Anda di halaman 1dari 27

HAKIKAT IBADAH

Diajukan untuk memenuhi tugas Al - islam 2

by :
Danar Hadi
2014140207

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
2015

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmat dan karunianya saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang diberikan oleh Ibu
Rifkiarty selaku dosen pembimbing Al-Islam II.

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk menyelesaikan tugas kelompok Al-Islam II


dari dosen yang bersangkutan agar memenuhi tugas yang telah ditetapkan, dan juga agar
setiap mahasiswa dapat memahami materi yang telah diberikan . Makalah ini berjudul “
Hakekat Ibadah.

Adapun sumber-sumber dalam pembuatan makalah ini, didapatkan dari beberapa


buku yang membahas tentang materi yang berkaitan dan juga melalui media internet.

Kami menyadari bahwa setiap manusia memiliki keterbatasan, begitu pun dengan
kami . Dalam pembuatan makalah ini mungkin masih banyak sekali kekurangan-kekurang
yang ditemukan, oleh karena itu kami mengucapkan maaf apabila ada kekuranganNya. Kami
mangharapkan kritik dan saran dari para pembaca sekalian dan semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kami pribadi dan para pembacanya.

Jakarta, 04 April 2015

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................1
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................................................3
Latar Belakang...................................................................................................................................3
Rumusan Masalah.............................................................................................................................3
Metode Pembahasan........................................................................................................................4
Tujuan Penulisan...............................................................................................................................4
BAB 2 PEMBAHASAN.............................................................................................................................5
2. 1 Konsep Ibadah............................................................................................................................5
2.2 Jenis-jenis Ibadah.........................................................................................................................8
2.3 Fungsi Ibadah.............................................................................................................................11
2.4 Hikmah Ibadah..........................................................................................................................14
2.5 Makna Spiritual Ibadah bagi Kehidupan Sosial..........................................................................17
BAB 3 PENUTUP...................................................................................................................................24
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................24
3.2 Saran.........................................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan manusia di dunia merupakan anugerah dari Allah swt dengan segala
pemberiannya, manusia dapat mengecap segala kenikmatan yang bisa dirasakan oleh dirinya
tetapi dengan anugerah tersebut kadangkala manusia lupa akan Dzat Allah swt yang telah
memberikannya. Oleh karena itu, manusia harus mendapatkan suatu bimbingan sehingga di
dalam kehidupannya dapat berbuat sesuai bimbingan Allah swt atau memanfaatkan anugerah
Allah swt. Hidup yang dibimbing oleh syari’ah akan melahirkan kesadaran untuk berperilaku
yang sesuai dengan tuntuan Allah swt dan Rasul Nya.

Sebagai rasa syukur terhadap Allah swt, hendaknya kita sadar diri untuk beribadah
kepada sang Pencipta Langit dan Bumi beserta isinya sesuai syari’at Nya. Dalam ibadah, kita
harus memperhatikan jenis-jenis ibadah yang kita lakukan. Apakah ibadah tersebut termasuk
dalam ibadah wajib, sunnah, mubah, dan makruh.

Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan di bahas mengenai bermacam-macam
ibadah beserta hikmah dan tujuannya.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam makalah ini kami mengidentifikasikan masalah sebagai berikut :


a. Pengertian Ibadah
b. Jenis – Jenis Ibadah
c. Fungsi Ibadah
d. Hikmah Ibadah
e. Makna Spiritual Ibadah bagi Kehidupan Sosial

4
1.3 Metode Pembahasan

Dalam menyelesaikan makalah ini, Kami melakukan metode penelaahan melalui studi
pustaka untuk melengkapi materi atau data-data dalam penyusunan makalah ini. Kami
melakukan studi pustaka dari berbagai sumber buku.

1.4 Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memahami dan dapat menerapkan ibadah sesuai
syariat Allah SWT dalam kehidupan sehari-hari.

5
BAB 2

PEMBAHASAN

2. 1 Konsep Ibadah

Pengertian Ibadah
Ibadah menurut bahasa berasal dari abida ya’budu yang berarti : menyembah, mengabdi
dan menghinakan diri. Sebagaimana dalam firmannya :“ Hai manusia, sembahlah Tuhan-
mu yang telah menciptakanmu dan orang-orang sebelummu agar kamu bertakwa “ ( QS.
Al-Baqarah: 21). Ibadah menurut beberapa ulama :
a. Menurut Abu A’la Maududi
Ibadah berarti penghambaan dan perbudakan. Seorang hamba harus bersikap
sebagaimana halnya seorang hamba yaitu senantiasa patuh dan taat kepada tuhannya tanpa
membantah. Beliau juga menambahkan pula bahwa ada 3 hal yang harus dimiliki sebagai
hamba yang baik yaitu:  Seorang hamba hendaknya memandang tuannya sebagai penguasa
dan berkewajiban untuk merasa setia kepada orang yang menjadi tuannya, menunjang
hidupnya, pelindung dan penjaganya dan meyakini sepenuhnya bahwa tidak ada seorang pun
selain tuannya yang layak mendapat kesetiaannya, Selalu patuh pada tuannya, melaksanakan
segala perintahnya dengan cermat dan tidak mengatakan perkatan atau mendengar perkataan
dan siapapun yang bernada menentang kehendaknya tuannya, Menghormati dan menghargai
tuannya dan ia harus mengikuti cara yang telah ditentukan oleh tuannya sebagai sikap hormat
kepada-Nya.
b. Menurut H. Endang Syaifudin Anshori
Ibadah secara garis besar ada 2 (dua )arti :
o Ibadah dalam arti khusus (mudhloh) yaitu tata aturan ilahi yang secara
langsung mengatur hubungan antara seorang hamba dengan Tuhannya yang
cara, tata cara dan upacara (ritual) telah ditentukan secara terperinci daam Al-
Qur’an dan As- Sunnah yang biasanya berkisar pada masalah Thoharoh,
Sholat, Zakat, Puasa, Haji.

