T1 - Essay - KMJ - Masuknya Liberty Media Sebagai Perubahan Industri Media Formula One
T1 - Essay - KMJ - Masuknya Liberty Media Sebagai Perubahan Industri Media Formula One
Tahun 1950 merupakan tahun resmi di mana balap Formula One atau yang biasa kita ketahui
sebagai F1 digelar. Balap tersebut dilaksanakan pada tanggal 13 Mei 1950 di sirkuit Silverstone,
Inggris. Balapan pertama itu diikuti dengan 105 peserta. Hingga saat ini F1 sudah mendunia,
berbagai tayangan televisi hingga platform media sosial akan dipenuhi oleh F1 jika ajang balap
Formula One merupakan kelas tertinggi dari pelaksanaan balap mobil kursi tunggal yang diatur
oleh Federation Internationale de I’Automobile (FIA) yang dibentuk pada tahun 1946. Formula
One sendiri merujuk pada aturan yang harus dipatuhi oleh para peserta, di mana sebelumnya
Formula One dikenal sebagai Formula A. Jika melihat kilas balik sebelum tahun 1950 an, balap
mobil F1 pada tahun 1895 dilakukan pulang-pergi sejauh 1.200 km dari Paris ke Bordeaux yang
menyulap jalan umum menjadi arena balapan. Memasuki era di tahun 1901, muncul istilah
Tim mobil balap seperti Alfa Romeo, Ferrari, Mercedes, Maserati berlomba-lomba mendapatkan
tempat terbaik untuk Formula One. Tidak sedikit perkembangan yang terjadi, sampai bahan
bakar mobil balap pun yang semulanya metanol berganti menjadi avtur. Tidak hanya itu, jarak
tempuh perlombaan pun menjadi lebih pendek yang awalnya 500 km berubah menjadi 200 km
saja.
Pada era 1970 an ini, terdapat istilah mobil “bersayap” yang bisa membelah angin yaitu Ferrari.
Di tahun ini, bahan bakar serta mesin mobil Ferrari semakin maju. Pada tahun ini pula, terdapat
tiga inovasi yang muncul yakni revolusi aerodinamika, peranti turbo, dan siluet sasis. Ketika itu
mobil balap yang pada awalnya berbentuk seperti cerutu, berkat revolusi aerodinamika ini,
3
meskipun daya tekan mobil ke aspal bertambah, mobil tetap bergerak pada kecepatan tinggi
ketika berada di tikungan. Bagian bawah sasis yang dibentuk sedemikian rupa menambah
kecepatan untuk mengalirkan udara lebih cepat. Jackie Stewart dan Niki Lauda muncul sebagai
pembalap terbaik pada dekade ini dan mereka berhasil menjadikan balapan F1 sebagai ajang
balapan yang digemari masyarakat dunia. Hal tersebut terbukti dengan banyaknya pihak sponsor
Beralih ke tahun 1980 an, mobil balap mulai dilengkapi dengan sistem keamanan dikarenakan
terdapat pembalap mobil bernama Gilles Villeneuve tewas karena kecelakaan di sirkuit. Selain
itu, teknologi turbo semakin berkembang. Pada tahun 1985, mesin satria 4 silinder dapat
menghasilkan 5000 dk padahal pada tahun-tahun sebelumnya Renault pada tahun 1977 hanya
mampu mencapai tenaga sebesar 500 dk. Ayrton Senna merupakan legenda baru yang muncul
Pembalap asal negara samba atau Brasil ini kemudian menjadi simbol kebangkitan pembalap F1
modern. Namun, keberuntungan tidak berpihak kepadanya karena ia mengalami kecelakaan fatal
hingga merenggut nyawanya di tikungan Tamburello, Imola pada tahun 1994. Nasib baik
berpihak kepada pembalap asal Jerman, Michael Schumacher yang bersama tim Benetton sukses
meraih dua kali gelar dunia yaitu pada 1994 dan 1995. Schumacher semakin berjaya hingga
tahun 2004 dan ia memutuskan untuk pensiun pada 2006 yang menyebabkan karirnya sedikit
redup walaupun pada tahun 2010 Michael Schumacher dapat kembali menjadi pembalap.
4
Kejayaan F1 direbut oleh pembalap asal Inggris, Lewis Hamilton menjadi juara dunia pada tahun
2008, 2014, 2015, 2017, 2018, dan 2019. McLaren menemani Hamilton pada saat menerima
gelar pertama yang ia raih. Selanjutnya, Hamilton beralih ke tim Mercedes dan sampai saat ini
Seiring berjalannya waktu, balapan F1 semakin populer di dunia hingga kejuaraan balap jet darat
Perubahan terkait Formula One terus terjadi, entah itu dari pergantian mesin mobil, pergantian
tim balap, hingga pergantian pemain. Formula One terus berkembang, hingga saat ini begitu
banyak penggemar maupun penonton dari acara balap tersebut. Saat itu, perolehan kesuksesan
Formula One sendiri didapatkan dari penyiaran maupun sponsorship yang diperoleh.
Pada tahun 2020, Formula One berhasil menghasilkan keuntungan digital yang signifikan. Hal
tersebut dilihat dari keterlibatan Formula One dengan media sosial. Dari tahun ke tahun,
keuntungan digital yang diperoleh oleh Formula One melonjak 99 persen menjadi 810 juta (Corp
Formula 1, 2021).
Pada tahun 2020 juga, siaran televisi dan pemirsa televisi yang menyaksikan Formula One cukup
kuat dengan rata-rata per Grand Prix di 87,4 juta (Corp Formula 1, 2021). Secara kumulatif
penonton televisi pertandingan Formula One adalah 1,5 miliar, meskipun angka ini cukup rendah
dengan tahun sebelumnya yaitu 1,9 miliar. Hal tersebut terjadi dengan penurunan jumlah balapan
pada tahun 2020, di mana pada tahun 2019 jumlah balap lebih banyak dibandingkan tahun 2020.
5
Formula One juga turut melakukan berbagai survei kepada para penggemar dan masyarakat. Hal
tersebut terlihat dari banyaknya 6.000 penggemar yang disurvei oleh Formula One guna
peningkatan kepuasan para penggemar. Data yang diambil ialah mengenai kepuasaan penggemar
dan masyarakat terhadap kinerja Liberty Media. Jumlah data kepuasan berada pada 68% dengan
kepercayaan penggemar bahwa Liberty Media dapat membawa Formula One ke arah yang lebih
baik.
Liberty Media sendiri telah mengakuisisi Formula One pada tahun 2017. Liberty Media
merupakan perusahaan asal Amerika Serikat (AS). Liberty Media sendiri memiliki beberapa
media televisi, online, hingga studio film. Chase Carey pada saat itu menjadi direktur baru,
Apa yang dilakukan oleh Liberty Media juga turut menarik perhatian penulis. Cara kerja Liberty
Media terhadap Formula One untuk mempengaruhi khalayak serta penggemar tentu merupakan
hal yang besar. Di mana dengan begitu, Liberty Media dapat menarik seluruh lapisan masyarakat
di dunia untuk menonton serta menikmati seluruh konten Formula One maupun pertandingan
Formula One saat ini menjadi Liga Olahraga dengan peningkatan data tertinggi di media sosial.
Bernie Ecclestone berfokus pada old-media, di mana ia tidak menggunakan media sosial sebagai
ruang untuk mempromosikan Formula One. Hal tersebut berbeda dengan Liberty Media, di mana
Liberty Media mulai menggaet para kaum muda (millennial) dan memanfaatkan media sosial
Dengan pemanfaatan tersebut, muncullah wajah baru dari Formula One, di mana Liberty Media
‘bermain’ dengan data untuk melihat apa yang diinginkan oleh para penggemar serta masyarakat.
