OLEH :
Ameliya Gufrani (1914401001)
Rafid Rahman Dhana (1914401182)
Ropi Muliadi (1914401183)
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
BAB 1
KONSEP DASAR PENYAKIT
1.1. DEFENISI
Tekanan Intrakranial (TIK) adalah suatu fungsi nonlinear dari fungsi otak,
cairan serebrosspinal (CSS) dan volume darah otak. Peningkatan tekanan intracranial
atau hipertensi intracranial adalah suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan
intracranial sebesar >15 mmHg atau > 250 mmH2O. Peningkatan tekanan
intracranial merupakan komplikasi yang serius yang biasanya terjadi pada trauma
kepala, perdarahan subarahnoid, hidrosefalue, SOL, infeksi intracranial, hipoksia dan
iskemi pada otak yang dapat menyebabkan herniasi sehingga bisa terjadi henti nafas
dan jantung ( Hudak & Gallo, 1998 ).
Tekanan intra kranial (TIK) adalah hasil dari sejumlah jangan otak, volume
darah intrakranial, dan cairan cerebrospinal (CSS)di dalam tengkorak pada satu
satuan waktu. Tekanan normal dari tekanan intrakranial bergantung pada posisi
pasien dan berkisar kurang atau sama dengan 15 mmHg. Tekanan intrakranial dapat
meningkat apabila terjadi peningkantan jaringan, CSS, atau darah kranial.
Peningkatan tekanan intrakranial yang signifikan disebut hipertensi intrakranial.
Hipertensi intrakranial menyebabkan neuron kapiler yang halus diotak tertekan
sehingga terjadi hipoksia, cedera dan kematian neuron, inflamasi dan pembengkakan,
dan akhirnya deteriorasi progresif fungsi otak. Apabial tekanan intrakranial mencapai
tekanan arteri rerata sistemik, aliran darah ke otak berhenti dan indvidu meninggal.
1. Hipotesis moro-kellie
2. Lengkung volume-tekanan
Sangat sulit menggukur aliran darah serebral didalam klinik. Tekanan perfusi
serebral,adalah suatu tekanan taksiran,dimana merupakan gradien tekanan darah yang
melintasi otak dan dihitung sebagai perbedaan antara tekanan arteri rata-rata/ mean
arterial pressure (MAP) yang masuk dengan tekanan intrakranial/intrakranial pressure
(ICP) pada arteri. CCP pada orang dewasa sekitar 80-100 mm Hg, dengan range
antara 80-150 mm Hg. CCP dapat dipertahankan mendekati 60 mm Hg untuk
memberikan kebutuhan darah keotak secara adekuat. Jika tekanan perfusi serebral
menurun nilainya maka akan terjadi iskhemia. Tekanan perfusi 30 mm Hg atau
dibawahnya akan menyebabkan hipoksia neuronal atau kematian sel.
1.2 ETIOLOGI
2. Masalah serebral
3. Edema serebral
1.3 PATOFISIOLOGI
Ruang intracranial ditempati oleh jaringan otak, darah, dan cairan
serebrospinal. Setiap bagian menempati suatu volume tertentu yang menghasilkan
suatu tekanan intracranial normal sebesar 50 sampai 200 mmH2O atau 4 sampai 15
mmHg. Dalam keadaan normal, tekanan intracranial dipengaruhi oleh aktivitas
sehari-hari dan dapat meningkat sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih
tinggi dari pada normal. Beberapa aktivitas tersebut adalah pernapasan abdominal
dalam, batuk, dan mengedan atau valsalva maneuver. Kenaikan sementara TIK tidak
menimbulkan kesukaran, tetapi kenaikan tekanan yang menetap mengakibatkan
rusaknya kehidupan jaringan otak.
