Anda di halaman 1dari 2

Qada’ dan Qadar

Takdir buruk yang pernah saya alami dan tak bisa dilupakan terjadi saat saya menginjak kelas 2
SMP. Saat itu sahabat yang merupakan teman sebangku saya datang ke sekolah dengan
menggunakan sendal, ternyata kukunya habis dicabut karena patah terkena standar motor. Spontan
saya dan teman-teman lainnya langsung menertawakannya layaknya teman dekat. Nahas, beberapa
hari kemudian, kejadian serupa langsung menimpa saya. Ketika saya ingin mengambil lauk untuk
makan siang, piring yang ada di meja jatuh dan menimpa tepat di kuku jempol kaki kiri saya. Selama
beberapa hari, kuku saya hanya memar dan bengkak sehingga saya memutuskan untuk
membiarkannya saja walaupun sangat sakit. Namun memar itu tak kunjung hilang, dari warna awal
hijau kebiruan, berubah menjadi ungu gelap dan muncul gembung kehitaman di bawah kuku. Bunda
akhirnya membawa saya ke IGD rumah sakit. Setelah diperiksa, dokter memutuskan untuk
mencabut kuku saya saat itu juga. Saya menelpon teman saya selama pencabutan kuku sambil
menangis karena saya takut akan sakit seperti yang ia ceritakan. Untungnya, karena jaringan sel di
belakang kuku saya sudah mati, saya tidak perlu dibius dan pencabutan tidak terasa sakit. Tapi tetap
saja, saya harus merasakan sakit setelah kuku saya dicabut terutama saat mengganti kasa, apalagi
saya juga harus menggunakan sendal ke sekolah dan sholat sambil duduk T_T.

Hal ini tentu saya sikapi sebagai pengalaman dan pelajaran yang baik untuk saya. Saya meminta
maaf kepada teman saya setelah merasakannya sendiri dan menerima takdir ini karena hal ini murni
kesalahan saya pribadi. Hal ini juga saya anggap sebagai teguran dari Allah agar lain kali saya lebih
berhati-hati dan yang terpenting adalah sesuatu yang kita perbuat akan berbalik ke diri kita sendiri.

Adapun takdir baik yang selalu berkesan untuk saya sampai saat ini adalah ketika tasyakuran
(perpisahan) sekolah ketika SMP. Saat itu memang belum lama setelah UN selesai, sehingga menjadi
10 besar anak dengan nilai tertinggi di sekolah merupakan target kami saat itu. Nama saya memang
tidak ada di sana, tetapi beberapa menit setelah penghargaan tersebut, nama saya dipanggil sebagai
peraih peringkat IV dalam kategori nilai rapot paralel angkatan. Tentu saja hal ini membuat saya dan
kedua orang tua saya yang hadir merasa sangat bangga. Walaupun ada rasa kecewa karena usaha
dalam satu tahun terakhir tidak mencapai hasil yang memuaskan, semuanya langsung terbayar
dengan pencapaian kategori tersebut, perjuangan selama 3 tahun terbayarkan.
Dalam menyikapi hal ini, saya menyadari bahwa semua ini adalah rezeki yang diberikan oleh
Allah SWT yang disertai ikhtiar berupa usaha saya untuk belajar dengan sungguh-sungguh selama 3
tahun. Saya juga mendapat pelajaran yang besar dari takdir kali ini, yaitu bahwa kita harus meyakini
Allah telah menyiapkan jalan terbaik bagi kita. Peristiwa ini juga membuat saya kembali
merenungkan bahwa ketika kita merasa doa atau harapan kita tidak diijabah, sebenarnya doa itu
pasti dikabulkan oleh Allah, dan cara Allah mengabulkan doa itu tidak hanya memberi apa yang kita
minta saat itu. Allah mengijabahi doa dengan 3 cara, yaitu dengan memberi apa yang diminta
hambanya bisa dalam jangka waktu cepat ataupun lama, dengan menyelamatkan orang yang
berdo'a dari keburukan seimbang dengan apa yang ia minta, atau Allah akan mengijabahkannya di
akhirat kelak.

Berdasarkan pengalaman saya melewati kedua takdir tersebut, ada banyak hikmah yang bisa
saya ambil. Yang pertama adalah saya menjadi semakin termotivasi untuk senantiasa berikhtiar
disertai dengan doa dan tawakal serta bersungguh-sungguh dalam mencapai tujuan saya. Karena
peristiwa yang menimpa saya membuat saya sadar akan pentingnya peran doa bagi keberhasilan
dari usaha saya. Tak lupa saya juga harus lebih menghargai orang lain dan menjaga ucapan saya.
Dengan hal tersebut, saya menjadi semakin optimis dalam mengejar cita-cita saya karena saya
meyakini adanya qada dan qadar.

Anda mungkin juga menyukai