Anda di halaman 1dari 17

ANALISIS BUKU

KNOWLEDGE MANAGEMENT IN THEORY AND PRACTICE


BUKU KARANGAN KIMIZ DALKIR (2005)

DISUSUN OLEH
ATIK SRI KURNIA/ 18703251019
RUDOLF JUNIOR/ 18703254007

PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2019
i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i
BAB I ISI.................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................5
BAB III PENUTUP...............................................................................................13
A. Kesimpulan.................................................................................................13
B. Saran............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14
1

BAB I
ISI

A. Pengantar Manajemen Pengetahuan Dalam Teori Dan Praktek


Manajemen pengetahuan adalah suatu pendekatan sistematis untuk
mengelola penggunaan informasi dalam rangka menyediakan aliran
pengetahuan yang berkelanjutan untuk orang yang tepat pada waktu yang
tepat memungkinkan pengambilan keputusan yang efisien dan efektif dalam
bisnis mereka sehari-hari. Manajemen pengetahuan memberikan manfaat bagi
karyawan individu, kepada komunitas praktik, dan bagi organisasi itu sendiri
B. Siklus Manajemen Pengetahuan
Siklus manajemen pengetahuan terdapat empat macam yaitu Siklus
Manajemen Pengetahuan Zack, Siklus Manajemen Pengetahuan The
Bukowitz and Williams, Siklus Manajemen Pengetahuan Mc.Elroy dan
Siklus Manajemen Pengetahuan Wiig
C. Model Pengelolaan Pengetahuan
Ada 6 jenis model pengelolaan pengetahuan yaitu Model von Krogh
dan Roos dari Epistemologi Organisasi, Model Spiral Pengetahuan Nonaka
dan Takeuchi, Model Manajemen Pengetahuan Choo Sense-making, Model
Wiig untuk Membangun dan Menggunakan Pengetahuan, Model Manajemen
Pengetahuan Boisot I-Space, Model Sistem Adaptif Kompleks
D. Penangkapan Pengetahuan dan Kodifikasi
Dalam manajemen pengetahuan diyakini bahwa setiap individu
memiliki pengetahuan tacit, pengetahuan tacit tersebut perlu dikodifikasi agar
menjadi pengetahuan eksplisit sehingga setiap orang dapat mengakses
pengetahuan tersebut.
E. Berbagi Pengetahuan Dan Komunitas Praktik
Manajemen pengetahuan perlu melihat pengetahuan sebagai sesuatu
yang secara aktif dibangun dalam lingkungan sosial. Konstruktivis sosial
berpendapat bahwa pengetahuan dihasilkan melalui pemahaman bersama
yang muncul melalui interaksi sosial. Ketika individu dan kelompok orang
2

berkomunikasi, mereka saling memengaruhi pandangan satu sama lain dan


menciptakan atau mengubah konstruksi realitas bersama
F. Aplikasi Pengetahuan
Sistem manajemen pengetahuan adalah alat yang ditujukan untuk mendukung
manajemen pengetahuan. Mereka berevolusi dari alat manajemen informasi
yang mengintegrasikan banyak aspek lingkungan kerja kolaboratif yang
didukung komputer (CSCW) dengan sistem manajemen informasi dan
dokumen.
G. Budaya organisasi dalam manajemen pengetahuan

