan potensi hakikatnya belum siap, tetapi perlu
dirinya untuk memiliki kekuatan spritual disiapkan dan sedang menyiapkan dirinya
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, sendiri (Hamalik, 2005: 2). Dalam proses
kecerdasan, akhlak mulia, serta belajar mengajar guru dituntut mencari
keterampilan yang diperlukan dirinya, alternatif-alternatif dalam kegiatan belajar
masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 1 mengajar, sehinnga mampu memberikan
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang sistem kemungkinan bagi siwa agar terjadi proses
pendidikan nasional). Pendidikan bertujuan belajar yang efektif dan dapat mencari hasil
untuk berkembangnya potensi peserta didik sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

100
Memahami metode pembelajaran, setting proses belajar mengajar siswa
guru harus pandai memperhatikan kondisi dituntut beraktivitas secara penuh, bahkan
siswa untuk menentukan metode secara individual mempelajari bahan
pembelajaran yang sesuai dalam pelajaran. Dengan demikian, kalau dalam
memberikan penekanan pada perolehan istilah “mengajar (pengajaran)” atau
suatu konsep belajar baru. Adapun “teaching” menempatkan guru sebagai
metode pembelajaran menurut Sanjaya “pemeran utama” memberikan informasi,
(2011: 40-41) menyatakan bahwa metode maka dalam “instruction” guru lebih banyak
Resitasi adalah cara yang digunakan berperan sebagai fasilitator, memanege
untuk mengimplementasikan rencana yang berbagai sumber dan fasilitas untuk
sudah disusun dalam kegiatan nyata, agar dipelajari siswa (Sanjaya, 2006: 103).
tujuan yang telah disusun dapat tercapai Pembelajaran sejarah sebagai sub-
secara optimal. Dengan demikian sistem dari sistem kegiatan pendidikan,
penggunaan metode yang tepat dalam merupakan sarana yang efektif untuk
kegiatan belajar mengajar dapat meningkatkan intergritas dan kepribadian
mempengaruhi tercapainya tujuan belajar. bangsa melalui proses belajar mengajar.
Oleh karena itu guru memilih metode Keberhasilan ini akan ditopang oleh
pembelajaran yang tepat dari beragam berbagai komponen, termasuk kemampuan
metode pembelajaran yang ada. Pemilihan dalam menerapkan metode pembelajran
metode pembelajaran tidak hanya yang efektif dan efesien. Sistem kegiatan
didasarkan pada kebiasaan, melainkan pendidikan dan pembelajaran adalah sistem
bagaimana cara membuat siswa menjadi kemasyarakatan yang kompleks, diletakkan
aktif dan memiliki motivasi belajar yang sebagai suatu usaha bersama untuk
tinggi. memenuhi kebutuhan pendidikan dalam
Kata “pembelajaran” adalah rangka untuk membangun dan
terjemahan dari “instruction” yang banyak mengembangkan diri (Aman, 2011: 66).
dipakai dalam dunia pendidikan di Amerika Pendekatan kontekstual (Contextual
Serikat. Istilah ini banyak dipengaruhi oleh Teaching and Learning/CTL) merupakan
aliran psikologi kognitif holistik, yang konsep belajar yang membantu guru
menempatkan siswa sebagai sumber dari mengaitkan antara materi yang diajarkan
kegiatan. Selain itu, istilah ini juga sebagai dengan hubungan antara pengetahuan yang
sumber dari kegiatan. Selain itu, istilah ini dimilikinya dengan keluarga dan
juga dipengaruhi oleh perkembangan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil
teknologi yang diasumsikan dapat pembelajaran diharapkan lebih bermakna
mempermudah siswa mempelajari segala bagi siswa. Proses pembelajaran
sesuatu lewat berbagai macam media, berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan
seperti bahan-bahan cetak, program televisi, siswa bekerja dan mengalami, bukan
gambar, audio sehingga semua itu mentransfer pengetahuan dari guru ke
mendorong terjadinya perubahan peranan siswa. Strategi pembelajaran lebih
guru dalam mengelola proses belajar dipentingkan dari pada hasil. Dalam kelas
fasilitator dalam belajar mengajar (Sanjaya, kontekstual, tugas guru adalah membantu
2006: 102). siswa mencapai tujuannya. Maksudnya,
Dalam istilah ”pembelajaran” yang guru lebih banyak berurusan dengan
lebih dipengaruhi oleh perkembangan hasil- strategi dari pada memberi informasi. Tugas
hasil teknologi yang dapat dimanfaatkan guru mengelola kelas sebagai sebuah tim
untuk kebutuhan belajar, siswa diposisikan yang bekerja bersama untuk menemukan
sebagai subjek belajar yang memegang sesuatu yang baru bagi anggota kelas
peranan yang utama, sehingga dalam (siswa). Sesuatu yang baru datang dari

101
menemukan sendiri bukan dari apa kata sejarah merupakan alat-alat (tools, means)
guru. Begitulah peran guru di kelas yang dan bukan merupakan tujuan (Arif, 2011:
dikelola dengan pendekatan kontekstual 33).
