Anda di halaman 1dari 10

Tugas Terstruktur

MAKALH TUBERCULOSIS PARU

KELOMPOK 10:

FIFI ISRANIA (191440100

PUTRI NABILA IPA (19144010083)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN TERNATE

PRODI D-III KEPERAWATAN

T. A 2021/2022
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.
Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis, M.
Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri Mycobacterium
selain Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran nafas dikenal sebagai
MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa mengganggu penegakan diagnosis
dan pengobatan TBC. Hingga saat ini, Tuberkulosis tercatat sebagai salah satu masalah kesehatan dunia
yang masuk dalam Millennium Development Goals (MDGs).

TBC di Indonesia merupakan salah satu jenis penyakit penyebab kematian nomor empat setelah
penyakit stroke, diabetes dan hipertensi. Kasus penyakit TBC di Indonesia masih terbilang tinggi yakni
mencapai sekitar 450 ribu kasus setiap tahun dan kasus kematian akibat TBC sekitar 65 ribu orang.
Penyakit TBC lebih banyak menyerang orang yang lemah kekebalan tubuhnya, lanjut usia, dan pasien
yang pernah terserang TBC pada masa kanak-kanaknya. Penyebab penyakit TBC adalah infeksi yang
diakibatkan dari kuman Mycobaterium tuberkulosis yang sangat mudah menular melalui udara dengan
sarana cairan yang keluar saat penderita bersin dan batuk, yang terhirup oleh orang sekitarnya.

Prevalensi kejadian TB berdasarkan diagnosis menunjukkan angka 4% dari jumlah penduduk, hal ini
memperlihatkan bahwa dari setiap 100.000 penduduk yang ada di Indonesia ternyata terdapat 400
orang yang telah di diagnosis menderita TB oleh tenaga kesehatan. Salah satu upaya yang dilakukan
Kementerian Kesehatan RI untuk mengendalikan penyakit TB yaitu dengan melakukan pengobatan
namun berdasarkan data Kemenkes RI tahun 2013 menunjukkan bahwa dari sebanyak 194.853 orang
menderita TB paru di Indonesia dan tingkat kesembuhan untuk pasien TB paru hanya sebanyak 161.365
orang (82,80%) dengan pengobatan lengkap hanya sebanyak 14.964 kasus (7,70%).

Penularan bakteri Mycobacterium Tuberculosis terjadi ketika pasien TB paru mengalami batuk atau
bersin sehingga bakteri Mycobacterium Tuberculosis juga tersebar ke udara dalam bentuk percikan
dahak atau droplet yang dikeluarkan penderita TB paru. Jika penderita TB paru sekali mengeluarkan
batuk maka akan menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak dan percikan dahak tersebut telah
mengandung bakteri Mycobacterium tuberculosis. Pasien suspek TB paru yang mengalami gejala batuk
lebih dari 48 kali/malam akan menginfeksi 48% dari orang yang kontak dengan pasien suspek TB paru,
sedangkan pasien suspek TB paru yang mengalami batuk kurang dari 12 kali/malam maka akan dapat
menginfeksi 28% dari orang yang kontak dengan pasien yang suspek TB paru.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Konsep Penyakit TB Paru
2.1.1 Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit yang diakibatkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang hampir seluruh
organ tubuh dapat diserang olehnya, tetapi paling sering terjadi pada paru-paru (Somantri I, 2012).
Seseorang yang terinfeksi kuman TB tidak selalu menjadi sakit. Beberapa minggu (2 – 12 minggu) setelah
terinfeksi kuman akan menimbulkan respons imunitas selular yang dapat ditunjukkan dengan uji
tuberkulin. Menurut Brunner dan Sudart (2002), TB juga dapat ditularkan kebagian tubuh lainnya,
termasuk meninges, ginjal, tulang dan nodus limfe. Penularan penyakit TB Paru melalui percikan ludah
penderita ke orang dengan daya imun rendah yang menginfeksi salura nafas (droplet) dan membentuk
kolonisasi dibronkioluss atau alveolus, selain itu juga bisa masuk pada saluran pencernaan contohnya
susu yang diminum belum pasteurisasi, terkadang terjadi pada kulit yang terluka (Corwin, 2009).

