Anda di halaman 1dari 14

KONSEKUENSI AKAD AL-ARIYAH DALAM FIQH MUAMALAH MALIYAH

PERSPEKTIF ULAMA MADZAHIB AL-ARBA'AH


Jamaluddin
Dosen Tribakti Lirboyo Kediri
jamalauddin1@yahoo.com

Abstrak:
Hidup dimuka bumi ini selalu melakukan yang namanya kegiatan ekonomi dalam
kehidupan sehari-hari. Bertransaksi (berakad) untuk menjalankan kehidupan, tanpa disadari
bahwa dalam kehidupan selalu melakukan akad al-Ariyah (pinjam-meminjam). Pinjam-
meminjam dilakukan, baik berupa barang, uang, ataupun lainnya. Terlebih pada saat ini banyak
peristiwa, pertikaian, atau kerusuhan di masyarakat dikarenakan persoalan pinjam-meminjam.
Tidak heran kalau hal ini muncul persoalan setiap masyarakat dan berakhir di pengadilan. Hal ini
terjadi dikarenakan ketidak pahamannya akan hak dan kewajiban terhadap persoalan hal pinjam-
meminjam.
Kajian tentang pinjaman (al-Ariyah), penulis berminat untuk membahas tentang :
Konsekuensi Akad al-Ariyah dalam Fiqh Muamalah Maliyah Perspektif Ulama Madzahibul
Arba'ah yang penulis kaji dari berbagai aspeknya, pengertian, hukum, konsekuensi, dan lainnya
tentang pinjam meminjam (al-Ariyah) agar tidak ada kesalah-pahaman dan paham yang salah
mengenai akad al-Ariyah (pinjam meminjam).
Harta adalah komponen pokok dalam kehidupan manusia, di mana harta merupakan unsur
ad-dharuri yang memang tidak dapat ditinggalkan begitu saja. Dengan harta manusia dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan primer maupun sekunder dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam matarantai interaksi sosial dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, maka
terjadilah hubungan horizontal antar manusia, yaitu yang berkaitan dengan Muamalah Maliyah,
karena pada dasarnya manusia tidak ada yang sempurna, dan saling membutuhkan, karena
menusia juga memiliki hasrat untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, yang tidak ada habisnya,
kecuali dengan rasa syukur dan ikhlas kepada Allah swt., secara kontekstual hal ini pula perlu
mengenalkan adanya Allah swt. yang memberi nikmat dan rizki kepada manusia sehingga dapat
merasakan kebahagiaan dalam dirinya.

Abstract:
Living on this earth always commits activity what is called economic activity in everyday
life. Transaction (contract) to run a life, without realizing that in life always do the contract of al-
Ariyah (borrowing and lending). The borrowing is done by some ways, whether in the form of
goods, money, or other things. Moreover, there are many eventsat present, disputes, or chaos in
the community due to lending and borrowing problems. No wonder this problem arises in every
society and ends in court. This happens because of his lack of understanding of rights and
obligations to the issue of lending and borrowing.
The study of loans (al-Ariyah), the author is interested in discussing about: Consequences
of contract al-Ariyah in Muamalah Fiqh Maliyah Ulama Madzahibul Arba'ah Perspective which
the authors examine from various aspects, understanding, law, consequences, and others about
borrowing(al -Ariyah) so that there is no misunderstanding and misunderstanding of the al-
Ariyah contract (lending and borrowing).
Property is a basic component in human life, where wealth is an element of ad-dharuri

1
Jamaluddin

which cannot be abandoned. With human assets, they can fulfill their daily needs, both primary
and secondary needs in daily life. In the link of social interaction and to fulfill their needs, there is
a horizontal relationship between humans, which is related to Muamalah Maliyah, because
basically human beings are not perfect, and need each other, because humans also have a desire
to fulfill their needs, which are endless, except with gratitude and sincerity to the AlmightyAllah,
contextually this matter also needs to introduce the existence of Allah Almighty. who gives favors
and blessings to humans so they can feel happiness in him.

Keywords : Ariyah contract, Maliyah Muamalah Fiqh, Madzahibul Arba'ah

PENDAHULUAN yang dapat dipercaya. Kata al-Wadi'ah dalam


Akad al-I'arah tidak begitu dikenal bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi titipan
dalam literatur bahasa Indonesia, termasuk di yang namanya sejalan, sehingga nama tersebut
kalangan santri dalam berbagai kajian kitab- diatur dalan BW. Dengan demikian penulis akan
kitab klasik di pondok pesantren, yang lebih menyajikan kajian tentang akad al-Ariyah
dikenal adalah akad al-Ariyah (pinjaman). (obyek pinjaman) dalam Fqih Muamalah
Istilah ini identik dengan istilah al-'Ida (untuk Maliyah Perspektif Ulama Madzahibul Arba'ah.
akad Wadi'ah). Kata al-I'arah, al-Wadi'ah, & al- Perkembangan perbankan syariah yang
Hibah tidak menunjukkan prosesnya, tetapi berkaitan dengan pinjma-meminjam (al-
menunjukkan obyeknya, yaitu kata al-Ariyah Ariyah), baik uang maupun barang merupakan
(obyek pinjaman), al-Wadi'ah (obyek titipan), fenomena yang menarik untuk dikaji, baik di
dan al-Hibah (obyek hibah/al-mauhub). kalangan akademisi, praktisi, bahkan IMF
Sedangkan istilah al-I'arah dan kata al-'Ida sendiri telah melakukan kajian-kajian atas
menunjukkan akad atau perjanjianya.1 praktik perbankan syariah sebagai alternatif
Demikian pula akad al-Wadi'ah sistem keuangan internasional yang
termasuk akad yang aktual karena eksistensinya memberikan peluang upaya penyempurnaan
melekat pada lembaga keuangan syariah, sistem keuangan internasional yang belakangan
terutama perbankan syariah. Dalam kajian kitab ini dirasakan banyak mengalami persoalan
Mu'jam Maqayis al-Lughah, karya Ibn Faris keuangan, goncangan, dan ketidakstabilan yang
dijelaskan bahwa arti al-Wadi'ah secara menyebabkan krisis dan keterpurukan ekonomi
etimologi adalah tinggal (al-Tark) dan kosong akibat lebih dominannya sektor finansialnya
(al-Takhliyyah). al-Wadi'ah menunjukkan pada dibandingkan dengan sektor real dalam
benda yang ditinggalkan kepada pihak/orang hubunganya dengan perekonomian dunia.
Perbankan sebagai salah satu lembaga
1
keuangan mempunyai nilai strategis di dalam
Jaih Mubarok & Hasanuddin, Fikih Mu'amalah Maliyah Akad
Tabarru' (Bandung: Simbiosa Rekatama, 2017), h. 31. perekonomian suatu negara. Lembaga tersebut