6
o Ibadah dalam arti luas yaitu segala gerak-gerik, tingkah laku, serta perbuatan
yang mempunyai 3 Tanda : Niat yang Ikhlas sebagai Titik Tolaknya,
Keridhoan Allah sebagai Titik Tujuannya, Amal Sholeh sebagai Garis
Amanah, Hakikat ibadah adalah menyembah yang sama dengan mencintai.
Sebagaimana firman Allah swt:
“Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain
Allah; mereka mencintainya sebagaimana mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman sangat cinta kepada Allah dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu
mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari Kiamat) bahwa kekuatan itu kepunyaan
Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka akan menyesal.”
(QS. Al Baqoroh:165)
Artinya: jika kita sama atau lebih mengabdi atau mencintai selain Allah maka akan menjadi
dosa paling besar yang sulit diampuni kecuali dangan taubat nasuhah sebagaimana hadits dari
Ibnu Mas’ud, “Aku bertanya, “wahai Rasullullah, dosa apakah yang paling besar?”
Rasulullah saw menjawab,”bila kamu menjadikan tandingan bagi Allah, padahal Dia lah
yang menciptakan kamu.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Jadi, Ibadah merupakan seluruh aspek kehidupan. Tidak terbatas pada saat-saat
singkat yang diisi dengan cara-cara tertentu. Suatu Ibadah mempunyai nilai yaitu jalan
hidup dan seluruh aspek kehidupan dan merupakan tingkah laku, tindak-tanduk, pikiran dan
perasaan semata-mata untuk Allah, yang dibangun dengan suatu sistem yang jelas, yang di
dalamnya terlihat segalanya yang pantas dan tidak pantas terjadi . Sebagaimana dalam
firmannya, “ Katakanlah ,” Sesungguhnya Sholatku,ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah
untuk Allah Tuhan semesta alam.” (TQS. Al-An’am : 162). Pekerjaan yang kita anggap
sebagai kesibukan duniawi, sesungguhnya merupakan ibadah kepada Allah asalkan dalam
mengerjakannya kita menjaga diri pada batas-batas yang telah ditentukan Allah dan Rasul-
Nya.

7
Hakikat Ibadah
o Sebagai tujuan diciptakannya manusia, sebagaimana firman Allah swt: “Dan tidak
Aku ciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka menyembah pada Ku” (QS. Az
Zariyat: 56).
o Sebagai fitrah manusia, sebagaimana firman Allah swt: “Dan ingatlah ketika Tuhan
mu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari selbi mereka, dan Allah
mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman), “Bukankah Aku ini
Tuhanmu ?” Mereka menjawab,”Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.
“(Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari Kiamat kamu tidak
mengatakan,”sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (Keesaan Tuhannya). (QS. Al A’raf:72).
o Hakikat ibadah adalah menyembah yang sama dengan mencintai. Sebagaimana
firman Allah swt: “Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah
tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mencintai
Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah dan jika
seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat
siksa (pada hari Kiamat) bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa
Allah amat berat siksaan-Nya (niscaya mereka akan menyesal.” (QS. Al
Baqoroh:165). Artinya: jika kita sama atau lebih mengabdi atau mencintai selain
Allah maka akan menjadi dosa paling besar yang sulit diampuni kecuali dangan taubat
nasuhah sebagaimana hadits dari Ibnu Mas’ud. “Aku bertanya, “wahai Rasullullah,
dosa apakah yang paling besar?” Rasulullah saw menjawab,”bila kamu menjadikan
tandingan bagi Allah, padahal Dia lah yang menciptakan kamu.” (HR. Bukhari dan
Muslim).

8
2.2 Jenis-jenis Ibadah

Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan
sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya;

o Ibadah Mahdhah
Artinya penghambaan yang murni hanya merupakan hubung an antara hamba dengan
Allah secara langsung. segala jenis peribadatan kepada Allah yang keseluruhan
tatacaranya telah ditetapkan oleh Allah, Manusia tidak berhak mencipta/merekayasa
bentuk ibadah jenis ini. para ulama menetapkan qaidah iaitu ‘Asalnya ibadah itu
haram, terlarang’ (kecuali dengan perintah Allah dan petunjuk Muhammad saw).
Ibadah jenis ini diistilahkan oleh para fuqaha dengan perkataan Al Ibadah atau Al
Ubudiyyah. Ibadah jenis ini seperti shalat, puasa, zakat, aqiqah dan qurban. Ibadah
bentuk ini memiliki 4 prinsip:
a. Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran
maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh
akal atau logika keberadaannya.
b. Tata caranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus
rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh: “Dan Kami tidak mengutus
seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah (QS. 4: 64).Dan apa saja
yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka
tinggalkanlah( QS. 59: 7).” Contoh Shalat dan haji adalah ibadah mahdhah. Nabi
bersabda:
Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tatacara
haji kamu. Jika melakukan ibadah bentuk ini tanpa dalil perintah atau tidak sesuai
dengan praktek Rasul saw., maka dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara
meng-ada-ada, yang populer disebut bid’ah. Salah satu penyebab hancurnya
agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad saw adalah karena kebanyakan
kaumnya bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul mereka.

9
c. Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan
ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya
berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat,
adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan
ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan
ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan
rukun yang ketat. Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan
ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa
yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan
kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul
adalah untuk dipatuhi. Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah :
Wudhu,Tayammum, Mandi hadats, Adzan, Iqamat, Shalat, Membaca al-Quran,
I’tikaf , Shiyam ( Puasa ), dan Haji.
Rumusan Ibadah Mahdhah adalah “KA + SS” (Karena Allah + Sesuai Syari’at).

o Ibadah Ghairu Mahdhah

(tidak murni semata hubungan dengan Allah) yaitu ibadah yang di samping sebagai
hubungan hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba
dengan makhluk lainnya .

Ibadah Ghoir Mahdah yaitu segala jenis peribadatan kepada Allah dalam pengertian
yang luas seperti  kenegaraan, ekonomi, pendidikan, sosial, hubungan luar negeri,
kebudayaan, undang-undang kemasyarakatan, dan teknologi dan sebagainya. Ibadah jenis ini
diistilahkan oleh para fuqaha dengan perkataan 'Al-Muamalah' (iaitu hubungan antara
manusia dengan manusia). Peranan syara' dalam hal ini adalah memperbaiki sesuatu yang
telah diadakan oleh manusia dan manusia dibenarkan mengada-adakan sesuatu yang selaras
dengan hukum-hukum/ peraturan Allah (di dalam Al Quran dan As Sunnah) . Prinsip-prinsip
dalam ibadah ini, ada 4:

10
 Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan
Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diseleng garakan.
 Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah
bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal
yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah,
sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
 Bersifat rasional, ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau
madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika. Sehingga jika menurut logika
sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
 Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.

Ada juga pendapat dari ulama menambahkan ibadah ini kepada beberapa lagi jenis ibadah
lain-lain jenis ibadah itu ialah:

 Ibadah Badaniah yaitu tubuh badan seperti sembahyang, menolong orang dalam
kesusahan dan lain-lain.
 Ibadah Maliyah : harta benda seperti zakat, memberi sedekah, derma dan lain-lain.
Ibadah Qalbiyah: hati seperti sangka baik, ikhlas, tidak hasad dengki dan lain-lain.

Rumusan Ibadah Ghairu Mahdhah “BB + KA”(Berbuat Baik + Karena Allah). Selain itu
Ibadah juga terbagi pada Ibadah Fardiyah ( perseorangan ) dan Ibadah Jamaiyah (kewajiban
secara bersama atau berjamaah).

 Ibadah Fardiyah yaitu amalan ibadah yang menjadi kewajiban setiap orang, seperti
sholat, zakat, haji dan sebagainya. Ibadah seperti ini dapat dilakukan di mana saja
baik di dalam negara Islam atau di negara kafir.
 Ibadah jamaiyah yaitu ibadah yang diwajibkan ke atas seluruh umat (sebagai
kewajiban bersama). Sebagai contoh perlaksanaaan hukum hudud, hukum qishas dan
sebagainya.

11
2.3 Fungsi Ibadah

Setiap muslim tidak hanya dituntut untuk beriman, tetapi juga dituntut untuk beramal
sholeh. Karena Islam adalah agama amal, bukan hanya keyakinan. Ia tidak hanya terpaku
pada keimanan semata, melainkan juga pada amal perbuatan yang nyata. Islam adalah agama
yang dinamis dan menyeluruh. Dalam Islam, Keimanan harus diwujudkan dalam bentuk amal
yang nyata, yaitu amal sholeh yang dilakukan karena Allah. Ibadah dalam Islam tidak hanya
bertujuan untuk mewujudkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, tetapi juga untuk
mewujudkan hubungan antar sesama manusia. Islam mendorong manusia untuk beribadah
kepada Allah SWT dalam semua aspek kehidupan dan aktifitas. Baik sebagai pribadi maupun
sebagai bagian dari masyarakat.
Ada tiga aspek fungsi ibadah dalam Islam yaitu Mewujudkan hubungan antara hamba
dengan Tuhannya. Mewujudkan hubungan antara manusia dengan Tuhannya dapat dilakukan
melalui “muqarabah” dan “khudlu”. Orang yang beriman dirinya akan selalu merasa diawasi
oleh Allah. Ia akan selalu berupaya menyesuaikan segala perilakunya dengan ketentuan Allah
SWT. Dengan sikap itu seseorang muslim tidak akan melupakan kewajibannya untuk
beribadah, bertaubat, serta menyandarkan segala kebutuhannya pada pertolongan Allah SWT.
Demikianlah ikrar seorang muslim seperti tertera dalam Al-Qur’an surat Al-Fatihah ayat 5
“Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta
pertolongan.” Atas landasan itulah manusia akan terbebas dari penghambaan terhadap
manusia, harta benda dan hawa nafsu.
Mendidik mental dan menjadikan manusia ingat akan kewajibannya . Dengan sikap
ini, setiap manusia tidak akan lupa bahwa dia adalah anggota masyarakat yang mempunyai
hak dan kewajiban untuk menerima dan memberi nasihat. Oleh karena itu, banyak ayat Al-
Qur'an ketika berbicara tentang fungsi ibadah menyebutkan juga dampaknya terhadap
kehidupan pribadi dan masyarakat.