(Aqib, 2016: 1-2). Peninggalan merupakan bukti-bukti
Berdasarkan hasil uraian di atas dari kehidupan manusia pada masa lampau
peneliti akan mengangkat tema contextual yang dapat dipegang. Peninggalan sangat
teaching and learning dalam pembelajaran banyak ragamnya, mengingat
sejarah. Tujuan pada penelitian ini adalah keberadaannya sebagai produk (artefak)
untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari kebutuhan hidup manusia sehari-hari.
contextual teaching and learning dalam Sisa-sisa peninggalan dapat berupa alat-alat
pembelajaran sejarah. Dengan demikian rumah tangga, perkakas dapur, pecahan
penulis akan membahas penelitian ini keramik, senjata-senjata, pakaian, porselin,
dengan judul “Contextual Teaching and bangunan-bangunan benteng, istana,
Learning dalam Pembelajaran Sejarah” makam, tempat-tempat peribadatan, dan
sebagainya, yang memang diperlukan untuk
B. PEMBELAJARAN SEJARAH mendukung aktivitas kehidupan sehari-hari
Secara umum sumber-sumber (Arif, 2011: 34).
sejarah dapat diklasifikasikan menjadi dua Pada umumnya catatan dibedakan
bagian, yakni sumber sejarah yang berupa atas tiga macam, yakni gambar (pictorial),
benda-benda peninggalan dan sumber lisan (oral), dan tulisan. Contoh-contoh
sejarah yang berupa catatan-catatan. Uraian catatan gambar adalah peta, lukisan
tentang cerita sejarah tidak bisa dilepaskan sejarah, lukisan dinding, mata uang yang
dari kerja panjang sejarawan dalam bercap, patung, relief, foto-foto, film, gambar
kegiatan penelitian. Salah satu langkah permadani dinding, dan sebagainya. Kita
penting yang harus dilakukan oleh patut berbangga karena banyak mewarisi
sejarawan sebelum menulis suatu peristiwa catatan-catatan lisan dari generasi-generasi
sejarah adalah mengumpulkan apa yang pendahulu kita. Catatan-catatan lisan
disebut sebagai “saksi mata” (witness) yang tersebut antara lain adalah legenda, fabel,
berkaitan dengan kajian sejarah yang akan anekdot, balada, dan saga. Legenda adalah
ditulisnya. Semua saksi mata (witness) yang cerita rakyat yang ada hubungannya dengan
dimaksud akan memberikan kesaksian peristiwa sejarah. Fabel adalah cerita yang
(testimoni) atau informasi sehingga menggambarkan watak-watak manusia
memungkinkan sejarawan untuk menulis tetapi diperankan oleh binatang. Anekdot
cerita sejarah secara utuh (Arif, 2011: 33). adalah cerita singkat yang menyangkut
Semua “saksi mata” (witness) yang tentang ketokohan seseorang yang
dijadikan sumber bagi kegiatan penulisan disampaikan secara singkat, lucu, dan
sejarah itulah yang disebut dengan sumber- menarik. Balada adalah syair sederhana
sumber sejarah (historical sources). Dapat yang menggambarkan cerita rakyat yang di
dikatakan bahwa sumber sejarah dialogkan atau dinyanyikan. Saga adalah
merupakan segala sesuatu yang langsung cerita rakyat yang dikembangkan
atau tidak langsung menceritakan kepada berdasarkan pada cerita sejarah tetapi
kita tentang suatu kegiatan manusia pada sudah bercampur dengan fantasi rakyat
masa yang lalu (past actuality). Perlu kebanyakan (Arif, 2011: 35).
diketahui bahwa sumber-sumber sejarah Salah satu sumber yang digunakan
tersebut masih merupakan bahan mentah dalam penelitian sejarah adalah sumber
(raw materials) bagi penulisan sejarah lisan. Terdapat dua kategori sumber lisan,
(Sjamsuddin dalam Arif, 2011: 33). Dengan yakni sejarah lisan (oral history) dan tradisi
demikian, bagi para sejarawan, sumber lisan (oral tradition). Sejarah lisan (oral

102
history) atau disebut juga dengan ingatan terkandung dalam peristiwa-peristiwa masa
lisan (oral reminiscence) merupakan ingatan lampau (Abdurahman, 2007: 14).