2 ISSN:2598-3156
KONSEKUENSI AKAD AL-ARIYAH DALAM FIQH MUAMALAH MALIYAH PERSPEKTIF ULAMA MADZAHIB AL-ARBA'AH

dimaksudkan sebagai perantara anatara pihak Sedangkan menurut istilah dapat dikatakan
yang mempunyai kelebihan dana dan pihak suatu kegiatan muamalah yang memberikan
yang kekurangan (membutuhkan) dana. manfaat sesuatu yang halal kepada orang lain
Lembaga keuangan bank (perbankan syariah) untuk diambil manfaatnya, dengan tidak
bergerak dalam kegiatan pembiayaan, pinjam- merusak zatnya agar zatnya tetap dapat
meminjam (al-Ariyah) dan berbagai layanan dikembalikan kepada pemiliknya, sedangkan
jasa keuangan lainya yang diberikan untuk dalam definisi para Ulama' sebagai berikut :
melayani kebutuhan masyarakat dan a. Menurut Syarkhasy dan ulama
melancarkan mekanisme sistem pembayaran Malikiah pemilikan atas manfaat suatu
bagi semua sektor perekonomian.2 Perbankan benda tanpa pengganti
sebagai lembaga keuangan berorientasi pada b. Menurut ulama Syafi'iah dan
bisnis dan melakukan berbagai akad Hanbalia pembolehan untuk
(transaksi). Akad (transaksi) perbankan yang mengambil manfaat tanpa mengganti
utama adalah menghipun dana (funding) dan Perbedaan pengertian tersebut
menyalurkan dana (lending) disamping akad menimbulkan adanya perbedaan dalam akibat
(transaksi) perbankan lainya dalam rangka hukum selanjutnya, pendapat pertama
mendukung kegiatan menghimpun dan memberikan makna kepemilikan kepada
menyalurkan dana serta memberikan jasa-jasa peminjam, sehingga membolehkan untuk
bank lainya (services).3 meminjamkan lagi terhadap orang lain atau
Sistem perbankan di Indonesia pihak ketiga tanpa melalui pemilik benda,
disebutkan dengan dual banking system, artinya sedangkan pengertian yang kedua menunjukkan
dari istilah dual banking system adalah arti kebolehan dalam mengambil manfaat saja,
terselenggaranya dua sistem perbankan sehingga peminjam dilarang meminjamkan
(konvensional dan syariah) secara terhadap orang lain.
perdampingan yang pelaksanaanya diatur dalam Akad dalam ariyah berbeda dengan
berbagai peraturan perundang-undangan yang hibah, karena dalam ariyah hanya untuk diambil
berlaku. manfaatnya tanpa mengambil dzatnya. Tetapi
PENGERTIAN AKAD AL-ARIYAH dalam Hibah dapat diambil keduanya, baik dari
Al-Ariyah berasal dari bahasa Arab dzatnya maupun dari manfaatnya.
(O”NóP­ŽNÌRß' ) diambil dari kata (­Ž@@Ë) yang berarti Dalam kitab Undang-undang Hukum
datang atau pergi. Menurut sebagian pendapat Perdata dikatakan hak kebendaan (zekelijkrect)
al-ariyah berasal dari kata (­íŽÌ˜ß') yang artinya adalah hak mutlak atas suatu benda tersebut,
sama dengan ((íŽè˜ß' ' ÝíŽè˜ß') artinya saling tukar dimana hak tersebut memberikan kekuasaan
menukar, yaitu dalam tradisi pinjam-meminjam. langsung pada pemiliknya.4
Dalam ketentuan kitab Undang-undang
2
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia (Jakarta:
Citra Aditya, 1993), h. 1
3
Trisadin Prasastianah Usanti, Prinsip Kehati-hatian pada 4
Sulaiman Rashd, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
Transaksi Perbankan Surabaya: Airlangga Universitas Press, 2013), h. 1 1994), h. 37

JURNAL QAWANIN VOLUME 02 NOMOR 2 JULI 2018 3


Jamaluddin

Hukum Perdata pasal 1754 dijumpai ketentuan Al-Sarkhasi menjelaskan dalam kitab al-
yang berbunyi sebagai berikut : pinjam- Mabsuth bahwa arti al-I'arah secara istilah
meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana adalah :
pihak yang satu memberikan kepada pihak yang
lain suatu jumlah tertentu barang-barang ù~ä̧ê òÝIê êÒä̈ò°ÄæäÀô»A ó¹æÎê¼æÀåM
menghabis karena pemakaian, dengan syarat Artinya: Pemindahan kepemilikan
bahwa pihak yang belakangan ini akan manfaat (barang) tanpa imbalan8
mengembalikan sejumlah yang sama dari Ulama Syafi'iah dan Hanabilah,
macam dan keadaan yang sama pula. 5 sebagaimana terdapat dalam kitab Mughni al-
Al-Ariyah secara bahasa berarti obyek Muhtaj dan Kasyaf al-Qina' menjelaskan bahwa
yang dipinjamkan. Kata tersebut sering yang dimaksud akad al-I'arah secara
digunakan untuk menunjuk akad pinjaman terminologis adalah :
(barang). Kata al-Ariyah (al-I'arah) diambil
dari kata 'Ara yang berarti pergi (dzahaba) dan
ù~äÌê§ òÝêI êÒä̈ò°ÄæäÀô»A óÒäYBäIG
datang (ja'a). Pendapat lain mengatakan bahwa Artinya: Izin kepada pihak lain untuk
kata al-Ariyah berasal dari kata al-Ta'awur yang mengambil manfaat (benda) tanpa imbalan 9
berarti saling bergantian (al-tadawul wa al- Dari kedua pengertian tersebut di atas
tanawub.6 memilik kesamaan dalam hal pemindahan
Dalam kitab Mughni al-Muhtaj, kepemilikan manfaat tanpa imbalan. Adapun
Takmilat Fath al-Qadir dan Hasyiah Ibn Abidin, perbedaanya anatra lain dijelaskan oleh Wahbah
al-Jauhari menjelaskan tentang adanya yang al-Zuhaili yang menyatakan bahwa antara kata
menduga bahwa kata al-Ariyah berasal dari kata al-Tamlik dan kata al-Ibahah memiliki
al-'ar yang berarti tercela ('aib) karena perbedaan yang signifikan dari segi cakupan
meminjam dianggap perbuatan tercela. Namun hukumnya. Kata al-Tamlik menunjukkan bahwa
pendapat ini dibantah para ulama, karena peminjam boleh meminjamkan lagi barang
Rasulullah saw. telah melakukanya (hadits tersebut kepada pihak ketiga (pihak lain) atau
fi'liyah). Seandainya meminjam termasuk bahkan boleh menyewakannya (al-Ijarah).
perbuatan tercela tentu Rasulullah saw. tidak Sedangkan kata al-Ibahah menunjukkan bahwa
akan melakukanya. 7 peminjam tidak boleh meminjamkan lagi atau
5
Sri Soedewi Masychoen Sofwan, Hukum Perdata: Hukum menyewakan barang tersebut kepada pihak lain.
Kebendaan (Yogyakarta: Liberty Yogya, 1924), h. 48.
6
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh fi Islami wa Adillatuh, Vol. V Barang pinjaman hanya boleh dimanfaatkan
(Damakus: Dar al-Fikri, 2004), h. 4.035; Abu Abd. al-Mu'thi
Muhammad Ibn Umar Ibn Ali Nawawi al-Jawi, Menegaskan bahwa al- oleh peminjam.10
Ariyah secara istilah adalah kebolehan mengambil manfaat harta milik
pihak lain secara kekal hartanya; Abu Abd. al-Mu'thi Muhammad Ibn 9
Umar Ibn Ali Nawawi al-Jawi, Nihayat al-Zain fi Irsyad al-Mubtadi'in, Taqiy al-Din Abi Bakr Ibnu Muhammad al-Husaini, Kifayat al-
(Semarang: Karya Thoha Putra, t.th), h. 262. Akhyar fi Hill Ghayat al-Ikhtishar, Vol I (Semarang: Taha Ptra, t.th), hlm.
7
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh fi Islami wa Adillatuh, Vol. V 291; Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh fi Islami wa Adillatuh, Vol. V
(Damakus: Dar al-Fikri, 2004), h. 4.035; Muhammad Ibn Ismail al- (Damakus: Dar al-Fikri, 2004), h. 4.036.
9
Kahlani , Subul al-Salam Syarh: Bulugh al-Maram min Jami' Adillat al- Taqiy al-Din Abi Bakr Ibnu Muhammad al-Husaini, Kifayat al-
Akhkam, Vol III (Bandung: Dahlan, t. th), h. 67 Akhyar fi Hill Ghayat al-Ikhtishar, Vol I (Semarang: Taha Putra, t.th), h.
8
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh fi Islami wa Adillatuh, Vol. V 291
10
(Damakus: Dar al-Fikri, 2004), h. 4.035; Muhammad Ibn Ismail al- Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh fi Islami wa Adillatuh, Vol. V
Kahlani , Subul al-Salam Syarh: Bulugh al-Maram min Jami' Adillat al- (Damakus: Dar al-Fikri, 2004), h. 4.036.
Akhkam, Vol III (Bandung: Dahlan, t. th), h. 67

