Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

CHOLECYSTOLITHIASIS

Pembimbing:
Brigadir Jenderal TNI dr. Abdul Hamid Rochanan, Sp.B-KBD, M.Kes

Disusun oleh:
Aulia Medicarizky
2110221030

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN
NASIONAL VETERAN JAKARTA
RSPAD GATOT SOEBROTO
PERIODE 7 JUNI – 14 AGUSTUS
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Cholecystolithiasis”. Tujuan penulisan laporan kasus ini ialah untuk memenuhi salah
satu syarat mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik departemen Bedah di RSPAD Gatot
Soebroto, Jakarta.
Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis untuk menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Brigadir Jenderal TNI dr. Abdul Hamid Rochanan, Sp.B-KBD, M.Kes selaku
pembimbing dalam laporan kasus ini.
2. Dokter-dokter spesialis bedah lainnya, atas arahan dan bimbingannya.

3. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan


laporan
kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini
masih jauh dari kesempurnaan serta masih banyak terdapat kekurangan. Penulis
berharap semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca
serta perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kedokteran.

Jakarta, 9 Juli 2021

Penulis

ii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS CHOLECYSTOLITHIASIS

Disusun oleh:
Aulia Medicarizky
FK UPN Veteran Jakarta
2110221030

Diajukan untuk memenuhi syarat kegiatan Kepaniteraan Klinik


Di SMF Bedah Digestif
RSPAD GATOT SOEBROTO

Telah disetujui dan dipresentasikan pada


Tanggal, 2021
Jakarta, 2021

Pembimbing,

Brigadir Jenderal TNI dr. Abdul Hamid Rochanan, Sp.B-KBD, M.Kes

ii
BAB I
STATUS PASIEN
I.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. K
Tanggal lahir : 18 Juli 1977
Usia : 43 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
No. rekam medik : 01052536
Alamat : Krukut, Taman Sari
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status perkawinan : Menikah
Tanggal masuk : 6 Juni 2021

I.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis.
I.2.1 Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD RSPAD dengan keluhan utama nyeri perut sebelah kanan
atas di bawah payudara kanan selama satu bulan SMRS.
I.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri perut sebelah kanan atas di bawah payudara kanan selama satu bulan
SMRS. Nyeri tersebut memberat selama 2 hari terakhir (VAS = 7). Nyeri menjalar ke
perut bagian tengah sampai punggung bagian tengah. Nyeri membuat pasien merintih
kesakitan sampai susah untuk berbaring. Nyeri dikatakan seperti ditusuk-tusuk dan
nyeri terasa panas di perut bagian tengah. Nyeri timbul secara tiba-tiba seperti setelah
makan, merasa asam lambung kumat dan saat beraktivitas sehari-hari. Durasi nyeri
lebih dari 15 menit sampai 1 jam. Nyeri dirasakan makin bertambah ketika pasien
menarik nafas panjang sambil menekan lokasi nyeri untuk membalurkan
balsam/minyak kayu putih. Keluhan demam, mual muntah, BAK dan BAB disangkal.

1
I.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (+), kolesterol (+), diabetes mellitus (-), sakit kuning (-),
alergi (-).
I.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa
dengan pasien.
I.2.5 Riwayat Psikososial
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang kesehariannya beraktivitas di
rumah. Pola makan pasien teratur sehari 3 kali. Pasien jarang mengkonsumsi
makanan bersantan tetapi terkadang suka makan makanan yang digoreng dengan
konsumsi harian air putih sebanyak kurang lebih 2 L. Pasien tidak pernah melakukan
olahraga.
I.2.6 Riwayat Pengobatan
Pasien rutin melakukan medical check up di RSUD Taman Sari, lalu pasien
datang ke IGD RSPAD sambil membawa hasil USG dari RSUD Taman Sari yang
sudah dilakukan pada tanggal 4 Juni 2021 dengan hasil multipel kolelitiasis. Pasien
rutin mengkonsumsi amlodipine 10 mg yang didapatkan dari puskesmas. Pasien juga
mengkonsumsi omeprazole untuk mengurangi nyeri yang muncul karena menurut
pasien nyeri muncul karena asam lambungnya yang meningkat. Sekitar 1 bulan yang
lalu, pasien melakukan medical check up di RSUD Taman Sari dengan hasil
kolesterol 300 mg/dl lalu oleh dokter diberi obat golongan statin dan saat pasien
melakukan medical check up berikutnya kadar kolesterol kembali normal. Pasien
mengatakan bahwa ia menggunakan alat kontrasepsi suntik selama 7 tahun lalu
sekarang memakai pil KB.
I.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15 (E4, M6, V5)
Tanda Vital
Tekanan darah : 201/101 mmHg