Budaya organisasi menjadi komponen kunci untuk memastikan bahwa


pengetahuan dan arus informasi penting dalam suatu organisasi. Budaya
berbagi pengetahuan, dibangun atas dasar kepercayaan, karena itu penting
untuk menginformasikan, melibatkan, dan menginspirasi peserta organisasi
selama perubahan organisasi yang diperlukan. Mengubah paradigma
“knowledge is power” menjadi “sharing knowledge is more powerful”.
Budaya berbagi pengetahuan yang ideal dengan demikian menjadi tempat di
mana komunikasi dan koordinasi antar kelompok ditekankan, di mana para
ahli tidak akan dengan iri menjaga pengetahuan mereka. Berbagi pengetahuan
akan didorong secara aktif dan tampak nyata di semua tingkatan hierarki
melalui pengakuan dan penghargaan berbagi pengetahuan dan melalui
menanamkan pernyataan tersebut dalam tujuan kinerja perusahaan dan
individu.
Selanjutnya, untuk menciptakan budaya organsasi menjadi budaya
berbagi pengetahuan ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan, yaitu: (1)
memiliki jurnalis berpengetahuan yang mewawancarai orang-orang kunci
untuk mendokumentasikan proyek, praktik terbaik, pelajaran yang dipetik,
dan cerita-cerita bagus (2) melembagakan kegiatan berkumpul bisa berupa
sarapan, makan siang dan sesi belajar, atau segala jenis pertemuan informal
untuk membantu orang mengenal satu sama lain (3) memproduksi buletin
untuk mempublikasikan inisiatif dan memuat anggota teladan (4) membuat
3

alat pendukung manajemen pengetahuan seperti blog atau groupware (5)


mengubah kriteria evaluasi kinerja untuk mencerminkan dan menilai
kompetensi berbagi pengetahuan dan prestasi, (6) memberikan tindak lanjut
kepada anggota yang pelit pengetahuan dan memberikan penghargaan kepada
para pembagi pengetahuan (7) mendesain ulang tempat kerja untuk
memungkinkan tempat berkumpul.
H. Alat manajemen pengetahuan
Teknologi manajemen pengetahuan sebagai alat untuk: meningkatkan
dan memungkinkan penciptaan pengetahuan, kodifikasi, dan transfer,
menghasilkan pengetahuan, mengkodifikasi pengetahuan dan membuatnya
tersedia bagi orang lain, digunakan untuk mentransfer pengetahuan untuk
mengatasi kendala dalam berkomunikasi di organisasi
Adapun teknologi yang digunakan sebagai alat manajemen
pengetahuan yaitu: fax, blogs, E-Learning Technologies, instant messaging,
groupware, telephone, wikis
I. Strategi manajemen pengetahuan
Ada sepuluh langkah strategi manajemen pengetahuan yaitu: (1)
analisis infrastruktur yang ada, (2) mengaitkan manajemen pengetahuan
dengan strategi bisnis (3) mendesain infrastruktur manajemen pengetahuan,
(4) mengaudit aset dan sistem pengetahuan yang ada, (5) mendesain tim
manajemen pengetahuan, (6) menciptakan blueprint manajemen pengetahuan
(7) pengembangan sistem manajemen pengetahuan (8) prototipe dan uji coba
(9) pengelola perubahan, kultur dan struktur penghargaan, (10) evaluasi
kinerja
J. Tim manajemen pengetahuan
Tim manajemen pengetahuan terdiri dari Chief Knowledge Officer,
Knowledge leader, Knowledge manager, Knowledge navigator, knowledge
broker, Knowledge synthesizers, knowledge steward, Content editor, Web
developer, electronic publisher, intranet manager, content manager,
Knowledge publisher, Webmaster, knowledge architects, dan knowledge
editors, Coaches, Knowledge Support Offi. Adapun skill yang dibutuhkan
4

dalam tim manajemen pengetahuan yaitu manajemen waktu, teknik belajar,


jaringan keterampilan, keterampilan IT, fleksibelitas.
K. Tantangan Manajemen Pengetahuan
Manajemen pengetahuan adalah tugas kompleks yang melibatkan
orang dan masalah budaya, bukan hanya keputusan yang terkait teknologi.
Pencarian informasi, khususnya di World Wide Web, tidak harus selalu
dianggap sebagai prioritas utama. Ada pengaruh politik dan komersial di
samping kendala teknis, dan semua ini akan memengaruhi jenis dan volume
konten yang dapat dengan mudah diambil. Paradoks nilai aset intelektual atau
pengetahuan adalah salah satu masalah utama yang dihadapi KM saat ini.
Modal manusia, struktural, dan pelanggan perlu dikodifikasi sampai batas
tertentu, dan pembagiannya dipromosikan secara aktif di seluruh organisasi.
Menempatkan imbalan dan "hukuman" yang sesuai untuk memotivasi pekerja
pengetahuan untuk berbagi pengetahuan.
5