tangan pertama yang dituturkan secara Tujuan ilmu sejarah: 1) Untuk
lisan. Seorang veteran perang kemerdekaan memenuhi rasa ingin tahu mengenai
Indonesia atau seorang diplomat pada masa peristiwa-peristiwa masa lampau, tentang
perang kemerdekaan Indonesia yang aktif bagaimana deskripsi peristiwanya, mengapa
berunding dengan Belanda merupakan peristiwa itu terjadi dan bagaimana akhir
sumber sejarah lisan. Tradisi lisan (oral peristiwa itu, serta perkiraan implikasi atau
tradition) merupakan narasi dan deskripsi dampak peristiwa tersebut terhadap bidang-
tentang peristiwa pada masa lampau yang bidang kehidupan lainnya; 2) Untuk
disampaikan dari mulut ke mulut selama mengetahui lebih mendalam apakah sejarah
beberapa generasi (Arif, 2011: 36). itu suatu seni atau suatu disiplin ilmu
Pengertian yang lebih komprehensif (Tamburaka, 1999: 5).
tentang sejarah adalah kisah dan peristiwa Pembelajaran ialah suatu proses
masa lampau umat manusia. Definisi ini yang dilakukan oleh individu untuk
mengandung dua makna sekaligus, yakni memperoleh suatu perubahan perilaku yang
sejarah sebagai kisah atau cerita dan baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari
sebagai peristiwa. Sejarah sebagai kisah pengalaman individu itu sendiri dalam
merupakan sejarah dalam pengertiannya interaksi dengan lingkungannya. Beberapa
secara subjektif, karena peristiwa masa lalu prinsip yang menjadi landasan pengertian
itu telah menjadi pengetahuan manusia. tersebut ialah: Pembelajaran sebagai usaha
Sedangkan sejarah sebagai peristiwa memperoleh perubahan perilaku. Prinsip ini
merupakan sejarah secara objektif, sebab mengandung makna bahwa ciri utama
peristiwa masa lampau itu sebagai proses pembelajaran itu ialah adanya
kenyataan yang masih diluar pengetahuan perubahan perilaku dalam diri individu.
manusia. Berdasarkan pengertian terakhir, Artinya seseorang yang telah mengalami
peristiwa sejarah itu mencakup segala hal pembelajaran akan berubah perilakunya.
yang dipikirkan, dikatakan, dikerjakan, Tetapi tidak semua perubahan perilaku
dirasakan, dan dialami oleh manusia sebagai hasil pembelajaran (Surya, 2004: 7-
(Kuntowijoyo dalam Abdurahman, 2007: 13). 8).
karena itu lapangan sejarah meliputi segala Proses pembelajaran ialah proses
pengalaman manusia yang mengungkapkan individu mengubah perilaku dalam upaya
fakta mengenai apa, siapa, kapan, dimana, memenuhi kebutuhannya. Hal ini
dan bagaimana sesuatu telah terjadi mengandung arti bahwa individu akan
(Abdurahman, 2007: 13). melakukan kegiatan belajar apabila ia
Peristiwa sejarah bukan hanya menghadapi situasi kebutuhan. Dalam
kejadian fisik, melainkan peristiwa bermakna keadaan individu menghadapi situasi
yang terpantul sepanjang waktu, sehingga kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi
dapat terungkap segi-segi pertumbuhan, dengan insting atau kebiasaan, maka
kejayaan, dan keruntuhannya individu harus mengubah perilakunya.
(Poespowardojo dalam Abdurahman, 2007: Dalam keadaan ini individu harus
14). Dalam hal ini, sejarah sesungguhnya melakukan proses pembelajaran untuk
identik dengan peradaban manusia, dan memperoleh perilaku yang baru agar dapat
pemahaman kebudayaan. Dengan memenuhi kebutuhannya. Berdasarkan
demikian, dapat dikatakan bahwa sejarah uraian diatas, maka dapat disimpulkan
adalah sebuah ilmu yang berusaha bahwa proses pembelajaran akan terjadi
menemukan, mengungkapkan, serta apabila individu menghadapi situasi
memahami nilai dan makna budaya yang kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi

103
dengan insting atau kebiasaan (Surya, pengganti, seperti: buku, slide, teks yang
2004: 13-14). diprogram, dan sebagainya. Namun seorang
Dalam proses belajar mengajar, kepala sekolah dapat menjadikan salah satu
pengajar perlu mengadakan keputusan- unsur sistem pembelajaran, karena
keputusan, misalnya metode apakah yang berkaitan dengan prosedur perencanaan
perlu dipakai untuk mengajar mata pelajaran dan pelaksanaan pembelajaran (Hamalik,
tertentu, alat dan media apakah yang 2001: 66).
