Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

IMOBILISASI

RUMAH SAKIT ISLAM – LUMAJANG

Di susun oleh :

Nama

(Nim)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN GENGGONG -


PROBOLINGGO

2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASKEP MOBILISASI

DI RUANG NURSING STATION 1 RUMAH SAKIT ISLAM

LUMAJANG

LUMAJANG, ................................

MAHASISWA

.....................................

PEMBIMBING RUANGAN PEMBIMBING AKADEMIK

KEPALA RUANGAN
A. Anatomi dan fisiologi sistem musculoskeletal
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot,
skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur
gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang
bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan
isometrik.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal
adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek,
pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan,
melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam
pembentukan sel darah merah.
-Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
- Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan
stabilitas
-Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis
dan menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya.
-Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan tulang
disatukan dengan ligamen atau membran.
-Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan
secara bebas dimana permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago
artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh membran sinovial.
-Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat,
fleksibel mengikat sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan
kartilago.
-Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang
menghubungkan otot dengan tulang.
-Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai
vaskuler.
-Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh
-Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh
tertentu
dan aktifitas otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh
secara berkesinambungan.

a. Koordinasi Pergerakan tubuh


Otot ialah Jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu
berkontraksi, dan dengan jalan demikian maka gerakan terlaksana. Otot
terdiri atas serabut silindris yang mempunyai sifat yang sama dengan sel
dari jaringan yang lain, semua ini di ikat menjadi berkas – berkas serabut
kecil oleh sejenis jaringan ikat yang mengandung unsure kontraktil ( Evelyn
C Pearce, 2002 ).

b.      Sistem Skeletal


Osteon merupakan unit fungsional mikroskopis tulang dewasa. Dingah
osteon terdapat kapiler. Disekeliling kapiler tersebut merupakan matriks tulang
yang dinamakan lamela. Tulang diselimuti dibagian luar oleh membran ibrus
padat dinamakan periosteum.Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan
memungkinkannya tumbuh, selain sebagai temat pelekatan tendon dan
lugamen ( Brunner & Suddart, 2002).

     
B. Konsep dasar tentang gangguan pemenuhan mobilisasi
1. Pengertian
Mobilisasi merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
bebas mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas guna mempertahankan kesehatannya Mobilisasi menyebabkan
perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi
gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai
bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam.
Sedangkan gangguan mobilisasi fisik (imobilisasi) didefinisikan oleh
North American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu
keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan
gerak fisik (Kim et al, 1995).

2. Perubahan Sistem Tubuh akibat Imobilitas


a. Perubahan Metabolisme
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal,
mengingat imobilitas dapat menyebabkan turunnya kecepatan
metabolisme dalam tubuh.
b. Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari
imobilitas akan mengakibatkan persediaan protein menurun dan
konsenstrasi protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu
kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya perpindahan cairan dari
intravaskular ke interstitial dapat menyebabkan edema, sehingga terjadi
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Gangguan Pengubahan Zat Gizi
Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya
pemasukan protein dan kalori dapat mengakibatkan pengubahan zat-zat
makanan pada tingkat sel menurun, dan tidak bisa melaksanakan
aktivitas metabolisme,
d. Gangguan Fungsi Gastrointestinal
Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi  gastrointestinal, karena
imobilitas dapat menurunkan hasil makanan yang dicerna dan dapat
menyebabkan gangguan proses eliminasi.
e. Perubahan Sistem Pernapasan
Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat
imobilitas, kadar hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan
terjadinya lemah otot,
f. Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas, yaitu berupa
hipotensi ortostatik, meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya
pembentukan trombus.
g. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
1) Gangguan Muskular    : menurunnya massa otot sebagai dampak
imobilitas, dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot
secara langsung.
2) Gangguan Skeletal      : adanya imobilitas juga dapat menyebabkan
gangguan skeletal, misalnya akan mudah terjadi kontraktur sendi 
dan osteoporosis.
h. Perubahan Sistem Integumen
Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas
kulit karena menurunnya sirkulasi darah akibat imobilitas.
i. Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya dalam penurunan jumlah urine.
j. Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya rasa
bermusuhan, bingung, cemas, dan sebagainya.
C. Etiologi
a. Gaya hidup
b. Proses penyakit/ cidera
c. Kebudayaan
d. Tingkat energi
e. Usia dan status perkembangan
f. Intoleransi aktifitas
g. Gangguan neuromuskuler
h. Gangguan muskulus