2
Nadi : 82 x/menit
RR : 22 x/menut
Suhu : 36,4oC
Status Gizi
Berat badan (BB) : 63 kg
Tinggi badan (TB) : 165 cm
IMT : 23,14 (overweight)
1.3.1 Status Generalis
a. Regio kepala : normocephal, rambut berwarna hitam terdistribusi rata
- Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, pupil
isokor,
reflex pupil (+/+)
- THT
Telinga : normotia, sekret -/-, hiperemis -/-
Hidung : septum deviasi (-), sekret -/-
Mulut : bibir pucat (-), mukosa kering (-), sianosis (-),
hiperemis (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
b. Regio thorax – kardiovaskuler
vesicular breathing sound +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
c. Regio Ekstremitas
Inspeksi : edema -/-, deformitas -/-, tampak sedikit ikterik
Palpasi : akral hangat, nyeri tekan (-), CRT < 2s
1.3.2 Status Lokalis
Regio abdomen
Inspeksi : dinding perut datar, distensi (-), massa (-)
Auskultasi : bising usus (+) di seluruh lapang abdomen
Perkusi : Timpani pada semua lapang abdomen
Palpasi : NT (+) pada regio epigastrium dan hypochondrium
dextra, benjolan (-)

3
I.4 Pemeriksaan Penunjang
I.4.1 Pemeriksaan Laboratorium Klinik

6-6-2021 15-6-2021 Nilai Rujukan

Hemoglobin 11,2 g/dl 10,7 g/dl 12,0-16,0 g/dl

Hematokrit 32% 32% 37-47%

Eritrosit 3,7juta/l 3,5juta/l 4,3-6,0 juta/l

Leukosit 9010/l 5940/l 4800-10800/l

Trombosit 341.000/l 402.000/l 150.000-400.000/l

Hitung jenis 0/0/78/18/4 0/1/3/60/32/4 0-1%/1-3%/2-6%/50-


70%/20-40%/2-8%
MCV 88 fL 90 fL 80-96 fL

MCH 30 pg 30 pg 27-32 pg

MCHC 35 g/dl 34 g/dl 32-36 g/dl

PT Kontrol 11,6 detik Kontrol 11,4 detik


Pasien 10,1 detik Pasien 9,8 detik 9,3-11,8 detik
APTT Kontrol 24,8 detik Kontrol 25,3 detik
Pasien 21,2 detik Pasien 19,9 detik 23,4-11,8 detik
D-dimer 1860 ng/dl

SGOT 80 U/L 29 U/L < 35 U/L


(AST)
SGPT 41 U/L 36 U/L < 40 U/L
(ALT)
Bilirubin tot 2,75 mg/dl 0,52 mg/dl < 1,5 mg/dl

Bil direk 0,42 mg/dl < 0,3 mg/dl

4
Bil indirek 0,1 mg/dl < 1,1 mg/dl

Gamma GT 237 U/L 5-36 U/L

Ureum 18 mg/dl 19 mg/dl 20-50 mg/dl

Kreatinin 0,84 mg/dl 0,81 mg/dl 0,5-1,5 mg/dl

GFR 85,4 89,24


ml/mnt/1.73m2
GDS 89 mg/dl 131 mg/dl 70-140 mg/dl

Na 146 mmol/L 141 mmol/L 135-147 mmol/L

K 3,7 mmol/L 3,4 mmol/L 3,5-5,0 mmol/L

Cl 103 mmol/L 106 mmol/L 95-105 mmol/L

I.4.2 Pemeriksaan Radiologi


USG Abdomen (4 Juni 2021)
Hasil pemeriksaan USG abdomen dari RSUD Taman Sari

5
Kesan:
- Multipel kolelitiasis, ukuran batu sulit dievaluasi karena memenuhi lumen
kandung empedu
- Hepatomegali non spesifik
- Tidak tampak kelainan organ intraabdomen lain yang tervisualisasi pada
pemeriksaan USG abdomen
Foto Thorax (6-6-2021)
Hasil pemeriksaan foto thorax (6-6-2021
- Jantung membesar
- Pulmo DBN
I.5 Resume
I.5.1 Anamnesis
a. Keluhan utama: nyeri perut sebelah kanan atas di bawah payudara kanan
selama 1 bulan SMRS.
b. Riwayat penyakit sekarang: nyeri memberat selama 2 hari terakhir (VAS = 7).
Nyeri timbul saat setelah makan, merasa asam lambung kumat, beraktivitas
dengan durasi lebih dari 15menit-1jam. Nyeri menjalar ke perut bagian tengah