12
Contohnya: Ketika Al-Qur'an berbicara tentang shalat, ia menjelaskan fungsinya: “Bacalah
apa yang telah diwahyukan kepadamu, Yaitu Al kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat.
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan
Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-
ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” QS. Al-ankabut 45
Dalam ayat ini Al-Qur'an menjelaskan bahwa fungsi shalat adalah mencegah dari
perbuatan keji dan mungkar. Perbuatan keji dan mungkar adalah suatu perbuatan merugikan
diri sendiri dan orang lain. Maka dengan shalat diharapakan manusia dapat mencegah dirinya
dari perbuatan yang merugikan tersebut.
Ketika Al-Qur'an berbicara tentang zakat, Al-Qur'an juga menjelaskan fungsinya: 
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”QS.
Attaubah 103)
Zakat berfungsi untuk membersihkan mereka yang berzakat dari kekikiran dan
kecintaan yang berlebih-lebihan terhadap harta benda. Sifat kikir adalah sifat buruk yang anti
kemanusiaan. Orang kikir tidak akan disukai masyarakat zakat juga akan menyuburkan sifat-
sifat kebaikan dalam hati pemberinya dan memperkembangkan harta benda mereka. Orang
yang mengeluarkan zakat hatinya akan tentram karena ia akan dicintai masyarakat. Dan
masih banyak ibadah-ibadah lain yang tujuannya tidak hanya baik bagi diri pelakunya tetapi
juga membawa dapak sosial yang baik bagi masyarakatnya. Karena itu Allah tidak akan
menerima semua bentuk ibadah, kecuali ibadah tersebut membawa kebaikan bagi dirinya dan
orang lain. Dalam hal ini Nabi SAW bersabda:
“Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegah dirinya dari perbuatan keji dan munkar, maka
dia hanya akan bertambah jauh dari Allah” (HR. Thabrani) .
Melatih diri untuk berdisiplin adalah suatu kenyataan bahwa segala bentuk ibadah
menuntut kita untuk berdisiplin.

13
Kenyataan itu dapat dilihat dengan jelas dalam pelaksanaan shalat, mulai dari wudhu,
ketentuan waktunya, berdiri, ruku, sujud dan aturan-aturan lainnya, mengajarkan kita untuk
berdisiplin. Apabila kita menganiaya sesama muslim, menyakiti manusia baik dengan
perkataan maupun perbuatan, tidak mau membantu kesulitan sesama manusia, menumpuk
harta dan tidak menyalurkannya kepada yang berhak. Tidak mau melakukan “amar ma'ruf
nahi munkar”, maka ibadahnya tidak bermanfaat dan tidak bisa menyelamatkannya dari siksa
Allah SWT.

 Syarat-Syarat Diterimanya Ibadah

Ibadah adalah perkara taufiqiyyah, yaitu tidak ada suatu ibadah yang disyari’atkan
kecuali berdasarkan al-Qur’an dan as Sunnah. Apa yang tidak disyari’atkan berarti bid’ah
mardûdah (bid’ah yang ditolak ), hal ini berdasarkan sabda Nabi SAW.

“ Barangsiapa yang beramal tanpa adanya tuntutan dari Kami, maka amalan tersebut
tertolak.”

Ibadah-ibadah itu bersangkut penerimaannya kepada dua faktor yang penting, yang menjadi
syarat bagi diterimanya. Syarat-syarat diterimanya suatu amal (ibadah) ada dua macam yaitu

1.  Ikhlas
“Katakanlah: “Sesungguhnya aku diperintahkan supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama. Dan aku diperintahkan
supaya menjadi orang yang pertama-tama berserah diri”. Katakanlah: “Sesungguhnya aku
takut akan siksaan hari yang besar jika aku durhaka kepada Tuhanku”. Katakanlah: “Hanya
Allah saja yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan)
agamaku”. (QS az-Zumar/39 : 11-14).

14
2.  Ittiba’ Rasul. Dilakukan secara sah yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.
“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku: “Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh
dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”. (QS al-
Kahfi/18: 110)
Syarat yang pertama merupakan konsekuensi dari syahadat lâ ilâha illallâh, karena ia
mengharuskan ikhlas beribadah hanya kepada Allah dan jauh dari syirik kepada-Nya.
Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah s.a.w.,
karena ia menuntut wajib-nya taat kepada Rasul, mengikuti syari’atnya dan meninggalkan
bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan.

2.4 Hikmah Ibadah

Pada dasarnya ibadah membawa seseorang untuk memenuhi perintah Allah,


bersyukur atas nikmat yang diberikan Allah dan melaksanakan hak sesama manusia.
Oleh karena itu, tidak mesti ibadah itu memberikan hasil dan manfaat kepada manusia
yang bersifat material, tidak pula merupakan hal yang mudah mengetahui hikmah ibadah
melalui kemampuan akal yang terbatas.
Ibadah merupakan pengujian terhadap manusia dalam menyembah Allah. Ini
berarti ia tidak harus mengetahui rahasianya secara terperinci. Seandainyam ibadah itu
harus sesuai dengan kemampuan akal dan harus mengetahui hikmah atau rahasianya secara
terperinci, tentu orang yang lemah kemampuan akalnya untuk mengetahui hikmah tersebut
tidak akan melaksanakan atau bahkan menjauhi ibadah. Mereka akan menyembah akal
dan nafsunya, tidak akan menyembah Tuhan.