D. Manifestasi klinis
a. Gangguan sikap berjalan
b. Penurunan keterampilan motorik halus
c. Penurunan keterampilan motorik kasar
d. Penurunan rentang gerak
e. Kesulitan membolak balik posisi
f. Ketidak nyamanan melakukan aktivitas

E. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi
sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot
Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua
tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik,
peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi
isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak
ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien
untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi
isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan
otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus
mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan,
fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini
menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit
obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian
dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan
perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot
tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis,
dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan
otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan
posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi
berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat
tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem
skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu
mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah
merah.
G. Komplikasi
a. Atelektasis
b. Pneumonia
c. Sulit buang air besar (BAB dan buang air kecil (BAK).
d. Distensi lambung

H. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar X tulang
Menggambarkan kepadatan tulang, tekstur dan perbuatan hubungan
tulang.

b. Laboratorium
Darah rutin, faktor pembekuan darah golongan darah crostet dan analisa.
c. Radiologis
1) Dua gambar, anterior posterior (AP) dan lateral
2) Memuat 2 sendi diroksimal dan distol fraktur
3) Memuat gambar foto 2 ekstremitas, yaitu ekstremitas yang kena cidera
dan ekstremitas yang tidak terkena cidera (pada anak dilakukan 2 kali
yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan)

I. Penatalaksanaan Medis
a. Membantu pasien duduk di tempat tidur
Tindakan ini merupakan salah satu cara mempertahankan kemampuan
mobilitas pasien.
Tujuan :
1) Mempertahankan kenyamanan
2) Mempertahankan toleransi terhadap aktifitas
3) Mempertahankan kenyamanan
b. Mengatur posisi pasien di tempat tidur
1) Posisi fowler adalah posisi pasien setengah duduk/ duduk
Tujuan :
a) Mempertahankan kenyamanan
b) Menfasilitasi fungsi pernafasan
2) Posisi sim adalah pasien terbaring miring baik ke kanan atau ke
kiriTujuan :
a) Melancarkan peredaran darah ke otak
b) Memberikan kenyamanan
c) Melakukan huknah
d) Memberikan obat peranus (inposutoria)
e) Melakukan pemeriksaan daerah anus
3) Posisi trendelenburg adalah menempatkan pasien di tempat tidur
dengan bagian kepala lebih rendah dari bagian kaki. Tujuan : untuk
melancarkan peredaran darah.
4) Posisi dorsal recumbent adalah posisi pasien ditempatkan pada posisi
terlentang dengan kedua lutut fleksi di atas tempat tidur
Tujuan :
a) Perawatan daerah genetalia
b) Pemeriksaan genetalia
c) Posisi pada proses persalinan
5) Posisi litotomi adalah posisi pasien yang ditempatkan pada posisi
terlentang dengan mengangkat kedua kaki dan ditarik ke atas
abdomen
Tujuan :
a) Pemeriksaan genetalia
b) Proses persalinan
c) Pemasangan alat kontrasepsi
6) Posisi genu pectorat adalah posisi nungging dengan kedua kaki
ditekuk dan dada menempel pada bagian atas tempat tidur.Tujuan :
Memudahkan pemeriksaan daerah rektum, sigmoid, dan vagina
c. Memindahkan pasien ke tempat tdiur/ ke kursi roda
Tujuan :
1) Melakukan otot skeletal untuk mencegah kontraktur
2) Mempertahankan kenyamanan pasien
3) Mempertahankan kontrol diri pasien
4) Memindahkan pasien untuk pemeriksaan
d. Membantu pasien berjalan
Tujuan :
1) Toleransi aktifitas
2) Mencegah terjadinya kontraktur sendi

Mobilisasi Post Operasi dilakukan secara bertahap berikut ini akan


dijelaskan tahap mobilisasi Post Operasi pada pasien post operasi seksio
sesarea :

a. Setelah operasi, pada 6 jam pertama pasien paska operasi seksio sesarea
harus tirah baring dulu. Mobilisasi Post Operasi yang bisa dilakukan
adalah menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan
memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis
serta menekuk dan menggeser kaki.
b. Setelah 6-10 jam, diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan
mencegah trombosis dan trombo emboli.
c. Setelah 24 jam pasien dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk.
d. Setelah pasien dapat duduk, dianjurkan pasien belajar berjalan

J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI
1. Pengkajian focus
a. Riwayat Keperawatan Sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang
menyebabkan terjadi keluhan / gangguan dalam mobilitas dan imobilitas.
b. Riwayat Keperawatan Dahulu
Pengkajian riwayat penyakit di masa lalu yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan mobilitas.
c. Riwayat Keperawatan Keluarga
Pengkajian riwayat penyakit keluarga, misalnya tentang ada atau
tidaknya riwayat alergi, stroke, penyakit jantung, diabetes melitus.
d. Kemampuan Mobilitas
Tingkat Kategori
Aktivitas/Mobilitas
Tingkat 0 Mampu merawat diri secara penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
Tingkat 3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan
Tingkat 4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan

e. Kemampuan Rentang Gerak


Pengkajian rentang gerak (ROM) dilakukan pada daerah seperti bahu,
siku, lengan, panggul, dan kaki dengan derajat rentang gerak normal
yang berbeda pada setiap gerakan (Abduksi, adduksi, fleksi, ekstensi,
hiperekstensi).
f. Perubahan Intoleransi Aktivitas
Pengkajian intoleransi aktivitas dapat berhubungan dengan perubahan
sistem pernapasan dan sistem kardiovaskular.
g. Kekuatan Otot dan Gangguan Koordinasi
Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral
atau tidak.

Skala Prosentase Kekuatan Karakteristik


Normal

0 0 Paralisis sempurna

1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat


dipalpasi atau dilihat

Gerakan otot penuh melawan gravitasi


2 25
dengan topangan

Gerakan yang normal melawan gravitasi

3 50
Gerakan penuh yang normal melawan
gravitasi dan melawan tahan minimal
4 75

Kekuatan normal, gerakan penuh yang


normal melawan gravitasi dan tahanan
5 100 penuh

h. Perubahan psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan
mobilitas dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan
emosi, dan sebagainya.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan mobilisasi
b. Risiko cedera berhubungan dengan ketidaktepatan mekanika tubuh
c. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan tirah baring
d. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan penurunan rentang gerak
e. Hambatan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan
f. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan tekanan permukaan kulit
g. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan keterbatasan mobilisasi
h. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan menurunnya ekspansi
paru.

3. Perencanaan Keperawatan
a. Rencana Tujuan
Rencana tindakan
1) Meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi
2) Memperbaiki fungsi integumen
3) Meningkatkan fungsi kardiovaskular
4) Meningkatkan fungsi respirasi
b. Rencana tindakan
1) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas,
digunakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan
fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu :
a) Posisi fowler
Merupakan posisi dengan tubuh setengah duduk atau duduk
yang biasa digunakan untuk memfasilitasi fungsi pernapasan.
b) Posisi sim
Merupakan posisi pasien berbaring miring ke kiri atau ke kanan.
Biasanya pasien lebih nyaman tidur dengan miring ke kanan
atau kiri.
c) Posisi trendelenburg
Merupakan posisi pasien tidur dengan bagian kepala lebih
rendah dari bagian kaki. Posisi ini bertujuan untuk melancarkan
peredaran darah ke otak.
d) Posisi Dorsal Recumbent
Merupakan posisi dimana pasien terlentang dengan kedua lutut
fleksi diatas tempat tidur.
e) Posisi lithotomi
Merupakan posisi dimana pasien ditempatkan terlentang dengan
mengangkat kedua kaki dan ditarik ke atas abdomen.

f) Posisi genu pectoral (knee chest)


Merupakan posisi pasien menungging dengan kedua kaki
ditekuk dan dada menempel pada bagian alas tempat tidur.
2) Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan
dan ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.
Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di
tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan lain-
lain.
3) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk
melatih kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak,
serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.
4) Latihan isotonik dan isometrik
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan
ketahanan otot dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban yang
berat. Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat dilakukan dengan
rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan latihan isometrik (static
exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan curah jantung dan
denyut nadi.
5)  Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan
pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.
4. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi
gangguan mobilitas adalah :
a. Peningkatan fungsi sistem tubuh
b. Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot
c. Peningkatan fleksibilitas sendi
d. Integritas kulit normal tercapai
e. Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasien, dan
ekspresi pasien menunjukkan keceriaan.
REFERENSI

Hidayat, A. Aziz Alimul.2005.Kebutuhan Dasar Manusia. Jakrta : EGC.

Nanda 2005-2006. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima


Medika.
Potter .PA & Perry A.G.2006.Fundamental Keperawatan.St.Louis Mosby
Company:Philadhelphia, Lippincott.

Perry, Potter. 2005.Fundamental of Nursing.Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai