Anda di halaman 1dari 25

SMF/Bagian Ilmu Anestesi REFERAT

RSUD Prof. W. Z. Johannes Kupang November 2021


Fakultas Kedokteran
Universitas Nusa Cendana

FARMAKOLOGI DEXAMETHASONE UNTUK MANAJEMEN NYERI

Disusun Oleh:
Yohanes Baptista, S.Ked
1021010013

Pembimbing:
dr. Budi Yulianto Sarim, Sp. An KAO

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


SMF/BAGIAN ILMU ANESTESI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA
RSUD PROF. W.Z. JOHANNES KUPANG
2021

i
Daftar isi

HALAMAN JUDUL…………………………………… ………………...………i


DAFTAR ISI……………………………………..………………………………..i

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL……………………………………………..iii


PENDAHULUAN...................................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................................3
2.1 Nyeri...................................................................................................................3
2.1.1 Definisi Nyeri..................................................................................................3
2.1.2 Mekanisme Nyeri............................................................................................3
2.2 Inflamasi.............................................................................................................6
2.2.1 Definisi Inflamasi............................................................................................6
2.2.2 Mekanisme Inflamasi......................................................................................6
2.3 Dexamethasone................................................................................................10
2.3.1 Definisi Dexamethasone...............................................................................10
2.3.2 Jenis Sediaan Dexamethasone.......................................................................12
2.3.3 Dosis Dexamethasone...................................................................................13
2.3.4 Merek Dagang Dexamethasone....................................................................13
2.3.5 Farmakologi Dexamethasone........................................................................13
2.3.6 Farmakokinetik.............................................................................................14
2.3.7 Indikasi Dexamethasone...............................................................................15
2.3.8 Kontraindikasi Dexamethasone…………………………………………….15
2.3.9 Efek Samping Dexamethasone………………………………………...…...16
2.3.10 Interaksi Obat……………………………………………………………..16
BAB 3 PENUTUP.................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………20

ii
Daftar Gambar dan Tabel
Gambar 1. Mekanisme Nyeri……………………………………………….…… ..5
Gambar 2. Pembentukan Transudat dan Eksudat………..…………………..….....

Gambar 3. Mekanisme Migrasi Leukosit.................................................................8


Gambar 4. Jalur Siklooksigenase…………………………..……………….....…10
Gambar 5. Struktur Kimia Dexamethasone...........................................................11
Gambar 6. Dexamethasone Tablet.........................................................................12
Gambar 7. Dexamethasone Sirup...........................................................................12
Gambar 8. Dexamethasone Injeksi .......................................................................13
Gambar 9. Produksi Metabolit Asam Arachodonic...............................................14

Tabel 1. Merek Dagang Dexamethasone...............................................................13

iii
1

BAB 1
PENDAHULUAN

Farmakologi adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan obat dengan seluruh

aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisiknya, kegiatan fisiologi dan resorbsi dalam

organisme hidup. Obat didefinisikan sebagai senyawa yang digunakan untuk

mencegah, mengobati, mendiagnosis penyakit atau gangguan, atau menimbulkan

kondisi tertentu. Misalnya membuat seseorang tertidur, tidak merasakan nyeri,

ataupun melumpuhkan otot selama pembedahan berlangsung.(1)

Obat kortikosteroid merupakan obat dengan kandungan kortikosteroid

(hormon) yang diproduksi di korteks adrenal dan digolongkan menjadi

mineralkortikoid dan glukokortikoid. Dexamethasone merupakan obat golongan

glukokortikoid yang memiliki beberapa efek salah satunya adalah efek anti nyeri(2,3).

Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau yang

digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut. Nyeri (dolor) juga merupakan salah

satu dari 5 tanda inflamasi yaitu, kemerahan (rubor), panas (kalor), bengkak (tumor),

dan penurunan fungsi (function laesa). Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh

beberapa tahapan yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi(4).

Obat golongan Kortikosteroid seperti dexamethasone sering digunakan untuk

manajemen nyeri karena sifat anti-inflamasinya dan biasa diberikan lewat oral

maupun injeksi. Deksametason juga sering digunakan saat operasi untuk


2

menghilangkan nyeri dan mengurangi risiko mual dan muntah setelah operasi.