15
Mengenai hikmah melaksanakan ibadah ini, al-Ghazali mengungkapkan bahwa
ibadah bertujuan untuk menyembuhkan hati manusia, sebagaimana obat untuk
menyembuhkan badan yang sakit. Sebagai contoh ibadah dapat menyembuhkan hati
manusia, misalnya seseorang yang sedang resah dan gelisah, keresahan dan
kegelisahannya dapat disembuhkan dengan shalat. Begitu juga orang yang mempunyai
penyakit tamak atau rakus dalam hal makan dan minum, penyakit tersebut dapat dikurangi
bahkan dapat disembuhkan bila orang tersebut rajin berpuasa.
Ibadah juga dapat menyembuhkan badan yang sakit, misalnya saja orang yang
mempunyai penyakit reumatik atau pegal-pegal pada persendian tubuhnya, hal itu insya
Allah dapat disembuhkan apabila orang tersebut rajin melaksanakan shalat, karena
gerakan-gerakan yang dilakukan dalam shalat menyerupai gerakan olah raga yang dapat
menyehatkan dan melenturkan sendi pada tubuh manusia.
Begitu juga orang yang mempunyai penyakit maag, insya Allah dapat dikurangi
bahkan dapat disembuhkan dengan berpuasa, karena ketika seseorang berpuasa fungsi
lambung tidak bekerja terlalu keras sehingga bisa beristirahat dan ketika berbuka
disunnahkan untuk memakan makanan yang manis dan lembut agar fungsi lambung
tidak langsung bekerja dengan berat, tetapi bertahap.

Manusia tidak semuanya dapat mengetahui keistimewaan dan rahasia obat


tersebut, yang mengetahui hanyalah para dokter atau orang yang mempunyai spesialisasi
tentang obat tersebut. Pasien hanya mengikuti perintah dokter dalam menggunakan obat
yang cocok sesuai dengan dosisnya. Dia tidak akan membantah terhadap apa yang
ditentukan oleh dokter tersebut. Oleh karena itu, menurut al-Ghazali, "ibadah wajib
dilaksanakan sebagaimana yang telah dicontohkan oleh para Nabi, karena mereka dapat
mengetahui rahasia-rahasianya berdasarkan inspirasi kenabian, bukan dengan kemampuan
akal".
Ibadah di dalam syari’at Islam merupakan tujuan akhir yang dicintai dan diridhai-
Nya. Karenanyalah Allah menciptakan manusia, mengutus para Rasul dan menurunkan
Kitab-Kitab suci-Nya.Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:‘
“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang
takut, (karena mereka tahu bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan
mereka” (Al-Mu’min: 60).

16
Ibadah di dalam Islam tidak disyari’atkan untuk mempersempit atau mempersulit
penganutnya, dan tidak pula untuk menjatuhkan mereka di dalam kesulitan. Akan tetapi
ibadah itu disyari’atkan untuk berbagai hikmah yang agung, kemashlahatan besar yang tidak
dapat dihitung jumlahnya. Pelaksanaan ibadah dalam Islam semua adalah mudah.
Di antara keutamaan ibadah bahwasanya ibadah mensucikan jiwa dan
membersihkannya, dan mengangkatnya ke derajat tertinggi menuju kesempurnaan
manusiawi. Termasuk keutamaan ibadah juga bahwasanya manusia sangat membutuhkan
ibadah melebihi segala-galanya, bahkan sangat darurat membutuhkannya. Karena manusia
secara tabi’at adalah lemah, fakir (butuh) kepada Allah. Sebagaimana halnya jasad
membutuhkan makanan dan minuman, demikian pula hati dan ruh memerlukan ibadah dan
menghadap kepada Allah.m Bahkan kebutuhan ruh manusia kepada ibadah itu lebih besar
daripada kebutuhan jasadnya kepada makanan dan minuman, karena sesungguhnya esensi
dan subtansi hamba itu adalah hati dan ruhnya, keduanya tidak akan baik kecuali dengan
menghadap (bertawajjuh) kepada Allah dengan beribadah. Maka jiwa tidak akan pernah
merasakan kedamaian dan ketenteraman kecuali dengan dzikir dan beribadah kepada Allah.
Sekalipun seseorang merasakan kelezatan atau kebahagiaan selain dari Allah, maka kelezatan
dan kebahagiaan tersebut adalah semu, tidak akan lama, bahkan apa yang ia rasakan itu sama
sekali tidak ada kelezatan dan kebahagiaannya.

Adapun bahagia karena Allah dan perasaan takut kepada-Nya, maka itulah kebahagiaan yang
tidak akan terhenti dan tidak hilang, dan itulah kesempurnaan dan keindahan serta
kebahagiaan yang hakiki. Maka, barangsiapa yang menghendaki kebahagiaan abadi
hendaklah ia menekuni ibadah kepada Allah semata. Maka dari itu, hanya orang-orang ahli
ibadah sejatilah yang merupakan manusia paling bahagia dan paling lapang dadanya.
Tidak ada yang dapat menenteramkan dan mendamaikan serta menjadikan seseorang
merasakan kenikmatan hakiki yang ia lakukan kecuali ibadah kepada Allah semata. Imam
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata bahwa idak ada kebahagiaan, kelezatan, kenikmatan dan
kebaikan hati melainkan bila ia meyakini Allah sebagai Rabb, Pencipta Yang Maha Esa dan
ia beribadah hanya kepada Allah saja, sebagai puncak tujuannya dan yang paling dicintainya
daripada yang lain.

17
Termasuk keutamaan ibadah juga bahwasanya ibadah dapat meringankan seseorang untuk
melakukan berbagai kebajikan dan meninggalkan kemunkaran. Ibadah dapat menghibur
seseorang ketika dilanda musibah dan meringankan beban penderitaan saat susah dan
mengalami rasa sakit, semua itu ia terima dengan lapang dada dan jiwa yang tenang.
Termasuk juga dalam keutamaannya ibadah, bahwasanya seorang hamba dengan
ibadahnya kepada Rabb-nya dapat membebaskan dirinya dari belenggu penghambaan kepada
makhluk, ketergantungan, harap dan rasa cemas kepada mereka. Maka dari itu, ia merasa
percaya diri dan berjiwa besar karena ia berharap dan takut hanya kepada Allah saja.
Keutamaan ibadah yang paling besar bahwasanya ibadah merupakan sebab utama
untuk meraih keridhaan Allah yang merupakan jalan masuk Surga dan selamat dari siksa
Neraka.

2.5 Makna Spiritual Ibadah bagi Kehidupan Sosial

Sebagai umat Islam yang patuh akan segala kewajiban beragama, sudah bukan hal
yang ganjil lagi jika ita sering melakukan berbagai hal terkait dengan ibadah. Seperti sholat,
puasa, haji, zakat, bersuci dan sebagainya. Ke semua hal itu dilakukan semata-mata untuk
memenuhi kewajiban sebagai umat islam serta bentuk ketaatan kita kepada Allah SWT. Tak
jarang pula umat islam yang memaknai ibadah sebagai peraturan wajib yang harus dipenuhi.

Ibadah yang mereka lakukan semata-mata hanya untuk menggugurkan


kewajibannya bukan untuk berkomunikasi dengan Sang Khaliq. Mereka belum bisa
menghayati hakikat apa yang sebenarnya terkandung dalam pelaksanaan ibadah itu sendiri.
Sehingga banyak muslim yang kelihatannya taat padahal mereka belum bisa memaknai arti
ibadah yang mereka lakukan. Oleh karenanya, pada kesempatan kali ini saya akan mengulas
tentang makna Ibadah khususnya Wudhu ( Thaharah ), Shalat, dan Puasa dalam segi
spiritual. Saya harap dengan adanya pengetahuan tentang makna spiritual dalam ibadah,
kita tak lagi menyepelekan kewajiban tersebut, tapi juga bisa memaknainya dengan hati.

18
a. Ibadah
Di dalam setiap ibadah yang kita kerjakan harus bisa menyentuh dan memasuki
dimensi spritual. Dimensi spiritual itu tidak lain adalah ihsan, “An ta’buda Allah ka
annaka tarahu wain lam yakun tarahu fainnahu yaraka. Kita beribadah kepada-Nya
seakan kita melihat-Nya, apabila kita tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia
melihat kita”. Dalam beribadah kita akan merasa kerdil jika dibandingkan Sang
Pencipta, hal tersebut dimaksudkan agar kita selalu ingat kepad Allah yang telah
menciptakan bumi dan seisinya.

b. Wudhu ( Thaharah )

Wudhu atau yang sering kita kenal dengan thaharah adalah salah satu bentuk ibadah
yang sering dilakukan oleh umat Islam, denga menggunakan air yang suci kita
membasuh dan mengusap anggta-anggota tubuh tertentu. Berikut adalah makna
spiritual wudhu yang sepatutnya dipahami oleh umat Islam.

 Membasuh Kedua Telapak Tangan

Membasuh kedua telapak tangan adalah perkara sunnah yang pertama kali dilakukan
saat berwudhu. Itu artinya bahwa setiap muslim agar menjaga kebersihan kedua
telapak tangannya dari perbuatan maksiat.

 Berkumur-kumur
Berkumur artinya membersihkan mulut dari sisa-sisa kotoran. Pengertian berkumur
secara spiritual bisa berarti bahwa setiap muslim harus menyeleksi makanan yang
akan dimakan. Setiap makanan yang masuk ke mulut, harus halal, baik dzatnya
maupun halal cara mendapatkannya. Makanan yang haram akan mengotori tubuh dan
batin seorang muslim.

19
 Memasukan air ke hidung

Manfaat langsung dari memasukkan air ke hidung ini adalah membersihkan sisa-sisa
kotoran yang menempel di lubang lidung. Makna spiritual dari memasukkan air ke
hidung adalah bahwa hidung tidak diperkenankan untuk mencium sesuatu yang
mengandung dosa dan kemaksiatan.

 Membasuh muka

Manfaat secara langsung, tentu, agar muka hamba-hambanya selalu bersih dari
kotaran debu dan tanah yang melekat pada wajahnya. bahwa setiap wajah muslim,
pada saat bertatap muka dengan orang harus senantiasa mengeluarkan aura positif,
tidak menakutkan, baik terhadap sesama muslim maupun bukan. Semua anggota
tubuh yang bersemayam di muka, selalu digunakan untuk hal yang bernilai ibadah,
bukan maksiat.

 Membasuh kedua tangan sampai ke siku

Makna spiritualnya adalah kedua tangan yang dimilikinya tidak boleh digunakan
untuk berbuat maksiat. semestinya tangan-tangan yang tersentuh oleh air wudhu
selalu ringan tangan, yakni membantu saudara-saudara kita, si fakir, si miskin dan
kaum dhu’afa serta orang lain yang memerlukan bantuan kita.