Epidemiologi
Epidemiologi TB adalah serangkaian informasi yang menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan
orang, tempat, waktu dan lingkungan. Penyakit TB disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium
tuberculosis) yang hampir sebagian besar menyerang paru, namun dapat ditemukan juga di organ tubuh
selain paru.

Penyakit TB harus diwaspadai, tidak hanya pada orang dewasa tetapi juga anak-anak, terutama pada
balita yang masih memiliki sistem imun rendah. TB anak merupakan faktor penting di negara-negara
berkembang karena jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40 − 50% dari jumlah seluruh
populasi (Seddon dan Shingadia, 2014). Sekitar 500.000 anak menderita TB setiap tahun, sementara 200
anak di dunia meninggal setiap hari akibat TB, 70.000 anak meninggal setiap tahun akibat TB. Beban
kasus TB anak di dunia tidak diketahui secara pasti karena kurangnya alat diagnostik “child-friendly” dan
tidak adekuatnya sistem pencatatan dan pelaporan kasus TB anak (Kemenkes RI, 2013). Anak yang
pernah terinfeksi TB mempunyai risiko menderita penyakit ini sepanjang hidupnya sebesar 10%.

TB Paru anak dapat ditularkan melalui droplet orang dewasa maupun anak dengan BTA (+). Anak yang
tertular kuman TB dapat mengembangkan infeksi yang tergantung dari tingkat penularan, lamanya
paparan, dan imunitas anak. Berbeda dengan TB pada orang dewasa, anak yang terkena TB tidak selalu
menularkan kuman kepada orang lain kecuali anak tersebut BTA (+). Diperkirakan banyak anak
menderita TB tidak mendapatkan penatalaksanaan yang tepat dan benar sesuai dengan ketentuan
strategi DOTS. Kondisi seperti ini dapat meningkatkan dampak negatif pada data kesakitan dan kematian
TB anak.

2.1.2 Etiologi
Penyebab infeksi yaitu kompleks Micobacterium Tuberculosi, M. Africanum terutama berasal dari
manusia dan M. Bovis yang berasal dari sapi. Mycobacteria lain biasanya menimbulkan gejala klinis yang
sulit di bedakan dengan tuberkulosis. Etiologi penyakit dapat di identifikasi dengan kultur. Analisi genetic
sequence dengan menggunakan teknik PCR sangat membantu identifikasi kultur.

Bakteri Mycobacterium tuberculosis memiliki bentuk batang, yang memiliki panjang 1-4 mm dengan
tebal 0,3-0,6 mm. Bakteri ini tahan terhadap asam serta kimia karena sebagian besar kuman terdiri dari
lemak/lipid. Sifat dari kuman ini sangat menyukai daerah yang mengandung banyak banyak oksigen
seperti apek pada paru. Daerah tersebut menjadi predileksi terhadap penyakit Tuberkulosis (Firdaus,
2012).

c. Patogenesis
Kuman TB yang terhirup akan masuk kedalam alveoli paru-paru dan mengembangkan lesi kecil yang
dinamakan sebagai fokus primer (fokus Ghon). Selanjutnya infeksi menyebar melalui saluran limfe
menuju kelenjar limfe regional. Penyebaran ini mengakibatkan inflamasi di saluran limfe (limfangitis)
dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang akan membentuk kompleks primer.

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuk kompleks primer secara lengkap
disebut sebagai masa inkubasi. Pada saat terbentuknya kompleks primer, maka TB primer dinyatakan
telah terjadi. Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB terbentuk, yang dapat
diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji tuberkulin positif.5
Namun, pada 95% kasus, kompleks primer dapat sembuh secara spontan dalam 1 – 2 bulan melalui
pembentukan jaringan fibrotik atau perkapuran.
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru akan mengalami resolusi secara
sempurna membentuk fibrosis atau klasifikasi setelah terjadi nekrosis perkijuan dan enkapsulasi.
Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya
tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru.

Kompleks primer dapat mengalami komplikasi akibat fokus di paru yaitu akan terjadi pneumonitis yang
mengalir ke bronkus dengan meninggalkan suatu kaverna. Setelah itu akan terjadi hiperinflasi didalam
lobus medialis akibat pembesaran kelenjar di hilus dan pratakea (sindrom Brock), dapat pula
menimbulkan TB endobronkial akibat erosi dinding bronkus. Lesi dari pneumonitis dan hiperinflasi
dikatakan sebagai lesi segmental atau konsolidasi kolap.

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas selular, dapat pula terjadi penyebaran pada
limfogen dan hematogen. Saat penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional
membentuk kompleks primer, atau berlanjut menyebar secara limfohematogen. Selain itu, dapat terjadi
penyebaran hematogen secara langsung, yaitu kuman masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke
seluruh tubuh, sehingga menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.

Kuman TB dapat mencapai berbagai organ di seluruh tubuh dalam bentuk penyebaran hematogenik
tersamar (occult hematogenic spread) yang kemudian akan bersarang di organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, yaitu paling sering di apeks paru, limpa, dan kelenjar limfe superfisialis. Selain itu,
dapat juga bersarang di organ lain seperti otak, hati, tulang, ginjal, dan lain-lain. TB luar paru dapat
terjadi sekitar 25 –35% dari kasus TB Paru anak.

Bentuk penyebaran hematogen lain yaitu penyebaran hematogenik generalisata akut (acute generalized
hematogenic spread). Pada penyebaran ini, kuman TB masuk dan beredar di dalam darah menuju ke
seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut untuk
menyebabkan lesi diseminata.

d. Tanda dan Gejala


Seseorang dapat dikatakan menderita penyakit TB Paru apabila ditemukan gejala klinis utama (cardinal
symptom) pada dirinya. Gejala utama pada seseorang yang terkena TB Paru, diantaranya yaitu:

1) Batuk berdahak lebih dari tiga minggu.

2) Batuk dengan mengeluarkan darah atau pernah mengeluarkan darah.


3) Dada terasa sesak pada waktu bernapas.

4) Dada terasa sakit atau nyeri

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2219/3/BAB%20II.pdf

Cara penularan

Cara penularan yaitu lewat jalan pernafasan:

1) Secara langsung

a) Berbicara berhadapan

b) Air bon/percikan air ludah


c) Berciuman
d) Udara bebas (dalam satu kamar)
2) Secara tak langsung
Melalui alat-alat yang tercemar basil, dll

a) Makanan/minuman
b) Tidur
c) Mandi
d) Saputangan, dll.

Patofisiologi
Bakteri basil Mycobacterium tuberculosis berkumpul dan mengalami perkembangbiakan di alveoli
melewati saluran nafas. Seseorang yang diduga menghirup bakteri tersebut bisa mengalami infeksi. Basil
ini juga menyebar melewati system limfe serta aliran darah ke bagian tubuh yang lain seperti ginjal,
tulang, korteks serebri dan lobus atas paru-paru. Respon kekebalan tubuh terjadi saat adanya reaksi
inflamasi neutrophil serta makrofag memfagositosis (menelan) bakteri. Limfosit yang spesifik terhadap
tuberculosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
terakumulasinya eksudat dalam alveoli dan terjadilah bronkopneuminia. Infeksi awal biasanya timbul
dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar.

