Anda di halaman 1dari 12

TUGAS III FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA

Oleh

Januardin
218115011

Dosen : Dr. Syafrizal Helmi Situmorang, M.Si

PROGRAM STUDI DOKTOR ILMU MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
BAB I
PERTARUNGAN PARADIGMA

Perkembangan ilmu pengetahuan dapat terjadi diantaranya disebabkan adanya


ketidakpercayaan ilmuwan terhadap teoriteori tertentu. Asumsinya, ilmu pengetahuan dapat
terbentuk karena dibangun atau diisi atas kumpulan beberapa teori. Hal itu berimplikasi bahwa
adanya proses pengembangan ilmu pengetahuan. Pengembangan ilmu pengetahuan tersebut
terjadi karena adanya proses pengembangan teori-teori yang sudah ada. Tentunya sebuah teori
itu dibangun berdasarkan dari hasil proses penelitian ilmiah. Dengan demikian pengembangan
ilmu pengetahuan harus dilakukan secara komprehensif. Tidak hanya didasarkan pada salah satu
aspek keilmuan atau metode tertentu saja. Tidak hanya ilmu alam saja, tetapi ilmu-ilmu
sosialpun turut mewarnai dan mendominasi suatu teori tersebut.
Paradigma didefinisikan sebagai pandangan dasar tentang apa yang menjadi pokok
bahasan yang seharusnya dikaji oleh disiplin ilmu pengetahuan, mencakup apa yang seharusnya
ditanyakan dan bagaimana rumusan jawabannya disertai dengan interpretasi jawaban. Paradigma
dalam hal ini adalah konsesus bersama oleh para ilmuan tertentu yang menjadikannya memiliki
corak yang berbeda antara satu komunitas ilmuan dan komunitas ilmuan lainnya. Varian
paradigma yang berbeda-beda dalam dunia ilmiah dapat terjadi karena latar belakang filosofis,
teori dan instrumen serta metodologi ilmiah yang digunakan sebagai pisau analisisnya.
Kuhn menjelaskan paradigma sebagai beberapa contoh praktik ilmiah aktual yang
diterima. Termasuk contohnya adalah hukum, teori, aplikasi, dan instrumen yang merupakan
model yang diterima bersama dan menjadi sumber tradisi khusus dalam penelitian ilmiah.
Paradigma dalam penelitian ilmiah terdapat dua karakteristik yang menjadi substansinya,
yaitu: pertama, menawarkan unsur baru tertentu yang menarik pengikut keluar dari persaingan
metode kerja dalam kegiatan ilmiah sebelumnya; kedua, menawarkan pula persoalan-persoalan
baru yang masih terbuka dan belum terselesaikan.
Paradigma adalah suatu pendekatan investigasi suatu objek atau titik awal
mengungkapkan point of view, formulasi suatu teori, mendesign pertanyaan atau refleksi yang
sederhana. Akhirnya paradigma dapat diformulasikan sebagai keseluruhan sistem kepercayaan,
nilai dan teknik yang digunakan bersama oleh kelompok komunitas
Paradigma berarti standard universal yang didukung oleh worldview ilmiah yang didapat
dari realitas yang diyakini sebagai prediksi atau deteksi sebagai source dengan hukum universal
yang dimunculkan dari dinamika-mekanis dan realitas yang diyakini sebagai proses kreatif,
thinkable, inteligible, change of culture, dan idea of progress, berkebebasan mencari
pengetahuan idealis, pragmatis atau hedonis 4.
Paradigma dikenal sebagai bukti empiris yang valid merupakan arbiter yang ultimed
untuk menyingkap winnowing (keunggulan) diantara paradigma yang sekaligus memajukan
pencapaian penjelasan paling baik secara emperis dengan yang lain. Subjektifitas tidak berarti
anything goes, kreativitas individual yang saling tidak menghambat kemajuan ilmu pengetahuan.