 Mengusap sebagian kepala

Di dalam kepala kita terdapat benda yang sangat misterius, yakni berupa otak. Otak
yang ada di dalam kepala manusia bisa merancang dan mengendalikan melakukan apa
saja, termasuk tindak kejahatan. Oleh sebab itu, melalui sentuhan air wudhu ini, otak
setiap muslim akan selalu selalu mengarahkan seluruh anggota badan dan aktifitas
pada sesuatu yang lebih baik dan positif.

20
 Membersihkan kedua telinga

Membersihkan kedua daun telinga, bisa disimbolkan bahwa, semestinya, kedua


telinga yang dimiliki tidak digunakan untuk mendengar perkataan-perkataan yang
kurang bermanfaat dan mengandung maksiat dari orang lain. Seharusnya telinga
digunakan untuk mendengarkan ayat-ayat Allah ataupun hal-hal yang mengandung
manfaat dan kebaikan.

 Membasuh kedua kaki

Makna spiritualnya adalah setiap muslim kemanapun ia melangkahkan kedua kakinya


pasti akan menuju tempat-tempat yang bersih dan suci, bukan ketempat-tempat yang
kotor dan mengandung maksiat.

c. Shalat

Adapun makna spiritual dari berbagai gerakan shalat antara lain :

 Takbiratul Ihram

Maknanya penyerahan totalitas pada yang Maha Awal bahwa karena Allah lah kita
adandan karena Allah juga kita bisa melakukan perjalanan hidup. Berdiri
Berdiri lambang siap berjalan menjelajahi kehidupan. Dalam tegak berdiri, posisi
kepala tunduk, artinya dalam perjalanan hidup akan tunduk dan patuh pada segala
Hukum dan Kehendak Allah bebas dari rasa kesombongan diri. Kedua tangan
memegang ulu hati, simbol bahwa hati akan selalu dijaga kebersihannya dalam
perjalanan hidup

 Ruku’

adalah lambang penghormatan kita kepada para Nabi dan rosul yang telah mengenalkan
kita kepada Allah, penghormatan sebagai rasa syukur kita kepada Allah SWt atas segala
nikmat dan karunia-Nya

21
 Itidal
Kita berdiri lagi melakukan Itidal, maknanya adalah untuk mengisi perjalanan hidup
dengan penuh puja dan puji pada Allah serta penuh syukur setiap saat sehingga
tercipta kepatuhan dan ketaatan.

 Sujud
Sujud dengan kaki dilipat, atau setengah berdiri adalah simbol dari perjalanan hati
(rohani). Dangan sujud hati dan fikiran kita direndahkan serendahnya sebagai tanda
ketundukan total pada segala kehendak Allah dan mengikuti segala kehendak Allah.
Menyatukan kehendak Allah dengan Kehendak kita. Merekatkan diri ke Bumi, bahwa
awal dan akhir manusia dari dan ke bumi, berharap pada saat kematian keadaan diri
kita sama saat dengan saat dilahirkan, yaitu dalam keadaan suci, sehingga bisa
bertemu Allah. Makna sujud ada 2 macam yaitu Sujud pertama bermakna penyatuan
Kehendak Allah dengan kehendak ruhani atau hati atau jiwa. Diselangi
permohonan pada duduk antara 2 sujud. Sujud kedua bermakna pernyataan
pengagungan Allah Swt, dimana Allah berbeda dengan makhluknya dan pernyataan
ingin kembali kepada Allah pada akhir perjalanan hidup nantinya.

Duduk antara 2 Sujud Pengungkapan berbagai permohonan pada Allah untuk


memberikan segala kebutuhan yang diperlukan dalam bekal perjalanan menuju
pertemuan dengan Allah, butuh sumber dukungan hidup jasmani dan ruhani, serta
pemeliharaan dan perlindungan jasmani ruhani agar tetap pada jalan Allah yaitu
berupa ampunan, kesehatan, rizky, kasih sayang, derajat, pengampunan terhadap aib
dan kejelekan, petunjuk, dan peleburan kekhilafan.

Attahiyat Yaitu sebuah pemantapan hati yang disimbolkan dengan Ikrar Syahadat
melalui telunjuk kanan. Sebelum Ikrar memberikan penghormatan untuk para
Utusan Allah dan Ruh Hamba-hamba Sholeh (Auliya) karena berkat merekalah kita
mengenal Allah juga melalui ajaranya kita dibimbing menujuNya dan menjadikan
mereka menjadi saksi atas Ikrar kita.

22
Sholawat menjadi pernyataan kebersediaan mengikuti apa yang diajarkan Rasulullah
Muhammad SAW, dan menempatkannya sebagai pimpinan dalam perjalanan kita.
Salam penghormatan kepada Bapak para Nabi yaitu Nabi Ibrahim yang menjadi
bapak induk ajaran Tauhid. Kemudian diakhir dengan permohonan doa dan
permohonan perlindungan dari kejahatan tipuan Dajal/Iblis untuk menjaga perjalanan
tetap pada keselamatan dan berhasil mencapai Allah.Salam adalah ucapan yang
mengakui adanya manusia lain yang sama-sama dalam perjalanan, menunjukkan
bahwa hidup ini tidak sendiri, sehingga hendaknya menyebarkan salam dan berkah
kepada sesama untuk bahu-membahu menegakkan kehidupan yang harmonis dan
tegaknya kedamaian, kesejahteraan dan keselamatan di bumi Allah.

d. Puasa

Puasa yang kita lakukan selama ini ternyata tidak hanya perbuatan menahan
makan, minum, dan berhubungan seksual (bagi suamu istri). Namun terdapat makna
spiritual yang tidak sedikit dibalik ibdah puasa itu sendiri, yaitu antara lain
Mengendalikan hawa nafsu kita terhadap banyaknya keinginan yang bersifa duniawi.
Dengan berpuasa kita diharapkan mampu menahnanya sehingga terhindar dari
keinginan yang bersifat haram ataupun tidak sah. Sebagai pola hidup zuhud yaitu
berlaku sederhana dan bersahaja.