4 ISSN:2598-3156
KONSEKUENSI AKAD AL-ARIYAH DALAM FIQH MUAMALAH MALIYAH PERSPEKTIF ULAMA MADZAHIB AL-ARBA'AH

Pengertian al-I'arah secara terminologis Terjemahnya : Sesungguhnya


menunjukkan boleh tidaknya peminjam Allah menyuruh kamu menyam-paikan
melakukan perbuatan hukum tertentu. Ulama amanat kepada yang berhak
Hanafiah (di antaranya al-Sarkhasi) menerimanya, dan (menyuruh kamu)
berpendapat bahwa barang pinjaman boleh apabila menetapkan hukum di antara
dipinjamkan lagi kepada pihak lain, sedangkan manusia supaya kamu menetapkan
ulama Syafi'iah dan Hanabilah melarangnya. dengan adil. Sesungguhnya Allah
Akad al-I'arah nerupakan akad yang memberi pengajaran yang sebaik-
dilakukan dalam rangka mendekatkan diri baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
kepada Allah swt. (qurbah), sesuai dengan dalil adalah Maha mendengar lagi Maha
al-Qur'an surat al-Ma'idah ayat 2 untuk saling melihat (QS. al-Nisa', 58)
tolong menolong dalam kebaikan dan taqwa, Apabila seseorang tidak mengembalikan
sbb : barang peminjaman-nya atau menunda waktu
pengembaliannya, maka itu berarti berbuat
.... ÔÌ?ô´Nì»AäË ðjJêô»A Óò¼ä§ AæÌÃåäËBä̈äMäË Ö Óò¼ä§ AæÌåÃËä Bä̈äM ò_ ÜäË khianat (tidak amanah), dan berbuat maksiat
øÆAäËfæ å̈ô»AäË øÁæQêÜAô Ö êLBò́ê̈ô»A åfæÍêfäq äɼ÷»A ìÆAê äÊ?
½é »A AÌó́ìMAäË kepada pihak yang menolongnya. Perbuatan
semacam ini jelas bukan merupakan suatu
P êLBò́ê̈ô»A
tindakan terpuji, sebab selain tidak berterima
Artinya: & dan tolong-menolonglah
kasih kepada orang yang menolongnya, pihak
kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
peminjam itu sudah mendhalimi pihak yang
dan takwa, dan jangan tolong-menolong
sudah membantunya. Ini berarti bahwa
dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
peminjam telah melanggar amanah dan
Bertakwalah kamu kepada Allah swt.,
melakukan suatu yang dilarang agama.
karena sesungguhnya Allah Amat berat
Sebab perbuatan yang semacam itu,
siksa-Nya. 11 (QS. al-Ma'idah, 2)
bertentangan dengan ajaran Allah swt. yang
Ayat di atas merupakan perintah untuk
mewajibkan seseorang untuk menunaikan
saling tolong menolong dalam kebaikan dan
amanah dan dilarang berbuat khianat.
taqwa kepada sesama umat manusia.
Demikian juga dalam hadits fi'liyah yang
Demikian juga al-Qur'an surat an-Nisa'
dijadikan dalil akad I'arah antara lain hadits :
ayat 58 Allah swt. berfirman sbb :
1. Hadits yang diriwayatkan oleh Imam
äÅÎæIä æÁåNæÀò¸äY AägGøËä BäȼêæÇòC ?
Óò»Gø êPBäÃBä¿_ò ÞA AËíeÛä Må æÆCò æÁó·jå ¿å Dô Íä äɼú»A ìÆGø Ahmad, Bukhori, Muslim, & Anas,
ø¾fæ ä̈ô»BêI AÌåÀó¸Z
æ äM æÆCò øpBìÄ»A Ú êÉIê æÁó¸¤ó ê̈äÍ BìÀê̈êà äɼú»A ìÆGø × Açv
ê äI Bç̈ÎêÀäm äÆBò· Éä ¼ú»A ìÆGø beliau berkata :
Ó¼u Ó_ JÄ»A iB¨ÄmB¯ ÒÄÍfA Ó¯ ªl¯ ÆB·...
:É» ¾B´Í ÒZ¼ ÓIC Å¿ ½mj¯ Á¼mË Éμ§ A
Å¿ BÄÍCiB¿ :¾B_ ´¯ ©Ui BÀ¼¯ ÉJ·j¯ LËfĝA
ÔiBb_ J»A Ë f›A ÂB¿A ÊAËi) Aj_ ZJ» Ø_ m
11
Kementerian Agama RI., al-Qur'an dan Terjemah (Jakarta:
Dharma Art, 2007), h. 106
(oÃAË Á¼n¿Ë

