CHOLECYSTOLITHIASIS
Pembimbing:
Brigadir Jenderal TNI dr. Abdul Hamid Rochanan, Sp.B-KBD, M.Kes
Disusun oleh:
Aulia Medicarizky
2110221030
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus yang berjudul
“Cholecystolithiasis”. Tujuan penulisan laporan kasus ini ialah untuk memenuhi salah
satu syarat mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik departemen Bedah di RSPAD Gatot
Soebroto, Jakarta.
Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis untuk menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Brigadir Jenderal TNI dr. Abdul Hamid Rochanan, Sp.B-KBD, M.Kes selaku
pembimbing dalam laporan kasus ini.
2. Dokter-dokter spesialis bedah lainnya, atas arahan dan bimbingannya.
Penulis
ii
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN KASUS CHOLECYSTOLITHIASIS
Disusun oleh:
Aulia Medicarizky
FK UPN Veteran Jakarta
2110221030
Pembimbing,
ii
BAB I
STATUS PASIEN
I.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. K
Tanggal lahir : 18 Juli 1977
Usia : 43 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
No. rekam medik : 01052536
Alamat : Krukut, Taman Sari
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status perkawinan : Menikah
Tanggal masuk : 6 Juni 2021
I.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis.
I.2.1 Keluhan Utama
Pasien datang ke IGD RSPAD dengan keluhan utama nyeri perut sebelah kanan
atas di bawah payudara kanan selama satu bulan SMRS.
I.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Nyeri perut sebelah kanan atas di bawah payudara kanan selama satu bulan
SMRS. Nyeri tersebut memberat selama 2 hari terakhir (VAS = 7). Nyeri menjalar ke
perut bagian tengah sampai punggung bagian tengah. Nyeri membuat pasien merintih
kesakitan sampai susah untuk berbaring. Nyeri dikatakan seperti ditusuk-tusuk dan
nyeri terasa panas di perut bagian tengah. Nyeri timbul secara tiba-tiba seperti setelah
makan, merasa asam lambung kumat dan saat beraktivitas sehari-hari. Durasi nyeri
lebih dari 15 menit sampai 1 jam. Nyeri dirasakan makin bertambah ketika pasien
menarik nafas panjang sambil menekan lokasi nyeri untuk membalurkan
balsam/minyak kayu putih. Keluhan demam, mual muntah, BAK dan BAB disangkal.
1
I.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi (+), kolesterol (+), diabetes mellitus (-), sakit kuning (-),
alergi (-).
I.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa
dengan pasien.
I.2.5 Riwayat Psikososial
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang kesehariannya beraktivitas di
rumah. Pola makan pasien teratur sehari 3 kali. Pasien jarang mengkonsumsi
makanan bersantan tetapi terkadang suka makan makanan yang digoreng dengan
konsumsi harian air putih sebanyak kurang lebih 2 L. Pasien tidak pernah melakukan
olahraga.
I.2.6 Riwayat Pengobatan
Pasien rutin melakukan medical check up di RSUD Taman Sari, lalu pasien
datang ke IGD RSPAD sambil membawa hasil USG dari RSUD Taman Sari yang
sudah dilakukan pada tanggal 4 Juni 2021 dengan hasil multipel kolelitiasis. Pasien
rutin mengkonsumsi amlodipine 10 mg yang didapatkan dari puskesmas. Pasien juga
mengkonsumsi omeprazole untuk mengurangi nyeri yang muncul karena menurut
pasien nyeri muncul karena asam lambungnya yang meningkat. Sekitar 1 bulan yang
lalu, pasien melakukan medical check up di RSUD Taman Sari dengan hasil
kolesterol 300 mg/dl lalu oleh dokter diberi obat golongan statin dan saat pasien
melakukan medical check up berikutnya kadar kolesterol kembali normal. Pasien
mengatakan bahwa ia menggunakan alat kontrasepsi suntik selama 7 tahun lalu
sekarang memakai pil KB.