BAB II
PEMBAHASAN

Saat ini mobilitas pegawai masuk dan keluar sangat mempengaruhi


kelangsungan organisasi. Terlebih ketika pegawai yang keluar dan meninggalkan
pekerjaan membawa modal intelektual dan perlu merekrut pegawai baru untuk
mengisi kekesongan tersebut. Puncak masalahnya adalah apabila organisasi tidak
menggunakan mekanisme untuk melindungi pengetahuan pekerjaan organisasi.
Menurut Drucker (2002) pengetahuan merupakan sumber daya utama dalam
organisasi. Sehingga akan timbul kebingungan apabila pengetahuan yang hanya
dikuasai oleh satu orang tidak lagi berada dalam organisasi. Untuk itu penting
bagi organisasi untuk mengembangkan mekanisme yang memungkin semua
pegawai memiliki pengetahuan penuh yang tersebar dalam organisasi (Córdova
dan Gutiérrez, 2018). Mekanisme tersebut dikenal dengan manajemen
pengetahuan.
Manajemen pengetahuan adalah kunci untuk kinerja organisasi dan
bertahan hidup dalam lingkungan ekonomi, teknologi, politik dan sosial yang
terus berubah. (Goh dalam Zouari dan Dakhli, 2018). Sejalan dengan tersebut
Argote (2003) juga menjelaskan bahwa manajemen pengetahuan merupakan
kendaraan untuk kinerja organisasi. Selain itu, manajemen pengetahuan juga
mempengaruhi organisasi dalam berinovasi (Williams, 2018). Hal tersebut juga
didukung oleh Paschek Ivascu dan Draghici (2018) menjelaskan bahwa
memanfaatkan informasi dan pengalaman yang tersedia dapat mendukung
pengembangan keterampilan baru dan inovasi. Senge dalam Ekambaram dkk
(2018) juga menambahkan kemampuan organisasi pembelajaran dan berbagi
pengetahuan dapat menentukan produktivitas dan keunggulan kompetitif
berkelanjutan.
Selanjutnya, dalam manajemen pengetahuan, yang dikelola bukanlah
orang atau barang melainkan pengetahuan yang berasal dari anggota organisasi.
Dalam Córdova dan Gutiérrez (2018) menjelaskan bahwa kesulitan
mendefinisikan manajemen pengetahuan disebabkan karena sifat pengetahuan
yang komplek dan tidak berwujud. Menurut beberapa peneliti mengatakan bahwa
6