6
sampai punggung bagian tengah seperti ditusuk-tusuk. Nyeri makin
bertambah ketika menarik nafas panjang sambil menekan lokasi nyeri untuk
membalurkan balsam/minyak kayu putih.. Keluhan demam, mual muntah,
BAK dan BAB disangkal.
c. Riwayat penyakit dahulu: riwayat hipertensi (+), kolesterol (+)
d. Riwayat penyakit keluarga: tidak ada
e. Riwayat psikososial: aktivitas sehari-hari sebagai ibu rumah tangga, pola
makan teratur, kadang suka makan makanan yang digoreng, jarang
berolahraga
f. Riwayat pengobatan: rutin medical check up di RSUD Taman Sari. Pasien
datang ke IGD RSPAD dengan membawa hasil USG dari RSUD Taman Sari
dengan hasil multipel kolelitiasis. Pasien rutin konsumsi amlodipine 10 mg
yang didapat dari puskesmas. Pasien juga mengkonsumsi omeprazole untuk
mengurangi nyeri yang muncul karena menurut pasien nyeri muncul karena
asam lambungnya yang meningkat. Sekitar 1 bulan yang lalu, pasien
melakukan medical check up di RSUD Taman Sari dengan hasil kolesterol
300 mg/dl lalu oleh dokter diberi obat golongan statin dan saat pasien
melakukan medical check up berikutnya kadar kolesterol kembali normal.
Pasien mengatakan bahwa ia menggunakan alat kontrasepsi suntik selama 7
tahun lalu sekarang memakai pil KB.

I.5.2 Pemeriksaan Fisik


- Keadaan umum: tampak sakit sedang; kesadaran: compos mentis
- TTV: TD 201/101 mmHg, RR 22x/menit, Nadi 82x/menit, Suhu 36,4C
- Status lokalis regio abdomen: NT (+) epigastrium dan hypochondrium dextra
I.5.3 Pemeriksaan Penunjang
- Hematologi: hemoglobin 11,2 g/dl, hematokrit 32%, eritrosit 3,7juta/l, lainnya
DBN
- Kimia Klinik: SGOT (AST) 80 U/L, SGPT (ALT) 41 U/L, Bilirubin total
:2,75mg/dl

7
- Foto thorax: kardiomegali, pulmo DBN
- USG abdomen: multipel kolelitiasis, hepatomegali non spesifik
I.5.4 Diagnosis Kerja
Cholecystolithiasis symptomatic
1.5.5 Tatalaksana
Saat di IGD  inj Ranitidine 50mg, inj Ketorolac 30mg, profenid supp, inj
omeprazole 40mg. Pasien pulang dan diberi obat profenid supp 3x1 dan omeprazole
20 mg 2x1 PO.
I.5.5 Pre Operasi
Konsul ke bagian jantung, paru dan anestesi untuk toleransi operasi.
Saat konsul ke jantung, didapatkan CTR >50% dan dokter memberi terapi ramipril
1x5 mg dan amlodipine 1x5 mg.
I.5.6 Pemeriksaan Swab PCR (6/7/2021)
JENIS PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
BIOMOLEKULER
COVID-19 Real Time RT- Negatif Negatif
PCR SARS-CoV-2 tidak
terdeteksi
Spesimen
Nasofaring

I.5.7 Rencana Terapi


Tindakan pembedahan: Laparoscopy cholecystectomy
I.5.8 Laporan Operasi (7/7/2021 pukul 09.40-10.30 WIB)
Telah dilakukan tindakan Laparoscopy cholecystectomy dan laparoscopy
adhesiolysis. Operasi berjalan lancar dan telah dilakukan pengangkatan kandung
empedu.
Uraian pembedahan:
- Buat 3 port, port 1 dan 2  11 mm, port 3  5 mm
- tampak adhesi diatas colon transversum dengan gall bladder

8
- dilakukan adhesiolysis
- bebaskan ductus dan arteri cysticus
- klem dengan hemolog
- Potong ductus
- bebaskan dari hepatic bed
- keluarkan gall bladder  isi batu multiple
- kontrol perdarahan
- jahit luka