I.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
GCS : 15 (E4, M6, V5)
Tanda Vital
Tekanan darah : 201/101 mmHg
2
Nadi : 82 x/menit
RR : 22 x/menut
Suhu : 36,4oC
Status Gizi
Berat badan (BB) : 63 kg
Tinggi badan (TB) : 165 cm
IMT : 23,14 (overweight)
1.3.1 Status Generalis
a. Regio kepala : normocephal, rambut berwarna hitam terdistribusi rata
- Mata : konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, pupil
isokor,
reflex pupil (+/+)
- THT
Telinga : normotia, sekret -/-, hiperemis -/-
Hidung : septum deviasi (-), sekret -/-
Mulut : bibir pucat (-), mukosa kering (-), sianosis (-),
hiperemis (-)
Leher : pembesaran KGB (-)
b. Regio thorax – kardiovaskuler
vesicular breathing sound +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
c. Regio Ekstremitas
Inspeksi : edema -/-, deformitas -/-, tampak sedikit ikterik
Palpasi : akral hangat, nyeri tekan (-), CRT < 2s
1.3.2 Status Lokalis
Regio abdomen
Inspeksi : dinding perut datar, distensi (-), massa (-)
Auskultasi : bising usus (+) di seluruh lapang abdomen
Perkusi : Timpani pada semua lapang abdomen
Palpasi : NT (+) pada regio epigastrium dan hypochondrium
dextra, benjolan (-)
3
I.4 Pemeriksaan Penunjang
I.4.1 Pemeriksaan Laboratorium Klinik
MCH 30 pg 30 pg 27-32 pg
4
Bil indirek 0,1 mg/dl < 1,1 mg/dl
5
Kesan:
- Multipel kolelitiasis, ukuran batu sulit dievaluasi karena memenuhi lumen
kandung empedu
- Hepatomegali non spesifik
- Tidak tampak kelainan organ intraabdomen lain yang tervisualisasi pada
pemeriksaan USG abdomen
Foto Thorax (6-6-2021)
Hasil pemeriksaan foto thorax (6-6-2021
- Jantung membesar
- Pulmo DBN
I.5 Resume
I.5.1 Anamnesis
a. Keluhan utama: nyeri perut sebelah kanan atas di bawah payudara kanan
selama 1 bulan SMRS.
b. Riwayat penyakit sekarang: nyeri memberat selama 2 hari terakhir (VAS = 7).
Nyeri timbul saat setelah makan, merasa asam lambung kumat, beraktivitas
dengan durasi lebih dari 15menit-1jam. Nyeri menjalar ke perut bagian tengah
6
sampai punggung bagian tengah seperti ditusuk-tusuk. Nyeri makin
bertambah ketika menarik nafas panjang sambil menekan lokasi nyeri untuk
membalurkan balsam/minyak kayu putih.. Keluhan demam, mual muntah,
BAK dan BAB disangkal.
c. Riwayat penyakit dahulu: riwayat hipertensi (+), kolesterol (+)
d. Riwayat penyakit keluarga: tidak ada
e. Riwayat psikososial: aktivitas sehari-hari sebagai ibu rumah tangga, pola
makan teratur, kadang suka makan makanan yang digoreng, jarang
berolahraga
f. Riwayat pengobatan: rutin medical check up di RSUD Taman Sari. Pasien
datang ke IGD RSPAD dengan membawa hasil USG dari RSUD Taman Sari
dengan hasil multipel kolelitiasis. Pasien rutin konsumsi amlodipine 10 mg
yang didapat dari puskesmas. Pasien juga mengkonsumsi omeprazole untuk
mengurangi nyeri yang muncul karena menurut pasien nyeri muncul karena
asam lambungnya yang meningkat. Sekitar 1 bulan yang lalu, pasien
melakukan medical check up di RSUD Taman Sari dengan hasil kolesterol
300 mg/dl lalu oleh dokter diberi obat golongan statin dan saat pasien
melakukan medical check up berikutnya kadar kolesterol kembali normal.
Pasien mengatakan bahwa ia menggunakan alat kontrasepsi suntik selama 7
tahun lalu sekarang memakai pil KB.
7
- Foto thorax: kardiomegali, pulmo DBN
- USG abdomen: multipel kolelitiasis, hepatomegali non spesifik
I.5.4 Diagnosis Kerja
Cholecystolithiasis symptomatic
1.5.5 Tatalaksana
Saat di IGD inj Ranitidine 50mg, inj Ketorolac 30mg, profenid supp, inj
omeprazole 40mg. Pasien pulang dan diberi obat profenid supp 3x1 dan omeprazole
20 mg 2x1 PO.
I.5.5 Pre Operasi
Konsul ke bagian jantung, paru dan anestesi untuk toleransi operasi.
Saat konsul ke jantung, didapatkan CTR >50% dan dokter memberi terapi ramipril
1x5 mg dan amlodipine 1x5 mg.
I.5.6 Pemeriksaan Swab PCR (6/7/2021)
JENIS PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
BIOMOLEKULER
COVID-19 Real Time RT- Negatif Negatif
PCR SARS-CoV-2 tidak
terdeteksi
Spesimen
Nasofaring
8
- dilakukan adhesiolysis
- bebaskan ductus dan arteri cysticus
- klem dengan hemolog
- Potong ductus
- bebaskan dari hepatic bed
- keluarkan gall bladder isi batu multiple
- kontrol perdarahan
- jahit luka
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Cholelithiasis atau gallstones merupakan penyakit batu empedu yang dapat
ditemukan di dalam kandung empedu atau di dalam ductus choledochus, atau pada kedua-
duanya. Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung
empedu (cholecystolithiasis).1
II.2 Anatomi1,2
Kandung empedu atau vesica fellea atau vesica biliaris adalah kantong bulat lonjong
dengan bentuk seperti buah pear atau alpukat yang terletak intraperitonealis pada perut
kanan atas, tepat di bawah hepar. Kandung empedu memiliki panjang sekitar 4-6 cm dan
berisi 30-60 ml empedu. Secara anatomis, vesica biliaris terdiri atas corpus, fundus dan
collum. Fundus vesica biliaris menonjol sedikit keluar tepi hati, di bawah lengkung costae
kanan, di tepi lateral musculus rectus abdominis. Sebagian besar corpus vesica biliaris
menempel dan tertanam di dalam jaringan hepar. Collum vesica biliaris berhubungan
dengan ductus cysticus dan kemudian bergabung dengan ductus hepaticus communis
menjadi ductus choledochus. Ductus choledochus selanjutnya bermuara ke dalam
duodenum pada papilla duodeni major atau papilla Vater. Kandung empedu seluruhnya
tertutupi oleh peritoneum visceral, tetapi infundibulum kandung empedu tidak terfiksasi ke
permukaan hepar oleh lapisan peritoneum. Apabila kandung empedu mengalami distensi
akibat bendungan oleh batu, bagian infundibulum menonjol seperti kantong yang disebut
sebagai kantong Hartmann.
Saluran empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum hepatoduodenale.
Saluran empedu ekstrahepatik terdiri dari ductus hepaticus dextra dan sinistra, ductus
hepaticus communis, ductus cysticus, dan ductus choledochus atau common bile duct.
Ductus cysticus memiliki panjang sekitar 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. dinding
lumennya merupakan lapisan tunika mukosa yang mengandung katup berbentuk spiral yang
disebut katup spiral Heister yang memudahkan cairan empedu mengalir masuk ke dalam
kandung empedu, tetapi menahan aliran keluarnya. Ductus cysticus menghubungkan collum
dengan ductus hepaticus communis untuk membentuk ductus choledochus. Ductus
hepaticus dextra dan sinistra memiliki panjang masing-masing antara 1-4 cm. Panjang
ductus hepaticus communis bervariasi tergantung pada letak muara ductus cysticus. Ductus
10
choledochus berjalan di belakang duodenum, menembus jaringan pancreas dan dinding
duodenum, membentuk saluran bersama, yakni ductus pancreaticobiliaris atau ampula
Vater. Ujung distal ampula Vater dikelilingi oleh musculus sphinchter Oddi yang mengatur
aliran empedu ke dalam duodenum.
Kandung empedu divaskularisasi oleh arteri cystica yang merupakan cabang dari
arteri hepatica propria dexter dan vena cystica yang bermuara ke dalam vena porta.
Kandung empedu diinervasi oleh cabang-cabang plexus coeliacus. Aliran pembuluh limfe
berjalan ke nodus lymphaticus cysticus yang terletak dekat collum vesica biliaris lalu
berjalan melalui nodi lymphatici hepatici menuju nodi lymphatici coeliacus.
11
Empedu yang disekresikan secara terus-menerus oleh sel-sel hati disimpan dalam
kandung empedu sampai diperlukan di duodenum. Volume maksimal kandung empedu
hanya 30-60 ml. Meskipun demikian, sekresi empedu selama 12 jam (biasanya sekitar 450
ml) dapat disimpan dalam kandung empedu karena air, natrium, klorida, dan kebanyakan
elektrolit kecil lainnya secara terus menerus diabsorbsi oleh mukosa kandung empedu,
memekatkan zat-zat empedu lainnya, termasuk garam empedu, kolesterol, lesitin, dan
bilirubin. Kebanyakan absorpsi ini disebabkan oleh transpor aktif natrium melalui epitel
kandung empedu, dan keadaan ini diikuti oleh absorpsi sekunder ion klorida, air, dan
kebanyakan zat-zat terlarut lainnya. Empedu secara normal dipekatkan sebanyak 5 kali lipat
dengan cara ini, sampai maksimal 20 kali lipat.
Pengosongan Kandung Empedu1
Empedu diproduksi oleh sel hepatosit sebanyak 500-1.500 ml per hari. Diluar waktu
makan, empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan mengalami
pemekatan sekitar 50%. Pengaliran empedu diatur oleh tiga faktor, yaitu sekresi empedu
oleh hati, kontraksi kandung empedu dan tahanan sfingter Oddi. Dalam keadaan puasa,
empedu yang diproduksi akan dialih alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah makan,
kandung empedu berkontraksi, sfingter berelaksasi, dan empedu mengalir ke dalam
duodenum. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke dalam
duodenum. Rangsangan makanan berlemak menyebabkan sekresi hormon kolesistokinin
(CCK) oleh sel enteroendokrin mukosa duodenum, kemudian masuk ke dalam darah dan
menyebabkan rangsangan nervus vagus sehingga terjadi kontraksi otot polos kandung
empedu. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak pada ujung distal ductus
choledochus dan spinchter Oddi berelaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu
ke dalam duodenum. Aliran tersebut sewaktu-waktu seperti disemprotkan karena secara
intermiten tekanan saluran empedu akan lebih tinggi daripada tahanan sfingter. Ketika
dirangsang, kandung empedu mengeluarkan 50-70% isinya dalam waktu 60-90 menit.
Komposisi Empedu1,5
Empedu mengandung beberapa konstituen organik, yaitu garam empedu, kolesterol,
lesitin yang merupakan komponen terbesar (90%) empedu. Sisanya adalah bilirubin, asam
lemak dan garam anorganik.
Kolesterol dalam hepatosit berasal dari makanan, sintesis ekstrahepatik dan sintesis
intrahepatik. Kolesterol bebas terbentuk dari tiga mekanisme, yaitu (1) hasil reesterifikasi
12
menjadi kolesterol ester oleh enzim acetylcoenzym A acetyltransferase (ACAT), (2)
perubahan menjadi garam empedu oleh enzim cholesterol 7 alpha hydroxylase, (3)
kolesterol bebas langsung disekresi ke dalam saluran empedu. Garam empedu merupakan
molekul steroid yang dibuat oleh hepatosit yang berasal dari kolesterol. Lesitin merupakan
fosfolipid utama empedu dan dilarutkan dalam misel oleh garam empedu.
II.4 Patogenesis Batu Empedu
Penyakit batu empedu berasal dari interaksi kompleks antara faktor genetik dan
lingkungan. Terdapat dua jenis batu empedu, yakni batu kolesterol, batu bilirubin/batu
pigmen dan batu campuran.1
II.4.1 Batu Kolesterol
Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kristal kolesterol, dan sisanya adalah
kalsium karbonat, kalsium palmitat, dan kalsium bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi
dibandingkan dengan bentuk batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung
empedu, dapat berupa batu soliter atau multipel. Permukaannya mungkin licin atau
multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah murbei1.
Proses pembentukan batu kolesterol melalui tiga fase, yaitu:
1. Fase supersaturasi (penjenuhan empedu oleh kolesterol)
Derajat penjenuhan empedu oleh kolesterol dapat dihitung melalui kapasitas daya
larut. Kolesterol, lesitin dan garam empedu adalah komponen yang tak larut dalam air.
Ketiga zat ini dalam perbandingan tertentu membentuk misel yang mudah larut. Di dalam
kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh kali lipat.
Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol terhadap lesitin dan garam empedu.
Dalam keadaan normal antara 1 : 20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana
kolesterol akan relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti ini kolesterol
akan mengendap atau terjadi penjenuhan empedu oleh kolesterol. Penjenuhan ini dapat
disebabkan oleh bertambahnya sekresi kolesterol atau penurunan relatif garam empedu atau
fosfolipid. Peningkatan ekskresi kolesterol empedu antara lain terjadi misalnya pada
keadaan obesitas, diet tinggi kalori dan kolesterol, pemakaian obat antikolesterol sehingga
mobilitas kolesterol jaringan tinggi.
2. Fase pembentukan inti batu (pembentukan nidus dan kristalisasi)
Penjenuhan kolesterol yang berlebihan tidak dapat membentuk batu, kecuali bila ada
nidus dan ada proses lain yang menimbulkan kristalisasi. Nidus dapat berasal dari pigmen
13
empedu, mukoprotein, lendir, protein lain, bakteria, atau benda asing lain. Setelah
kristalisasi meliputi suatu nidus, akan terjadi pembentukan inti batu.
3. Fase pertumbuhan batu
Pertumbuhan batu terjadi karena pengendapan kristal kolesterol di atas matriks
inorganik dan kecepatannya ditentukan oleh kecepatan relatif pelarutan dan pengendapan.
Struktur matriks agaknya berupa endapan mineral yang mengandung garam kalsium
16
Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi
kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung
empedu pun tinggi, dan juga menguras garam empedu serta mengurangi kontraksi atau
pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat (seperti setelah operasi
gatrointestinal) mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat
menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.
e. Riwayat keluarga
Orang dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar dibanding
dengan tanpa riwayat keluarga.
f. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya kolelitiasis. Ini
mungkin disebabkan oleh kandung empedu lebih sedikit berkontraksi.
II.8 Manifestasi Klinis
Batu kandung empedu (cholecystolithiasis) dapat berpindah ke dalam ductus
choledochus melalui ductus cysticus. Dalam perpindahannya, batu tersebut dapat
menimbulkan sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplit sehingga menimbulkan
gejala kolik bilier, Pasase batu berulang melalui ductus cysticus yang sempit dapat
menimbulkan peradangan dinding ductus cysticus yang menyebabkan striktur.
Cholelithiasis asimtomatik biasanya diketahui secara kebetulan sewaktu pemeriksaan USG,
foto polos abdomen atau perabaan sewaktu operasi. Sedangkan, pada pemeriksaan fisik dan
laboratorium tidak ditemukan kelainan.1
II.8.1 Batu Kandung Empedu (Cholecystolithiasis)
a. Cholecystolithiasis Asymtomatic
Setengah sampai dua pertiga kasus cholecystolithiasis bersifat asimtomatik. Pada
sekitar 1-2% kasus akan menjadi simtomatik dalam 1 tahun. Dalam 20-30% kasus akan
menimbulkan komplikasi berupa cholesistitis yang bergejala nyeri akut. Keluhan yang
dirasakan berupa dyspepsia atau intoleransi terhadap makanan berlemak.
b. Cholecystolithiasis Symptomatic
Pada cholecystolithiasis yang simtomatik, keluhan utamanya berupa nyeri abdomen di regio
epigastrium, regio hypochondrium dextra atau daerah prekordium. Jenis nyeri lain yang dapat
17
timbul adalah kolik bilier yang berlangsung lebih dari 15 menit dan baru menghilang beberapa jam
kemudian. Nyeri yang timbul kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul tiba-
tiba. Nyeri menjalar sampai ke punggung bagian tengah, scapula atau ke puncak bahu disertai
mual muntah.1,2
II.8.2 Batu Saluran Empedu (Choledocolithiasis)
Pada batu ductus choledochus, riwayat nyeri atau kolik epigastrium dan perut kanan
atas dapat disertai demam dan menggigil, hingga tanda sepsis bila telah terjadi kolangitis
berat. Biasanya dapat icterus dan urin berwarna gelap yang hilang timbul.1
Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya
sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Terkadang kandung
empedu yang mengandung cairan empedu dengan kadar kalsium tinggi dapat dilihat
19
dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau
hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan
atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.
- Ultrasonografi (USG)
Prosedur ERCP menggunakan sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus
dan duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut.
Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses
ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP
berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus
hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstruksi bilier dan juga dapat
digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung
empedunya sudah diangkat. ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/infeksi.
II.10 Komplikasi
Komplikasi kolelithiasis dapat berupa kolesistitis akut yang dapat menimbulkan
perforasi dan peritonitis, kolesistitis kronik, ikterus obstruktif, kolangitis. Kolelitiasis dari
20
ductus choledochus dapat masuk ke dalam duodenum melalui papilla Vater dan
menimbulkan kolik, iritasi, perlukaan mukosa, peradangan, edema dan striktur papilla
Vater. Batu empedu dapat lolos masuk ke dalam lumen saluran cerna dan batu yang
berukuran besar dapat menyumbat bagian tersempit jalan cerna yaitu ileum terminal dan
menimbulkan ileus obstruksi.
II.11 Tatalaksana
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang
hilang- timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi
makanan berlemak.
Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah dan
bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai
kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang
asimptomatik.
Dapat pula dilakukan pencegahan kolelitiasis pada orang yang cenderung memiliki
empedu litogenik dengan mencegah infeksi dan menurunkan kadar kolesterol serum
melalui pengurangan asupan atau pengambatan sintesis kolesterol. Obat golongan statin
dikenal dapat menghambat sintesis kolesterol karena menghambat enzim HMG-CoA
reduktase.1
Tatalaksana Non-bedah
b. Disolusi kontak
Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol dengan
memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus
melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah
21
methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung
empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam.
Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang kolesterol yang
radiolusen. Larutan yang digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan
adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu.
c. Lithotripsy (Extracorvoral Shock Wave Lithotripsy =ESWL)
ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar terapinya adalah disintegrasi
batu dengan gelombang kejut sehingga menjadi partikel yang lebih kecil. Pemecahan batu
menjadi partikel kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu menjadi meningkat
serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan kontraksi kandung empedu juga menjadi
lebih mudah. Setelah terapi ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi disolusi untuk
membantu melarutkan batu kolesterol. Kombinasi dari terapi ini agar berhasil baik harus
memenuhi beberapa kriteria mengingat faktor efektifitas dan keamanannya. Efektifitas ESWL
memerlukan terapi adjuvant asam ursodeoksikolat.
a. Kriteria Munich:
- Terdapat riwayat akibat batu tersebut (simptomatik).
- Penderita tidak sedang hamil.
- Batu radiolusen
- Tidak ada obstruksi dari saluran empedu
- Tidak terdapat jaringan paru pada jalur transmisi gelombang kejut ke arah batu.
b. Kriteria Dublin:
Tatalaksana Diet
Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh jumlah
lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol dari metabolisme
lemak, sehingga klien dianjurkan/dibatasi dengan makanan cair rendah lemak.
Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani. Suplemen
bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun
makanan tambahan
23
seperti: buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa lemak, sayuran yang tidak
membentuk gas, roti, kopi/teh.
22
BAB III
ANALISIS KASUS
Pada kasus ini, pasien didiagnosis cholesystolithiasis symptomatic karena
pasien datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan atas terutama di bawah
payudara kanan dengan durasi lebih dari 15 menit selama 1 bulan SMRS dan makin
memberat 2 hari SMRS. Nyeri muncul tiba-tiba saat beraktivitas maupun setelah
makan. Diketahui juga bahwa pasien terkadang suka mengkonsumsi makanan yang
digoreng. Dari hasil USG abdomen didapatkan kesan multiple kolelitiasis dengan
ukuran yang sulit dievaluasi.
Terbentuknya batu empedu pada pasien dapat terjadi melalui 3 fase, yakni fase
supersaturasi yang menyebabkan penjenuhan empedu akibat rasio kolesterol yang
lebih tinggi, sehingga kolesterol mengendap lalu fase terbentuknya inti batu nidus dan
kristalisasi batu, dan berlanjut dengan fase pertumbuhan batu karena pengendapan
kristal kolesterol. Hal ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan USG abdomen yang
menunjukkan kesan multipel kolelitiasis. Terbentuknya batu empedu menyebabkan
munculnya keluhan nyeri karena adanya rangsangan makanan yang berlemak
mengakibatkan otot polos kandung empedu berkontraksi yang dipicu oleh hormon
CCK untuk mengosongkan kandung empedu, sehingga selama proses tersebut
berlangsung akan muncul rasa nyeri seperti ditusuk-tusuk akibat batu empedu yang
bergesekan dengan dinding kandung empedu.
Tatalaksana yang diberikan kepada pasien adalah tindakan pembedahan
laparoscopy cholecystolithiasis yang merupakan indikasi cholecystolithiasis
symptomatic. Didapatkan batu kandung empedu multipel dengan jenis batu kolesterol
berdasarkan gambaran makroskopisnya yang berbentuk bulat oval, permukaan licin.
23
DAFTAR PUSTAKA
2. Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DK, Hunter JG, Matthews
JB, et al. Schwartz’s Principles of Surgery. 10th ed. McGraw Hill
Education. New York; 2015.
4. Gartner LP, Hiatt JL. Color Textbook of Histology. 3rd ed. Philadelphia:
Saunders Elsevier; 2007.
7. Jameson JL, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Lozcalzo J.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 20th ed. New York: McGraw
Hill Education; 2018.
8. Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mattox KL. Biliary Tract. In :
Sabiston Textbook of Surgery. 17th ed. Pennsylvania: Elsevier; 2004.
24