Dexamethasone bekerja dengan cara menghambat enzim fosfolifase A2 sehingga

asam arakhidonat tidak terbentuk yang menyebabkan tidak terbentuknya

prostaglandin dan mediator inflamasi lain yang dapat menyebabkan nyeri(5,6).


3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nyeri

2.1.1 Definisi Nyeri

Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak

menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial. Persepsi

nyeri setiap individu berbeda-beda terrgantung pada beberapa faktor seperti keadaan

emosional individu dan lokasi terjadi nyeri. Nyeri dapat berbeda dalam intensitas

(ringan,sedang, berat), kualitas (tumpul, seperti terbakar, tajam), durasi (transien,

intermiten,persisten), dan penyebaran (superfisial atau dalam, terlokalisir atau difus)


(4,7)
.

Sensasi nyeri adalah fenomena neurobiokimia yang melibatkan banyak zat-zat

biokimia yang diwujudkan dalam bentuk neurotransmiter nyeri. Neurotransmiter ini

teraktivasi akibat rangsangan yang diterima oleh nosiseptor. Nosiseptor adalah

reseptor sensorik khusus yang bertanggung jawab untuk rangsangan noxious (tidak

menyenangkan) misalnya nyeri(3,5).

2.1.2 Mekanisme Nyeri

Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan

jaringan yang disebabkan oleh stimulus noksius yang diperantarai oleh sistem

sensorik nosiseptif. Sistem ini dimulai dari perifer melalui medulla spinalis, batang
4

otak, talamus dan korteks serebri. Mekanisme timbulnya nyeri didasari oleh beberapa

proses yaitu tranduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi(8).

a. Transduksi

Transduksi adalah suatu proses dimana akhiran saraf aferen menerjemahkan

stimulus (misalnya tusukan jarum) ke dalam impuls nosiseptif. Ada tiga tipe

serabut saraf yang terlibat dalam proses ini, yaitu serabut A-beta, A-delta, dan

C.

b. Transmisi

Transmisi adalah suatu proses dimana impuls disalurkan menuju kornu

dorsalis medula spinalis, kemudian sepanjang traktus sensorik menuju otak.

Neuron aferen primer merupakan pengirim dan penerima aktif dari sinyal

elektrik dan kimiawi. Aksonnya berakhir di kornu dorsalis medula spinalis

dan selanjutnya berhubungan dengan banyak neuron spinal.

c. Modulasi

Modulasi adalah proses amplifikasi sinyal neural terkait nyeri (pain related

neural signals). Proses ini terjadi di kornu dorsalis medula spinalis, dan

mungkin juga terjadi di level lainnya. Sistem nosiseptif juga mempunyai jalur

desending berasal dari korteks frontalis, hipotalamus, dan area otak lainnya ke

otak tengah (midbrain) dan medula oblongata, selanjutnya menuju medula

spinalis. Hasil dari proses inhibisi desendens ini adalah penguatan, atau

bahkan penghambatan (blok) sinyal nosiseptif di kornu dorsalis.


5

d. Persepsi

Persepsi nyeri adalah kesadaran akan pengalaman nyeri. Persepsi merupakan

hasil dari interaksi proses transduksi, transmisi, modulasi, aspek psikologis,

dan karakteristik individu lainnya. Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang

berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai

reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya

terhadap stimulus kuat yang merusak secara potensial. Reseptor nyeri disebut

juga nociseptor yang secara anatomis ada yang bermiyelin dan ada juga yang

tidak bermiyelin(4).

Gambar 1. Mekanisme Perjalanan Nyeri(9)


6

Nyeri (dolor) merupakan salah satu dari 5 tanda inflamasi yaitu, kemerahan (rubor),

panas (kalor), bengkak (tumor), dan penurunan fungsi (function laesa)(4).