pengetahuan adalah istilah dengan makna berbeda dalam konteks yang berbeda.
Menurut Davenport dan Prusak dalam Leal dkk (2017) mendefinisikan
pengetahuan sebagai campuran pengalaman, nilai- nilai, informasi kontekstual
dan khusus, yang berasal dari dan diterapkan pada setiap individu.
Ada dua jenis pengetahuan yang umum dikenal yaitu pengetahuan tacit
dan pengetahuan eksplisit. Polanyi dalam Torabi dan Den (2017) pengetahuan
eksplisit terutama mengacu pada struktur pengetahuan yang diungkapkan oleh
teks, gambar dan simbol, yang dapat diajarkan secara lisan dan dipelajari oleh
buku teks, bahan referensi, basis data, dll. Sedangkan pengetahuan tacit ada
dalam pikiran orang dan merupakan hasil dari pengalaman masa lalu,
pengetahuan, keahlian dan tidak dapat ditangkap dan dibagikan dengan mudah.
Pengetahuan eksplisit di sisi lain tertanam dalam proses organisasi, rutinitas,
buku, gambar, simbol dan dapat dengan mudah diakses dan tersedia bagi siapa
pun yang mencari spesifik pengetahuan. Manajemen pengetahuan eksplisit relatif
mudah, sistem informasi memainkan bagian integral dalam penangkapan dan
penyimpanan data dan informasi. Pengetahuan eksplisit dapat dicapai melalui
pengajaran dan pelatihan. Sebaliknya, pengelolaan pengetahuan tacit relatif lebih
sulit dan memerlukan teknik yang berbeda untuk penciptaan, artikulasi,
penangkapan, penyebaran, dan penyimpanan. Pengetahuan Tacit mengandung
pengetahuan, pengalaman, perspektif dan nilai- nilai, yang menyiratkan gagasan
yang lebih inovatif, yang merupakan daya saing inti.
Untuk itu, manajemen pengetahuan mengelola dua jenis pengetahuan
tersebut yaitu eksplisit dan tacit. Namun menurut Sher dalam Torabi dan Den
(2017) pengetahuan tacit maupun eksplisit tidak mudah diartikulasikan,
ditangkap, disimpan, disebarluaskan dan digunakan kembali. Karena itu
dibutuhkan sarana untuk menangkap dan mempertahankannya untuk masa depan.
Sarana tersebut disebut alat manajemen pegetahuan. Alat manajemen pengetahuan
memungkinkan untuk mendukung pengambilan pengetahuan, penyimpanan
pengetahuan di respositori dan distribusi. Alat manajemen pengetahuan dapat
digunakan untuk mengotomatisasi pekerjaan pengetahuan tertentu, membantu
beban manusia dalam kegiatan pengetahuan (Grantham dan Nichols dalam Zouari
7

dan Dakhi, 2018). Alat manajemen pengetahuan pada umumnya memanfaatkan


perkembangan teknologi. Zouri dan Dakhi (2018) menjelaskan bahwa agar
efektif, penyebaran pengetahuan dalam organisasi membutuhkan dukungan
teknologi. Sependapat dengan hal tersebut, Alavi dan Leidner (2001)
mengemukakan penerapan manajemen pengetahuan yang efektif didukung oleh
teknologi. Contoh alat manajemen tersebut adalah fax, blogs, E-Learning
Technologies, instant messaging, groupware, telephone, wikis yang semuanya
hampir hasil pemanfaatkan perkembangan teknologi dan jaringan (Dalkir, 2005).
Selain memperhatikan alat manajemen pengetahuan yang digunakan untuk
membantu mengelola pengetahuan di organisasi, juga dibutuhkan beberapa
strategi dalam mengelola pengetahuan. Menurut beberapa ahli yang berhasil
dirangkum oleh Hellebrandt, Heine dan Schmitt (2018), strategi dalam
manajemen pengetahuan dapat seperti berikut:
1. Pelajaran yang diperoleh dari praktek, pelatihan, perkembangan, kegagalan
serta risiko dirancang untuk dikumpulkan, dievaluasi, dan dikonsolidasikan
pengalaman tersebut secara sistematis. Hasil pengumpulan pengetahuan
tersebut selanjutnya didokumenkan atau bentuk rekaman lainnya.
2. Komunitas pengetahuan berupaya meningkatkan pengetahuan melalui
pendidikan atau pelatihan
3. Pencarian dan investigasi ahli yang menjadi sumber pengetahuan dan
informasi kunci dalam organisasi dan menggali informasi dari mereka.
4. Memanfaatkan perkembangan perkembangan teknologi web untuk
memudahkan penggunaan kembali data, informasi dan pengetahuan dapat
diperloleh secara fleksibel di seluruh organisasi.
Cahyaningsih, ensuse dan Noprisson (2017) juga menambahkan beberapa
strategi dalam manajemen pengetahuan yang dapat menjadi perhatian bagi
organisasi, yaitu:
1. Penggantian dan redistribusi karyawan
2. Membangun peraturan / kebijakan
3. Mengubah kepemimpinan
4. Menciptakan budaya berbagi pengetahuan
8

5. Menyelaraskan pengembangan karyawan dengan pengetahuan kebutuhan


6. Meningkatkan komitmen dan integritas karyawan
7. Desain dan implementasi alat manajemen,
8. Meningkatkan infrastruktur.
Selanjutnya, pengetahuan yang akan diolah tersebut jika masih berada
dalam pikiran sesorang dapat menghambat manajemen pengetahuan. Menurut
Husseini dalam Shujahat dkk (2019) menekankan bahwa pengetahuan yang masih
berada pada satu orang tidak penting sampai pengetahuan tersebut dibagikan dan
diterapkan. Hasil penelitian Torabi dan Den (2017) menunjukkan bahwa berbagi
pengetahuan dapat meningkatkan produktivitas dan kontribusi inovasi organisasi.
Masih dalam sumber yang sama, menjelaskan bahwa organisasi perlu berperan
memudahkan anggota dalam berbagi apa yang mereka ketahui.
Pentingnya berbagai pengetahuan menurut Senge (2006) karena
pengetahuan mudah rusak dan berumur pendek. Jika pengetahuan tidak digunakan
dan dibagikan, maka dengan cepat akan hilang nilainya. Dengan berbagi
pengetahuan, karyawan mendapat keuntungan lebih banyak dari yang mereka
lakukan. Jadi jika pegawai berbagi dan berdialog dengan orang lain maka mereka
akan mendapat manfaat dari pengetahuan mereka, juga dapat meningkatkan
pengetahuan lebih lanjut.
Menurut Van Den Hooff dan De Ridder dalam Moreira, Mesquita dan
Peres (2017) berbagi pengetahuan dapat didefinisikan sebagai proses di mana
individu saling bertukar implisit (tacit) dan pengetahuan eksplisit mereka untuk
menciptakan pengetahuan baru. Definisi ini menyiratkan bahwa setiap perilaku
berbagi pengetahuan terdiri dari penyediaan pengetahuan baru dan permintaan
akan pengetahuan baru. Berbagi pengetahuan ini dapat dibagi menjadi berbagi
pengetahuan secara formal berupa layanan dan kegiatan yang dilembagakan dan
berbagi pengetahuan secara informal melalui komunikasi informal.
Untuk itu dalam manajemen pengetahuan membutuhkan peran semua
anggota untuk saling berbagi pengetahuan dan menjadikannya sebagai budaya
dalam organisasi. Torabi dan Den (2017) berpendapat bahwa untuk menciptakan
budaya berbagi pengetahuan, organisasi perlu mengembangkan kebijakan atau
9