diperlukan untuk membantu peserta didik
membuat suatu catatan, melakukan C. CONTEXTUAL TEACHING AND
praktikum, menyusun makalah diskusi, atau LEARNING (CTL)
cukup hanya dengan mendengar ceramah Model pembelajaran Contextual
pengajar saja. Djemari Mardapi mengatakan Teaching and Learning (CTL) adalah suatu
bahwa keberhasilan program pembelajaran strategi pembelajaran yang menekankan
selalu dilihat dari hasil belajar yang dicapai. kepada proses keterlibatan siswa secara
Evaluasi pembelajaran memerlukan data penuh untuk dapat menemukan materi yang
tentang pelaksanaan pembelajaran dan dipelajari dan menghubungkannya dengan
tingkat ketercapaian tujuannya. Hal ini tidak situasi kehidupan nyata sehingga
hanya terjadi di jenjang pendidikan tinggi, mendorong siswa untuk dapat
tetapi juga di pendidikan dasar dan menerapkannya dalam kehidupan mereka
menengah. Evaluasi pembelajaran (Sanjaya, 2011: 255).
seringkali hanya didasarkan pada penilaian Pembelajaran kontekstual (Contextual
aspek hasil belajar, sementara implementasi Teaching and Learning) adalah konsep
program pembelajaran dikelas atau kualitas belajar yang membantu guru mengaitkan
pembelajaran yang berlangsung maupun antara materi yang diajarkannya dengan
input program pembelajaran jarang situasi dunia nyata siswa mendorong siswa
tersentuh kegiatan penilaian (Aman, 2011: membuat hubungan antara pengetahuan
65). yang dimilikanya dengan penerapannya
Istilah mengajar dan belajar adalah dalam kehidupan mereka sehari-hari,
dua peristiwa yang berbeda, tetapi terdapat dengan melibatkan tujuh komponen utama
hubungan yang erat, bahkan terjadi kaitan belajar efektif yakni: kontruktivisme
dan interaksi saling pengaruh- (Constructivism); bertanya (Questioning);
mempengaruhi dan saling menunjang satu menemukan (Inquiri); masyarakan belajar
sama lain. Banyak ahli yang telah (Learning Community); pemodelan
merumuskan pengertian mengajar (Modeling); dan penilaian sebenarnya
berdasarkan pandangannya masing-masing. (Authentic Assessment) (Daryanto &
Perumusan dan tinjauan itu masing-masing Rahardjo, 2012: 155).
memiliki kebaikan dan kelemahan. Berbagai
rumusan yang ada pada dasarnya Prinsip-prinsip Pendekatan Contextual
berlandaskan pada teori tertentu (Hamalik, Teaching and Learning
2001: 57). 1. Keterkaitan, relevansi (relation).
Unsur-unsur minimal yang harus ada Proses belajar hendaknya dikaitkan
dalam sistem pembelajaran adalah seorang dengan bekal pengetahuan
siswa/peserta didik, suatu tujuan dan suatu (prerequisite knowledge) yang telah
prosedur kerja untuk mencapai tujuan. ada pada diri siswa.
Dalam hal ini, guru (pengajar) tidak 2. Pengalaman Langsung
termasuk sebagai unsur sistem (experiencing). Pengalaman langsung
pembelajaran, fungsinya dapat digantikan dapat diperoleh melalui kegiatan
atau dialihkan kepada media sebagai eksplorasi, penemuan (discovery),

104
inventory, investigasi, penelitian dan kontekstual. Ketika siswa dapat
sebagainya. mengkaitkan isi dari mata pelajaran
3. Aplikasi (Applying). Menerapkan akademik tertentu dengan pengalaman
fakta, konsep, prinsip dan prosedur mereka sendiri, mereka menemukan makna
yang dipelajari dengan guru, antara dan makna memberikan alasan untuk
siswa dengan narasumber, belajar. Mengkaitkan pembelajaran dengan
memecahkan masalah dan kehidupan seseorang membuat proses
mengerjakan tugas bersama belajar menjadi hidup dan keterkaitan inilah
merupakan strategi pembelajaran inti dari CTL; 2) Melakukan kegiatan-
pokok dalam pembelajaran kegiatan yang signifikan (doing significant
kontekstual. work). Siswa membuat hubungan-hubungan
4. Alih Pengetahuan (transferring). antar sekolah dan berbagai konteks yang
Pendekatan kontekstual menekankan ada dalam kehidupan nyata sebagai pelaku
pada kemampuan siswa untuk bisnis dan sebagai anggota masyarakat.
mentransfer situasi dan konteks yang Jadi, pembelajaran harus memiliki arti bagi
lain merupakan pembelajaran tingkat siswa; 3) Belajar yang diatur sendiri (self-
tinggi, lebih dari sekedar hafal. regulated learning). Pembelajaran yang
5. Kerja sama (cooperating). Kerjasama diatur sendiri merupakan pembelajaran yang
dalam konteks saling tukar pikiran, aktif, mandiri, melibatkan kegiatan yang
mengajukan dan menjawab menghubungkan masalah dengan
pertanyaan dan komunikasi interaktif kehidupan sehari-hari dengan cara yang
antar siswa. berarti bagi siswa. Pembelajaran yang diatur
6. Pengetahuan, keterampilan, nilai dan siswa sendiri, memberi kebebasan kepada
sikap yang telah dimiliki pada situasi siswa menggunakan gaya belajarnya
lain (Nurhadi, 2003: 15). sendiri; 4) Bekerja sama (collaborating).
