Anda di halaman 1dari 2

D.

Pemantapan Reformasi Sektor Kesehatan dan Good Governance Pelayanan Publik Bidang
Kesehatan

Dari bahasan sebelumnya, dapat dikatakan bahwa pada saat ini, upaya untuk melakukan
penyempurnaan kebijakan pembangunan kesehatan harus dilakukan untuk menjaga agar arah
pembangunan kesehatan tidak semakin jauh dari amanah UUD 1945 Pasal 34 ayat 3. Langkah-
langkah berikut ini mungkin dapat dipertimbangkan oleh para pemangku kepentingan bidang
kesehatan untuk dilaksanakan sebagai upaya dalam menyegarkan kembali reformasi kesehatan
masyarakat 2010: Menyepakati untuk menggunakan Perpres No. 72/2012 tentang SKN 2sebagai
dasar bagi penyegaran Reformasi Kesehatan Masyarakat 2010. Adapun sebagai konsekuensinya,
semua kebijakan program dan teknis kesehatan harus dikembangkan dengan merujuk pada SKN
2012 dan mengubah semua 1 kebijakan program dan teknis kesehatan yang bertentangan dengan
SKN 2012 2. Untuk subsistem upaya kesehatan: segera menerbitkan PP tentang Fasilitas Pelayanan
Kesehatan yang mencakup: (a) jenis, tingkatan dan bentuk; (b) persyaratan; (c) perizinan; (d)
penyelenggaraan; (e) pendidikan, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan Tteknologi;
(f) pencatatan dan pelaporan; serta (g) pembinaan dan Pengawasan dengan merujuk kepada SKN
2012. 3. Untuk subsistem SDM kesehatan: melakukan kaji ulang terhadap UU No. 36/2014 tentang
Tenaga Kesehatan untuk identifikasi substansi yang tidak selaras dengan SKN 2012 dan PP tentang
Fasilitas Pelayanan Kesehatan serta mengajukan judicial review bila diperlukan. Untuk subsistem
pembiayaan kesehatan: sesuai dengan SKN 2012 segera menerbitkan peraturan menteri yang terkait
dengan tanggung jawab penuh pemerintah pusat dan daerah untuk pembiayaan UKM dan tanggung
jawab terbatas pemerintah pusat dan daerah untuk pembiayaan upaya kesehatan perorangan. 5.
Untuk subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan serta subsistem penelitian dan
pengembangan kesehatan: mengembangkan kebijakan strategis lintas sektor bersama dengan
sektor perdagangan perindustrian, pertanian, dan riset-teknologi-pendidikan tinggi untus.
menumbuhkembangkan kemandirian dalam penyelenggaraan upaya kesehatan.