Terapi perawatan: ceftriaxone inj 2g/24jam, ketorolac inj 30mg/12 jam,


ranitidine 1 amp/12jam
Terapi pulang: cefixime 200mg 2x1 PO, ranitidine 150mg 2x1 PO,
asam mefenamat 500mg 3x1 PO
I.5.9 Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Cholelithiasis atau gallstones merupakan penyakit batu empedu yang dapat
ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam ductus choledochus, atau pada kedua-
duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung
empedu (cholecystolithiasis).1
II.2 Anatomi1,2
Kandung empedu atau vesica fellea atau vesica biliaris adalah kantong bulat lonjong
dengan bentuk seperti buah pear atau alpukat yang terletak intraperitonealis pada perut
kanan atas, tepat di bawah hepar. Kandung empedu memiliki panjang sekitar 4-6 cm dan
berisi 30-60 ml empedu. Secara anatomis, vesica biliaris terdiri atas corpus, fundus dan
collum. Fundus vesica biliaris menonjol sedikit keluar tepi hati, di bawah lengkung costae
kanan, di tepi lateral musculus rectus abdominis. Sebagian besar corpus vesica biliaris
menempel dan tertanam di dalam jaringan hepar. Collum vesica biliaris berhubungan
dengan ductus cysticus dan kemudian bergabung dengan ductus hepaticus communis
menjadi ductus choledochus. Ductus choledochus selanjutnya bermuara ke dalam
duodenum pada papilla duodeni major atau papilla Vater. Kandung empedu seluruhnya
tertutupi oleh peritoneum visceral, tetapi infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke
permukaan hepar oleh lapisan peritoneum. Apabila kandung empedu mengalami distensi
akibat bendungan oleh batu, bagian infundibulum menonjol seperti kantong yang disebut
sebagai kantong Hartmann.
Saluran empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum hepatoduodenale.
Saluran empedu ekstrahepatik terdiri dari ductus hepaticus dextra dan sinistra, ductus
hepaticus communis, ductus cysticus, dan ductus choledochus atau common bile duct.
Ductus cysticus memiliki panjang sekitar 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. dinding
lumennya merupakan lapisan tunika mukosa yang mengandung katup berbentuk spiral yang
disebut katup spiral Heister yang memudahkan cairan empedu mengalir masuk ke dalam
kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya. Ductus cysticus menghubungkan collum
dengan ductus hepaticus communis untuk membentuk ductus choledochus. Ductus
hepaticus dextra dan sinistra memiliki panjang masing-masing antara 1-4 cm. Panjang
ductus hepaticus communis bervariasi tergantung pada letak muara ductus cysticus. Ductus
10
choledochus berjalan di belakang duodenum, menembus jaringan pancreas dan dinding
duodenum, membentuk saluran bersama, yakni ductus pancreaticobiliaris atau ampula
Vater. Ujung distal ampula Vater dikelilingi oleh musculus sphinchter Oddi yang mengatur
aliran empedu ke dalam duodenum.
Kandung empedu divaskularisasi oleh arteri cystica yang merupakan cabang dari
arteri hepatica propria dexter dan vena cystica yang bermuara ke dalam vena porta.
Kandung empedu diinervasi oleh cabang-cabang plexus coeliacus. Aliran pembuluh limfe
berjalan ke nodus lymphaticus cysticus yang terletak dekat collum vesica biliaris lalu
berjalan melalui nodi lymphatici hepatici menuju nodi lymphatici coeliacus.

Gambar: anatomi kandung empedu3


II.3 Fisiologi1,4
Sekresi Empedu
Empedu yang dibentuk dalam lobulus hepar disekresikan dan mengalir melalui kanalikuli biliaris
kompleks, duktulus biliaris dan duktus biliaris. Kemudian, disalurkan ke ductus biliaris
interlobulus yang bergabung membentuk ductus biliaris septum. Saluran ini kemudian keluar dari
hati sebagai ductus hepaticus dextra dan sinistra yang bersatu membentuk ductus hepaticus
communis. Pada saluran ini sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu
yaitu ductus cysticus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu sebelum disalurkan ke
duodenum.
Penyimpanan dan Pemekatan Empedu