Siswa dapat bekerja sama. Guru dan siswa
Berdasarkan uraian diatas, prinsip- bekerja secara efektif dalam kelompok, guru
prinsip tersebut merupakan bahan acuan membantu siswa memahami bagaimana
untuk menerapkan metode kontekstual mereka saling mempengaruhi dan saling
dalam pembelajaran. Implementasi berkomunikasi; 5) Berpikir kritis dan kreatif
kontekstual lebih mengutamakan strategi (critical and creative thinking). Siswa dapat
pembelajaran dari pada hasil belajar, yakni menggunakan tingkat berpikir yang lebih
proses pembelajaran berlangsung secara tinggi secara kritis dan kreatif. Berpikir kritis
alamiah dalam bentuk kegiatan siswa adalah suatu kecakapan nalar secara
bekerja dan mengalami, bukan hanya teratur, kecakapan sistematis dalam menilai,
transfer pengetahuan dari guru kepada memecahkan masalah, menarik keputusan,
siswa. memberi keyakinan, menganalisis asumsi
dan pencairan ilmiah. Berpikir kreatif adalah
Karakteristik Pendekatan Contextual suatu kegiatan mental untuk meningkatkan
Teaching and Learning kemurnian, ketajaman pemahaman dalam
Menurut Johnson dalam Nurhadi mengembangkan sesuatu; 6) Mengasuh
(2003:13), ada 8 komponen yang menjadi atau memelihara pribadi siswa (nurturing the
karakteristik dalam pembelajaran individual). Dalam pembelajaran kontekstual
kontekstual, yaitu sebagai berikut: 1) siswa bukan hanya mengembangkan
Melakukan hubungan yang bermakna kemampuan-kemampuan intelektual dan
(Making Meaningfull Connection). keterampilan, tetapi juga aspek-aspek
Keterkaitan yang mengarah pada makna kepribadian seperti integritas pribadi, sikap,
adalah jantung dari pembelajaran minat, tanggung jawab, disiplin, motif

105
berprestasi, dan sebagainya. Guru dalam merupakan metode yang
pembelajaran kontekstual juga berperan mempersiapkan peserta didik pada
sebagai konselor dan mentor. Tugas dan situasi untuk melakukan eksperimen
kegiatan yang akan dilakukan siswa harus sendiri secara luas agar melihat apa
sesuai dengan minat, kebutuhan dan yang terjadi, ingin melakukan
kemampuannya; 7) Mencapai standar yang sesuatu, mengajukan pertanyaan-
tinggi (reaching high standar). Pembelajaran pertanyaan dan mencari jawabannya
kontekstual diarahkan agar siswa sendiri, serta menghubungkan
berkembang secara optimal, mencapai penemuan yang satu dengan
keunggulan (excellent). Tiap siswa bisa penemuan yang lain,
mencapai keunggulan tersebut, asalkan membandingkan apa yang
dibantu oleh gurunya dalam menemukan ditemukannya dengan yang
potensi dan kekuatannya; 8) Menggunakan ditemukan siswa lain.
penilaian autentik (using authentic 3. Bertanya (questioning): Bertanya
assessment). Siswa menggunakan merupakan strategi utama dalam
pengetahuan akademis dalam konteks pembelajaran berbasis kontekstual.