Granuloma yaitu massa jaringan baru yang berisi gumpalan basil ada yang hidup dan sudah mati,
membentuk makrofag yang disekelilingnya terdapat makrofag. Massa jaringan fibrosa terbentuk oleh
granuloma, yang bagian tengahnya disebut Ghon Tubercle. Bakteri tuberculosis menjadi non-aktif
apabila makrofag dan dan bakteri menjadi nekrotik, membentuk perkijuan (necrotizing caseosa),
selanjutnya akan terbentuk klasifikasi, membetuk jaringan kolagen.
Sistem imun pada tubuh manusia yang menurun bisa menimbulkan perkembangan penyakit lebih aktif
setelah infeksi awal atau bisa disebut aktifnya kembali bakteri yang tidak aktif. Terjadinya ulserasi pada
Ghon Tubercle yang menjadi perkijuan serta mengalami proses penyembuhan membentuk jaringan
parut. Paru-paru yang sudah terinfeksi akan meradang, menimbulkan brokopneumonia, membentuk
tuberkel dan basil terus berkembangbiak didalam sel. Basil menyebar melewati kelenjar getah bening
serta makrofag yang mengadakan infiltrasi lebih panjang dan sebagian menyatu menjadi sel tuberkel
epiteloid yang di sekelilingnya terdapat limfosit proses ini membutuhkan waktu 10-20 hari.
Pembentukan suatu kapsul seperti diatas terjadi pada daerah yang mengalami nekrosis serta jaringan
granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblast yang bisa mengakibatkan proses berbeda (Somantri
I, 2012).

2.1.8 Komplikasi

a. Penyakit yang parah dapat menyebabkan sepsis yang hebat, gagal nafas, dan kematian.

b. Tuberkulosis bisa resisten terhadap obat. Kemungkinan jalur lain yang resisten terhadap obat dapat
terjadi (Corwin & Elizabeth J, 2009).
Penyakit tuberculosis jika tidak segera diatasi tepat bisa mengakibatkan komplikasi. Ada dua komplikasi
yang terjadi sebagai berikut:
a. Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus, Poncet`s arthropathy.

b. Komplikasi lanjut: Obstruksi jalan nafas kurang lebih SOPT (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis),
kerusakan parenkim berat fibrosis paru, korpulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindrom gagal nafas
dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB (Sudoyo dkk, 2009).
Penderita TB Paru yang dikucilkan akan mengalami tekanan pada psikologpenderita itu sendiri, dan
penderita akan merasa enggan menyelasaikan pengobatan yang memerlukan waktu yang lama.
(Yahmin, 2011).

Oleh karena itu, peran perawat dan tenaga kesehatan sangatlah diperlukan terutama dalam bentuk
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif untuk mencegah terjadinya resiko penularan dan komplikasi
lebih lanjut seperti infeksi sekunder atau perdarahan, sampai dengan kematian.

a. Peran perawat secara promotif misalnya memberikan penjelasan dan informasi tentang penyakit TB
Paru kepada pasien, keluarga dan masyarakat agar persepsi yang salah mengenai pasien dan penyakit
TB Paru dapat diluruskan.

b. Preventif misalnya menganjurkan pasien yang terkena TB Paru untuk selalu menggunakan masker
saat berbicara dengan keluarga atau orang lain.

c. Kuratif misalnya melakukan pengobatan rutin selama enam bulan menyembuhkan penderita TB Paru
dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse).

d. Rehabilitatif misalnya melakukan re-evaluasi kembali kondisi klien ke rumah sakit atau tenaga
kesehatan.
Daftar Pustaka

Kemenkes. 2011. Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan Indonesia RI

Yahmin Setiawan (2012), TB Paru Masalah Kesehatan Dunia dan Indonesia,


http://www.lkc.or.id/2012/03/21/tb-masalah-kesehatan-dunia-indonesia/, Diakses tanggal 03 April
2013

Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta: Interna Publishing.

Salama Ngabila (2017), Beban Tuberkulosis (TB) di Jakarta Timur, Kompasiana, Jakarta

Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Aditya Media. Jakarta.

Depkes RI. 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, edisi 1 cetakan pertama. Depkes RI.
Jakarta.

http://eprints.poltekkesjogja.ac.id/2219/3/BAB%20II.pdf

Anda mungkin juga menyukai