JURNAL QAWANIN VOLUME 02 NOMOR 2 JULI 2018 5


Jamaluddin

Artinya: Pada suatu malam di lebih menginginkan Islam dari pada baju
Madinah terdengar suara yang aneh dan perang itu (HR. Imam Abu Daud, al-
menakutkan , maka Rasulullah saw. Nas'i, Ahad).
meminjam seekor kuda milik Abu Thalhah Dalam riwayat lain dikatakan bahwa
yang bernama mandub untuk mendatangi Rasulullah saw. bersabda: Bal Ariyah
tempat suara itu. Ketika Rasulullah saw. Mu'addah (tidak, tetapi pinjaman yang akan
kembali dari tempat itu, beliau berkata: dikembalikan).13 Dalam konteks hadits tersebut
Kami tidak melihat apa-apa di sana dan terdapat dua kata yang menunjukkan arti yang
kami mendapati langkah kuda ini panjang berbeda, yaitu kata madhmunah dan mu'adah.
(kudanya berkualitas unggul)12 (HR. Yang dimaksud dengan madhmunah adalah
Imam Ahmad, Bukhori, Muslim, & Anas). benda yang dipinjam akan diganti (dibayar)
dengan nilainya apabila rusak. Sedangkan yang
2. Hadits yang diriwayatkan Imam dimaksud dengan kata mu'adah adalah benda
Abu Daud, al-Nas'i, Ahmad, dan pinjaman yang harus dikembalikan kepada
hadits tersebut Shahih menurut al- pemiliknya dengan wuhud bendanya secara
Hakim, dari Shafwan Ibn Umayah utuh, tidak diganti dengan nilainya apabila
bahwa : rusak.14 (barang pinjaman diperbaiki terlebih

ÂÌÍ ÉÄ¿ iB¨N_ mG Á¼mË Éμ§ A ½u Ä»A ÆC dahulu apabila rusak, bukan diganti dengan
barang lain atau dibayar harganya).
½I :¾B³ ? fÀŠBÍ BJv«C : ¾B´¯ ,B§ieC ”ÄY Ulama Hanafiah berpendapat bahwa
~j¨¯ BÈz¨_ I B§Bz¯ :¾B³ ÒMÌÀz¿ ÒÍiB§ syarat rukun i'arah pernyataan pemberian
É» BÈÄÀzÍ ÆC Á¼_ mË Éμ§ A ½u Ä»A Éμ§ pinjaman (al-ijab) dari pemberi pinjaman.
ÊAËi) K«iC ÂÝ_ mÜA Ó¯ ÂÌλA BÃC :¾B_ ´¯ Adapun pernyataan penerimaan (al-qabul) dari
(f›CË ,ÕBrÄ»AË ,eËeÌIC pinjaman tidak termasuk rukun dalam
Artinya : Nabi saw. meminjam pandangan jumhur Hanafiah.
beberapa baju perang darinya pada hari
Hunain. Shafwan lalu bertanya, apakah RAGAM AKAD AL-ARIYAH
engkau merampasnya wahai Konsekuensi memahami dan
Muhammad? Nabi saw. menjawab menjelaskan hakikat al-Ariyah dari sudut
Tidak, ini adalah pinjaman yang dijamin pandang yang berbeda, maka para ulama
gantinya. Beberapa baju perang itu berbeda pendapat dari berbagai persepsinya,
ternyata ada yang hilang, lalu Nabi saw. anatara lain:
mengatakan kepada Shafwan bahwa 1. Makna akad i'arah secara hakiki (bukan
baju-baju yang hilang itu akan diganti.
Namun Shafwan berkata: Sekarang saya
12
Muhammad Ibn Ali Ibn Muhammad al-Syaukani, Nail al-Authar 13
Muhammad Ibn Isma'il al-Kahlani, Subul al-Salam Syarh Bulugh
Syarh Muntaqa al-Akhbar min Ahadits Sayyid Al-Akhbar, Vol. V al-Maram min Jam Adillat al-Akhkam, h. 69
14
(Mesir: Musthafa al-Babi al-Halabi, 1347 H.), h. 252 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh fi Islami wa Adillatuh, h. 4.037.

6 ISSN:2598-3156
KONSEKUENSI AKAD AL-ARIYAH DALAM FIQH MUAMALAH MALIYAH PERSPEKTIF ULAMA MADZAHIB AL-ARBA'AH

majazi),15 sebagaimana dijelaskan dalam Konsekuensinya adalah bahwa pinjaman


kitab al-Mabsuth adalah akad pimjaman memiliki kebebasan untuk melakukan
barang yang dapat dimanfaatkan tanpa rusak apapun dalam mengambil manfaat barang
atau hilang. Menurut ulama Hanafiah, akad pinjaman, baik oleh dirinya sendiri maupun
i'arah merupakan akad yang membuat oleh orang lain.
berpindahnya barang kepemilikan manfaat 4. Alasan ulama Syafi'iah & Hanablah adalah
(tanpa imbalan) dari pemberi pinjaman bahwa akad I'arah hanya mengandung izin
kepada penerima pinjaman (tamlik al- pemanfaatan (bukan wakalah mutlak). Oleh
manfaat). Sedangkan al-Kurkhi dari ulama karena itu barang pinjaman hanya dizinkan
Syafi'iah dan Hanabilah dalam kitab Mughni untuk diambil manfaatnya oleh dirinya
al-Muhtaj, al-Muhadzab, al-Mughi, sendiri. Dalilnya adalah analogi (qiyas) pada
berpendapat bahwa akad I'arah adalah akad jamuan (al-dhiyafah (al-dhaif); misalnya
yang mengakibatkan penerima pinjaman jamuan makan malam), tamu diberikan izin
boleh memanfaatkan obyek pinjaman oleh tuan rumah untuk mengkonsumsi
(ibahat al-intifa'). makanan yang teah disajikan, dan tidak boleh
2. Konsekuensi akad I'arah, menurut ulama (tidak diberikan izin) makanan itu untuk
Hanafiah adalah bahwa penerima pinjaman, mengalihkan hak itu kepada pihak lain.
disamping secara langsung berhak 5. Ulama Hanafiah, Syafi'iah & Hnabilah
memanfaatkan barang pinjaman berhak pula sepakat bahwa pinjaman tidak boleh
mengalihkan haknya kepada pihak lain menyewakan barang dimaksud kepada orang
dengan cara menyewakannya. Sedangkan lain. Alasanya kesepakatan ulama tentang
ulama Syafi'i & Hanabilah, penerima bolehnya akad I'arah tanpa batas waktu
pinjaman hanya berhak memanfaat-kan (jangka waktu pinjaman barang), sedangkan
barang pinjaman untuk dirinya (tidak boleh akad ijarah (sewa) harus jelas jangka
dialihkan kepada orang lain). waktunya. Disamping itu, akad I'arah
3. Alasan ulama Hanafiah adalah bahwa termasuk dalam domain akad tabarru'
dalam akad I'arah terkandung akad wakalah (sosial) dean apabila dialihkan pun harus
yang bersifat mutlak, yaitu pemilik barang pada lingkup yang sama. 16
telah memberikan kuasa penuh (al-Taslith) Bentuk pemanfaatan barang pinjaman
kepada peminjam untuk memanfaatkan oleh peminjam, dalam perspektif ulama
barang pinjaman tersebut, dan pemberian Syafi'iah dan Hamabilah 17 bersifat terbatas,
kuasa penuh untuk mengambil manfaat yaitu jenis pemanfaatannya tergantung pada izin
barang pinjaman merupakan pemberian dari pemiliknya. Sedangkan ulama Hanafiah
kepemilikan manfaat (tamlik al-manfaah).
16
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh fi Islami wa Adillatuh, h. 4.040-
4.042
17
15
Makna al-i'arah secara majazi adalah peminjaman suatu barang Ulama Hanabilah, sebagaimana dijelaskan al-Sayyid Sabiq,
yang dapat ditakar, ditimbang, dan dihitung dengan pikiran yang logita berpendapat bahwa pinjaman tidak boleh meminjamkan barang
logika tidak bisa diambil manfaatnya, kecuali melaluii konsumsi , maka pinjaman kepada pihak lain, apalagi menyewakannya, kecuali setelah
makna al-I'arah secara majazi adalah utang-piutang dari segi mendapat izin dari pemiliknya, Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah (Bairut:
subtansinya al-qard secara majazi. Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh fi Islami Dar al-Fikr, 1983), Vol III, hlm 232
wa Adillatuh, h. 4.037.

JURNAL QAWANIN VOLUME 02 NOMOR 2 JULI 2018 7


Jamaluddin

berpendapat bahwa untuk pemanfaatan barang peminjam wajib bertanggung jawab dan
pinjaman bergantung pada bentuk akad melakukan ganti rugi apabila terjadi
pinjaman (al-I'arah) apakah bersifat tidak kerusakan barang pinjaman.
terbatas (muthlaq) atau terbatas (muqayyad).18 3. Apabila pihak yang meminjamkan
Apa yang dimaksud dengan pinjaman menentukan batas maksimun atas barang
tidak terbatas (muthlaq) adalah akad pinjaman yang bole diangkut oleh barang pinjama
tanpa ada pejelasan dan/atau kepastian (misalnya barang jaminan berupa kendaraan
mengenai apakah barang pinjaman akan atau kuda), kemudian peminjam
digunakan oleh dirinya sendiri, atau pihak lain melanggarnya, maka peminjam wajib
tanpa ada kesepakatan mengenai cara bertanggung jawab dan melakukan ganti rugi
pemanfaatan barang pinjaman tersebut serta apabila terjadi kerusakan barang pinjaman.
tanpa dibatasi oleh waktu dan tempat 4. Apabila pihak yang meminjamkan
penggunaan barang pinjaman.19 menentukan batas mengenai kondisi daerah
Sedangkan pinjaman terbatas (lokasi) yang (boleh) dapat dilewati atau
(muqayyad) adalah akad pinjaman yang disertai tempat penyimpanannya (misalnya barang
kejelasan atau kepastian mengenai apakah pinjaman tidak boleh digunakan untuk
pinjaman akan menggunakan barang pinjaman berkunjung ke daerah konflik atau kendaraan
oleh dan untuk dirinya sendiri atau untuk pihak yang tidak boleh disimpan selain di garasi
lain; adanya kesepakatan mengenai cara pada malam hari), kemudian peminjam
pemanfaatkan barang pijaman atau adanya melarangnya, maka peminjam wajib
pembatasan waktu dan tempat penggunakan bertanggung jawab dan ganti rugi apabila
barang pinjaman. terjadi kerusakan dan kehilangan barang
Orientasi pinjaman terbatas (muqayyad) pinjaman.
antara lain :
1. Apabila disepakati bahwa barang pinjaman AKAD AL-ARIYAH AMANAH &
itu hanya boleh digunakan oleh peminjam, DHAMANAH
pinjaman hanya boleh menggunakan barang Secara teknis pinjaman (akad I'arah)
untuk kepentingannya sendiri (peminjam terkadang tertukar dengan istilah al-Qardh
tidak boleh meminjamkannya kepada pihak (pinjam-meminjam). Dalam hal ini dapat
lain). dibandingkan mengenai sifat benda berharga
2. A p a b i l a p e m i l i k b a r a n g ( y a n g secara syariah. Setidaknya pembagian harta
meminjamkan) menentukan waktu atau dapat dibagi menjadi harta isti'mali (harta yang
tempat penggunaan barang pinjaman, tidak habis karena dipakai) dan harta istilahi
kemudian peminjam melanggarnya, maka (konsumtif; habis karena dipakai). Disamping
itu, dikenal pula pembagian harta menjadi harta
18
Muhammad Nawawi Ibn Umar Al-Jawi, Tausyih ala Ibn Qasim mistli/mitsaliyyat (ada bandinganya di publik)
(Indonesia: Maktabah Dar Ihya' al-Kutub al-Arabiyyah, t.th), h. 159.
19
dan ghair mitsli (khusus eksklusif), tidak ada
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh fi Islami wa Adillatuh, hlm. 4.041
bandingannya di publik.