aturan berbagi pengetahuan dalam organisasi. Budaya berbagi pengetahuan,


memungkinkan pengembangan wawasan baru, atau ide yang mungkin
menghasilkan pembentukan inovasi kreatif. Dengan kata lain kreativitas berbasis
budaya adalah terkait dengan kemampuan orang untuk bekerja dalam budaya
berbagi pengetahuan.
Selanjutnya, untuk mendapatkan arti pentingnya budaya, pada bagian ini
akan dikembangkan isi artikel Torabi dan Den (2017) bahwa budaya tercermin
tidak hanya dalam aspek organisasi yang terlihat, seperti misinya dan nilai- nilai
yang dianutnya, tetapi juga dalam cara orang bertindak, apa yang mereka
harapkan satu sama lain dan bagaimana mereka berbagi informasi merupakan
tanggung jawab dan juga kepentingan organisasi untuk menjelaskan kepada
karyawannya bahwa organisasi hanya dapat bertahan hidup melalui berbagi
pengetahuan. Dengan budaya berbagi organisasi dapat mencapai fungsionalitas
dan produktivitas tingkat tinggi. Paradigma lama adalah "pengetahuan adalah
kekuatan". Kekuatan organisasi yang sebenarnya ada di berbagi tentang apa yang
diketahui karyawan dan mengubah moto organisasi menjadi "berbagi
pengetahuan" yang efektif kekuasaan". Tujuan dari berbagi pengetahuan adalah
untuk membantu organisasi secara keseluruhan untuk memenuhi tujuan bisnisnya.
Hal tersebut juga sesuai dengan yang dipaparkan Dalkir (2005) bahwa
mengubah paradigma “knowledge is power” menjadi “sharing knowledge is more
powerful”. Dimana budaya berbagi pengetahuan yang ideal adalah anggota
organsiasi yang memiliki pengetahua lebih tidak iri dan tidak mengunci
pengetahuan tersebut untuk diri sendiri. Berbagi pengetahuan akan didorong
secara aktif dan tampak nyata di semua tingkatan hierarki melalui pengakuan dan
penghargaan berbagi pengetahuan dan melalui menanamkan pernyataan tersebut
dalam tujuan kinerja perusahaan dan individu. Budaya berbagi pengetahuan perlu
dibangun atas dasar kepercayaan dan selalu menginformasikan, melibatkan, dan
menginspirasi peserta organisasi pada perubahan budaya.
Untuk menjadikan berbagi pengetahuan sebagai budaya organisasi, setiap
angggota organisasi perlu mengerti dan paham pentingnya berbagi pengetahuan
bagi kelangsungan organisasinya. Torabi dan Den (2017) juga berasumsi jika
10

orang mengerti bahwa berbagi pengetahuan membantu mereka dalam melakukan


pekerjaan mereka secara lebih efektif maka budaya berbagi pengetahuan akan
menjadi kenyataan. Jika orang mengerti bahwa berbagi pengetahuan membantu
mereka melakukan pekerjaan mereka dengan lebih efektif, membantu mereka
mempertahankan pekerjaan mereka, membantu mereka dalam pengembangan
pribadi dan perkembangan karier mereka, dan membantu organisasi secara
keseluruhan menjadi lebih produktif dan efektif, organisasi perlu memberikan
mereka hadiah untuk menyelesaikan sesuatu (tidak pelit pengetahuan) maka
berbagi pengetahuan akan menjadi kenyataan.
Menurut Schaffer (2018) menjelaskan ada beberapa hal yang dapat
menghambat budaya berbagi pengetahuan dalam organisasi, yaitu tidak ada
imbalan bagi pembagi pengetahuan, alat yang digunakan belum familiar bagi
beberapa orang seperti e-learnig atau aplikasi groupchat yang hanya bisa
digunakan oleh beberapa orang, selanjutnya anggapan bahwa berbagi pengetahuan
dapat mengancam eksistensi dan posisi dalam organsiasi.
Hambatan di atas perlu diperhatikan agar terciptanya budaya berbagi
pengetahuan dalam organisasi. Selanjutnya ada beberapa langkah yang dapat
digunakan untuk mengubah budaya organisasi menjadi budaya berbagi, walaupun
langkah tersebut tidak selalu sama bagi setiap organisasi. Ini didukung oleh
pendapat Leal, Cunha dan Couto (2017) strategi berbagi pengetahuan tergantung
organisasi masing-masing sebab tindakan manajemerial tertentu tidak cocok bagi
suatu organisasi. Namun, berdasarkan kajian buku Knowledge Management In
Theory And Practice karangan Kimiz Dalkir (2005), ada tujuh langkah mengubah
budaya organisasi menjadi budaya berbagi pengetahuan. Langkah-langkah
tersebut yaitu:
1. Memiliki jurnalis berpengetahuan yang mewawancarai orang-orang kunci
untuk mendokumentasikan proyek, praktik terbaik, pelajaran yang dipetik,
dan cerita-cerita bagus. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa dalam
manajemen pengetahuan ada pembagian tugas dan peran, salah satunya
adalah jurnalis atau wartawan pengetahuan yang bertugas mencari dan
menggali pengetahuan dari para ahli. Mereka menjadi kunci penciptaan
11