dunia nyata untuk suatu tujuan yang Kegiatan bertanya berguna untuk
bermakna. Misalnya, siswa boleh menggali informasi, menggali
menggambarkan informasi akademis yang pemahaman siswa, membangkitkan
telah mereka pelajari untuk dipublikasikan respon kepada siswa, mengetahui
dalam kehidupan nyata. Penilaian autentik sejauh mana keingintahuan siswa,
memberi kesempatan kepada siswa untuk mengetahui hal-hal yang sudah
menunjukkan kemampuan terbaik mereka diketahui siswa, memfokuskan
sambil mempertunjukkan apa yang sudah perhatian pada sesuatu yang
mereka pelajari. dikehendaki guru, serta
membangkitkan lebih banyak lagi
Komponen-komponen Pendekatan pertanyaan dari siswa untuk
Contextual Teaching and Learning menyegarkan kembali
1. Konstruktivisme (constructivism): pengetahuannya.
Konstruktivisme merupakan landasan 4. Masyarakat belajar (learning
berpikir (filosofis) pembelajaran community): Konsep masyarakat
kontekstual, yaitu bahwa belajar menyarankan hasil
pengetahuan dibangun oleh manusia pembelajaran diperoleh dari
sedikit demi sedikit, yang hasilnya kerjasama dengan orang lain. Guru
diperluas melalui konteks yang dalam pembelajaran kontekstual
terbatas dan tidak seakan-akan. (CTL) selalu melaksanakan
Pengetahuan bukanlah seperangkat pembelajaran dalam kelompok-
fakta-fakta, konsep atau kaidah yang kelompok yang anggotanya
siap diambil dan diingat. Manusia heterogen. Siswa yang pandai
harus mengkonstruksi pengetahuan mengajari yang lemah, yang sudah
itu dan memberi makna melalui tahu memberi tahu ke yang belum
pengamatan nyata, karena tahu, dan seterusnya. Sehingga
pengetahuan tumbuh dan kelompok siswa bisa sangat
berkembang melalui pengalaman bervariasi bentuknya,
nyata. keanggotaannya, jumlah bahkan bisa
2. Menemukan (inquiry): Menemukan melibatkan siswa di kelas atasnya
merupakan bagian inti dari kegiatan atau guru melakukan kolaborasi
berbasis CTL. Metode inquiry dengan mendatangkan ahli ke kelas.

106
5. Pemodelan (modeling): Proses kegiatan pembelajaran. Focus
pembelajaran keterampilan atau penilaian adalah pada penyelesaian
pengetahuan tertentu perlu ada tugas yang relevan dan kontekstual
model yang bisa ditiru. Tugas guru serta penilaian dilakukan terhadap
memberi model tentang bagaimana proses maupun hasil (Nurhadi, 2003:
cara bekerja. Guru bukan satu- 17).
satunya model dalam pembelajaran
CTL karena model dapat juga Tujuan Pendekatan Contextual Teaching
didatangkan dari luar untuk and Learning
dihadirkan di dalam kelas. Pemodelan Adapun beberapa tujuan dari
disini adalah bahwa sebuah pembelajaran Kontektual ini, yakni sebagai
pembelajaran selalu ada model yang berikut :
bisa ditiru oleh para peserta didik. 1. Memotivasi siswa untuk memahami
6. Refleksi (reflection): Refleksi adalah makna materi pelajaran yang
cara berpikir tentang apa yang baru dipelajarinya dengan mengkaitkan
dipelajari atau berpikir kebelakang materi tersebut dengan konteks
tentang apa yang sudah kita lakukan kehidupan mereka sehari-hari.
dimasa yang lalu. Siswa 2. Agar dalam belajar siswa tidak hanya
mendapatkan apa yang baru sekedar menghafal tetapi diperlukan
dipelajarinya sebagai struktur juga pemahaman terhadap materi.
pengetahuan yang baru, yang 3. Menekankan pada pengembangan
merupakan pengayaan atau revisi minat pengalaman siswa.
dari pengetahuan sebelumnya. 4. Melatih siswa agar dapat berpikir
Refleksi merupakan respon terhadap kritis dan terampil dalam memproses
kejadian, aktivitas, atau pengetahuan pengetahuan agar dapat menciptakan
yang baru diterima (Depdiknas, sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya
2003). Refleksi dilakukan ketika sendiri dan orang lain.
pembelajaran berakhir, siswa 5. Pembelajaran yang dialami siswa
merenung tentang kesalahannya lebih bermakna.
dalam belajar lalu dia memperbaiki 6. Mengajak anak pada suatu aktivitas
kesalahan tersebut dengan yang mengkaitkan materi akademik
pengetahuan yang baru dia ketahui. dengan konteks kehidupan sehari-
7. Penilaian yang sebenarnya (authentic hari (Sanjaya, 2006: 17).
assessment): Penilaian adalah proses
pengumpulan berbagai data yang Langkah-Langkah Model Pembelajaran
dapat memberikan perkembangan CTL
belajar siswa. Gambaran Secara garis besar, langkah-langkah
perkembangan belajar perlu diketahui model pembelajaran CTL sebagai berikut: 1)
oleh guru agar bisa mengetahui Kembangkan pemikiran bahwa anak akan
bahwa siswa mengalami proses belajar lebih bermakna dengan cara bekerja
pembelajaran dengan benar. sendiri, dan mengkontruksi sendiri
Gambaran proses dan kemajuan pengetahuan dan keterampilan barunya; 2)
belajar siswa perlu diketahui Laksanakan sejauh mungkin kegiatan inquiri
sepanjang proses pembelajaran. untuk semua topik; 3) Kembangkan sifat
Karena itu penilaian tidak hanya ingin tahu siswa dengan bertanya; 4)
dilakukan pada akhir periode sekolah, Ciptakan masyarakat belajar; 5) Hadirkan
tetapi dilakukan bersama secara model sebagai contoh pembelajaran; 6)
terintegrasi (tidak terpisahkan) dari Lakukan refleksi diakhir pertemuan; 7)

107
Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan 5. Pembelajaran lebih menyenangkan
berbagai cara (Daryanto dan Rahardjo, dan tidak membosankan.