Paradigma bersifat incommensurability (dapat dibandingkan) satu langkah lebih maju daripada
teori terdahulu. Hegemoni paradigma kiranya menjaga lebih baik separate (pemisahan) sehingga
paradigma yang kurang diketahui (dipahami) dapat berkembang mendominasi smug
proteksionisme (proteksi kepuasan) dengan paradigma lama.
Thomas Kuhn membagi paradigma dalam beberapa tipe paradigma, yaitu paradigma
metafisik, paradigma sosiologis dan paradigma konstruk. Berikut penjelasan ringkasnya.13 1.
Paradigma Metafisik Paradigma metafisik merupakan paradigm yang menjadi konsesus terluas
dan membatasi bidang kajian dari satu bidang keilmuan saja, sehingga ilmuan akan lebih
terfokus dalam penelitiannya. Paradigma metafisik ini memiliki beberapa fungsi:
a. Untuk merumuskan masalah ontologi (realitas/ objek kajian) yang menjadi objek penelitian
ilmiah
b. Untuk membantu kelompok ilmuan tertentu agar menemukan realitas/objek kajian
(problem ontologi) yang menjadi fokus penelitiannya
c. Untuk membantu ilmuan menemukan teori ilmiah dan penjelasannya tentang objek yang
diteliti2.
Terjadinya pertarungan paradigma adalah diakibatkan oleh latar belakang filosofis, teori
dan instrumen serta metodologi ilmiah yang digunakan sebagai pisau analisisnya berbeda-beda.
Setiap ilmuan atau filsuf perlu didudukkan bersama untuk dapat memutuskan suatu kesimpulan
bersama dan diakui bersama, agar tidak terjadi lagi pertarungan-pertarungan paradigm yang
selama ini terjadi, maka untuk itu diperlukan suatu wadah yang dapat menyatukan para ilmuan.
Ketiga paradigma di atas memiliki perbedaan perspektif tentang realitas dan kebenaran,
namun pada dasarnya tujuan akhirnya sama, yaitu menjelaskan fenomena sosial yang ada.
Masing-masing paradigma memiliki kekhasan dan karakteristik khusus, baik melalui metode dan
teori tertentu dalam memahami setiap fenomena. Setiap fenomena dikelompokkan dalam
klasifikasi tertentu berdasarkan sebab akibat yang terdeteksi dalam pemaknaan sebuah
fenomena, sehingga menghasilkan pemaknaan yang berbeda sesuai dengan sebab dan akibat
terjadinya sebuah peristiwa. Berdasarkan hal tersebut, maka secara umum paradigma dalam
perspektif Kuhn dapat diperkuat analisisnya ke dalam pengelompokan varian paradigma menjadi
dua paradigma utama, yaitu paradigma ilmiah dan paradigma alamiah:
a. Paradigma ilmiah (scientific paradigm)
Paradigma ilmiah meliputi paradigma fakta sosial dan paradigma perilaku sosial.
Paradigma fakta sosial menemukan bahwa ada sesuatu di luar diri manusia yang dapat memaksa
dirinya untuk melakukan sesuatu agar dapat berperilaku sesuai dengan apa yang ada di luar
dirinya, sehingga perilaku seseorang dapat dikontrol. Fakta sosial meliputi norma-norma,
nilainilai, adat istiadat dan aturan-aturan yang bersifat memaksa dan mengikat. Paradigma fakta
sosial ini dipelopori oleh Emile Durkheim. Fokus kajian dalam penelitian sosiologi meliputi
struktur sosial dan pranata sosial.
Secara ringkas dapat disimpulkan beberapa pokok pemikiran tentang fakta sosial dalam
beberapa hal berikut ini:
1) Model yang digunakan sebagai basis teori fakta sosial adalah karya Emile Durkheim,
khususnya The Rules of Sociological Method dan suicide
2) Teori fakta sosial lebih fokus pada struktur dan institusi sosial dan pengaruhnya terhadap
pola fikir dan perilaku individu
3) Metode yang digunakan dalam paradigma fakta sosial adalah interview, kuesioner dan
perbandingan sejarah
4) Terdapat beberapa teori yang dapat digunakan dalam menganalisa masalah sosial yang
tergabung dalam paradigma fakta sosial, yaitu teori fungsionalisme fungsionalisme
struktural, teori konflik, teori sosiologi makro dan teori system 1.
Paradigma Kuantitatif dan Kualitatif
Interpretivisme berhubungan dengan interpretasi, pemberian makna atas pengalaman
orang dan sebagai dasar untuk penelitian kualitatif. Menurut interpretivisme, obyek material
ilmu-ilmu sosial tidak dapat direduksi menjadi data kuantitatif. Dengan alasan bahwa perilaku
manusia, sebagai obyek materialnya, tidak dapat diperlakukan sebagai benda fisik. Sebab
manusia memiliki perasaan serta berpikir reflektif sehingga hakikat atau keberadaan perilakunya
tidak dapat direduksi, tidak dapat diukur secara obyektif. Interpretivisme adalah untuk
memahami bukan untuk mengetahui sehingga harus mengeksplorasi dan mengidentifikasi makna
yang terkandung dalam suatu perilaku
Aliran positivisme dan interpretivisme menjadi perspektif pada penelitian kuantitatif
dan kualitatif. Dimana positivism sebagai dasar untuk penelitian kuantitatif dan interpretivisme
menjadi dasar untuk penelitian kualitatif. Paradigma kuantitatif menyatakan bahwa objek
pengetahuan ilmiah harus empiris dan keberadaannya harus dapat diketahui melalui panca indera
manusia. Objek material pengetahuan ilmiah harus dapat diukur sehingga menghasilkan data
kuantitatif berupa angka (bilangan). Istilah “positivisme” didasarkan pada pengalaman, nyata,
meyakinkan, empiris, bukan spekulatif. Sehingga dalam pengetahuan ilmiah obyek material
biasa disebut variabel. Sementara pada aliran interpretivisme.hal tersebut dikatakan sebagai
gejala yang mengandung arti bahwa objek material ilmu pengetahuan harus dapat diukur secara
objektif.
Paradigma positivis tertuju pada bagian luar yang terlihat pada peristiwa, sedangkan
paradigma post positivis mengungkap peristiwa yang lebih mendalam. Selanjutnya paradigma
positivis beranggapan bahwa sebagian besar peristiwa tidak terstruktur dengan baik (atomistics),
sementara paradigma post positivis melihat sebagian besar fenomena terjadi secara terstruktur
(struktural). Paradigma positivis fokus pada pembangunan cara kerja, sedangkan paradigma post
positivis focus kepada kesimpulan. Paradigma positivisme memiliki tujuan utama untuk
melakukan prediksi. Dilain sisi paradigma post positivis lebih tertuju pada usaha untuk
memahami fenomena. Paradigma positivisme mengedepankan sifat tetap dan pasti, sedangkan
paradigm post positivisme lebih bersifat kemungkinan dan spekulasi.
Bagi peneliti yang melakukan penelitian dengan menggunakan metode penelitian
kuantitatif, memiliki pandangan bahwa realitas/fenomena yang ingin diteliti secara ‘objektif”
maka terlepas dari peneliti. Karena sifatnya yang objektif tersebut maka realitas dapat diukur
dengan menggunakan daftar pertanyaan serta instrument yang tepat dan konsisten. Hal ini
bertolak belakang dengan peneliti kualitatif yang memiliki pandangan bahwa realitas/fenomena
merupakan situasi yang diciptakan oleh individu-individu yang terlibat pada penelitian tersebut,
sehingga akan memunculkan realitas ganda dalam situasi apapun baik pada peneliti, individu
yang diteliti maupun pembaca yang mengartikan hasil penelitian tersebut
BAB II
NORMAL SAINS

Sains Normal adalah kerangka referensi yang mendasari sejumlah teori maupun praktik-
praktik ilmiah dalam periode tertentu.
Kuhn berpendapat bahwa penelitian ilmiah yang dilakukan pada periode normal science
terbagi ke dalam 3 situasi, yaitu : 1. Ilmuwan melakukan riset ilmiah terhadap sekelompok fakta
yang telah diprediksi oleh paradigma tunggal yang berlaku pada peroide tersebut. 2. Sekelompok
fakta tersebut dapat dibandingkan secara langsung dengan realitas melalui prediksi yang telah
ditentukan berdasarkan teori/konsep hukum yang ada pada paradigma tunggal tersebut. 3. Riset
ilmiah yang terjadi pada normal science berkaitan dengan pengartikulasian paradigma tunggal
yang berlaku (Kuhn, 1996: 24- 27) 5.
Normal science pada masa itu, ilmuwan tidak melakukan obeservasi/eksperimen dengan
tujuan untuk mempertentangkannya dengan konsep/pencapaian ilmiah yang telah ada
sebelumnya (sebagaimana yang disebutkan dalam falsifikasionisme). Namun pada periode
normal science, fungsi observasi/eksperimen adalah untuk memperkuat dan mengembangkan
teori yang telah diakui keunggulannya. Hal yang lebih difokuskan dalam observasi dan
eksperimen pada periode normal science adalah lebih ke upaya untuk mengembangkan teori
yang telah ada ataupun memunculkan hukum/teori baru selama teori baru tersebut didasarkan
atas konsep atau teori yang telah ada dan tidak bertentangan dengannya. Observasi dan
eksperimen yang dilakukan oleh ilmuwan pada periode normal science tergantung pada
pengetahuan, pengalaman serta harapan subjek pengamat atau peneliti. Observasi dan
eksperimen dalam normal science mempunyai tiga karekteristik., yaitu :
1. Bahwa legitimasi masalah yang diakui dalam riset dan metode yang digunakan dalam
aktivitas riset telah ditentukan atau diprediksi oleh paradigma
2. Observasi dan eksperimen yang dilakukan oleh ilmuwan tergatung pada pengetahuan,
pengalaman dan harapan subjek pengamat atau peneliti yang telah terwarnai oleh teori dan
konsep yang telah ada yang terangkai dalam paradigma tunggal yang ada.
3. Ilmuwan juga telah terikat oleh komitmen profesional pada satu paradigma.
Normal Sains dalam Ilmu Manajemen
Dalam masa sains normal, sains yang matang dikuasai oleh paradigma tunggal.
Paradigma yang menentukan dan mengarahkan kegiatan ilmiah. dalam tahap ini ilmuwan
cenderung tidak kritis terhadap paradigma yang berlaku saat itu. Masa sains normal dapat
digambarkan sebagai masa dimana para ilmuwan dengan tenang menjalani aktivitas hari demi
hari dalam kerangka teoritis yang mereka yakini. Mereka tidak hanya sepakat atas proposisi-
proposisi saintifik, tapi juga mengenai bagaimana penelitian-penelitian harus dilakukan
kedepannya. Sederhananya dapat dikatakan sebuah paradigma merupakan keseluruhan sains
yang memetakan asumsi-asumsi, kepercayaan dan nilai-nilai yang meyatukan seluruh komunitas
sains. Maka komunitas sains dalam masa ini tidak dalam situasi berhasrat untuk menemukan hal-
hal baru dalam kehidupan, namun hanya mengembangkan saja dari apa yang sudah ada dalam
paradigma yang sedang berlaku. Mereka cukup puas dengan hanya menambahkan cakupan dan
ketepatan dalam paradigma yang berlaku. Kuhn menggambarkan kegiatan ini seperti
memecahkan permainan puzzle. Artinya sebuah kegiatan dimana gambaran besarnya sudah ada
dan para ilmuwan hanya perlu mencari satu persatu pecahan puzzle dan merangkainya sehingga
paradigma menjadi utuh, masalahnya kemudian bagaimana jika ada satu bagian yang kelihatan
tidak cocok dengan susunan yang sedang disusun?  Bahkan dalam kondisi ini, sains normal
seringkali melakukan penekanan terhadap pembaharuan-pembaharuan, sebab dalam pandangan
saat itu pembaharuan adalah subversif.
Ilmu manajemen pada era normal science dapat diakatakan hanya mengadopsi disain
penelitian kuantitatif. Meskipun pada akhirnya ditemukan bahwa disain penelitian kuantitatif
tidak cukup untuk menjawab/memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi. Sehingga
muncul lah disain penelitian kualitatif. Dan pada prosen perkembangan berikunya, kualitatif
masih belum cukup mampu untuk menjawab permasalahan yang ada. Situasi ini kemudian
melahirkan disain penelitian baru yaitu mix methods.
BAB III
KESALAHAN LOGIKA (Logical Fallacy) DAN KOGNITIF BIAS
DALAM ILMU MANAJEMEN

A. Kesalahan Logika dalam Ilmu Manajemen


Kesalahan logika, atau yang sering disebut juga logical fallacy, merupakan cacat atau
sesat penalaran, yang tidak hanya sering (secara tak sengaja) digunakan oleh orang-orang yang
kemampuan penalarannya terbatas, tetapi juga sering (secara sengaja) digunakan oleh orang-
orang tertentu, termasuk media, untuk mempengaruhi orang lain. Berikut ini beberapa
contoh logical fallacy yang mungkin tidak asing bagi kita. Semoga kita tidak terjebak
propaganda, atau malah melakukan kesalahan penalaran, baik sengaja maupun tidak sengaja.
Fallacy berasal dari kata fallacia yang berarti deception atau “menipu”. Kata Irving M
Copi et al (2014), sesat pikir atau logical fallacy adalah tipe argumen yang terlihat benar,
namun sebenarnya mengandung kesalahan dalam penalarannya2.
Beberapa jenis kesalahan logika yaitu:
strawman
Melebih-lebihkan, menyalahartikan atau bahkan memalsukan argumen seseorang, demi
membuat argumen Anda yang menyerangnya terdengar lebih masuk akal. Contoh: Andi
berargumen bahwa berdasarkan pengamatannya di lapangan, nelayan dan petani tidak senang
dengan koperasi karena yang mendapatkan modal hanya pengurusnya saja, sehingga hal ini perlu
diperbaiki. Mendengar hal tersebut, lawan politik Andi menyatakan bahwa Andi menolak
koperasi; koperasi tidak diperlukan di desa.
false cause
Mengasumsikan bahwa ada hubungan sebab-akibat ( causation  ) antara hal-hal yang terjadi
secara bersamaan atau berurutan ( correlation ). Contoh: Dalam beberapa abad terakhir, suhu
bumi semakin panas. Sementara itu, pada kurun waktu yang sama, jumlah bajak luat pun
semakin sedikit. Jadi, bajak laut lah yang membuat bumi dingin. Global warming hanyalah hoax.
appeal to emotion
Memanipulasi respons emosional untuk menggantikan atau menutupi argumen lain yang valid
dan masuk akal. Contoh: Seorang anak tidak mau menghabiskan makanannya. Lalu, sang ibu
menasihatinya untuk memikirkan anak-anak yang kelaparan di Afrika yang tidak bisa
mendapatkan makanan yang layak.
the fallacy fallacy
Mengasumsikan sebuah klaim pasti salah karena disampaikan dengan kesalahan penalaran. Jika
P, maka Q. P salah penalaran. Jadi, Q salah. Contoh: Farah menyarankan kita sebaiknya makan 4
sehat 5 sempurna hanya karena seorang ahli gizi menyatakan bahwa itu adalah gaya hidup yang
populer. Lalu, Farhat menanggapinya dengan menyatakan Farah melakukan fallacy, jadi kita
tidak perlu makan 4 sehat 5 sempurna.
Pada awal mula perkembangan peradaban rnanusia, suatu pengetahuan atau dapat disebut
dengan ilmu terbagi dalam tiga kelompok besar, yaitu :
1. Ilmu yang mempelajari seluruh gejala, bentuk dan eksistensinya yang erat hubungannya
dengan alam beserta isinya dan secara universal mempunyai sifat yang pasti dan sarna
serta tidak dipisahkan oleh ruang dan waktu, disebut ilmu eksakta, contoh : fisika, kimia
dan biologi.
2. IImu yang mempelajari seluruh gejala rnanusia dan eksistensinya dalam hubungannya
pada setiap aspek kehidupan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat dinamakan ilmu
sosial/non eksakta, misalnya : ekonomi, politik, psikologi, sosiologi, hukum, administrasi
dan lain-lain.
3. IImu humaniora, merupakan kumpulan pengetahuan yang erat hubungannya dengan ilmu
seni, misalnya : seni tari, seni lukis, seni sastra, dan seni suara.
Pada awal mula perkembangannya dikatakan bahwa IImu manajemen merupakan salah satu
disiplin ilmu sosial. Tahun 1886 Frederick W. Taylor melakukan suatu percobaan dalam
perusahaan yang dipimpinya yaitu disebut time and motion study dengan teorinya ban
berjalan. Dari sini lahirlah konsep teori efisiensi dan efektivitas. Kemudian Taylor menulis
buku berjudul The Principle of Scientific Management (1911) yang merupakan awal dari
lahirnya ilmu manajemen seperti yang kita ketahui sampai saat ini.
Ilmu manajemen sebagai suatu ilmu penegtahuan mempunyai beberapa ciri-ciri khusus
sebagai berikut :
1. Adanya kelompok manusia, kelompok yang terdiri atas dua orang atau lebih.
2. Adanya kerjasama dari kelompok tersebut.
3. Adanya kegiatan proses/usaha
4. Adanya tujuan

B. Kognitive Bias
Merupakan proses penerimaan dengan pemikiran yang dapat mendorong perilaku
manusia. Bias kognitif adalah kesalahan sistematis dalam berpikir yang memengaruhi keputusan
dan penilaian yang dibuat seseorang akibat upaya otak manusia untuk menyederhanakan
pemrosesan informasi. Bias kognitif umumnya terbentuk berdasarkan pengalaman hidup, norma,
atau prasangka sosial, dan memiliki beberapa jenis turunan. Di antaranya adalah "bias
konfirmasi", yakni kecenderungan untuk memilah informasi yang sesuai dengan kepercayaan
seseorang. "Bias optimisme" merupakan kecenderungan seseorang untuk percaya bahwa ia lebih
jarang mengalami kemalangan ketimbang orang lain, atau lebih banyak mengalami
keberuntungan ketimbang orang lain.
Seorang investor harus memperhitungkan keputusan investasi untuk mengurangi resiko,
tetapi dalam prakteknya, ada aspek lain selain dari sejumlah alternative yang mendukung
pengambilan keputusan. Aspek tersebut merupakan aspek psikologis yang disebut studi
behavioral finance (cognitive bias) yang membuat pengambilan keputusan seorang investor
kurang rasional.

Kesalahan Logika (Logical Fallacy) dan Kognitif Bias dalam Ilmu Manajemen.
Ada beberapa kesalahan logika dan kognitif bias yang terjadi dalam penelitian manajemen
yaitu:
Behavioural Management Theory
Hugo merupakan pencetus psikologi industri yang kemudian dikenal sebagai bapak
psikologi industri. ia memberikan tiga cara untuk meningkatkan produktivitas:
1) Menempatkan seorang pekerja terbaik yang paling sesuai dengan bidang pekerjaan yang
akan dikerjakannya.
2) Menciptakan tata kerja yang terbaik yang memenuhi syarat-syarat psikologis untuk
memaksimalkan produktivitas.
3) Menggunakan pengaruh psikologis agar memperoleh dampak yang paling tepat dalam
mendorong karyawan.
Quantitative Management Theory
Tokoh dalam pemikiran manajmen Kuantitatif adalah Von Neumann (tahun1940), yang
menawarkan konsep strategic planning yang kemudian dikenal dengan The Game Theory .
Kontribusi dari gerakan pemikiran kuantitatif adalah : 1) Pengembangan teknik pemikiran
kuantitatif yang kompleks sebagai alat dalam pengembangan keputusan dan pemecahan
masalah bisnis 2) Penggunaan model matematis pada proses perencanaan dan pengawasan
menimbulkan penerapan yang luas pada teknik komputerisasi sebagai alat pengambilan
keputuusan 3) Penggunaan computer pada operasional sebuah organisasi bisnis di mulai dari
penerapan konsep kuantitatif ini.
Modern Management Theory
Terdapat beberapa pendekatan-pendekatan dalam pemikiran manajemen modern, yaitu : 1)
Pendekatan Manajemen Strategic Konsentrasi pada proses pengambilan keputusan dan
kajian serta analisis aktifitas terkait kinerja jangka panjang organisasi. Salah satu tokoh
dalam pendekatan ini adalah Peter Drucer (1954). Lewat bukunya yang berjudul ”Practice of
Management”, yaitu menerapkan tentang bagaimana memformulasikan strategi berdasarkan
situasi yang ada dan kemungkinan perubahan yang terjadi. 2) Pendekatan gaya manajemen
Jepang Tokoh dalam pendekatan ini adalah Deming (tahun 1950). Ia memperkenalkan
sebuah model sistem manajemen komprehensip yang didasarkan pada gaya manajemen
perusahaan Jepang, yang dikenal sebagai model Total Quality Management (TQM). Model
ini menggunakan statistic untuk menganalisis variabilitas proses produksi dalam upaya
meningkatkan kualitas produksi seacra berkesinambungan. Deming menyebutkan bahwa
perusahaan saat ini belum banyak yang mampu dan mengerti bagaimana mengelola kualitas.
Terdapat tiga langkah dalam Quality Management yaitu : Sructured annual improvement,
major training programme, and upper management leadership
Scientific Management Theory
Awal perkembangan ilmu manajemen, pada saat terjadinya revolusi industri di Inggris (18)
yang menyebabkan munculnya kebutuhan terhadap pendekatan yang sistematis mengenai
manajemen. Kondisi ini menuntut agar dapat rnemberikan perhatian terhadap masalah-
masalah manajemen yang timbul baik itu di kalangan usahawan, industri maupun
masyarakat.
General Administrative Management Theory
Pemikiran pengaturan aktivitas organisasi secara keseluruhan kemudian menjadi landasan
dasar dan acuan utama dari Generale Theory Management atau teori manajemen modern
lainya. Aliran-aliran yang termasuk di dalam antara lain teori organisasi klasik, dan teori
manajemen klasik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Akhyar Yusuf Lubis, Filsafat Ilmu..., hlm. 170.

2. Copi, Irving M, Cohen, Carl, and McMahon, Kenneth. 2014. Intruduction to logic. Fourteenth
Edition. Essex: Perason Education Limitied.

3. J. .Needham et.al. A Shorter Science and Civilization in China, vol . I (Cambridge:


Cambridge University Press, 1978 ), 170.

4. George Ritzer, Sosiologi Pengetahuan Berparadigma Ganda, (terj). Alimandan, cet. 5


(Jakarta: Rajawali Press, 2004), hlm. 5.

5. Kuhn, T. S. (1996). The structure of scientific revolutions. Chicago: University of Chicago


Press. Lexy Moleong, (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif, cet. 13, Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya,

Anda mungkin juga menyukai