8 ISSN:2598-3156
KONSEKUENSI AKAD AL-ARIYAH DALAM FIQH MUAMALAH MALIYAH PERSPEKTIF ULAMA MADZAHIB AL-ARBA'AH

Disamping berhubungan secara tidak masing. Dari segi pengembalian obyek, akad
langsung dengan akad Qardh, akad I'arah, juga Ariyah mirip dengan akad Wadi'ah. Sedangkan
memiliki hubungan tidak langsung dengan akad dari segi pemanfaatan obyek, akad ariyah mirip
wadi'ah keduanya memiliki kesamaan dari segi dengan akad qardh, yaitu pihak penerima
karakter obyeknya, yaitu harta yang pinjaman memperoleh manfaat dari harta yang
dipinjamkan memiliki karakter yang sama dipinjamnya.
dengan harta yang dititpkan, yaitu harta isti'mali Disamping menghubungkan akad
yang wajib dikembalikan, sebagaimana adanya ariyah dengan wadi'ah dan akad qardh, para
(tidak diganti dengan harta lain), misalnya harta ulama menjelaskan pula sifat akad ariyah
(mal mitsli) yang harganya sama). Oleh karena dengan tanggung jawab, apakah mengganti
itu untuk melihat perbedaan antara akad I'arah barang pinjaman apabila barang pinjaman itu
dan akad qardh serta akad wadi'ah (aqd al-ida') rusak atau hilang. Persoalan ini para ulama
harus memperhatikan hak-hal sbb : terdapat beragan pendapat, antara lain :
1. Akad Qardh, disebut juga akad pinjam- 1. Ulama Hanafiah, sebagaimana dijelaskan
meminjam. Obyek yang pinjam adalah uang dalam kitab al-Mabsuth berpendapat bahwa
(nuqud) atau harta mitsaliyat. Harta barang pinjaman merupakan amanah yang
pinjaman dimanfaatkan oleh peminjam, berada di bawah kekuasaan peminjam, baik
sedangkan harta peminjam pada saat barang itu dipakai maupun tidak
dikembalikan/diganti dengan harta yang dipakai. Peminjam tidak perlu mengganti
sejenis (yang sama nilainya). atas rusaknya barang pinjaman (al-dhaman),
2. Akad Wadi'ah, merupakan akad penitipan kecuali kerusakan tersebut terjadi karena
barang (sil'ah/al-ain), baik harta mitsaliyah perbuatan peminjam yang melampui batas
maupun harta ghair mitsli. Harta titipan tidak (al-ta'adi) dan tidak melakukan perbuatan
boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan. yang seharusnya dilakukan (al-taqshir).20
Yang wajib dikembalikan kepada penitip Alasanya adalah analogi (qiyas) kepada akad
(pemilik) adalah harta asal, sebagaimana ijarah (sewa) dan akad wadi'ah (titipan),
harta sediakala (tidak diganti dengan benda sebagaimana firman al-Qur'an surat al-
mitsli lainya). Rahman ayat 60 sbb :
3. Akad Ariyah, disebut juga akad pinjaman. åÆBänYæ âø A Üú Gø øÆBänYæ âø A Õå AälUä æ½Çä
Obyeknya yang dipinjam adalah barang Terjemahnya : & tidak ada
(sil'ah/al-ain), baik harta mitsaliyat maupun
harta ghair mitsli. Harta pinjaman 20
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh fi Islami wa Adillatuh, h. 4.047-4.050
dan Muhammad Ibn Isma'il al-Kahlani, menyampaikan perbedaan
dimanfaatkan oleh peminjam, sedangkan pendapat ulama tentang jaminan dalan akad al-ariyah, yaitu :
a. Ibn Abbas, Zaid Ibn Ali, Atha' Ahmad Ishaq, & al-Syafi'i
harta peminjam dikembalikan (tidak diganti berpendapat bahwa peminjam wajib bertanggung jawab secara mutlak
(wajib mengganti barang yang di pinjam apabila barang tersebut rusak).
dengan harta yang sejenis). b. al-Hadi berpendapat bahwa peminjam tidak bertanggung jawab
atas rusaknya barang pinjaman, kecuali diperjanjikan dalam akad.
Orientasi dari tiga akad tersebut c. al-Hasan dan Abu Hanifah berpendapat bahwa peminjam tidak
bertanggung jawab atas rusaknya barang pinjaman, meskipun
memiliki perbedaan dan persamaan masing- dipersyaratkan dalam akad. Lihat Muhammad Ibn Isma'il al-Kahlani, h.
67.

JURNAL QAWANIN VOLUME 02 NOMOR 2 JULI 2018 9


Jamaluddin

Balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula) Artinya : Peminjam yang tidak


QS. Al-Rahman, 60). berkhianat tidak wajib menjamin ganti
2. Ulama Malikiah, sebagaimana dijelaskan pinjaman itu dan orang yang dititipi yang
dalam kitab Bidayat Al-Mujtahid dan tidak berkhianat juga tidak harus menjamin
Hasyiyah al-Dasuki membagi barang ganti titipan itu (HR. Sofwan Ibn
pinjaman menjadi dua : Pertama, barang Umayah)
pinjaman yang memungkinkan
disembunyikan, seperti pakaian dan 3. Ulama Syafi'iah, sebagaimana dijelaskan
perhiasan. Kedua, barang pinjaman yang dalam kitab al-Muhadzzab & kitab al-
tidak mungkin disembunyikan, seperti Majmuk, beliau berpendapat bahwa barang
binatang dan kendaraan. pinjaman bersifat dhamanah di tangan
Peminjam wajib mengganti barang peminjam. Oleh karena itu, peminjam wajib
pinjaman yang rusak masuk bertanggung jawab (pengganti dan
kategori/kelompok yang pertama, karena mengembali-kan) barang pinjaman yang
sulit dibuktikan, rusak atau hilangnya rusak atau hilang karena pemakaian yang
barang pinjaman bukan karena berkelebihan/melampuan batas (al-ta'adi).
kelalaiannya. Sedangkan pinjaman tidak Sebaliknya, peminjam tidak wajib
wajib mengganti atas rusak atau hilangnya mengganti barang pinjaman yang
barang pinjaman yang masuk hilang/rusak karena penggunaan yang
kategori/kelompok kedua, kecuali hilang diizinkan, bahkan peminjam tidak harus
atau rusaknya barang pinjaman karena bertanggung jawab atas rusak/hilangnya
kelalaian. Alasan (dalil) yang digunakan barang karena disewakan atau dipinjamkan
adalah beberapa hadits Nabi Muhammad (ulang) yang dilakukan atas izin dari
saw. yang dikatakan kepada Sofwan Ibn pemiliknya.
Umayah, Nabi bersabda : Sesuai dengan hadits Nabi saw. yang

...
.... öÒäÃæÌÀ
å æzä¿ Òö äÍøiBä§ æ½Ié diriwayatkan Shofwan Ibn Umayah, yang
artinya tidak, ini adalah pinjaman yang
Artinya : tidak, tetapi pinjaman
dijamin gantinya. Oleh krena itu, barang
yang akan dikembalikan (HR. Sofwan Ibn
pinjaman wajib dikembalikan kepada
Umayah)
pemiliknya, sehingga peminjam harus
öÑAìeÛä ¿å Òö äÍiø Bä§ æ½Ié ... menggantinya atau membayar harganya apabila
Artinya : tidak, ini adalah
barang pinjaman itu dalan kondisi rusak/hilang
pinjaman yang dijamin gantinya (HR.
atas penggunaan yang tidak diizinkan oleh
Sofwan Ibn Umayah)
pemiliknya (al-ta'adi).
ÆB_ Ày Å_ ÖBˆA ÔA ½°A « øê̈äNænôA Ó¼§ äoÎæò» Ulama Hanabilah, sebagaimana
ÆAÌ°u ÊAËi) ÆBÀy ½°A « ªeÌN_ nA Ó¼§ÜË dijelaskan dalam kitab al-Mughni & kitab al-
Qawa'id, beliau berpendapat bahwa akad
(ÒοC ÅIA

10 ISSN:2598-3156
KONSEKUENSI AKAD AL-ARIYAH DALAM FIQH MUAMALAH MALIYAH PERSPEKTIF ULAMA MADZAHIB AL-ARBA'AH

pinjaman (al-I'arah) bersifat tanggungan (al- atau hilangnya barang pinjaman karena
dhaman) secara mutlak. Oleh karena itu, barang kedudukan barang pinjaman sama barang
pinjaman wajib mengganti atau membayar titipan.
harganya apabila barang pinjaman itu dalan b. Ulama Malikian, dijelaskan dalam kitab
kondisi rusak/hilang, baik atas pamaian yang Bidayat al-Mujtahid bahwa pelaksanaan
tidak diizinkan maupun pemakaian yang penggantian barang pinjaman yang rusak
melampui batas. Alasanya hadits Nabi saw. yang atau hilang (meskipun telah diperjanjikan
diriwayatkan Shofwan Ibn Umayah, beliau dalam akad) merupakan penggantian yang
bersabda tidak, ini adalah pinjaman yang tidak mendasar. Artinya, syarat yang dibuat
dijamin gantinya dan hadits yang diriwayatkan dalam perjanjian merupakan syarat yang
Imam Ahmad dari Hasan Ibn Samurah Ibn harus diabaikan.
Jundab, Rasulullah saw. bersabda: c. Ulama Syafi'ah & Hanabilah, dijelaskan
... ÉÍeÛM ÓNY
) PhaC B¿ fλA Ó¼§ )fœC ÊAËi...Å¿ dalam kitab al-Mughni bahwa mengenai
bolehnya mengabaikan syarat penggantian
ÊfÄU ÑjQ ÅIA ÅnY( ( atas rusak atau barang pinjaman dan
Artinya : Orang yang mengambil
peminjam boleh melanggar syarat tersebut.
sesuatu, wajib bertanggung jawab atas apa 21

yang dia ambil hingga dia menerahkan


Pada intinya barang pinjaman yang
kembali kepada pemiliknya (HR. Ahmad
bersifat amanah bagi peminjam. Oleh karena itu
dari Hasan Ibn Samurah Ibn Jundab).
peminjam tidak wajib mengganti barang
pinjaman yang rusak atau hilang karena
Kajian tentang tannggung jawab
kelalaian. Dalam kitab al-Bada'i al-Shama'i
peminjam karena rusak atau hilangnya barang
dijelaskan tentang wajibnya peminjam
pinjaman dikengkapi dengan kajian kewajiban
mengganti atau membayar harga karena rusak
peminjam untuk mengganti barang pinjaman
atau hilangnya barang pinjaman dalam kondisi
yang rusak atau hikang yang bersifat
berikut :
kontraktual (diperjanjikan dalam akad), yaitu
1. Peminjam secara sengaja menghilangkan
bagaimana apabila pemberi pinjaman sepakat
barang pinjaman, misalnya dengan cara
bahwa peminjam wajib mengganti atau
membuangnya, meminta pihak lain untuk
membayar harga karena rusak atau hilang
mencurinya, atau tidak menyerahkannya
barang pinjaman. Para ulama sependapat
kepada pemiliknya setelan berakhirnya
mengenai hukum syarat penggantian barang
masa pinjaman.
pinjaman yang bersifat kontraktual, anatara lain
2. Lalai dalam menjaga barang pinjaman pada
:
saat dimanfaatkan atau disewakan.
a. Ulama Hanafiah, sebagaimana dijelaskan
3. Menggunakanya untuk sesuatu yang tidak
dalam kitab hasyiyah ibn abidin,
disepakati (mukhalafat al-syuruth) atau
berpendapat tentang batalnya syarat yang
diwajibkan peminjam diwajibkanya 21
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh fi Islami wa Adillatuh, h. 4.050-
mengganti atau membayar harga atas rusak 4.051

JURNAL QAWANIN VOLUME 02 NOMOR 2 JULI 2018 11


Jamaluddin

untuk sesuatu penggunaan yang tidak pinjamin merupakan pihak yang berhutan
umum untuk barang pinjaman tersebut.22 (HR. Abu Daud, at-Turmudzi, Abu
KARAKTERISTIK AKAD AL-ARIYAH Umamah, & Ibn Abbas).
Akad al-Ariyah merupakan akad yang
bersifat tabarru' karena dalam akad ini pemilik 2. Ulama Malikiah berpendapat bahwa
barang yang dipinjamkan tidak memperoleh pemberian pinjaman tidak boleh meminta
imbalan atas manfaat barang pinjaman yang kembali barang yang pinjamkan, kecuali
diterima pihak peminjam. Karenanya para setelah peminjam mengambil manfaatnya
ulama berbeda pendapat,23 diantaranya : barang pinjaman tersebut. Apabila
1. Ulama Hanafiah & Syafi'iah sepakat bahwa pinjaman bersifat terbatas (waktu), pihak
akad I'arah boleh dilakukan tanpa batas yang meminjamkan tidak boleh mengambil
jangka waktu penggunaan barang jaminan. barang pinjaman sebelum jangka waktunya
Konsekuensinya bahwa pihak yang selesai. Apabila tidak terbatas oleh waktu,
meminjamkan boleh memnita kembali maka pemberi pinjaman harus mengikuti
barang pinjaman kepada peminjam kapan jangka waktu yang bersifat umum. al-
saja, baiki akad I'arahnya yang bersifat Dardir dalam kitab al-Syarh al-Kabir, dan
mutlak muapun bersifat terbatas.24 Sesuai kitab Bidayat al-Mujtahid, berpendapat
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, bahwa pendapat yang paling kuat adalah
Turmidzi, Abu Umamah, & Ibnu Abbas, pendapat yang mengatakan bahwa pemberi
Rasulullah saw. bersabda: pinjaman boleh meminta kembali barang
pinjaman kapan saja.26
èÏz_ _ ´¿ åÅÍf»AË öÑeËej¿ óÒäZêÄäÀô»AäË öÑAeÛ¿ óÒÍiB¨»A
3. Ulama Hanafiah menganalisis pinjaman
èÁÍiB« åÁΧl»AË )Ò¿B¿A ÌIAË Ðh¿»AË eËAe ÌIA ÊAËi tanah dari segi sifat akad i'arah terikat

(pBJ§ ÅIAË (muqayyadah) atau tidak terikat (muthlaq).


Apabila tanah yang dipinjamkan bersifat
Artinya: Pinjaman harus
tidak terikat (muthlaq), maka pemberi
dikembalikan (kepada pemiliknya),
pinjaman dapat mengambil kembali
Manihah25 harus dikembalikan kepada
pinjaman kapan saja dan pinjaman wajib
pemberinya, utang harus dilunasi, dan
mencabut pohon yang ditanamnya dan/atau
meruntuhkan bangunanya yang didirikan di
22
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh fi Islami wa Adillatuh, Muhammad
Ibn Ali Muhammad al-Syaukani, Nail Al-Authar Syarh Muntaqa min atasnya.
Ahadits Sayyid al-Akhbar (Mesir: Musththafa al-Babi al-Halabi, 1347
H), al-Sayyid Sabiq, menyamapaikan pendapat uluma Hanafiah &
Malikiah yang menyatakan bahwa peminjam (musta'ir) tidak wajib
bertanggung jawab atas rusak atau hilangnya barang pinjaman, kecuali BERAKHIRNYA AKAD AL-ARIYAH
orang yang bersangkutan lalai atau melampaui batas, Lihat al-Sayyid
Sabiq, Fqh al-Sunnah, Vol. III (Bairut: Dar al-Fikr, 1983), h. 234 Akad pinjaman dapat berakhir karena
23
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh fi Islami wa Adillatuh, h. 4.043-4.045.
24
al-Sayyid Sabiq menjelaskan bahwa Mu'ir (pemberi pinjaman) beberapa hal, antara lain :
boleh meminta kembali barang yang dipinjamkan kapan saja, dengan
nsyarat tidak me-mudharat-kan pihak Musta'jir. lihat pendapat al- 1. Pemberi pinjaman meminta agar barang
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, vol. III (Bairut: Dar al-Fikr, 1983), h.233.
25
Manihah adalah barang pinjaman yang manfaatnya adalah apa 26
yang dihasilkan oleh barang pinjaman tersebut, misalnya meminjamkan Muhammad Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusyd al-
kambing untuk diambil susunya, pohon untuk diambil buahnya, & tanah Qurtubi al-Andulusi, Bidayat al-Mujtahid wa Hihayat al-Muqtashid
untuk bercocok tanam. Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh fi Islami wa (Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2010), h. 697.
Adillatuh, h. 4.043.