Hal ini tentu menjadi hal yang menarik, sebab industri budaya dalam pengelolaan Formula One
tidak hanya berpaku pada balapan mobil serta sekadar tayangan televisi semata.
Dengan memadukan yang baru, Liberty Media menciptakan Formula One yang ‘besar’. Di mana
Formula One sendiri mulai digunakan tidak hanya persoalan pembalap dan mobil saja, namun
konten-konten yang dihasilkan lebih dari itu. Satu kelompok penggemar menjadi pembeli biasa,
di mana media sosial menjadi peluang yang luar biasa (Global Motorsport).
Konten-konten tersebut disajikan dengan sedemikian rupa agar para penggemar terasa lebih
dekat dengan olahraga ini. Dalam platform YouTube, Formula One membuat playlist pada setiap
“Grand Prix”-nya, mulai dari highlights pada babak latihan bebas, kualifikasi, dan saat balapan.
Playlist tersebut terus diwarnai dengan percakapan radio tim, cuplikan kamera dalam mobil,
hingga cuplikan paling dramatis saat balapan berlangsung. Baru-baru ini Formula One
bereksperimen dengan kamera di dalam helm pembalap yang tentunya membuat para penggemar
senang, karena mereka bisa merasakan bagaimana “point of view” pembalap saat balapan
berlangsung.
Formula One memiliki konten orisinil mereka sendiri di platform YouTube yaitu Grill the Grid.
Dalam konten ini, para pembalap maupun tim dipertanyakan dengan beberapa pertanyaan
seputar Formula One, mulai dari sejarahnya hingga hal-hal lucu. Grill the Grid menjadi salah
favoritnya. Grill the Grid juga memakai poin layaknya balapan Formula One, hal ini membuat
Pada Instagram, Formula One biasanya hanya memberikan cuplikan-cuplikan yang sudah
tersedia di YouTube atau menjadi live report saat balapan berlangsung. Selain itu, Instagram
Formula One juga menyajikan beberapa foto para pembalap, tim, hingga keadaan paddock.
Instagram mereka juga memiliki templat sendiri untuk memberitakan siapa yang mendapatkan
posisi pertama saat kualifikasi, siapa yang menjadi “Driver of the Day”, dan siapa yang menjadi
pemenang balapan. Saat sebelum balapan dimulai, Instagram Formula One memanfaatkan fitur
Hampir sama dengan Instagram, Twitter Formula One juga menyajikan beberapa cuplikan yang
memang sudah tersedia di YouTube. Tetapi, saat balapan berlangsung, Twitter Formula One
menyajikan live report yang sangat cepat. Mungkin berbeda dengan platform lainnya, Twitter
Formula One lebih responsif, hal tersebut juga dibantu dengan akun resmi tim-tim yang
berpartisipasi dalam Formula One seperti Mercedes AMG-Petronas, Alfa Romeo Racing, dan
lain-lain. Sering terlihat para admin-admin tersebut saling berbalas pesan satu sama lain di akun
Industri budaya dan Formula One merupakan hal yang berkaitan satu sama lain hingga saat ini.
Liberty Media membawa Formula One ke arah yang baru. Formula One saat ini sudah
berkecimpung di media sosial. Pemanfaatan berbagai platform seperti Twitter, Youtube, hingga
8
Instagram. Bahkan, Formula One saat ini memiliki media centre sendiri dengan situs resmi
(corp.formula1.com).
Industri budaya ialah memadukan yang lama dengan hal yang baru menjadi kualitas baru
(Adorno, 1977). Di mana F1 saat ini memadukan apa yang sudah ada dan apa yang telah mereka
jalani sebelum diakuisisi Liberty Media menjadi hal yang baru. Konten-konten yang dihasilkan
ialah untuk konsumsi massal dan penentuan sifat yang diproduksi mengikuti apa yang diinginkan
oleh masyarakat. Di mana Liberty Media menganalisa dengan survei para penggemar terkait ‘apa
yang diinginkan oleh penggemar?’ hingga ‘konten seperti apa yang dapat menarik perhatian para
penggemar?’
Begitu banyak mode pemasaran dalam Industri Budaya yang nantinya diberikan untuk para calon
konsumen. Dalam hal ini calon konsumen ialah penggemar Formula One sendiri. Berbagai
platform yang disediakan untuk para calon konsumen menawarkan referensial diri yang
sepenuhnya artifisial.
Dalam industri budaya, proyeksi budaya melalui alat reproduksi mekanis memiliki tujuan untuk
memelihara dominasi atas massa yang ada. Liberty Media dan Formula One telah mendominasi
Hal ini tentu menarik perhatian masyarakat serta penulis untuk meneliti lebih lanjut
kesinambungan antara industri budaya dan Formula One satu ini. Bagi orang awam, Formula
One hanya sekadar balap mobil tunggal dengan pelaksanaan Grandprix setiap tahunnya. Industri
9
budaya telah turut ‘mengakuisisi’ Formula One dan penggemarnya. Tidak hanya pelaksanaannya
saja, Formula One lebih dari itu. Formula One telah mendominasi konten digital dalam media
Teori tentang media dan budaya dipercayai sebagai perkembangan yang terbaik untuk
menjelaskan secara spesifik sebuah fenomena konkret yang berada dalam konteks sejarah dan
masyarakat kontemporer. Maka, untuk menginterogasi budaya media kontemporer secara kritis,
kita harus melibatkan studi tentang bagaimana industri budaya memproduksi artifak-artifak
secara spesifik yang kemudian akan memproduksi wacana sosial yang menjadi kunci konflik dan
perjuangan pada saat itu. Hal ini melibatkan bagaimana teks-teks populer seperti film Rocky atau
Rambo, musik rap atau Madonna, serial polisi di televisi, atau iklan, berita dan diskusi di media,
semua hal yang mengartikulasikan ideologi dengan spesifik membantu reproduksi kekuatan
sosial yang dominan dan melayani kepentingannya. Atau malah sebagai resistensi dari kekuatan
yang dominan dalam masyarakat dan kebudayaan yang nantinya akan menghasilkan efek
Perubahan sikap atau perilaku masyarakat saat ini membuat muncul budaya populer dan atas
kehendak media. Strinarti (2007) mendefinisikan bahwa budaya populer dihasilkan secara
massal dengan bantuan teknologi industri. Formula Satu adalah salah satu olahraga paling
populer di dunia. Hampir setengah satu miliar masyarakat di dunia menonton balapan. ditonton
banyak orang berarti mendapat banyak uang pula dari penyiaran dan kesepakatan sponsor. Grup
Formula Satu adalah perusahaan bernilai miliaran dolar. Ini adalah olahraga yang paling cepat
Budaya populer seperti Penyiaran olahraga Formula 1 yang saat ini dipasarkan secara profesional
terhadap publik untuk mendatangkan keuntungan. Formula 1 saat ini sangat menarik dalam
Teknologi yang dimaksud adalah internet dengan berbagai konten di dalamnya. Konten-konten
mengenai Formula 1 sudah tidak asing lagi di mata masyarakat. Lantas, apakah media massa
Formula satu yang bekerja sama dengan perusahaan agensi Liberty Media melakukan penelitian
mendalam tentang basis penggemar mereka. Mereka mencari pemahaman menyeluruh tentang
apa yang diinginkan para penggemar: untuk lebih dekat dengan olahraga. Dengan menganalisis
hasil mereka juga dapat memperoleh informasi penting tentang kelompok konsumen mana yang
menjadi target.
Maka Liberty Media mulai memanfaatkan potensi pemasaran internet. Mereka telah secara
signifikan meningkatkan kehadiran media sosial mereka untuk berinteraksi lebih tepat kelompok
konsumen seperti ini: millennial dan penggemar, yang terhubung melalui saluran ini.