2.2 Inflamasi

2.2.1 Definisi Inflamasi

Inflamasi merupakan suatu respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh

kerusakan pada jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak,

atau zat mikrobiologik. Inflamasi berfungsi untuk menghancurkan, mengurangi, atau

melokalisasi (sekuster) baik agen yang merusak maupun jaringan yang rusak. Tanda

terjadinya inflamasi adalah pembengkakan/edema, kemerahan, panas, nyeri, dan

perubahan fungsi(10).

2.2.2 Mekanisme Inflamasi

Inflamasi dimulai dengan inflamasi akut yang merupakan respon awal terhadap

kerusakan jaringan. Radang akut memiliki 2 komponen utama, yaitu perubahan

vaskular dan aktivitas sel. Pada vaskular terjadi vasokonstriksi dalam hitungan detik

setelah jejas, setelah itu terjadi vasodilatasi arteriol yang mengakibatkan peningkatan

aliran darah, sehingga menimbulkan gejala rubor dan kalor yang merupakan tanda

khas peradangan. Pembuluh darah kecil menjadi lebih permiabel dan cairan kaya

protein akan mengalir keluar ke jaringan ekstravaskular sehingga meningkatkan


7

viskositas darah dan memperlambat aliran darah. Setelah pembuluh darah statis,

leukosit terutama neutrofil mulai berkelompok pada permukaan vaskular endotel.

Kontraksi sel endotel menyebabkan terbentuknya celah antar sel pada venule

post kapiler menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskular. Kontraksi sel endotel

terjadi segera setelah pengikatan dengan histamin, bradikinin, leukotrien selama 15-

30 menit, yang diikuti oleh peningkatan TNF dan IL-1. Meningkatnya permeabilitas

vaskular menyebabkan aliran cairan kaya protein dan juga sel darah ke jaringan

ekstravaskular. Hal ini akan mengakibatkan tekanan osmotik cairan interstitial

meningkat, dan cairan masuk ke dalam jaringan sehingga terjadi penimbunan cairan

kaya protein yang disebut dengan eksudat, dan menimbulkan edema sebagai

manifestasi radang(11).

Gambar 2. Pembentukan transudat dan eksudat(12)


8

Aktivitas selular dimulai setelah peningkatan aliran darah ke bagian yang

mengalami cedera. Leukosit dan trombosit tertarik ke daerah tersebut karena bahan

kimia yang dilepaskan oleh sel cedera. Trombosit yang masuk ke daerah cedera

merangsang pembekuan untuk mengisolasi infeksi dan mengontrol perdarahan.

Penarikan leukosit yang meliputi neutrofil dan monosit ke daerah cedera disebut

kemotaksis. Sel-sel yang tertarik ke daerah cedera akhirnya akan berperan melakukan

penyembuhan. Urutan kejadian ekstravasasi leukosit dari lumen vaskular ke

ekstravaskular yaitu, marginasi dan rolling, adhesi dan transmigrasi antar sel endotel,

dan migrasi pada jaringan interstitial terhadap suatu rangsang kemotaktik.

Gambar 3. Mekanisme migrasi leukosit melalui pembuluh darah(12)

Kerusakan sel yang terjadi akibat inflamasi berpengaruh terhadap selaput

membran sel yang menyebabkan leukosit mengeluarkan enzim fosfolipase A2 yang

berperan melepas asam arakidonat dari membran fosfolipid. Terdapat tiga jalur utama
9

metabolisme Asam arakidonat yaitu siklooksigenase (COX), lipoksigenase (LOX),

dan sitokrom P-450 (cyt P450).

Pada jalur COX, asam arakidonat diubah oleh COX menjadi prostaglandin H2

(PGH2). Setelah PGH2 terbentuk, PGH2 ini akan diproses kembali oleh enzim

sintase terminal yang berbeda-beda menjadi prostanoid aktif yang akan bekerja di

jaringan.

Jenis-jenis prostanoid yang disintesis melalui jalur siklooksigenase, di antaranya

adalah

a. PGD2

merupakan mediator inflamasi dan alergi. PGD2 diproduksi oleh sel mast dan sel

Th2. PGD2 juga merupakan salah satu zat pemicu tidur di otak.

b. PGE2

berperan dalam homeostasis, pembentukan inflamasi, nyeri, aterosklerosis, dan

demam.

c. PGF2α

berperan dalam steroidogenesis ovarium, menginduksi persalinan, dan memacu

kontraksi otot rahim

d. Prostasiklin/PGI

berperan dalam relaksasi otot polos dan mencegah agregasi platelet.

e. Tromboxan A2 (TXA2)

berperan dalam agregasi platelet dan vasokonstriksi(13).