Untuk subsistem manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan serta subsistem pemberdayaan
masyarakat dengan merujuk pada 4 (empat) kebijakan di atas: melaksanakan pengembangan SPM
Bidang Kesehatan 2015 yang akan digunakan sebagai pedoman oleh kabupaten/kota dalam rangka
menyelenggarakan tata kelola pelayanan publik yang baik (good governance) bidang kesehatan.
Untuk dapat melaksanakan reformasi kesehatan dengan meningkatkan partisipasi masyarakat, maka
amanah UU No. 36/2009 tentang Kesehatan perlu segera diwujudkan. Dalam UU No. 36/2009
tentang Kesehatan, terdapat 2 (dua) bab yang mengatur tentang partisipasi masyarakat, yaitu bab
XVI tentang Peran Serta Masyarakat (Pasal 174), dan bab XVII tentang Badan Pertimbangan
Kesehatan (BPK) (Pasal 175-177). Pasal 174 secara eksplisit menyampaikan bahwa masyarakat
berperan serta, baik secara perseorangan maupun terorganisasi dalam segala bentuk dan tahapan
pembangunan kesehatan dalam rangka membantu mempercepat pencapaian derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya. Sementara dalam 3 (tiga) pasal berikutnya tentang BPK,
disebutkan bahwa BPK merupakan badan independen yanng memiliki tugas, fungsi, dan wewenang
di bidang kesehatan (Pasal 175). Pasal ini secara implisit merupakan kesempatan bagi masyarakat
untuk berpartisipasi dalam memberi pertimbangan kepada pemerintah tentang program-program
kesehatan mulai dari tingkat pusat sampai dengan kecamatan. Adapun menurut Pasal 177 UU ini,
perak BPK adalah membantu pemerintah dan masyarakat dalam bidang kesehatan sesuai dengan
lingkup tugasnya masing-masing. Sementara tugas dan kewenangan yang dimandatkan adalah: 1.
Menginventarisasikan masalah melalui penelaahan terhadap berbagai informasi dan data yang
relevan atau berpengaruh terhadap proses pembangunan kesehatan. 2. Memberikan masukan
kepada pemerintah tentang sasaran igs pembangunan kesehatan selama kurun waktu 5 (lima)
tahun. 3. Menyusun strategi pencapaian dan prioritas kegiatan pembangunan kesehatan.
4.Memberikan masukan kepada pemerintah dalam pengidentifikasi dan penggerakan sumber daya
untuk pembangunan kesehatan.

Melakukan advokasi tentang alokasi dan penggunaan dana dari semua Csumber agar
pemanfaatannya efektif, efisien, dan sesuai dengan strategi yang ditetapkan. Memantau dan
mengevaluasi pelaksanaan pembangunan kesehatan, 5. 6. serta 7. Merumuskan dan mengusulkan
tindakan korektif yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan yang
menyimpang. Sudah 6 (enam) tahun berlalu, ternyata PP tentang Badas Pertimbangan Kesehatan
Nasional dan Daerah ini belum berhasil dibuat. Mengingat pentingnya tugas dan wewenang badan
independen ini untul meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan kesehatan maka
Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur perlu segera membentuk Badan Pertimbangan Kesehatan
Daerah (BPKD) Provinsi, Kabupaten dan Kecamatan. Pembentukan BPKD akan mengukuhkan
pemerintah daerah dalam pelaksanaan urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan
Pelayanan Dasar Kesehatan merujuk kepada UU No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Langkah ini merupakan salah satu bentuk tanggung jawab para pemangku kepentingan bidang
kesehatan dalam pembenahan kebijakan pembangunan kesehatan dengan pendekatan hulunisasi,
dimulai dari hulu masalah. Jangan lagi membuang-buang waktu untuk mengatasinya dengan
pendekatan hilirisasi, dimulai dari hilir. Mengapa? Karena pendekatan seperti ini hanya akan
membuka pintu lebih lebar bagi intervensi politik kekuasaan dan politik uang (baca: medical-
industrial complex). Pendekatan hilirisasi ini memang 'nyaman' untuk dilakukan karena adanya efek
daya ungkit bagi pelaksana yang sering disebut sebagai efek pencitraan. Kalau kebiasaan masa lalu di
bidang kesehatan masih dianut dan dilakukan seperti ganti menteri ganti kebijakan atau lakukan saja
seperti air mengalir (business as usual), hasilnya sudah jelas. Hasil pembangunan bidang kesehatan
akan makin jauh dari amanah UUD 1945, tidak untuk kesehatan bangsa, tetapi untuk kesehatan
Kementerian Kesehatan. Agaknya semboyan masa lalu health for all by 2000' untuk negeri tercinta
ini sudah berubah menjadi 'all for ministry of health by 2015'. Sebagai catatan akhir, patut disadari
bahwa sarut marut UKM dan UKP adalah akibat dari ketidakjelasan Fasyankes. Idealnya, UU tentang
SKN, kemudian menjadi dasar bagi PP Fasyankes dan diterjemahkan dalam peraturan pelaksana
dalam bentuk Permenkes Tenaga Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai