Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penyebaran Islam pada masa Walisongo merupakan keberhasilan dakwah Islamiyah yang
dianggap cemerlang. Walisongo dapat mengIslamkan Masyarakat Jawa dan memahamkan ajaran
Islam tanpa merusak sistem budaya yang telah ada. Pendekatan yang dilakukan berbeda dengan
penyebaran Agama Islam pada masa-masa dinasti Islam yang menggunakan peperangan dalam
memperluas kekuasaan Islam.
Salah satu Walisongo yang berdakwah di wilayah Demak dan sekitarnya yang dulu juga
terdapat sebuah kerajaan yaitu Demak Bintoro adalah Sunan Kalijaga, dengan chiri khas yang
berbeda Sunan Kalijaga juga dikenal sebagai Ulama besar dan seorang Wali yang memiliki
kharisma tersendiri diantara Wali-wali lainnya dan paling terkenal dikalangan atas maupun
dikalangan bawah. Sehingga Sunan Kalijaga berhasil membentuk masyarakat Islam di wilayah
Demak dan sekitarnya
Keberhasilan Sunan Kailijaga dalam dakwah Islamiyah dalam hal mengIslamkan masyarakat
dapat kita pakai sebagai acuan dalam mengembangkan ajaran Islam bagi generasi berikutnya.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Profil singkat Sunan Kalijaga
Kelahiran Sunan Kalijaga juga memiliki kisah menarik. Ia lahir pada tahun 1430 M. Raden
Syahid hidup dalam empat era, yakni masa majapahit (sebelum 1478), kesultanan Demak (1481-
1546), kesultanan Pajang (1546-1568) dan awal pemerintahan Mataram (1580-an). Sunan
Kalijaga adalah gelar yang diberikan kepada Raden Mas Syahid. Sunan Kalijaga adalah salah
satu anggota dari Walisongo. Beliau adalah putra dari seorang adipati Tuban yang bernama
Tumenggung Wilatikta atau yang biasa disebut dengan Aria Teja (IV) adalah keturunan
Ranggalawe yang sudah berAgama Islam dan berganti nama Raden Sahur. Kekuasaan adipati
saat itu sama dengan raja, tetapi di bawah kekuasaan Maharaja. Kadipaten Tuban, waktu itu
berada di bawah kekuasaan kerajaan majapahit.[1] Ibunya bernama Dewi Nawangrum. Raden
Sahid ini menikah dengan Dewi Sarah binti Maulana Ishak dan berputra tiga orang yaitu: Raden
Umar Said atau Sunan Muria, Dewi Rukoyah dan Dewi Sofiah.
Beliau lahir dari kalangan keluarga bangsawan asli di Istana Tumenggung Ario Tejo alias
Adipati Wilwatikto di Tuban, Sunan Kalijaga juga mempunyai banyak nama diantaranya
Lokajaya, syekh malaya, dan pangeran Tuban. Sedangkan gelar Kalijaga ini berasal dari kata
jaga (menjaga) dan kali (sungai).[2] ia di didik dalam bidang pemerintahan dan kemiliteran,
khususnya di bidang Angkatan laut, ia juga ahli dibidang pembutan kapal laut yang dibuat dari
kayu jati, yang nama mudanya atau nama kecil adalah Raden Mas Syahid atau Jaka said. Raden
Sahid sewaktu kecil sudah mempunyai rasa solidaritas yang tinggi pada kawan-kawannya, ia
bahkan tak segan-segan masuk dan bergaul kedalam lingkungan rakyat jelata. Ketika itulah ia
tidak tahan lagi melihat penderitaan orang-orang miskin pedesaan.
Ketika Raden syahid lahir di bumi Tuban, keadaan Majapahit mulai surut. Beban upeti
kadipaten terhadap pemerintah pusat semakin besar sehingga masa muda Raden syahid dipenuhi
dengan keprihatinan. Lebih-lebih ketika Tuban dilanda musim panjang, gelora jiwa syahid tak
tertahan. Napas panjang dihelanya, dan dia berkata “mengapa rakyat kadipaten Tuban yang
sudah hidup sengasara dibuat lebih menderita, Ramanda?”