2012: 156). 6. Membantu siswa bekerja dengan
Guru mengembangkan pemikiran efektif dalam kelompok.
tentang siswa, bahwa anak akan belajar 7. Terbentuk sikap kerja sama yang baik
lebih baik dengan cara bekerja sendiri, antar individu maupun kelompok.
mengkronstruksi sendiri pengetahuan dan
keterampilan barunya dengan Adapun kekurangan dari model
melaksanakan kegiatan inquiri dalam semua pembelajaran Contextual Teaching and
topik atau materi. Menciptakan masyarakat Learning (CTL):
belajar dengan saling bertukar pikiran antar 1. Dalam pemilihan informasi atau
teman sebangku. Guru menghadirkan model materi dikelas didasarkan pada
pembelajaran dengan menarik siswa untuk kebutuhan siswa. Padahal, dalam
dijadikan contoh dalam pembelajaran. kelas itu tingkat kemampuan
Diakhiri pertemuan, siswa melakukan siswanya berbeda-beda sehingga
refleksi dan guru melakukan penilaian yang guru akan kesulitan dalam
sebenarnya dengan berbagai cara. menentukan materi pelajaran karena
tingkat pencapaiannya siswa tadi
Kelebihan dan Kekurangan Model tidak sama.
Pembelajaran CTL 2. Tidak efisien karena membutuhkan
Dalam pembelajaran kontekstual, waktu yang agak lama dalam PMB.
program pembelajaran lebih merupakan 3. Dalam proses pembelajaran dengan
rencana kegiatan kelas yang dirancang model CTL akan nampak jelas antara
guru, yang berisi skenario tahap demi tahap siswa yang memiliki kemampuan
tentang apa yang akan dilakukan bersama tinggi dan siswa yang memiliki
siswanya sehubungan dengan topik yang kemampuan kurang, yang kemudian
akan dipelajarinya (Daryanto & Rahardjo, menimbulkan rasa tidak percaya diri
2012: 158). Model pembelajaran Contextual bagi siswa yang kurang
Teaching and Learning (CTL) memiliki kemampuannya.
kelebihan dan kekurangan dengan model 4. Bagi siswa yang tertinggal dalam
pembelajaran lainnya. proses pembelajaran dengan CTL ini
Kelebihan model pembelajaran akan terus tertinggal dan sulit untuk
Contextual Teaching and Learning (CTL): mengejar ketertinggalan, karena
1. Memberikan kesempatan pada siswa dalam model pembelajaran ini
untuk dapat maju terus sesuai kesuksesan siswa tergantung dari
dengan potensi yang dimiliki siswa keaktifan dan usaha sendiri jadi siswa
sehingga siswa terlibat aktif dalam yang dengan baik mengikuti setiap
PBM. pembelajaran dengan model ini tidak
2. Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif akan menunggu teman yang
dalam mengumpulkan data, tertinggal dan mengalami kesulitan.
memahami suatu isu dan 5. Tidak setiap siswa dapat dengan
memecahkan masalah dan guru mudah menyesuaikan diri dan
dapat lebih kreatif. mengembangkan kemampuan yang
3. Menyadarkan siswa tentang apa yang dimiliki dengan penggunaan model
mereka pelajari. CTL ini.
4. Pemilihan informasi berdasrkan 6. Kemampuan setiap siswa berbeda-
kebutuhan siswa tidak ditentukan oleh beda, dan siswa yang memiliki
guru. kemampuan intelektual tinggi namun

108
sulit untuk mengapresiasikannya Penelitian ini menggunakan analisis
dalam bentuk lisan akan mengalami SWOT sebagai komponen awal dalam
kesulitan sebab CTL ini lebih proses perencanaan penelitian Contextual
mengembangkan keterampilan dan Teaching and Learning (CTL). Analisis swot
kemampun soft skill dari pada berguna untuk mengetahui unsur Strength
kemampuan intelektualnya. (kekuatan), Weakness (kelemahan),
7. Pengetahuan yang didapat oleh Opportunity (kesepakatan) dan Threath
setiap siswa akan berbeda-beda dan (ancaman) terhadap Contextual Teaching
tidak merata. and Learning (CTL) dalam pembelajaran
8. Peran guru tidak nampak terlalu sejarah.
penting lagi karena dalam CTL ini Kekuatan (Strength)
peran guru hanya sebagai pengarah Adapun yang menjadi kekuatan
dan pembimbing, karena lebih dalam contextual teaching and learning
menuntut siswa untuk aktif dan dalam pembelajaran sejarah akan lebih
berusaha sendiri mencari informasi, mengenalkan dan meningkatkan
mengamati fakta dan menemukan pengetahuan siswa tentang kesejarahan.
pengetahuan-pengetahuan baru di Kelemahan (Weakness)
lapangan (Daryanto & Rahardjo, Kelemahan tentu saja ada dalam
2012: 159). setiap penelitian, yang menjadi pokok utama
kelemahan dalam contextual teaching and
Contextual Teaching And Learning (CTL) learning dalam pembelajaran sejarah adalah
Dalam Pembelajaran Sejarah tidak efisien karena membutuhkan waktu
Model pembelajaran Contextual yang agak lama dalam pembelajarannya.