10

Gambar 4. Jalur siklooksigenase(13)

2.3 Dexamethasone

2.3.1 Definisi Dexamethasone

Dexamethasone merupakan obat golongan adrenokortikosteroid sintetik long

acting yang memiliki efek glukokortikotiroid dan biasa digunakan sebagai agen anti

nyeri. Deksametason merupakan salah satu kortikosteroid sintesis dengan aktivitas

glukokortikoid yang sangat tinggi sedangkan aktivitas mineralokortikoid yang rendah

yang mekanisme kerjanya mencegah aktivitas fosfolipase A2 dan keluarnya Asam


11

arakhidonat dari lipid membran sehingga tidak terbentuknya prostaglandin yang dapat

menimbulkan nyeri(3,12).

Dexamethasone memiliki nama kimia 9-Fluoro-11β, 17, 21-trihidroksi-16α-

multipregna-,4-diena-3,20-dion. Formula molekul dari dexamethason adalah

C22H29FO5dan memiliki berat molekul 392,47 g/mol(3). Pada awal 1950-an,

modifikasi kimia steroid alami mengungkapkan sejumlah fitur struktural penting

untuk aktivitas biologis mereka. Kortisol termasuk inti

cyclopentenoperhydrophenanthrene, terdiri dari tiga cincin 6- karbon dan cincin

pentana 5-karbon tunggal. Kortisol memiliki 21 atom karbon dengan rantai samping

2-karbon yang melekat pada posisi 17 dan gugus metil pada C-10 dan C-13.10

Perubahan kimia pada berbagai posisi molekul steroid menyebabkan analog sintetik

kortisol dengan peningkatan aktivitas glukokortikoid dan atau mineralokortikoid.

Glukokortikoid yang difluorinasi pada posisi 9-alpha termasuk deksametason,

fludrokortison dan betametason(14).

Gambar 5. Struktur Kimia Dexamethasone(15)


12

2.3.2 Jenis Sediaan

Dexamethasone tersedia dalam bentuk sediaan tablet, sirup dan injeksi(3).

a. Dexamethasone tablet 0,5 mg, 0,7 mg, 1 mg, 2 mg, 4 mg, dan 6 mg

Gambar 6. Dexamethasone Tablet 0,5 mg(16)

b. Dexamethasone sirup 0.5 mg per 5 mL

Gambar 7. Dexamethasone Sirup 0,5 mg(16)

c. Dexamethasone injeksi ampul 1 ml (5 mg/ml)


13

Gambar 8. Dexamethasone Injeksi Ampul 1 ml(16)

2.3.3 Dosis Dexamethasone

Dosis kortikosteroid bervariasi tergantung penyakit, usia dan kondisi pasien.

Untuk dosis dexamethasone sediaan oral pada orang dewasa dapat diberikan 0,5 - 10

mg/hari dan untuk anak-anak diberikan 0,02-0,3 mg/kg/hari sebanyak 3-4 dosis

terbagi. Untuk dosis injeksi pada orang dewasa diberikan 5 mg – 20 mg/hari dan pada

anak-anak 167-333 mcg/kg/hari secara intravena maupun intramusukular(15).

2.3.4 Merek Dagang Dexamethasone

Carbidu Lanadexon Expodex

Corsona Alerdex Scandexon

Dexamethasone Novadex Etason

Kalmethasone Proxona Cellacort

Dellamethasone Tazimut Pritacort


Tabel 1. Merek Dagang Dexamethasone(16)