Tidak menghambur-hamburkan harta untuk hal-hal yang tidak mpenting


meskipun kita tahu bahwa harta itu adalah milik kita. Dalam makanpun kita hanya
memiliki 2 waktu yaitu ketika sahur dan berbuka, hal itu memiliki makna untuk
memberi ruang kosong pada mulut dan perut kita terhadap berbagai makanan.
Pola hidup sosial yaitu adanya kepedulian kepada sesama yang dalam kondisi
memprihatinkan. Kita tidak makan dan minum dalam rentang waktu yang cukup
lama, diharapkan kita mampu merasakan hal yang telah dialami oleh fakir miskin.
Dimana mereka sangat kekurangan pangan, sandang, dan papan.
Proses berpikir dan bertindak jernih untuk kepentingan jangka panjang.

23
Yaitu mempertahankansikap untuk tida tergoda oleh berbagai hal yang dapat
membatalkan puasa, seperti makan dan minum sebelum waktunya tiba. Sikap jujur
dan tanggung jawab. Saat kita berpuasa maka kita akan senantiasa bersikap jujur.

Kita tahu bahwa Allah SWT Maha mengawasi dan mengetahui segala gerak-
gerik kita. Jadi akan ada sikap mawas diri meskipun orang lain tidak mengetahui
tindakan kita. Dari berbagai penjelasan tentang makna spiritual ibadah, wudhu, shalat
dan puasa diatas, saya berharap kita sebagai muslim tidak lagi memandang remeh
ibadah, ataupun melaksanakannya sebatas untuk menggugurkan kewajiban tetapi kita
mampu menghayati setiap pelaksanaanya dengan baik. Karena dengan ibadah yang
baik, kita akan selalu dekat dengan Allah SWT, Tuhan yang Maha dari segala Nya

24
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ibadah merupakan seluruh aspek kehidupan. Tidak terbatas pada saat-saat singkat
yang diisi dengan cara-cara tertentu. Suatu Ibadah mempunyai nilai yaitu jalan hidup dan
seluruh aspek kehidupan dan merupakan tingkah laku, tindak-tanduk, pikiran dan perasaan
semata-mata untuk Allah, yang dibangun dengan suatu sistem yang jelas, yang di dalamnya
terlihat segalanya yang pantas dan tidak pantas terjadi .
Secara garis besar ialah dibagi menjadi dua Ibadah murni ( mahdhah ), adalah suatu
rangkaian aktivitas ibadah yang ditetapkan Allah Swt. Dan bentuk aktivitas tersebut telah
dicontohkan oleh Rasul-Nya, serta terlaksana atau tidaknya sangat ditentukan oleh tingkat
kesadaran teologis dari masing-masing individu. Ibadah Ghairu Mahdhah, yakni sikap gerak-
gerik, tingkah laku dan perbuatan yang mempunyai tiga tanda yaitu pertama, niat yang ikhas
sebagai titik tolak, kedua keridhoan Allah sebagai titik tujuan, dan ketiga, amal shaleh
sebagai garis amal. Ruang lingkup 'ibadah di dalam Islam amat luas sekali. Hanya
merangkumi setiap kegiatan kehidupan manusia.
Setiap apa yang dilakukan baik yang bersangkut dengan individu maupun dengan
masyarakat adalah 'ibadah menurut Islam selama ia memenuhi syarat-syarat tertentu.
Manusia diciptakan Allah bukan sekedar untuk hidup di dunia ini kemudian mati tanpa
pertanggungjawaban, tetapi manusia diciptakan oleh Allah untuk beribadah. Karena Allah
maha mengetahui tentang kejadian manusia, maka agar manusia terjaga hidupnya, bertaqwa,
diberi kewajiban ibadah. Tegasnya manusia diberi kewajiban ibadah agar menusia itu
mencapai taqwa.Hikmah dari ibadah adalah kita dapat meningkatkan ketaqwaan tehadap
Allah swt dan hidup berdasarkan apa yan Dia perintahkan.

25
3.2 Saran

Sebagai manusia hendaknya kita tidak melupakan hakikat dari penciptaan kita, yaitu
untuk beribadah kepada Allah swt sesuai dengan Al Qur’an dan Hadits baik dalam ibadah
mahdah (khusus) maupun dalam ibadah ghoiru mahdah (umum) dengan niat semata-mata
ikhlas untuk mencapai ridha Allah.

26
DAFTAR PUSTAKA

www.pengertian ibadah.com
hakikat-ibadah-zakat.htmhttp://www.voa-islam.com/teenage/secret
Almath, Muhammad Faiz, Dr. 1991. 1100 Hadits Terpilih Sinar Ajaran Muhammad. Jakarta:
Gema Insani.
Qur’an Terjemah, Departemen Agama, tahun 1980
Terjemah Tanbighul Ghofilin, Abu Juhaidah, daru Ihyail Kutub Al-arabiyyah, tahun 1999.
Ensiklopedi Islam, Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, PT. Ikrar Mandiriabadi, Jakarta, tahun
2002

27

Anda mungkin juga menyukai