11
Empedu yang disekresikan secara terus-menerus oleh sel-sel hati disimpan dalam
kandung empedu sampai diperlukan di duodenum. Volume maksimal kandung empedu
hanya 30-60 ml. Meskipun demikian, sekresi empedu selama 12 jam (biasanya sekitar 450
ml) dapat disimpan dalam kandung empedu karena air, natrium, klorida, dan kebanyakan
elektrolit kecil lainnya secara terus menerus diabsorbsi oleh mukosa kandung empedu,
memekatkan zat-zat empedu lainnya, termasuk garam empedu, kolesterol, lesitin, dan
bilirubin. Kebanyakan absorpsi ini disebabkan oleh transpor aktif natrium melalui epitel
kandung empedu, dan keadaan ini diikuti oleh absorpsi sekunder ion klorida, air, dan
kebanyakan zat-zat terlarut lainnya. Empedu secara normal dipekatkan sebanyak 5 kali lipat
dengan cara ini, sampai maksimal 20 kali lipat.
Pengosongan Kandung Empedu1
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1.500 ml per hari. Diluar waktu
makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan mengalami
pemekatan sekitar 50%. Pengaliran empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu
oleh hati, kontraksi kandung empedu dan tahanan sfingter Oddi. Dalam keadaan puasa,
empedu yang diproduksi akan dialih alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan,
kandung empedu berkontraksi, sfingter berelaksasi, dan empedu mengalir ke dalam
duodenum. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke dalam
duodenum. Rangsangan makanan berlemak menyebabkan sekresi hormon kolesistokinin
(CCK) oleh sel enteroendokrin mukosa duodenum, kemudian masuk ke dalam darah dan
menyebabkan rangsangan nervus vagus sehingga terjadi kontraksi otot polos kandung
empedu. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal ductus
choledochus dan spinchter Oddi berelaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu
ke dalam duodenum. Aliran tersebut sewaktu-waktu seperti disemprotkan karena secara
intermiten tekanan saluran empedu akan lebih tinggi daripada tahanan sfingter. Ketika
dirangsang, kandung empedu mengeluarkan 50-70% isinya dalam waktu 60-90 menit.
Komposisi Empedu1,5
Empedu mengandung beberapa konstituen organik, yaitu garam empedu, kolesterol,
lesitin yang merupakan komponen terbesar (90%) empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam
lemak dan garam anorganik.
Kolesterol dalam hepatosit berasal dari makanan, sintesis ekstrahepatik dan sintesis
intrahepatik. Kolesterol bebas terbentuk dari tiga mekanisme, yaitu (1) hasil reesterifikasi
12
menjadi kolesterol ester oleh enzim acetylcoenzym A acetyltransferase (ACAT), (2)
perubahan menjadi garam empedu oleh enzim cholesterol 7 alpha hydroxylase, (3)
kolesterol bebas langsung disekresi ke dalam saluran empedu. Garam empedu merupakan
molekul steroid yang dibuat oleh hepatosit yang berasal dari kolesterol. Lesitin merupakan
fosfolipid utama empedu dan dilarutkan dalam misel oleh garam empedu.
II.4 Patogenesis Batu Empedu
Penyakit batu empedu berasal dari interaksi kompleks antara faktor genetik dan
lingkungan. Terdapat dua jenis batu empedu, yakni batu kolesterol, batu bilirubin/batu
pigmen dan batu campuran.1
II.4.1 Batu Kolesterol
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kristal kolesterol, dan sisanya adalah
kalsium karbonat, kalsium palmitat, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi
dibandingkan dengan bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung
empedu, dapat berupa batu soliter atau multipel. Permukaannya mungkin licin atau
multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei1.
Proses pembentukan batu kolesterol melalui tiga fase, yaitu:
1. Fase supersaturasi (penjenuhan empedu oleh kolesterol)
Derajat penjenuhan empedu oleh kolesterol dapat dihitung melalui kapasitas daya
larut. Kolesterol, lesitin dan garam empedu adalah komponen yang tak larut dalam air.
Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk misel yang mudah larut. Di dalam
kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat.
Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lesitin dan garam empedu.
Dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana
kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol
akan mengendap atau terjadi penjenuhan empedu oleh kolesterol. Penjenuhan ini dapat
disebabkan oleh bertambahnya sekresi kolesterol atau penurunan relatif garam empedu atau
fosfolipid. Peningkatan ekskresi kolesterol empedu antara lain terjadi misalnya pada
keadaan obesitas, diet tinggi kalori dan kolesterol, pemakaian obat antikolesterol sehingga
mobilitas kolesterol jaringan tinggi.
2. Fase pembentukan inti batu (pembentukan nidus dan kristalisasi)
Penjenuhan kolesterol yang berlebihan tidak dapat membentuk batu, kecuali bila ada
nidus dan ada proses lain yang menimbulkan kristalisasi. Nidus dapat berasal dari pigmen
13
empedu, mukoprotein, lendir, protein lain, bakteria, atau benda asing lain. Setelah
kristalisasi meliputi suatu nidus, akan terjadi pembentukan inti batu.
3. Fase pertumbuhan batu
Pertumbuhan batu terjadi karena pengendapan kristal kolesterol di atas matriks
inorganik dan kecepatannya ditentukan oleh kecepatan relatif pelarutan dan pengendapan.
Struktur matriks agaknya berupa endapan mineral yang mengandung garam kalsium

Gambar: Batu Kolesterol


II.4.2 Batu Bilirubin/Batu Pigmen
Batu pigmen adalah batu empedu yang kadar kolesterolnya kurang dari 25%. Penampilan batu
bilirubin yang sebenarnya berisi kalsium bilirubinat dan disebut juga batu lumpur atau batu
pigmen, tidak banyak bervariasi. Batu ini sering ditemukan dalam bentuk tidak teratur, kecil-kecil,
dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara cokelat, kemerahan, sampi hitam, dan
berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh. Batu ini sering bersatu membentuk batu yang
lebih besar. Batu pigmen yang sangat besar dapat ditemukan dalam saluran empedu. Batu pigmen
hitam terbentuk di dalam kandung empedu terutama terbentuk pada gangguan keseimbangan
metabolik seperti anemia hemolitik, dan sirosis hati tanpa didahului infeksi.1
Proses pembentukan batu bilirubin terjadi melalui 2 fase, yaitu:
1. Saturasi bilirubin
Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin terjadi karena pemecahan eritrosit yang
berlebihan, misalnya pada malaria dan penyakit Sickle cell. Pada keadaan infeksi saturasi
bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi unkonjugasi yang sukar larut.
14
Konversi terjadi karena adanya enzim  glukuronidase yang dihasilkan oleh e. coli. Pada
keadaan normal cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja
glucuronidase.
2. Pembentukan inti batu
Pembentukan inti batu selain oleh garam-garam kalsium dan sel bisa juga oleh
bakteri, bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa 55 % batu
pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing ascaris lumbricoides. Sedangkan
Tung dari Vietnam mendapatkan 70 % inti batu adalah dari cacing tambang.

Gambar: Batu Bilirubiin/Batu Pigmen


II.5 Etiologi
Etiologi batu empedu dan saluran empedu masih belum diketahui dengan sempurna,
akan tetapi faktor predisposisi yang paling penting tampaknya adalah gangguan
metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi
kandung empedu.
a. Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor terpenting dalam
pembentukan batu empedu karena hati penderita batu empedu kolesterol,
mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini
mengendap dalam kandung empedu u n t u k m e m b e n t u k b a t u e m p e d u .
b. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,
perubahan komposisi kimia, dan pengendapan unsur-unsur tersebut. Gangguan kontraksi
kandung empedu atau spasme sfingter Oddi, atau keduanya dapat menyebabkan stasis.
Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat dikaitkan dengan
keterlambatan pengosongan kandung empedu.
15
c. Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam pembentukan batu. Mukus
meningkatkan viskositas empedu dan unsur sel atau bakteri dapat berperan sebagai
pusat presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari terbentuknya batu dibanding
panyebab terbentuknya batu.
II.6 Epidemiologi
Batu empedu jarang dijumpai pada orang muda kurang dari 20 tahun. Prevalensinya
meningkat dengan cepat tiap decade sampai umur 70 tahun dan paling banyak terjadi pada
usia 50 tahun terutama wanita. Wanita yang menggunakan pil kontrasepsi, sering hamil
atau obese tiga kali lipat lebih berisiko menderita batu empedu. 1 Di negara Barat, insidens
kolelitiasis mencapai sekitar 10-15% dan banyak menyerang orang dewasa dan lanjut usia.
Di Amerika Serikat, pemeriksaan otopsi memperlihatkan bahwa batu empedu ditemukan
paling sedikit pada 20% perempuan dan 8% laki-laki berusia di atas 40 tahun. 7 Batu empedu
kolesterol adalah jenis batu yang paling sering ditemukan, yaitu pada 90-95% kasus. Belum
terdapat data epidemiologi kolelitiasis di Indonesia. Namun, pada sebuah studi yang
dilakukan di RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado pada rentang bulan Oktober 2015
hingga Oktober 2016, ditemukan kasus kolelitiasis sebanyak 113 kasus.6
II.7 Faktor Risiko
Singkatan faktor risiko batu empedu yang mudah diingat yaitu 6F, fat, fifties, female,
fertile, food and family.1
a. Jenis Kelamin
Wanita mempunyai resiko 3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi
kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang meningkatkan kadar esterogen juga
meningkatkan resiko terkena kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon
(esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan penurunan aktivitas
pengosongan kandung empedu. 
b. Usia
Resiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang
dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan
orang yang usia yang lebih muda. 
c. Berat badan (BMI)

16
Orang dengan  Body Mass Index  (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi
kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung
empedu pun tinggi, dan juga menguras garam empedu serta mengurangi kontraksi atau
pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibanding
dengan tanpa riwayat keluarga. 
f. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini
mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
II.8 Manifestasi Klinis
Batu kandung empedu (cholecystolithiasis) dapat berpindah ke dalam ductus
choledochus melalui ductus cysticus. Dalam perpindahannya, batu tersebut dapat
menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplit sehingga menimbulkan
gejala kolik bilier, Pasase batu berulang melalui ductus cysticus yang sempit dapat
menimbulkan peradangan dinding ductus cysticus yang menyebabkan striktur.
Cholelithiasis asimtomatik biasanya diketahui secara kebetulan sewaktu pemeriksaan USG,
foto polos abdomen atau perabaan sewaktu operasi. Sedangkan, pada pemeriksaan fisik dan
laboratorium tidak ditemukan kelainan.1
II.8.1 Batu Kandung Empedu (Cholecystolithiasis)
a. Cholecystolithiasis Asymtomatic
Setengah sampai dua pertiga kasus cholecystolithiasis bersifat asimtomatik. Pada
sekitar 1-2% kasus akan menjadi simtomatik dalam 1 tahun. Dalam 20-30% kasus akan
menimbulkan komplikasi berupa cholesistitis yang bergejala nyeri akut. Keluhan yang
dirasakan berupa dyspepsia atau intoleransi terhadap makanan berlemak.
b. Cholecystolithiasis Symptomatic
Pada cholecystolithiasis yang simtomatik, keluhan utamanya berupa nyeri abdomen di regio
epigastrium, regio hypochondrium dextra atau daerah prekordium. Jenis nyeri lain yang dapat
17
timbul adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit dan baru menghilang beberapa jam
kemudian. Nyeri yang timbul kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul tiba-
tiba. Nyeri menjalar sampai ke punggung bagian tengah, scapula atau ke puncak bahu disertai
mual muntah.1,2
II.8.2 Batu Saluran Empedu (Choledocolithiasis)
Pada batu ductus choledochus, riwayat nyeri atau kolik epigastrium dan perut kanan
atas dapat disertai demam dan menggigil, hingga tanda sepsis bila telah terjadi kolangitis
berat. Biasanya dapat icterus dan urin berwarna gelap yang hilang timbul.1

Gambar: Manifestasi Klinis Kolelitiasis


II.9 Diagnosis
II.9.1 Anamnesis
Dapat asimtomatik, dyspepsia dan intoleransi terhadap makanan berlemak. Nyeri
regio epigastrium dan regio hypochindrium dextra atau nyeri pada daerah prekordium.
Nyeri dapat menyebar ke punggung bagian tengah, scapula, atau puncak bahu disertai mual
muntah. Dapat timbul nyeri kolik bilier dengan durasi lebih dari 15 menit dan menghilang
beberapa jam kemudian. Nyeri timbul perlahan namun pada beberapa kasus dapat secara
tiba-tiba, Dapat terjadi cholesistitis apabila terdapat keluhan nyeri yang menetap dan
bertambah pada saat pasien menarik napas dalam dan sewaktu kandung empedu tersentuh
ujung jari tangan sehingga pasien berhenti menarik napas.1,2
II.9.2 Pemeriksaan Fisik
18
Ditemukan nyeri tekan dengan punctum maksimum pada regio letak kandung empedu
di perut kanan atas. Murphy sign positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu pasien
menarik napas dalam dan sewaktu kandung empedu tersentuh ujung jari tangan pasien
sehingga pasien berhenti menarik napas yang merupakan tanda rangsangan peritoneum
setempat sekaligus menandakan terjadi cholesistitis.1
II.9.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium

Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan


pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi
leukositosis. Apabila terjadi sindroma Mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin
serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi
mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum
dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali
terjadi serangan akut.
Alanin aminotransferase (SGOT = Serum Glutamat – Oksalat Transaminase) dan
aspartat aminotransferase (SGPT = Serum Glutamat – Piruvat Transaminase) merupakan
enzim yang disintesis dalam konsentrasi tinggi di dalam hepatosit. Peningkatan serum
sering menunjukkan kelainan sel hati, tapi bisa timbul bersamaan dengan penyakit
saluran empedu terutama obstruksi saluran empedu. Fosfatase alkali disintesis dalam sel
epitel saluran empedu. Kadar yang sangat tinggi, sangat menggambarkan obstruksi
saluran empedu karena sel ductus meningkatkan sintesis enzim ini. Pemeriksaan fungsi
hepar menunjukkan tanda-tanda obstruksi. Ikterik dan alkali fosfatase pada umumnya
meningkat dan bertahan lebih lama dibandingkan dengan peningkatan kadar bilirubin.
Waktu protrombin biasanya akan memanjang karena absorbsi vitamin K tergantung dari
cairan empedu yang masuk ke usus halus, akan tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian
vitamin K secara parenteral.8
b. Pemeriksaan Radiologi
- Foto Polos Abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya
sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Terkadang kandung
empedu yang mengandung cairan empedu dengan kadar kalsium tinggi dapat dilihat

19
dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau
hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan
atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.
- Ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk


mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun
ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal
karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu
yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh
udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung
empedu yang mengalami gangren dapat diketahui lebih jelas dibandingkan dengan
palpasi biasa.
- Kolesistografi
Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah,
sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung
jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik,
muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena
pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hepar. Pemeriksaan
kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.
- Endoscopic Retrograd Cholangiopancreatography (ERCP)

Prosedur ERCP menggunakan sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus
dan duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut.
Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses
ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP
berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus
hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstruksi bilier dan juga dapat
digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung
empedunya sudah diangkat. ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/infeksi.
II.10 Komplikasi
Komplikasi kolelithiasis dapat berupa kolesistitis akut yang dapat menimbulkan
perforasi dan peritonitis, kolesistitis kronik, ikterus obstruktif, kolangitis. Kolelitiasis dari

20
ductus choledochus dapat masuk ke dalam duodenum melalui papilla Vater dan
menimbulkan kolik, iritasi, perlukaan mukosa, peradangan, edema dan striktur papilla
Vater. Batu empedu dapat lolos masuk ke dalam lumen saluran cerna dan batu yang
berukuran besar dapat menyumbat bagian tersempit jalan cerna yaitu ileum terminal dan
menimbulkan ileus obstruksi.
II.11 Tatalaksana

Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang
hilang- timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi
makanan berlemak.
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah dan
bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai
kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang
asimptomatik.
Dapat pula dilakukan pencegahan kolelitiasis pada orang yang cenderung memiliki
empedu litogenik dengan mencegah infeksi dan menurunkan kadar kolesterol serum
melalui pengurangan asupan atau pengambatan sintesis kolesterol. Obat golongan statin
dikenal dapat menghambat sintesis kolesterol karena menghambat enzim HMG-CoA
reduktase.1
Tatalaksana Non-bedah

a. Lisis batu dengan obat-obatan


Sebagian besar pasien dengan batu empedu asimptomatik tidak akan mengalami
keluhan dan jumlah, besar, dan komposisi batu tidak berhubungan dengan timbulnya
keluhan selama pemantauan. Kalaupun nanti timbul keluhan umumnya ringan sehingga
penanganan dapat elektif. Terapi disolusi dengan asam ursodeoksikolat untuk melarutkan
batu empedu kolesterol dibutuhkan waktu pemberian obat 6-12 bulan dan diperlukan
monitoring hingga dicapai disolusi. Terapi efektif pada ukuran batu kecil dari 1 cm dengan
angka kekambuhan 50 % dalam 5 tahun.

b. Disolusi kontak

Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol dengan
memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus
melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah
21
methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung
empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang kolesterol yang
radiolusen. Larutan yang digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan
adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu.
c. Lithotripsy (Extracorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)
ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah disintegrasi
batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil. Pemecahan batu
menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu menjadi meningkat
serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung empedu juga menjadi
lebih mudah. Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi disolusi untuk
membantu melarutkan batu kolesterol. Kombinasi dari terapi ini agar berhasil baik harus
memenuhi beberapa kriteria mengingat faktor efektifitas dan keamanannya. Efektifitas ESWL
memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksikolat.

a. Kriteria Munich:
-  Terdapat riwayat akibat batu tersebut (simptomatik).
-  Penderita tidak sedang hamil.
-  Batu radiolusen
-  Tidak ada obstruksi dari saluran empedu
- Tidak terdapat jaringan paru pada jalur transmisi gelombang kejut ke arah batu.
b. Kriteria Dublin:

-  Riwayat keluhan batu empedu


-  Batu radiolusen
-  Batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm untuk batu tunggal atau bila
multiple
diameter total kurang dari 3 cm dengan jumlah maksimal 3.
-  Fungsi konsentrasi dan kontraksi kandung empedu baik
Tatalaksana Bedah
a. Cholecystectomy Laparoscopy
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan kolelitiasis
simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus
biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini
22
kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris
rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.
b. Open Cholecystectomy
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut.
Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini
pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis
keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi
perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja,
nyeri menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan
dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti cedera duktus biliaris yang
mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.

Tatalaksana Diet

Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh jumlah
lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol dari metabolisme
lemak, sehingga klien dianjurkan/dibatasi dengan makanan cair rendah lemak.
Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani. Suplemen
bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun
makanan tambahan

23
seperti: buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa lemak, sayuran yang tidak
membentuk gas, roti, kopi/teh.

22
BAB III
ANALISIS KASUS
Pada kasus ini, pasien didiagnosis cholesystolithiasis symptomatic karena
pasien datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan atas terutama di bawah
payudara kanan dengan durasi lebih dari 15 menit selama 1 bulan SMRS dan makin
memberat 2 hari SMRS. Nyeri muncul tiba-tiba saat beraktivitas maupun setelah
makan. Diketahui juga bahwa pasien terkadang suka mengkonsumsi makanan yang
digoreng. Dari hasil USG abdomen didapatkan kesan multiple kolelitiasis dengan
ukuran yang sulit dievaluasi.
Terbentuknya batu empedu pada pasien dapat terjadi melalui 3 fase, yakni fase
supersaturasi yang menyebabkan penjenuhan empedu akibat rasio kolesterol yang
lebih tinggi, sehingga kolesterol mengendap lalu fase terbentuknya inti batu nidus dan
kristalisasi batu, dan berlanjut dengan fase pertumbuhan batu karena pengendapan
kristal kolesterol. Hal ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan USG abdomen yang
menunjukkan kesan multipel kolelitiasis. Terbentuknya batu empedu menyebabkan
munculnya keluhan nyeri karena adanya rangsangan makanan yang berlemak
mengakibatkan otot polos kandung empedu berkontraksi yang dipicu oleh hormon
CCK untuk mengosongkan kandung empedu, sehingga selama proses tersebut
berlangsung akan muncul rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk akibat batu empedu yang
bergesekan dengan dinding kandung empedu.
Tatalaksana yang diberikan kepada pasien adalah tindakan pembedahan
laparoscopy cholecystolithiasis yang merupakan indikasi cholecystolithiasis
symptomatic. Didapatkan batu kandung empedu multipel dengan jenis batu kolesterol
berdasarkan gambaran makroskopisnya yang berbentuk bulat oval, permukaan licin.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat R, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. 4th ed. Jakarta:


Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2016.

2. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DK, Hunter JG, Matthews
JB, et al. Schwartz’s Principles of Surgery. 10th ed. McGraw Hill
Education. New York; 2015.

3. Netter FH. Atlas of Human Anatomy. 6th ed. Philadelphia: Saunders


Elsevier; 2014.

4. Gartner LP, Hiatt JL. Color Textbook of Histology. 3rd ed. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2007.

5. Sherwood L. Introduction to Human Physiology. 8th ed. West Virginia:


Brooks/Cole, Cengage Learning; 2013.

6. Tuuk ALZ, Panelewen J, Noersasongko AD. Profil kasus batu empedu di


RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado periode Oktober 2015-Oktober
2016. E-Clin 2016;4. https://doi.org/10.35790/ecl.4.2.2016.14454.

7. Jameson JL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Lozcalzo J.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 20th ed. New York: McGraw
Hill Education; 2018.

8. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Biliary Tract. In :
Sabiston Textbook of Surgery. 17th ed. Pennsylvania: Elsevier; 2004.

24

Anda mungkin juga menyukai