pengetahuan tacit suatu individu menjadi eksplisit lalu membagi atau


menerbitkannya ke buletin organisasi agar semua anggota organisasi juga
dapat mengetahuinya.
2. Melembagakan kegiatan berkumpul bisa berupa sarapan, makan siang dan
sesi belajar, atau segala jenis pertemuan informal untuk membantu orang
mengenal satu sama lain. Asumsinya adalah terkadang beberapa orang
enggan berbagi karena belum akrab atau canggung. Karena itu pada langkah
ini disarankan agar organisasi menggiatkan acara berkumpul bagi anggota
organisasi untuk mendorong rasa nyaman dan bersahabat. Sehingga jika
perasaan tersebut sudah tumbuh, akan memudahkan antar anggota saling
berbagi pengetahuan yang dimilikinya.
3. Memproduksi buletin untuk mempublikasikan inisiatif dan memuat anggota
teladan. Langkah ini merupakan tindak lanjut dari informasi yang didapat
oleh jurnalis pengetahuan. Semua informasi yang didapat dimuat dalam
buletin organisasi. Tidak hanya informasi pekerjaan saja yang dimuat, namun
dapat memuat prestasi anggota, foto dan tindakan anggota teladan yang
bertujuan untuk memotivasi anggota lain. Selain itu juga sebagai bentuk
penghargaan bagi anggota yang giat berbagi pengetahuan.
4. Membuat alat pendukung manajemen pengetahuan seperti blog atau
groupware. Membuat alat untuk menyimpan informasi dan pengetahuan
organisasi sangat penting mengingat perkembangan teknologi yang
membantu organisasi menyediakan media berbagi menjadi lebih mudah.
Seperti blog dan group yang memungkinkan setiap anggota dapat mengakses
informasi yang diperlukan namun juga menyediakan ruang obrolan sebagai
tempat berbagi pengetahuan berbasis teknologi.
5. Mengubah kriteria evaluasi kinerja untuk mencerminkan dan menilai
kompetensi berbagi pengetahuan dan prestasi. Maksudnya adalah organisasi
yang menganut budaya berbagi pengetahuan perlu mengubah kriteria
evaluasinya, jika semula evaluasi kinerja ditentukan oleh tercapai atau
tidaknya tujuan organisasi menjadi penilaian terhadap pengetahuan dan juga
prestasi anggota organisasi.
12

6. Memberikan tindak lanjut kepada anggota yang pelit pengetahuan dan


memberikan penghargaan kepada para pembagi pengetahuan. Selanjutnya
untuk menciptakan budaya berbagi pengetahuan dalam organisasi perlu
memperhatikan langkah ini. Sebab, dalam organisasi bisa saja ada anggota
yang pelit berbagi pengetahuan dan organisasi perlu memberikan tindakan
pada anggota-anggota seperti itu agar tidak memberikan pengaruh buruk bagi
anggota lain. Selain itu, memberikan penghargaan dan apresiasi bagi anggota
yang giat dengan berbagi pengetahuan suatu hal yang perlu diperhatikan oleh
organisasi.
7. Mendesain ulang tempat kerja untuk memungkinkan tempat berkumpul.
Tempat dan lingkungan bekerja juga mempengaruhi perasaan anggota
organisasi. Seperti ruangan kerja yang dipenuhi oleh sekat antar meja anggota
organisasi sehingga menghambat anggota untuk saling berbagi pengetahuan.
Oleh sebab itu penting membuat tempat bekerja nyaman untuk bercerita dan
bertukar pengetahuan. Karena itu, untuk mengubah budaya organsasi menjadi
budaya berbagi pengetahuan, organisasi perlu merubah dan mendesain ulang
tempat bekerja terlebih dahulu.
13

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun yang menjadi perhatian dalam materi ini adalah pengetahuan
menjadi hal yang penting bagi organisasi. Yang perlu dijaga dan dibagi untuk
kelangsungan organisasi. Mengubah budaya organisasi menjadi budaya
berbagi penting dan sangat mendukung dalam hal ini. Ada tujuh langkah
untuk menciptakan budaya berbagi pengetahuan organisasi.
A. Saran
Dalam budaya berbagi pengetahuan dalam organisasi yang perlu
menjadi perhatian adalah kemampuan pemimpin dalam menciptakan suasana
agar anggota nyaman untuk berbagi pengetahuan yang ia miliki tanpa merasa
terancam jika pengetahuan yang berharga bagi mereka tersebar dan semua
orang juga menguasainya. Karena itu dibutuhkan kepemimpinan yang tepat
untk menciptakan budaya berbagi pengetahuan dalam organisasai.
14

DAFTAR PUSTAKA

Alavi, Maryam dan Leidner, Dorothy E. 2001. Knowledge Management and


Knowledge Management Systems: Conceptual Foundations and Research
Issues. Management Information Systems Research Center, University of
Minnesota
Argote, Linda. McEvily, Bill dan Ray Reagans. 2003. Managing Knowledge in
Organizations: An Integrative Framework and Review of Emerging
Themes
Cahyaningsih, Elin. Dana Indra Sensuse, Handrie Noprisson. (2017). 4th
Information Systems International Conference 2017, ISICO 2017, 6-8
November 2017, Bali, Indonesia. Doi: 10.1016/j.procs.2017.12.182
Córdova dan Gutiérrez. (2018). Knowledge Management System in Service
Companies. Doi:10.1016/j.procs.2018.10.275
Dalkir, Kimiz. 2005. Knowledge management in teory and practice. McGill
University
Ekambaram, Anandasivakumar. Anette Ø. Sørensen, Heidi Bull-Berg, Nils O.E.
Olsson . (2018). The role of big data and knowledge management in
improving projects and project-based organizations.
Doi:10.1016/j.procs.2018.10.111
Hellebrandt, Thomas. Ina Heine, Robert H. Schmitt. (2018). Knowledge
management framework for complaint knowledge transfer to product
development. Doi: 10.1016/j.promfg.2018.02.108
Leal, Carmem. Cunha, Sandra dan Couto, Iolanda. (2017). Knowledge sharing at
the construction sector – facilitators and inhibitors.
10.1016/j.procs.2017.11.129
Moreira, Fernando. Mesquita, Anabela dan Peres, Paula. (2017). Customized X-
Learning Environment: Social Networks & knowledge-sharing tools.
Doi:10.1016/j.procs.2017.11.025
Paschek, Daniel. Larisa Ivascu, Anca Draghici. ( 2018 ). Knowledge Management
The Foundation for a Successful Business Process Management.
doi:10.1016/j.sbspro.2018.03.022
Schäffer, Eike. Leibinger, Hannes. Stamm, Axel. Brossog, Matthias dan Franke,
Jörg. (2018). configuration based process and knowledge management by
structuring the software landscape of global operating industrial
enterprises with Microservices. 10.1016/j.promfg.2018.06.013
Shujahat, Muhammad. Maria José Sousa, Saddam Hussain, Faisal Nawaz,
Minhong Wang,Muhammad Umer. (2019). Translating the impact of
knowledge management processes intoknowledge-based innovation: The
neglected and mediating role ofknowledge-worker productivity.
https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2017.11.001
15

Torabi, Fatemeh dan Jamal El-Den. (2018). The impact of Knowledge


Management on Organizational Productivity: A Case Study on Koosar
Bank of Iran. Doi:10.1016/j.procs.2017.12.159
Williams, Susan P. Dan Schubert, Petra. (2018). Designs for the Digital
Workplace. Doi:10.1016/j.procs.2018.10.066
Zouari dan Dakhli. (2018). A Multi-Faceted Analysis of Knowledge Management
Systems. Doi: 10.1016/j.procs.2018.10.086

Anda mungkin juga menyukai