Dengan memanfaatkan Platform YouTube kita bisa dengan mudah mengakses dan menonton
Highlight F1 selama tahun ketiga berturut-turut F1 menjadi olahraga besar yang paling cepat
berkembang di media sosial. Lihat saluran YouTube Formula 1, mereka meningkatkan lebih dari
dua kali lipat pelanggan mereka pada tahun 2020 dari yang awalnya dibawah 2 juta menjadi
lebih dari empat setengah. Dan lebih dari separuh penggemar baru ini berusia di bawah 35 tahun.
Di internet, Formula 1 bisa “dimanfaatkan” dari segala macam sisinya. Mulai dari highlight
balapan, percakapan radio, hingga sejarah mengenai balapan yang pernah dilaksanakan.
11
Semisal pada Akun YouTube Formula 1. Disana mereka menyajikan beberapa konten yang
berhubungan dengan olahraga ini. Dari satu kali seri, akun ini bisa memberitakan beberapa
konten berbeda bisa menghasilkan kurang lebih 12 konten dalam 1 minggu. .mulai dari
Highlight yang berisikan tentang rangkuman balapan mulai dari training, kualifikasi, hingga
balapannya. Selain Highlight, mereka juga menayangkan konten seputar react dan wawancara
terhadap para pembalapnya mengenai balapan di tiap seri. Dan masih banyak lagi.
Selama beberapa dekade Formula Satu telah memimpin dunia penyiaran olahraga dengan
menjadi perintis teknologi seperti Camera on-board, grafik langsung, kamera helikopter dan
mikrofon, dan kabel sepanjang 50 mil, menangkap lebih dari 430 jam siaran langsung TV per
musim. Hasilnya, F1 memberikan aksi langsung kepada hampir setengah miliar pemirsa di
seluruh dunia pada tahun 2019. Ketika Liberty Media masuk, mereka mulai memikirkan kembali
semua posisi kamera untuk direfleksikan kecepatan olahraga. Mereka juga mengubah posisi
mikrofon di mobil, untuk memastikan pengalaman pemirsa TV. Perusahaan juga memikirkan
kembali cara menangkap olahraga di kamera juga mengatur dasar untuk cara-cara baru dalam
memanfaatkan konten.
Media berperan penting dalam menyebarluaskan informasi kepada masyarakat luas. Khususnya
perkembangan dalam segala cabang olahraga termasuk Formula 1. Secara umum, pagelaran
olahraga tak akan menarik tanpa awak media yang bertugas untuk mencatat, hingga mengambil
12
audio-visual agar bisa dinikmati oleh semua kalangan masyarakat. Sebab secara khusus media
massa dan olahraga memiliki hubungan yang keduanya saling berpengaruh dan saling
Media massa berkembang kemudian, di mana perkembangan olahraga seperti Formula 1 ini
sudah mulai menemukan komunitas dan penggemarnya pada setiap wilayah didunia untuk
mulai dapat menembus ruang dan waktu. Kepopularitasan olahraga dan penggemarnya terbentuk
dari paparan media yang menyoroti keberlangsungan olahraga, sehingga masyarakat mulai
terbiasa serta menikmatinya. Kedua hubungan tersebut mulai tidak dapat dipisahkan, ketika
keduanya mulai mendapatkan keuntungan dari masing-masing sajian olahraga yang digemari
Formula One merupakan salah satu olahraga yang paling terkenal di seluruh dunia, dengan mobil
cepatnya, balapan yang spektakuler, hingga kota-kota energik yang disinggahinya setiap balapan.
Hampir setengah miliar penduduk di dunia menonton balapannya, dengan jumlah sebesar itu,
kita berbicara uang yang sangat banyak. Mulai dari penyiaran, kesepakatan sponsor, dan lain-
lain, hal tersebut membuat Formula One menjadi perusahaan multi miliar dollar. Namun hal
yang perlu kita lihat adalah siapa figur di balik kesuksesan Formula One di abad 21?