2.3.5 Farmakologi Dexamethasone


Dexamethason merupakan obat dengan kandungan glukokortikoid yang

memiliki efek anti nyeri yang bekerja dengan menghambat aktivitas dari enzim
14

fosfolipase A2 sehingga senyawa arakhidonat tidak terbentuk sehingga jalur

setelahnya tidak terjadi yaitu metabolisme arakhidonat melaui jalur COX yang

menghasilkan tromboksan A2, prostasiklin dan prostaglandin (PGE1, PGE2, PGF2α

dan PGD2). PGE2 merupakan salah satu prostaglandin yang berperan dalam

terjadinya nyeri. Ketika jaringan terluka, prostaglandin yang dihasilkan oleh invasi

neutrofil dan makrofag mensensitisasi nosiseptor sehingga akan terjadi proses

tranduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi yang merupakan mekanisme terjadinya

nyeri(17-19)

Gambar 9. Produksi Metabolit Asam Arachidonic(20)

2.3.6 Farmakokinetik Dexamethasone


15

Deksametason dapat diberikan secara oral, intramuskular maupun intravena.

Onset kerja dexamethasone bergantung pada rute pemberian. Durasi kerja

dexamethasone sekitar 72 jam.

a. Absorpsi

Absorpsi dexamethasone secara oral mencapai 61–86%. Onset tergantung rute

pemberian. Peak serum time oral tercapai dalam 1–2 jam, intramuskular 30 – 120

menit, dan intravena 5–10 menit.

b. Distribusi

Dexamethasone didistribusikan dengan berikatan dengan protein sebanyak 70%.

Volume distribusi adalah 2 L/kg. Dexamethasone dapat melewati sawar plasenta.

c. Metabolisme

Dexamethasone dimetabolisme di hati oleh enzim CYP3A4.

d. Eliminasi

Waktu paruh dexamethasone sekitar 190 menit. Ekskresi sebagian besar melalui

urine (65%), sebagian kecil melalui feses(21).

2.3.7 Indikasi Dexamethasone


Deksametason digunakan sebagai imunosupresan atau anti alergi, anti inflamasi

(anti nyeri), gangguan kolagen, rheumatic, gangguan demermatologik, pernapasan,

asma bronkial, dan gangguan saluran pencernaan(15).

2.3.8 Kontraindikasi Dexamethasone

a. Hipersensitif terhadap dexamethasone

b. Infeksi jamur
16

c. Penggunaan kortikosteroid harus ditunda setidaknya 3 bulan pada individu yang

baru mendapat vaksin hidup(23).

2.3.9 Efek Samping Dexamethasone

Efek samping tipikal untuk semua kortikosteroid diantaranya gangguan cairan

dan elektrolit, retensi cairan, retensi sodium, gagal jantung kongestif, hipokalemia

dan hipertensi. Pada jaringan otot dapat menyebabkan steroid miopati, kelemahan

otot, osteoporosis. Pada saluran cerna dapat menyebabkan peningkatan nafsu makan,

iritasi lambung, ulserasi peptik dengan kemungkinan perforasi dan perdarahan,

pankreatitis, perdarahan gastric. Deksametason dapat menyebabkan supresi pada

pituitary-adrenal axis, penurunan toleransi karbohidrat, timbulnya gejala diabetes

mellitus laten, peningkatan kebutuhan insulin, menyebabkan diabetes, sehingga

penggunaannya harus dipertimbangkan dengan cermat(22).

2.3.10 Interaksi Obat

Berikut adalah interaksi obat yang terjadi saat penggunaan dexamethasone

a. Penginduksi enzim mikrosomal hati

Obat-obatan yang menginduksi enzim hati sitokrom P450 isozim 3A4 seperti

Fenobarbital, fenitoin, rifampisin, rifabutin, carbamazepine, primidone dan

aminogluethimide dapat mengurangi kemanjuran terapi kortikosteroid dengan

meningkatkan laju metabolisme kortikosteroid sehingga dosis harus ditingkatkan

b. Inhibitor enzim mikrosomal hati

Obat-obatan yang menghambat enzim hati sitokrom P450 isozim 3A4 seperti

ketoconazole, ciclosporin atau ritonavir dapat menurunkan pembersihan


17

glukokortikoid. Pengurangan dosis kortikosteroid mungkin diperlukan untuk

mengurangi risiko efek samping.