Ruang intracranial adalah suatu ruangan kaku yang terisi penuh sesuai
kapasitasnya dengan unsure yang tidak dapat ditekan: otak (1400 g), cairan
serebrospinal (sekitar 75 ml), dan darah (sekitar 75 ml). Peningkatan volume pada
salah satu dari ketiga unsur utama ini mengakibatkan desakan ruang yang ditempati
oleh unsure lainnya dan menaikan tekanan intracranial. Hipotesis Monro-Kellie
memberikan suatu contoh konsep pemahaman peningkatan TIK. Teori ini
menyatakan bahwa tulang tengkorak tidak dapat meluas sehingga bila salah satu dari
ketiga ruangannya meluas, dua ruang lainnya harus mengkompensasi dengan
mengurangi volumenya (apabila TIK masih konstan). Mekanisme kompensasi
intracranial ini terbatas, tetapi terhentinya fungsi neural ini dapat menjadi parah bila
mekanisme ini gagal. Kompensasi terdiri dari meningkatnya aliran CSF ke dalam
kanalis spinalis dan adaptasi otak terhadap peningkatan tekanan tanpa meningkatkan
TIK. Mekanisme kompensasi yang berpotensi mengakibatkan kematian adalah
penurunan aliran darah ke otak dan pergeseran otak kearah bawah atau horizontal
(herniasi) bila TIK makin meningkat. Dua mekanisme terakhir dapat berakibat
langsung pada fungsi syaraf. Apabila peningkatan TIK berat dan menetap,
mekanisme kompensasi tidak efektif dan peningkatan tekanan dapat menyebabkan
kematian neuronal.
Tumor otak, cedera otak, edema otak, dan obstruksi aliran darah CSF berperan
dalam peningkatan TIK. Edema otak (mungkin penyebab tersering peningkatan TIK)
disebabkan oleh banyak hal (termasuk peningkatan cairan intrasel, hipoksia, iskemia
otak, meningitis, dan cedera). Pada dasarnya efeknya sama tanpa melihat factor
penyebabnya.
TIK pada umumnya meningkat secara bertahap. Setelah cedera kepala, edema
terjadi dalam 36 hingga 48 jam hingga mencapai maksimum. Peningkatan TIK
hingga 33 mmHg (450 mmH2O) menurunkan secara bermakna aliran darah ke otak
(cerebral blood flow, CBF). Iskemia yang terjadi merangsang pusat vasomotor, dan
tekanan darah sistemik meningkat. Rangsangan pada pusat inhibisi jantung
mengakibatkan bradikardia dan pernapasan menjadi lebih lambat. Mekanisme
kompensasi ini dikenal sebagai reflek cushing, membantu mempertahankan aliran
darah otak. (akan tetapi, menurunnya pernapasan mengakibatkan retensi CO2 dan
mengakibatkan vasodilatasi otak yang membantu menaikan tekanan intracranial).
Tekanan darah sistemik akan terus meningkat sebanding dengan peningkatan TIK,
walaupun akhirnya dicapai suatu titik ketika TIK melebihi tekanan arteria dan
sirkulasi otak berhenti yang mengakibatkan kematian otak. Pada umumnya, kejadian
ini didahului oleh tekanan darah arteria yang cepat menurun.
2. Perubahan pupil (pada awalnya akan konstriksi kemudian secara frogresif akan
mengalami dilatasi dan tidak beraksi terhadap cahaya.
3. Perubahan tanda-tanda vital.pada awalnya tekanan darah akan meningkat sebagai
respon terhadap iskhemik dari pusat motor di otak, kemudian akan
menurun.denyut nadi akan cepat dan irregular, temperatur biasanya normal,
kecuali infeksi.
6. Sakit kepala.
Nyeri kepala terjadi akibat pereganggan struktur intrakranial yang peka nyeri
(duramater, pembuluh darah besar basis kranji, sinus nervus dan bridging veins).
Nyeri terjadiakibat penekanan langsung akibat pelebaran pebuluh darah saat
kompensasi. Nyeri kepala I pada kelainan ini sering dilaporkan sebagi nyeri yang
bertambah hebat saat bangkit dari tidur di pagi hari. Hal ini dikarenakan secara
normal terjadipeningkatan aktivitas metabolisme yang paling tinggi saat pagi hari,
dimana pada saat tidurmenjelangbangun pagi fase REM mengaktifkan metabolisme
dan produksi CO2. Dengan peningkatan kadar CO2 terjadilah vasodilatasi.
12. Papiledema
Tergantung keadaan yang ada, pail oedema dapat terjadi akibat PTIK, atau
memang sudah ada sejak awal. Papiloedema akibat PTIK tak akan terjadi seandainya
belum menjadi tingkat yang sangat tinggi. Tetapi perlu diingat bahwa tak adanya
papiloedema tak beraarti tak ada PTIK. Pada beberapa orang dapat ada jika PTIK
terjadi secara bertahap. Papiledema perbesaran blindspot ketajaman penglihatan
turun.
1.6 KOMPLIKASI
Komplikasi dari Peningkatan Tekanan Intrakranial, yaitu :
1. Herniasi batang otak ireversible anoxia otak.
2. Diabetes Insipidus akibat penurunan sekresi ADH kelebihan urine,
penurunan osmolaritas urine, serum hiperosmolaritas dengan terapi :
cairan, elektrolit, vasopresin.
3. Sindrome of Inappropriate Antidiuretic Hormone (SIADH) peningkatan
sekresi ADH kebalikan Diabetes insipidus terapi : batasi cairan, 3 %
hipertonic saline solution hati-hati central pontine myelolysis
tetraplegia dengan defisit nerves cranial. Terapi lain SIADH lithium
carbonate / demeclocycline blok aksi ADH.
1.7 PENATALAKSANAAN
1. Pengobatan peningkatan tekanan intrakranial.
Pembedahaan
Dilakukan pada kline dengan tumor otak ,abses,pendarahan subdura atau
epidura hematom.
Terapi obat : diuresis osmotik (manitol, gliserol, glumosa dan urea,
furosemide/lasix), kortikosteroid, antikonvulsi dan antihipertensi.
2. Pembatasan cairan.pemasukan cairan biasanya diberikan antara 900 ml/24jam
sampai dengan 2500 ml/24 jam.
3. Hiperventilasi untuk mempertahankan PO2 dan PCO2 dalam batas normal.
4. Pengontrolan temperatur tubuh.
5. Pengaliran cairan serebrospinal dengan kateter drainage yang merupakan
tindakan sementara.
6. Terapi koma barbiturat bila pengobatan untuk mengatasi hipertensi intrakranial
tidak ada perubahan.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a. Anamnesis
1) Keluhan utama: kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
2) Riwayat penyakit saat ini: serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung
sangat mendadak pada saat klien sedang melakukan aktivitas.
3) Riwayat penyakit dahulu: adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya,
diabetes mellitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala dan lain-lain.
4) Riwayat penyakit keluarga: biasanya ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi, diabetes melitus atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
b. Pemeriksaan Fisik
Menurut SDKI (2016) beberapa diagnosa keperawatan yang sesuai dengan kondisi klinis
terkait stroke yaitu:
Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal. Kriteria hasil: Klien tidak
gelisah, tidak ada keluhan nyeri kepala, mual, kejang, GCS; E3M6V5, pupil isokor,
refleks cahaya (+), TTV dalam batas normal.
Kolaborasi:
Tujuan: mampu meningkatkan dan mempertahankan keefektifan jalan napas agar tetap
bersih dan mencegah aspirasi. Kriteria hasil: bunyi napas terdengar bersih, ronkhi tidak
terdengar, menunjukkan batuk yang efektif, tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran
napas, pernapasan 16-20x/menit.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi terpenuhi. Kriteria hasil: Turgor kulit baik, asupan dapat
masuk sesuai kebutuhan, terdapat kemampuan menelan, berat badan meningkat, Hasil
lab: Hb dan Albumin dalam batas normal.
Evaluasi Keperawatan
BAB III
B. PENGKAJIAN NEUROLOGIS
Pada saat melakukan pemeriksaan refleks dalam, pemeriksa perlu memastikan
posisi dan teknik pengetukan palu refleks benar dan diketuk pada tendon yang tepat.
Palu refleks tidak boleh dipegang secara keras, pemeriksa dapat memegang
gagang palu refleks dengan ibu jari dan jari telunjuk dan ayunkan secara terarah ke
tendon atau periosteum. Gerakan pengetukan berpangkal pada sendi pergelangan
tangan pemeriksa dan bukan pada lengan pemeriksa, sehingga dapat bergerak secara
leluasa Pemeriksa juga harus memastikan letak anatomis pengetukan yaitu tendon.
Pengetukan dilakukan secara tak langsung yaitu pengetukan dilakukan diatas tendon
pasien pada jari pemeriksa. Metode perkusi indirek ini dilakukan apabila tendon yang
bersangkutan tidak berlandasan pada bangunan yang cukup keras sehingga
menyebabkan respon refleks menjadi lemah atau kurang nyata. Metode tersebut dapat
dilakukan untuk membangkitkan refleks tendon bisep brachialis dan bisep femoris
Berikut adalah beberapa pemeriksaan refleks dalam yang lazim diperiksa pada
pemeriksaan rutin:
1) Refleks Glabela:
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memberikan pukulan singkat pada glabela
atau sekitar daerah supraorbitalis, yang akan mengakibatkan kontraksi singkat kedua
m. orbicularis oculi. Pusat refleks ini terletak di pons. Pada lesi perifer n. facialis,
refleks ini akan menurun ataupun negatif, sedangkan pada sindrom parkinson refleks
ini meningkat.
4) Refleks Triseps:
Posisikan lengan bawah pasien di sendi siku pada posisi semi fleksi dan
sedikit pronasi. Pemeriksa dapat mengetuk pada tendon insersio m.triceps yang
berada sedikit di atas olekranon, yang akan memberikan respons berupa gerakan
ekstensi lengan bawah di sendi siku. Pusat refleks ini terletak pada C6-C8, yang
dipersarafi oleh n.radialis.[4,10]
5) Refleks Brakhioradialis:
Posisikan lengan bawah pasien fleksi serta sedikit dipronasikan lalu pemeriksa
mengetuk pada tendon brachioradialis, yang berada di dasar dari processus styloideus
radii. Hal ini akan memberikan respon berupa lengan bawah fleksi dan supinasi. Pusat
refleks ini terletak pada C5-C6, dengan lengkung refleks ini melalui n.radialis.[4,8]
6) Refleks Ulna:
Posisikan lengan bawah pasien semifleksi dan semi pronasi lalu ketukkan palu
refleks pada periosteum prosesus styloideus. Hal ini akan memberikan respon berupa
pronasi tangan karena adanya kontraksi m.pronator quadratus. Pusat refleks ini
terletak pada C8, T1, yang dipersarafi oleh n.ulnaris.[10]
Interpretasi Hasil
Setelah melakukan pemeriksaan refleks, pemeriksa dapat menentukan jawaban
refleks yang dibagi atas beberapa tingkat yaitu
Negatif : tidak ada refleks sama sekali.
+ : refleks lemah
+ : refleks normal
++ : refleks berlebihan atau meningkat
Hasil refleks yang meningkat tidak selalu berarti ada gangguan patologis
namun apabila refleks pada sisi kanan tubuh dan sisi kiri berbeda maka kemungkinan
besar hal ini disebabkan oleh karena suatu kondisi patologis. Sehingga perlu diingat
untuk selalu membandingkan hasil refleks pada kedua sisi tubuh (kanan dan kiri).
C. PENGKAJIAN KESADARAN
Tingkat kesadaran tertinggi berada di skala 15, sedangkan tingkat kesadaran
terendah atau dapat dikatakan koma berada di skala 3. Nah, untuk mengetahui skala
tersebut, cara mengukur tingkat kesadaran dengan skala GCS adalah sebagai berikut:
a) Mata
Berikut ini adalah panduan pemeriksaan mata untuk menentukan angka GCS:
Poin 1: mata tidak bereaksi dan tetap terpejam meski telah diberi rangsangan,
seperti cubitan pada mata.
Poin 2: mata terbuka setelah menerima rangsangan.
Poin 3: mata terbuka hanya dengan mendengar suara atau dapat mengikuti
perintah untuk membuka mata.
Poin 4: mata terbuka secara spontan tanpa perintah atau sentuhan.
b) Suara
Untuk pemeriksaan respons suara, panduan untuk menentukan nilai GCS adalah
sebagai berikut:
Poin 1: tidak mengeluarkan suara sedikit pun meski sudah dipanggil atau
diberi rangsangan.
Poin 2: suara yang keluar berupa rintihan tanpa kata-kata.
Poin 3: suara terdengar tidak jelas atau hanya mengeluarkan kata-kata, tetapi
bukan kalimat yang jelas.
Poin 4: suara terdengar dan mampu menjawab pertanyaan, tetapi orang
tersebut tampak kebingungan atau percakapan tidak lancar.
Poin 5: suara terdengar dan mampu menjawab semua pertanyaan yang
diajukan dengan benar serta sadar penuh terhadap lokasi, lawan bicara,
tempat, dan waktu.
c) Gerakan
Panduan penentuan angka GCS untuk pemeriksaan respons gerakan adalah sebagai
berikut:
Skala GCS diperoleh dengan menjumlahkan setiap poin dari ketiga aspek
pemeriksaan di atas. Skala ini dipakai sebagai tahap awal evaluasi kondisi seseorang
yang pingsan atau baru mengalami kecelakaan dan kemudian tidak sadarkan diri
sebelum diberi pertolongan lebih lanjut.