Teaching and Learning (CTL) adalah suatu Peluang (Opportunity)
konsep belajar yang menekankan siswa Peluang yang ada pada contextual
untuk lebih aktif dalam proses teaching and learning dalam pembelajaran
pembelajaran, dimana guru difungsikan sejarah adalah memberikan kesempatan
sebagai pendorong bagi siswa untuk
pada siswa untuk dapat maju terus sesuai
membuat hubungan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata dengan potensi yang dimiliki siswa sehingga
kehidupan siswa. Melalui model siswa terlibat aktif dan siswa dapat berfikir
pembelajaran Contextual Teaching and kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data,
Learning (CTL) siswa menjadi lebih aktif, memahami suatu isu dan memecahkan
dapat berpikir kreatif, sehingga mempunyai masalah dan guru dapat lebih kreatif.
motivasi belajar yang tinggi yang berdampak Ancaman/Hambatan (Threath)
pada tercapainya tujuan pembelajaran. Ancaman/hambatan yang dihadapi
Penerapan model pembelajaran contextual teaching and learning dalam
Contextual Teaching and Learning (CTL) pembelajaran sejarah adalah tidak setiap
dapat meningkatkan keaktifan dan siswa dapat dengan mudah menyesuaikan
meningkatkan hasil belajar siswa karena diri dan mengembangkan kemampuan yang
dengan model pembelajaran Contextual dimiliki dengan penggunaan model CTL
Teaching and Learning (CTL) membantu dalam pembelajaran sejarah.
guru mengaitkan antara materi yang
diajarkannya dengan situasi dunia nyata D. SIMPULAN
siswa dan mendorong siswa membuat Pada bagian akhir dari penelitian ini
hubungan antara pengetahuan yang penulis memberikan simpulannya
dimilikinya dengan penerapannya dalam Pembelajaran Kontekstual (Contextual
kehidupan mereka sehari-hari. Teaching and Learning/CTL) merupakan

109
suatu konsep belajar dimana guru Hamalik, Oemar. 2001. Proses Belajar
menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
kelas dan mendorong siswa membuat ______________. 2005. Kurikulum dan
hubungan antara pengetahuan yang Pembelajaran, Jakarta: PT. Bumi
dimilikinya dengan penerapannya dalam Aksara
kehidupan mereka sebagai anggota ______________. 2008. Kurikulum dan
keluarga dan masyarakat. Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi
Tugas guru dalam pembelajaran Aksara.
kontekstual adalah memberikan kemudahan Nurhadi. 2003. Pendekatan Kontekstual.
belajar kepada peserta didik, dengan Jakarta: Departemen Pendidikan
menyediakan berbagai sarana dan sumber Nasional.
belajar yang memadai. Guru bukan hanya Sanjaya, Wina. 2006. Strategi
menyampaikan materi pembelajaran yang Pembelajaran. Jakarta: Kencana
berupa hapalan, tetapi mengatur lingkungan Prenadamedia Gruop.
dan strategi pembelajaran yang Surya, Mohamad. 2004. Psikologi
memungkinkan peserta didik belajar. Pembelajaran dan Pengajaran.
Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
DAFTAR PUSTAKA Tamburaka, Rustam E. 1999. Pengantar
Abdurahman, Dudung. 2007. Metode Ilmu Sejarah, Teori Filsafat Sejarah,
Penelitian Sejarah. Yogyakarta: Sejarah Filsafat dan IPTEK. Jakarta:
PT. Renika Cipta. Rineka Cipta.
Arif, Muhamad. 2011. Pengantar Kajian Wahyudin. 2008. Pembelajaran dan Model-
Sejarah. Bandung: Yrama Widya. model Pembelajaran. Jakarta: CV. Ipa
Aman. 2011. Model Evaluasi Pembelajaran Abong.
Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Aqib, Zainal. 2009. Dasar-dasar Evaluasi Sumber Undang-Undang:
Pendidikan. Bandung: Yrama Widy. Pasal 1 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang
Daryanto dan Muljo Rahardjo. 2012. Model Sistem Pendidikan Nasional.
Pembelajaran Inovatif.Yogyakarta: Pasal 3 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang
Gava Media. Sistem Pendidikan Nasional.
Depdiknas. 2003. Pendekatan Kontekstual.
Jakarta: Departemen Pendidikan
Nasional.

110

Anda mungkin juga menyukai