c. Agen antidiabetes

Kortikosteroid dapat meningkatkan kadar glukosa darah. Pasien mungkin

memerlukan penyesuaian dosis terapi antidiabetik bersamaan.

d. Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)

Pemberian bersamaan dapat meningkatkan risiko ulserasi GI. Aspirin harus

digunakan dengan hati-hati dalam hubungannya dengan kortikosteroid pada

pasien dengan hipotrombinaemia. Pasien harus diobservasi dengan cermat untuk

mengetahui efek samping dari kedua obat tersebut.

e. Antikoagulan

Pemberian bersama kortikosteroid dan warfarin biasanya menghasilkan

penghambatan respons terhadap warfarin sehingga indeks koagulasi harus sering

dipantau untuk mempertahankan efek antikoagulan yang diinginkan

f. Antijamur

Ketoconazole telah dilaporkan menurunkan metabolisme kortikosteroid tertentu

hingga 60%, yang menyebabkan peningkatan risiko efek samping kortikosteroid.

Selain itu, ketoconazole dapat menghambat sintesis kortikosteroid adrenal dan

dapat menyebabkan insufisiensi adrenal.

g. Vaksin
18

Pasien yang menjalani terapi kortikosteroid mungkin menunjukkan respons yang

berkurang terhadap toksoid dan vaksin hidup atau tidak aktif karena

penghambatan respons antibodi. Kortikosteroid juga dapat mempotensiasi

replikasi beberapa organisme yang terkandung dalam vaksin hidup yang

dilemahkan. Pemberian rutin vaksin atau toksoid harus ditunda sampai terapi

kortikosteroid dihentikan jika memungkinkan.

h. Diuretik

Kehilangan kalium yang berlebihan dapat terjadi jika glukokortikoid dan diuretik

hemat kalium (seperti furosemid dan tiazid) atau inhibitor karbonat anhidrase

(seperti asetazolamid) diberikan bersama-sama.

i. Antasida

Penggunaan antasida secara bersamaan dapat menurunkan absorpsi

kortikosteroid kemanjuran mungkin cukup menurun sehingga memerlukan

penyesuaian dosis pada pasien yang menerima kortikosteroid dosis kecil(22-24).


19

BAB 3

PENUTUP

Dexamethasone merupakan obat golongan kortikosteroid dengan kandungan

glukokortikoid yang dapat digunakan untuk mengatasi nyeri dengan mekanisme kerja

menghambat aktivitas dari enzim fosfolipase A2 yang mengakibatkan senyawa

arakhidonat tidak terbentuk sehingga jalur setelahnya yaitu metabolisme arakhidonat

melaui jalur COX yang menghasilkan tromboksan A2, prostasiklin dan prostaglandin

(PGE1, PGE2, PGF2α dan PGD2) yang merupakan mediator nyeri tidak terjadi.

Dexamethasone digunakan sebagai imunosupresan atau anti alergi, anti inflamasi,

gangguan kolagen, rheumatic, gangguan demermatologik, pernapasan, asma bronkial,

dan gangguan saluran pencernaan(3,13,23).

Dexamethasone tersedia dalam sediaan tablet, sirup dan injeksi. Dosis

dexamethasone bervariasi tergantung penyakit, usia dan kondisi pasien. Pada orang

dewasa, dosis oral yang dapat diberikan adalah 0,5 - 10 mg/hari dan dosis injeksi 0,5

- 24 mg secara intravena maupun intramuskular, sedangkan pada anak-anak dosis oral

yang diberikan adalah 10-100 mcg/kgbb/hari dan dosis injeksi 200 - 400 mcg/kg

bb/hari secara intravena maupun intramuskular(3,16). Efek samping yang dapat

ditimbulkan oleh dexamethasone adalah gangguan cairan dan elektrolit, hipertensi,

kelemahan otot, osteoporosis, peningkatan nafsu makan, iritasi lambung, penurunan

toleransi karbohidrat, timbulnya gejala diabetes mellitus laten dan peningkatan

kebutuhan insulin sehingga penggunaannya harus dipertimbangkan dengan cermat(22).


20

DAFTAR PUSTAKA

1. Indijah Sujati Woro, Purnama Fajri. Farmakologi. Modul Bahan Ajar Cetak

Farmasi Cetak Pertama. Penerbit Pusdik SDM Kesehatan Badan Pengembangan

dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. 2016. Jakarta Selatan; p.15

2. Yasir M, Sonthalia S. Corticosteroid Adverse Effects. StatPearls. 2019;1–13.

Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/30285357

3 Riyadi H, Perbedaan pengaruh dexamethasone dengan ketorolac terhadap kadar

neutrofil pada pasien pasca insisi. Universitas Sebelas Maret Surakarta: 2014.

4. Bahrudin M. Patofisiologi Nyeri (Pain). Saintika Med. 2018;13(1):7.

5. Boy A, Hanafie A, Wijaya DW. Efek pemberian deksametason dosis tunggal

terhadap nyeri dan mual-muntah paska operasi pada pasien dengan anestesi spinal:

2019.

6. Polderman JAW, Farhang-Razi V, Van Dieren S, Kranke P, Devries JH, Hollmann

MW, et al. Adverse side effects of dexamethasone in surgical patients. Cochrane

Database Syst Rev. 2018;(5):1–96.

7. Swieboda P, Filip R, Prystupa A, Drozd M. Assessment of pain: types, mechanism

and treatment. Ann Agric Environ Med. 2013:2–7.

8. Nandar S. Nyeri Secara Umum (General Pain). Kesehatan Masyarakat. 2015;:1–

53. Available from: https://doi.org/10.1016/j.jaut.2019.102400.

9. Gottachalk A. Am fam physician. 2001; 63: 1981


21

10. Ramadhani N, Sumiwi SA. Aktivitas Antiinflamasi Berbagai Tanaman Diduga

Berasal dari Flavonoid. Farmaka. 2013;14(2):111–23.

11. Sherwood, L. 2014. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC

11. MIMS Indonesia (2020). Dexketoprofen

12. Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi

9. Singapura: Elsevier Saunders.

13. Sudewa IBA, Budiarta IG. Siklooksigenase, Jalur Arakidonat, Dan Nonsteroidal

Antiinflammatory Drugs. Anestesiol dan Reanimasi Fak Kedokt Univ Udayana.

2017;1–19.

14. Samuel S, Nguyen T, Choi HA. Pharmacologic Characteristics of Corticosteroids.

J NeurocriticalCare.2017;10(2):53–9.

15. Dexamethasone: Indication, Dosage, Side Effect, Precaution. MIMS Indonesia.

Available from Dexamethasone: Indication, Dosage, Side Effect, Precaution |

MIMS Indonesia.

16. DEXAMETHASONE | PIO Nas (pom.go.id)

17. Ricciotti E, Fitzgerald GA. Prostaglandins and inflammation. Arterioscler

Thromb Vasc Biol. 2011;31(5):986–1000.

18. Jang Y, Kim M, Hwang SW. Molecular mechanisms underlying the actions of

arachidonic acid-derived prostaglandins on peripheral nociception. J

Neuroinflammation. 2020;17(1):1–119.

19. Palumbo S. Pathogenesis and Progression of Multiple Sclerosis: The Role of

Arachidonic Acid–Mediated Neuroinflammation. Mult Scler Perspect Treat


22

Pathog. 2017;(November):111–24.

20. Trombosit K, Dan L, Neutrofil R, Pada L, Tumor P. Program Pendidikan Dokter

Spesialis Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2020.

21. Susanto B. Evaluasi penggunaan obat kortikosteroid deksametason pada pasien di

puskesmas ketanggungan. 2020.

22. Ciobotaru OR, Lupu MN, Rebegea L, Ciobotaru OC, Duca OM, Tatu AL, et al.

Dexamethasone - Chemical structure and mechanisms of action in prophylaxis of

postoperative side effects. Rev Chim. 2019;70(3):843–7.

23. FDA-NDA. Tablets Decadron ® ( Dexamethasone Tablets , Usp ). Enzyme. :3–

10.

24. Vidal Vademecum P, Composition Q, Form P, Particulars C. Therapeutic

indications Contraindications. 2019;1–10.

Anda mungkin juga menyukai