Figur tersebut adalah media sosial. Formula One menjadi olahraga yang paling cepat
berkembang di media sosial, mengalahkan olahraga-olahraga lainnya seperti UFC, NBA, bahkan
Premier League sekalipun. Hal ini sangat mengejutkan karena beberapa tahun lalu, bos Formula
13
One Bernie Ecclestone sempat berkata “saya tidak tertarik dengan “tweeting”, Facebook, dan
apapun omong kosong ini. Saya lebih tertarik kepada orang yang berumur 70 tahun yang
mempunyai uang banyak.” (Autosport, 2014). Lalu bagaimana Formula One dapat membangun
sebuah branding digital yang kuat meskipun bos mereka memiliki ketidaktahuan atas generasi
digital?
Kontrol Bernie Ecclestone terhadap olahraga ini sudah lama sejak akhir tahun 70’an, mulai dari
hak siar televisi, administrasi, persiapan, serta logistik di setiap balapannya. Hal tersebut
membuatnya menjadi salah satu orang terkaya di Britania Raya. Walaupun Bernie Ecclestone
mengetahui seberapa menguntungkannya hak siar bagi Formula One, dia gagal untuk mengerti
bagaimana media digital dapat lebih menguntungkan untuk olahraga ini. Kengganan Bernie
Ecclestone terhadap media digital ini berdasarkan bagaimana ia melihat konsumennya yang ia
sebutkan adalah “orang berumur 70 tahun yang mempunyai uang banyak” (Autosport, 2014).
kepada generasi muda yang ia katakan “kebanyakan dari anak-anak ini tidak punya uang sama
sekali” (Reuters, 2014). Pemikiran tersebut membuat reputasi Formula One menjadi olahraga
yang ditonton oleh orang-orang yang sudah tua. Hal tersebut menyebabkan Formula One
menderita, mulai dari menurunnya ketertarikan khalayak atas Formula One hingga hilangnya
kesepakatan sponsor. selama beberapa dekade, pendapatan Formula One hanya berdasarkan hak
siar televisi dan biaya tuan rumah untuk balapan. Formula One juga memiliki kekurangan dalam
departemen pemasarannya. Mereka seperti tidak siap untuk memasuki abad ke 21.
Semua itu berubah setelah Liberty Media membeli Formula One Group senilai US$4,4 miliar
(sekitar Rp 57 miliar) di tahun 2017 (BBC Indonesia, 2016). Liberty Media meluncurkan
14
branding baru terhadap Formula One yang mereka lakukan kurang dari satu tahun setelah
mengambil alih kepemilikan. Branding baru tersebut adalah dengan mengganti logo Formula
One (tidak pernah diganti sejak tahun 1994). Terdapat juga kampanye pemasaran yang belum
pernah terjadi sebelumnya seperti kompetisi resmi E-sport F1, Gim Fantasi, kesepakatan judi
Liberty Media memulai semuanya dengan “data”, tiga bulan pertama dihabiskan secara eksklusif
untuk penelitian mendalam atas basis penggemar mereka. Dengan penelitian tersebut, Liberty
Media mendapatkan pemahaman tentang apa yang penggemar Formula One inginkan, yaitu
untuk lebih dekat dengan olahraga ini. Dengan menganalisa hasilnya, Liberty Media
mendapatkan informasi yang signifikan atas kelompok konsumen mana yang menjadi target
mereka. Oleh karena itu, Liberty Media mulai memanfaatkan potensi pemasaran di internet.
