Anda di halaman 1dari 10

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN (DIKLAT) TEKNIS

PENGUKURAN DAN PEMETAAN KOTA


Surabaya, 9 – 24 Agustus 2004

Materi : Bab XI. POLIGON


Pengajar : Ir. Mansur Muhamadi, MSc

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN


INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
BAB XI. POLIGON
Oleh:
Ir. Mansur Muhamadi, MSc – Prodi Teknik Geodesi FTSP – ITS Surabaya

11.1 Pendahuluan
Untuk pemetaan diperlukan adanya kerangka dasar. Kerangka dasar adalah sejumlah
titik yang diketahui koordinatnya dalam system tertentu yang mempunyai fungsi sebagai
pengikat dan pengontrol ukuran baru. Mengingat fungsinya, titik-titik kerangka dasar harus
ditempatkan menyebar merata di seluruh daerah yang akan dipetakan dnegan kerapatan
tertentu. Mengingat pula pengukuran untuk pemetaan memerlukan waktu yang cukup lama,
maka titik-titik kerangka dasar harus ditanam cukup kuat dan terbuat dari bahan yang tahan
lama. Dalam pengukuran untuk pembuatan peta ada dua jenis kerangka dasar yaitu
kerangka dasar horizontal (X,Y) dan kerangka dasar vertical (Z). Pada praktiknya titik-titik
kerangka dasar baik horizontal maupun vertical dijadikan satu titik.

11.2 Poligon Kerangka Dasar


Untuk pemetaan daerah kecil, penyelenggaraan titik-titik kerangka dasar umumnya
digunakan metode polygon. Karena metode polgon lebih bias menyesuaikan dengan
keadaan lapangan dan ketelitiannya dapat memadai untuk pemetaan topografi. Poligon
adalah serangkaian garis yang menghubungkan titik-titik yang terletak di permukaan bumi.
Maksud dan tujuan pengukuran poligon adalah untuk :
9 Menentukan koordinat titik-titik yang belum diketahui koordinatnya dari titik yang telah
diketahui koordinatnya.
9 Merapatkan jaringan kerangka pengukuran yang telah ada.
9 Sebagai kerangka pengukuran dan pemetaan.
Sedangkan untuk menentukan koordinat suatu titik dari titik lain dengan cara poligon maka
harus diketahui atau diukur data sebagai berikut:
9 Koordinat awal/akhir (diketahui dari data koordinat yang sudah ada hasil dari pengukuran
sebelumnya misal titik triangulasi, titik GPS atau titik poligon sebelumnya atau ditentukan
sendiri (sebarang))
9 Azimuth awal/akhir (dihitung dari koordinat yang sudah ada, pengamatan astronomi,
pengukuran dengan Giro Theodolit, pengukuran dengan teodolit kompas)
9 Jarak dan sudut (diukur di lapangan)

XI - 2
11.3 Bentuk Poligon
9 Poligon Terbuka
ƒ Tidak Terikat

Gambar 11.1 Poligon Terbuka Tidak Terikat


ƒ Terikat : terikat ke satu titik koordinat akhir atau satu jurusan akhir

Gambar 11.2 Poligon Terbuka Terikat Satu Titik Koordinat


ƒ Terikat Sempurna : terikat di dua koordinat akhir atau satu koordinat akhir dan satu
azimuth akhir

XI - 3
Gambar 13.3. Poligon Terikat Sempurna

9 Poligon Tertutup : Titik awal dan titik akhir koordinat berhimpit (satu titik)

11.4 Prinsip Hitungan Poligon


Prinsip hitungan poligon secara umum dapat diformulakan dengan persamaan
sebagai berikt:
X = X +d sinα
i+1 i i.i+1 i.i+1
(11.1)
Y = Y +d cosα
i+1 i i.i+1 i.i+1

XI - 4
dimana :
X = absis yang dicari , Y = ordinat yang dicari
i+1 i+1
X = absis yang diketahui , Y = ordinat yang diketahui
i i
d = jarak antara titik yang diketahui dan dicari
i.i+1
α = azimuth antara titik yang diketahui dan dicari
i.i+1

11.5 Syarat Geometris Poligon


11.5.1 Poligon Terbuka Terikat Sempurna
9 Syarat Sudut
α − α aw = Σβ − n.180 + f (11.2)
ak β

dimana :
α = azimuth akhir
ak
α aw = azimuth awal

Σβ = jumlah sudut pengukuran

n = bilangan bulat (dicari harganya, dengan memisalkan harga fβ = 0 )

f = faktor kesalahan (salah penutup) sudut


β

9 Syarat Absis
X − X aw = Σ∆X + f x (11.3)
ak
dimana :
X = absis akhir
ak
X aw = absis awal

Σ∆X = jumlah selisih absis = ∑ d ij sin α ij

f x = faktor kesalahan (salah penutup) absis

9 Syarat Ordinat
Y − Yaw = Σ∆Y + f y (11.4)
ak
dimana :
Y = ordinat akhir
ak
Yaw = ordinat awal

XI - 5
Σ∆Y = jumlah selisih ordinat = ∑ d ij cos α ij

f y = faktor kesalahan (salah penutup) ordinat

11.5.2 Poligon Tertutup


9 Syarat Sudut
Untuk poligon tertutup, azimuth awal akan sama dengan azimut akhir maka persamaan
11.2 dapat disederhanakan sbb:
Σβ − n.180 o + f = 0 (11.5)
i β

catatan : untuk sudut luar n = n + 2


untuk sudut dalam n = n − 2
β = sudut-sudut poligon

i = nomor titik-titik poligon

9 Syarat Absis
Untuk poligon tertutup, abisi awal akan sama dengan absis akhir maka persamaan 11.3
dapat disederhanakan sbb:
Σd ij sin Aij + f x = Σ∆X ij + f x = 0 (11.6)

9 Syarat Ordinat
Untuk poligon tertutup, ordinat awal akan sama dengan ordinat akhir maka persamaan
11.2 dapat disederhanakan sbb:
Σd ij cos Aij + f y = Σ∆Yij + f y = 0 (11.7)

XI - 6
11.6 Pembuktian Syarat Geometris
Untuk membuktikan ketiga syarat geometris diatas maka dipergunakan gambar di
bawah ini:

Y = Utara Peta

α
β BQ
3
B

∆Y
2B Q
α
β 2B
P 1 α12 β
∆Y 2
12 1
β α
∆Y A A1 2
A1
A X = Timur
Y
A
X ∆X ∆X ∆X
A A1 12 2B

9 Syarat Sudut
Dari gambar diatas didapat hubungan geometris sebagai berikut:
α =α +β − 1.180 o
A1 PA A
α =α + β + β − 2.180 o
12 PA A 1
α =α +β + β + β − 3.180 o
2B PA A 1 2
α =α +β + β + β + β − 4.180 o
BR PA A 1 2 3

α −α =β + β + β + β − 4.180 o
BR PA A 1 2 3
atau
α − α aw = Σβ − n.180 o + f
ak β

9 Syarat Absis
Dari gambar diatas didapat hubungan geometris sebagai berikut:
X = X + ∆X
1 A A1
X =X + ∆X + ∆X
2 A A1 12

XI - 7
X =X + ∆X + ∆X + ∆X
B A A1 12 2B
X −X = Σ∆X + f x
B A
atau
X − X aw = Σ∆X + f x
ak
9 Syarat Ordinat
Dari gambar diatas didapat hubungan geometris sebagai berikut:
Y = Y + ∆Y
1 A A1
Y = Y + ∆Y + ∆Y
2 A A1 12
Y = Y + ∆Y + ∆Y + ∆Y
B A A1 12 2B
Y − Y = Σ∆Y + f y
B A
atau
Y − Yaw = Σ∆Y + f y
ak
11.7 Koreksi
9 Sudut
Setiap melakukan pengukuran selalu dihinggapi dengan kesalahan. Begitu juga dalam hal
pengukuran sudut setelah dilakukan hitungan dengan memperhatikan syarat sudut maka
dalam pengukuran sudut terjadi kesalahan sebesar perr. 11.2 dan 11.5.
α − α aw = Σβ − n.180 + f
ak β