Muka sang ayah memerah. Namun sang ayah merasa tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya
seorang raja bawahan. banyak orang yang prihatin atas kondisi serba kesulitan yang tidak bisa
berbuat apa-apa. Sebaliknya, banyak elite yang ketahuan berbuat salah bahkan terbukti secara
hukum tetapi dengan enteng menyatakan pada khalayak ramai bahwa dirinya tak bersalah.
Raden syahid akhirmya memilih menjadi maling cluring. Yaitu istilah yang digunakan bagi
pencurian yang hasil curiannya dibagikan kepada orang miskin. Mula-mula dia bongkar gudang
kadipaten, ambil bahan makanan, dan membagi-bagikannya kepada orang-orang yang
memerlukannya denga cara diam-diam. Penerima bahan makanan tk pernah tau siapa yang
membagikannya. Namun, lewat intaian para penjaga keamanan kadipaten, akhirnya Raden
Syahid tertangkap basah. Ia dibawa dan dihadapkan kepada adipati Tumenggung Wilatikta.
Dari peristiwa itu akhirnya Raden syahid diusir dari kadipaten karena keluarganya merasa
tercoreng atas perilakunya. Akan tetapi pengusiran itu bukannya membuat Raden syahid kapok
3
dan jera, malahan dia memrampok dan mebegal orang-orang kaya. di daerah hutan Jati Wangi, ia
melihat seorang laki-laki Tua yang tak lain adalah sunan bonang, akan tetapi Raden syahid tidak
mengenalinya. Singkat cerita dengan kesaktian Sunan bonang akhirnya membuat Raden syahid
tercerahkan hidupnya. Menyadari bahwa perbuatan yang telah dilakukannya tersebut meskipun
tampak mulia akan tetapi tetap jalan yang salah. Hingga akhirnya Raden syahid berguru pada
sunan Bonang.
atas saran para wali, Sunan Kalijaga juga membuat tokoh semar, petruk, gareng, dan bagong
sebagai tokoh punakwan yang lucu.
2. Kidung
Sunan Kalijaga juga melakukan dakwah melalui kidung. Kidung Rumeksa ing
Wengi merupakan sarana dakwah dalam bentuk tembang yang populer, karena dipercaya
membawa tuah seperti mantera sakti. Fungsi Kidung rumeksa ing wengi ini bagi rakyat Jawa
adalah:
a. Penolak bala dimalam hari
b. Pembebas semua denda
c. Penyembuh penyakit termasuk gila
d. Pembebas bencana
e. Mempercepat jodoh
f. Do’a menang perang
g. Penolak hama tanaman
h. Memperlancar mencapai cita-cita luhur.
Terdapat nafas dakwah yang tersurat dalam kidung, yaitu:
a. Disebutnya nama Allah, malaikat, Rasul dan nabi-nabi, serta keluiarga dan para sahabat Nabi
Muhammad seperti baginda Ali, USMAN, Abu Bakar, dan lain-lain.
b. Disebutnya istilah-istilah seperti puasa, subuh, sabar, subur, syukur, insyaAllah, dan lain-lain.
Jadi, secara maknawi kidung ini merupakan dakwah Islam yang sangat kental yang
membuktikan bahwa Sunan Kalijaga adaalah guru spiritual rakyat Jawa. Sunan Kalijaga juga
dikenal sebagai pencipta tembang Lir-ilir yang masih populer hingga saat ini. adapun syairnya
adalah sebagai berikut
Lir-ilir
Lir-ilir tandure wis sumilir
Tak iji royo-royo tak sengguh temanten anyar
Bocah angon penekno blimbing kuwi
Lunyu-lunyu ya penekno kanggo masuh dodotira
Dodotira kumitir bedhah ing pinggir
Dondomana jrumatana kanggo seba mengko sore
Mumpung padhang rembulane mumpung jembar kalangane
Terjemahan:
Lir-ilir
Lir-ilir tanaman sudah bersemi
Tampak hijau ibarat penganten baru
Wahai penggembala panjatlah blimbing itu
Meski licin panjatlah untuk mencuci kain
Kain yang sedang robek pinggirnya
Jahitlah dan tamballah untuk
Menghadap nanti sore
Mumpung bulan terang dang lebar tempatnya
5
3. Karawitan
Cara berdakwah melalui karawitan oleh Sunan Kalijaga diketahui dari gamelan yang diduga
sebagai peninggalan Sunan Kalijaga. Gamelan-gamelan ini diberi nama Knjeng Kyai
Nagawilaga dan Kanjeng Kyai Madu. Kini, gamelan-gamelan, yang dikenal sebagai gamelan
Sekaten, itu disimpan di Keraton Yogyakarta dan Keraton Kesunanan Surakarta, seiring dengan
bepindahnya Islam ke Mataram.