Mereka mulai meningkatkan kehadiran mereka di media sosial untuk berinteraksi dengan
penggemar Formula One, khususnya para millennial yang sering menggunakan platform-
platform media sosial. Kuantitas dari konten di berbagai media sosial Formula One mulai
meningkat, seperti highlights dari balapan-balapan yang mereka unggah di YouTube, merekam
fenomena yang ikonik, dan lain-lain. Hal tersebut terbayarkan, dapat dibuktikan dengan
subscriber YouTube mereka yang meroket dari tahun 2020, sebelumnya mereka hanya memiliki
3,75 juta subscribers (Mei, 2020), hingga saat ini mereka memiliki 6,28 juta subscribers
(Oktober, 2021), dan setengah dari penggemar-penggemar ini berumur dibawah 35 tahun. Para
15
penggemar ini memiliki potensi untuk memberikan kontribusinya terhadap olahraga ini untuk
Visi Liberty Media adalah untuk mengubah Formula One dari sebuah perusahaan motorsport
menjadi entertainment brand. Mereka ingin membuat setiap balapan menjadi spektakuler seperti
Super Bowl dan pertandingan tinju di Las Vegas, dimana dalam beberapa hari terdapat selebrasi
yang menjadi sorotan di sebuah kota yang mereka singgahi. Mereka juga membuat setiap
Konten-konten yang disajikan oleh Formula One tidak hanya tentang “Formula One”, namun
dapat dilihat di berbagai platform media sosialnya, Formula One juga sering mengunggah konten
tentang Formula 2 dan Formula 3. Mengapa demikian? Formula 2 dan Formula 3 seperti pijakan
tangga bagi para pembalap Formula 1 sekarang, banyak pembalap Formula 1 saat ini pernah
berlaga di ajang Formula 2 dan Formula 3. Tentu saja ini juga merupakan cara Formula One
untuk menarik perhatian khalayak untuk menonton generasi muda yang akan berlaga di Formula
1 beberapa tahun kedepan. Konten yang disajikan cukup beragam dan menarik perhatian
khalayak seperti highlights balapan, perjalanan pembalap dari kecil, hingga pesan radio antara
Industri budaya memadukan yang lama dan akrab menjadi kualitas baru. Di semua cabangnya,
produk yang disesuaikan untuk konsumsi secara massal, dan yang sebagian besar menentukan
sifat yang diproduksi kurang lebih untuk konsumsi, sesuai rencana (Adorno, 1977). Produk yang
disajikan menyesuaikan dengan apa yang terjadi sekarang. Dimana Liberty Media merubah
target konsumen Formula One yang tadinya untuk orang tua, sekarang lebih ke generasi muda.
16
Produksi yang diberikan juga disesuaikan dengan para penggemar, melalui data algoritma para
penggemar.
Jika dikaitkan dengan post-fordism, Liberty media sukses untuk memaksimalkan pelayanannya
kenyamanan bagi para penggemar. Kemudian Liberty Media juga berhasil untuk menghasilkan
produk-produk yang beragam untuk penggemar Formula One, baik produk untuk media
sosialnya dan media pemberitaannya. Konsumen bukan raja, melainkan objek (Adorno, 1977),
Hal ini berkaitan dengan sasaran konsumen dari produk-produk Formula One. Kebutuhan dan
Industri Budaya membentuk selera dan kecenderungan massa (Adorno, 1977). Hal ini juga
dapat kita lihat dengan bagaimana Formula One mengembangkan produk-produknya. Pada
tersebut memiliki drama menjelang lap berakhir, yang membuat publik sangat ramai di media
sosial untuk membahas balapan tersebut. Lalu Formula One mengambil kesempatan tersebut
dengan cara menampilkan beberapa konten terkait balapan tersebut seperti pesan radio setiap
pembalap saat menjelang lap terakhir, cuplikan pada lap yang spesifik, hingga raut kekecewaan
tim yang kalah pada balapan tersebut. Semua itu dikonsumsi oleh publik dan tetap menjadi
obrolan di media sosial. Lalu pada 10 Oktober 2021, Formula One pada Turkish GP juga
melakukan hal yang sama dengan terus menyajikan cuplikan yang dramatis.
Perkembangan Formula 1 yang pesat dari tahun ke tahun memang memiliki dampak yang
signifikan terutama karena pagelaran Formula 1 memberikan keuntungan digital yang besar.
Setelah penayangan Formula 1 diakuisisi oleh Liberty Media, olahraga Formula 1 menjadi lebih
17
dapat menarik berbagai lapisan masyarakat karena Liberty Media mampu mempengaruhi
khalayak yang baru ingin menonton Formula 1 dan mempengaruhi penggemar. Cara yang
diambil oleh Liberty Media berubah dari cara yang sebelumnya digunakan yaitu berfokus pada
old-media yang berarti tidak mempergunakan media sosial dalam mempromosikan Formula 1.
Liberty Media melihat kesempatan yang cukup tinggi jika mengambil arah promosi ke media
sosial.
Kesempatan tinggi tersebut didukung oleh masyarakat berusia muda (millennial) yang banyak
menghabiskan waktu di media sosial. Dengan tingginya engagement di media sosial, Liberty
Media berhasil mendapat data-data terbaru tentang apa yang diinginkan oleh penggemar dan
masyarakat luas. Perubahan cara mengelola media untuk mempromosikan Formula 1 memberi
pandangan baru didalam masyarakat terkait Formula 1. Kini obrolan perihal Formula 1 tidak
hanya persoalan pembalap dan mobil yang digunakannya saja, tetapi banyak konten dari
pagelaran Formula 1 tersebut yang sudah dibuat menjadi playlist pada setiap pertandingan
Konten yang bisa diulik adalah seperti highlights yang menampilkan babak latihan bebas,
gabungan percakapan radio tim yang bertanding, hingga cuplikan kejadian-kejadian dramatis
yang terjadi selama pertandingan. Banyak konten baru yang sudah dihasilkan tidak membuat
Liberty Media berhenti untuk mencari konten baru yang bisa menarik perhatian masyarakat.
Baru-baru ini mereka menyajikan konten yang menampilkan point of view dari helm pembalap
yang sedang bertanding. Konten tersebut mendapat tanggapan yang baik dari para penggemar
Industri budaya yang mencampur hal-hal lama dan akrab menjadi suatu hal dengan kualitas baru
bukanlah sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Ketika Liberty Media mengubah
target pasar untuk Formula 1 yang sebelumnya menargetkan orang tua dan kini lebih berfokus ke
anak muda dengan menambahkan hal-hal yang disukai oleh khalayak muda. Liberty Media yang
sukses memaksimalkan apa yang mereka suguhi kepada penggemarnya cocok dengan teori post
fordism yang mana produksi industri modern harus berubah dari fordism, yang merupakan
metode produksi massal berskala besar yang dipelopori oleh Henry Ford, ke arah penggunaan
unit manufaktur kecil yang fleksibel. Liberty Media dengan sukses telah membawa Formula One
semakin mendunia.
19
DAFTAR PUSTAKA
Adorno, Theodore W. and Anson G. Rabinbach. (1977). Culture Industry Reconsidered. New
German Critique.
Athletic Interest. (2021, March 25). How Youtube Changed Formula 1 [Video]. Youtube,
https://www.youtube.com/watch?v=P9BLOZJ7YgM.
Baldwin, Alan. (2014, November 14). F1 not interested in young fans, says Ecclestone.
https://www.reuters.com/article/us-motor-racing-ecclestone-idUSKCN0IY19S20141114
BBC News Indonesia F1 dibeli oleh Liberty Media dari Amerika Serikat. (2016, September 8).
bbc.com
https://www.bbc.com/indonesia/olahraga/2016/09/160908_olahraga_formulaone_liberty.
Coackley & Dunning, (2006). Handbook of Sport Studies. London. Sage Publication.
Noble, Jonathan. (2014, November 14). Bernie Ecclestone: Formula 1 doesn't need young fans.
https://www.autosport.com/f1/news/bernie-ecclestone-formula-1-doesnt-need-young-fans-
5045828/5045828/
Setiawan, Rudy. (2013). Kekuatan New Media dalam Membentuk Budaya Populer di Indonesia
(Studi Tentang Menjadi Artis Dadakan dalam Mengunggah Video Musik di Youtube). Jurnal
Ilmu Komunikasi. 1(2). 362-364.