Anda di halaman 1dari 2

A.

Latar Belakang
Sejarah perlawanan rakyat Aceh terhadap Portugis sudah terjadi sejak abad
ke-14 Masehi. Kronologi awalnya, kala itu Aceh menjadi tujuan perdagangan
ketika Portugis menguasai Malaka pada 1511 di bawah pimpinan Alfonso de
Albuquerque. Portugis merupakan salah satu bangsa Eropa, selain Spanyol,
pertama yang melakukan penjelajahan samudera dengan misi 3G, yakni Gold
(kekayaan), Glory (kejayaan), dan Gospel (penyebaran agama). Di wilayah-
wilayah yang dikunjunginya, termasuk Malaka dan Aceh, Portugis berniat
melakukan penaklukkan dan menguasai perdagangan rempah-rempah yang
merupakan komoditas mahal di Eropa. Bumi Serambi Mekkah yang kala itu
merupakan wilayah kekuasaan Kesultanan Aceh Darussalam memiliki bandar
perdagangan yang ramai, bahkan bersaing dengan Malaka. Portugis
menganggap Kesultanan Aceh Darussalam sebagai ancaman terhadap posisi
mereka di Malaka. Maka, pada 1523 Portugis menyerang Aceh.

B. Jalannya Perlawanan
Pada Tahun 1523, Portugis melancarkan serangan dibawah pimpinan Henrigues dan
diteruskan oleh de Sauza pada tahun berikutnya. Namun perlawanan yang dilakukan
selalu menemui kegagalan. Maka, untuk melemahkan Aceh, Portugis melancarkan
serangan dengan mengganggu kapal-kapal dagang Aceh. Selain mengganggu
pedagangan rakyat Aceh, Portugis juga ingin merampas kedaulatan Aceh.  Hal itu
membuat rakyat Aceh marah dan akhirnya melakukan perlawanan.

Usaha-usaha Aceh Darussalam untuk mempertahankan diri dari ancaman Portugis,


antara lain:

 Aceh berhasil menjalin hubungan baik dengan Turki, Persia, dan Gujarat
(India),
 Aceh memperoleh bantuan berupa kapal, prajurit, dan makanan dari beberapa
pedagang muslim di Jawa,
 Kapal-kapal dagang Aceh dilengkapi dengan persenjataan yang cukup baik
dan prajurit yang tangguh,
 Meningkatkan kerja sama dengan Kerajaan Demak dan Makassar.

Semangat rakyat Aceh untuk mengusir Portugis dari Aceh sangatlah besar.
Puncaknya adalah pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636).
Sultan Iskandar Muda mencoba menambah kekuatan dengan melipatgadakan
kekuatan pasukannya, angkatan laut diperkuat dengan kapal-kapal besar yang berisi
600-800 prajurit, pasukan kavaleri dilengkapi dengan kuda Persia, menyiapkan
pasukan gajah dan milisi infanteri.

Perlawanan terus dilakukan. Permusuhan antara Aceh dan Portugis berlangsung


terus tetapi sama-sama tidak berhasil mengalahkan, sampai akhirnya Malaka jatuh
ke tangan VOC tahun 1641.

VOC bermaksud membuat Malaka menjadi pelabuhan yang ramai dan ingin
menghidupkan kembali kegiatan perdagangan seperti yang pernah dialami Malaka
sebelum kedatangan Portugis dan VOC.
Kemunduran Aceh mulai terlihat setelah Iskandar Muda wafat dan penggantinya
adalah Sultan Iskandar Thani (1636–1841).

Pada saat Iskandar Thani memimpin Aceh masih dapat mempertahankan


kebesarannya. Tetapi setelah Aceh dipimpin oleh Sultan Safiatuddin 91641–1675)
Aceh tidak dapat berbuat banyak mempertahankan kebesarannya.

Anda mungkin juga menyukai