Sunan Kalijaga adalah seorang sufi yang ajarannya diikuti oleh oara penguasa waktu itu.
Sunan Kalijaga megajarkan sikap Narima ing pandum yang urainnya menjadi lima ikap, yakni
rela, narima, temen, sabar, dan budi luhur. Kelima sifat itu sebenarnya bersumber dari ajaran
Islam yakni: rela dari ridho atau ikhlas, narima dari Qona’ah, temen dari sifat amanah, sabar dari
kata Shabar, dn budi luhur dalah akhlak alkarimah.
6. Ilmu kesempurnaan Hidup
Sunan Kalijaga juga megajarkan jalan menuntut ilmu menuju kesempurnaan hidup. Ajaran
yang terdapat dalam serat wali sanga pada intinya mengajarkan manusia agar dapat mencapai
kedmaian dan ketentraman. Adapun caranya adalah dengan mengendalikan nafsu manusia
seperti nafsu amarah, nafsu birahi, nafsu lawwanah (mementingkan diri sendiri), dn nafsu
mutma-innah( cenderung dekat kepada Tuhan). Menurut Sunan Kalijaga, ketika seseorang sudah
bisa menyingkirkan tiga nafsu amarah, birahi, dan lawwanah, maka ia akan sampai kepada
mtma-innah.
7. Masjid
Dalam mengajarkan Agama Islam, Sunan Kalijaga menggunakan saran masjid sebagai tempat
penyampaian dakwah. Salah satu bukti arkeologisnya adalah masjid Demak. Menurut cerita,
beliau berperan aktif dalam pendirian masjid pertama di tanah Jawa itu. Sunan Kalijaga
dikisahkan membuat tiang tatal. Kisah tatal untuk sokoguru dalam pendirian masjid Demak
sendiri banya bercampus dengan diongeng. Sunan Kalijaga dikisahkan mempeetemukan puncak
masjid Demak dengan Ka’bah setelah masjud Demak berdiri
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sunan Kalijaga adalah salah satu dari Walisongo.Sunan Kalijaga lahir pada tahun 1430 M.
Ayahnya adalah seorang adipati Tuban bernama Tumenggung wilatikta. Semasa mudanya Raden
syahid sudah merasa prihatin terhadap musibah yang menimpa masyarakat ditambah dengan
beban upeti dari kadipaten yangsemakin tinggi sehingga memberatkan para rakyat miskin,
sehingga ia memilih untuk menjadi maling cluring yaitu mencuri harta orang-orang
pemerintahan dan hasilnya dibagikan kepada rakyat miskin. Akan tetapi hal tersebut tetaplaah
salah hingga akhirnya ia bertemu dengan sunan Bonang dan berguru kepadanya. Dan
mendapatkan jati dirinya yang kemudian memdakwahkan Islam di masyarakat Jawa
Adapun metode dakwah yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga adalah melalui wayang, kidung,
karawitan, do’a, ajaran narima ing pandum, ilmu mencari kesempiurnaan hidup dan melalui
masjid.
Adapun kelebihan dakwah Sunan Kalijaga adalah nilai-nilai Islam disampaikan dengan
penyampaian yang lembut sehingga ajaran Islam dapat diresapi dengan baik oleh masyarakat,
akan tetapi di era modern ini masyarakat lebih tertarik ke budaya modern daripada harus
mempelajari budaya yang dianggap kuno.
[1] Achmad Chodjim. Sunan Kalijaga (Mistis dan Ma’rifat). Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Hlm 8
[2] Ranu Muda. Walisongo kisah-kisah yang nyaris tak terungkap. Solo: penerbit KATTA. Hlm
84
[3] Balai pelestarian peninggalan purbakala Jawa Tengah. Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual.
(jakarta:media kompas Nusantara) 2006. Hlm 147-155
8
DAFTAR PUSTAKA
https://bilqolami.blogspot.com/2015/12/makalah-dakwah-sunan-kalijaga.html