f β = (α ak − α aw ) − (∑ β − n.180) (poligon terbuka) (11.8)

f β = −(∑ β − n.180) (poligon tertutup) (11.9)

Agar jumlah ukuran sudut memenuhi syarat sudut maka setiap sudut ukuran harus dikoreksi
sebesar
-f
β
v = (11.10)
β n
i
dimana n = jumlah sudut
Dengan demikian harga definitif tiap sudut :
β =β +v (11.11)
i i β
i

XI - 8
Catatan:

ƒ Koreksi sudut ⎛⎜ f ⎞⎟ merupakan bilangan bulat


⎝ β⎠
ƒ Jika harga koreksi merupakan bilangan pecahan, harus dibuat bulat dan koreksi
terbesar diberikan pada sudut yang mempunyai jumlah sisi terpendek.

9 Absis
Kesalahan absis yang diakibatkan dari pengukuran jarak dan sudut adalah sebesar (pers.
11.3 dan pers 11.6) :
n
f x = ( X ak − X aw ) − ∑ ∆X i (poligon terbuka) (11.12)
i =1

n
f x = −∑ ∆X i (poligon tertutup) (11.13)
i =1

Maka besarnya koreksi untuk setiap absis adalah sebagai berikut:


di
VXi = .(− f x ) (11.14)
∑ di
Harga definitif :

∆X i = ∆X i + V X i (11.15)

9 Ordinat
Kesalahan ordinat yang diakibatkan dari pengukuran jarak dan sudut adalah sebesar (pers.
11.4 dan pers 11.7) :
n
f y = (Yak − Yaw ) − ∑ ∆Yi (poligon terbuka) (11.16)
i =1

n
f y = −∑ ∆Yi (poligon tertutup) (11.17)
i =1

Maka besarnya koreksi untuk setiap absis adalah sebagai berikut:


di
VYi = .(− f y ) (11.18)
∑ di
Harga definitif :

∆Yi = ∆Yi + VYi (11.19)

11.8 Hitungan Akhir Absis dan Ordinat


Setelah melakukan koreksi terhadap sudut, absis dan ordinat maka langkah
selanjutnya adalah menentukan koordinat akhir titik yang akan ditentukan yaitu:

XI - 9
X n +1 = X n + ∆X n (11.20)

Yn+1 = Yn + ∆Yn (11.21)

11.9 Toleransi Pengukuran


9 Sudut :

fβ ≤ i n (11.22)

dimana : f β = salah penutup sudut

i = bacaan skala terkecil sudut alat ukur

n = jumlah sudut pengukuran


9 Jarak :

f x2 + f y2 1
≤ (11.23)
ΣD 2500
bila jarak diukur dengan pita ukur

dimana : f x2 + f y2 = salah linear ΣD = jumlah jarak sisi

Referensi
Brinker, Russell C, 1986. Dasar Dasar Pengukuran Tanah Jilid 1. Jakarta: Penerbit
Erlangga,139-146
McCoomac, Jack. 2004. Surveying. Fifth Edition. Clemson University.
Purwohardjo, Umaryono U, 1986. Pengukuran Horizontal. Bandung: Jurusan Teknik Geodesi
ITB, 20-22
Wolf, Paul R & Ghilani, Charles D. 2002. Elementary Surveying : An Introduction to
Geomatics. Prentice Hall. New Jersey

XI - 10

Anda mungkin juga menyukai