12 ISSN:2598-3156
KONSEKUENSI AKAD AL-ARIYAH DALAM FIQH MUAMALAH MALIYAH PERSPEKTIF ULAMA MADZAHIB AL-ARBA'AH

pinjaman dikembalikan karena akad meminjam barang yang bersifat terikat


pinjaman termasuk ghairu lazim, sehingga dengan batasan waktu tertentu dan al-
dapat berakhir karena pembatalan Ariyah Mutlaqah, yaitu bentuk pinjam
(fasakh), meminjam barang yang bersifat tidak
2. Peminjam mengembalikan barang dibatasi oleh waktu.
pinjaman, baik setelah jangka waktu yang 3. Rukun al-Ariyah menurut Hanafiyah yaitu
disepakati berakhir atau belum, ijab dan kabul, menurut Syafi'ah, rukun al-
3. Peminjam dan/atau pemberi pinjaman tidak Ariyah adalah lafazh; Mu'ir dan Musta'ir,
cukup hukum, baik gila, dungu (safah), benda yang dipinjamkan.
taghoyur (akalnya berubah-ubah), maupun
4. Hikmah dari al-Ariyah dapat ditujukan bagi
karena berada di bawah pengampunan (di
peminjam seperti dapat memenuhi
hukum),
kebutuhan seseorang terhadap manfaat
4. Meninggalnya pinjaman atau pemberi
sesuatu yang belum dimiliki dan bagi yang
pinjaman karena akad pinjaman (sebagian
memberi pinjaman seperti membantu orang
jumhur ulama) merupakan izin
yang membutuhkan.
pemanfaatan. Izin berakhir karena
meninggalnya pemberi izin dan/atau 5. Setiap pinjaman wajib dikembalikan,
penerimanya, sehingga berdosalah orang yang tidak mau
5. Taflis, bangkrutnya pemberi pinjaman, membayar mengembalikannya. Dalam
pihak yang brangkrut tidak boleh pinjam meminjam baik Mu'ir maupun
mengabaikan manfaat benda miliknya, Musta'ir harus memperhatikan syarat,
terutama yang berkaitan dengan rukun, tatacara, & etika (adab) dalam
kepentingan pemberi utang kepadanya.27 pinjam meminjam dan saling bertanggung
jawab atas barang pinjaman.
PENUTUP 6. Apabila barang yang dipinjam itu rusak,
Dari uraian di atas, penulis ringkas dan selama dimanfaatkan sebagaimana
dapat dijadikan sebuah kesimpulan sebagai fungsinya, si peminjam tidak diharuskan
berikut : mengganti, akan tetapi kalau kerusakan
1. al-Ariyah adalah nama barang yang dituju barang yang dipinjam akibat dari
oleh orang yang meminjam. Dasar hukum pemakaian yang tidak semestinya atau oleh
al-Ariyah berasal dari al-Quran dan sebab lain, maka wajib menggantinya.
beberapa Hadis Nabi Muhammad saw. 7. Perbedaan antara Qardh dengan al-Ariyah
2. Ada dua macam al-Ariyah, yaitu : al-Ariyah yaitu kalau Qardh, pemberian barang yang
Muqayyadah, yaitu bentuk pinjam dipinjamkan ke orang lain dan
dikembalikan dengan jenis yang serupa,
27
Muhammad al-Syarbini al-Khathib, al-Iqna' fi Hill al-Fazh Abi
Syuja', (Indonesia: Dar Ihya' al-Kutub al-Arabiyah, t.th), vol II, h. 53-54.
terjadi pemindahan kepemilikan.
Salim Ibn Ubaid al-Mathiri, al-Af'al Almu'atstsirah fi Uqud al- Contohnya, uang satu juta dikembalikan
Muamalat (Riyadh: Dar al-Syami'i, 2014), h. 559.

JURNAL QAWANIN VOLUME 02 NOMOR 2 JULI 2018 13


Jamaluddin

uang satu juta, dan beras satu kilo Ma'ruf Abdul Jalil, Pustaka as-Sunnah,
dikembalikan beras satu kilo. Sedang al- t.th.
al-Khathib, Muhammad al-Syarbini, al-Iqna' fi
Ariyah, tidak terjadi pemindahan
Hill al-Fazh Abi Syuja', (Indonesia: Dar
kepemilikan, yang dikembalikan barang Ihya' al-Kutub al-Arabiyah, t.th.).
yang dipakai. al-Mathiri, Salim Ibn Ubaid, al-Af'al
Demikian tulisan singkat dan sangat Almu'atstsirah fi Uqud al-Muamalat,
sederhana ini penulis sampaikan, dari berbagai (Riyadh: Dar al-Syami'i, 2014).
al-Syaukani, Muhammad Ibn Ali Ibn
referensi, buku, kitab salaf maupun kholaf, dengan
Muhammad, Nail al-Authar Syarh
berharap ridlo dan inayah Allah swt. semoga tulisan
Muntaqa al-Akhbar min Ahadits Sayyid
ini berguna dan bermafaat serta bernilai amal jariyah Al-Akhbar, (Mesir: Musthafa al-Babi al-
bagi para pembacanya. Halabi, 1347 H.).
al-Syaukani, Muhammad Ibn Ali Muhammad,
DAFTAR PUSTAKA Nail Al-Authar Syarh Muntaqa min
al-Andulusi, Muhammad Ibn Ahmad Ibn Ahadits Sayyid al-Akhbar, Mesir:
Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusyd al- Musththafa al-Babi al-Halabi, 1347 H.
Qurtubi, Bidayat al-Mujtahid wa Hihayat al-Zuhaili, Wahbah, al-Fiqh fi Islami wa
al-Muqtashid, (Beirut: Dar al-Kutub al- Adillatuh, (Damakus: Dar al-Fikri, 2004).
Ilmiyah, 2010). Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di
al-Asqalani, Ibnu Hajar, Bulugh al Maram min Indonesia, (Jakarta: Citra Aditya, 1993).
Adillat al Hakam (Jakarta, Akbar, 2007). Hasan, M. Ali, Berbagai Macam Transaksi
al-Husaini, Taqiy al-Din Abi Bakr Ibnu dalam Islam, (Jakarta: Darul Falah, 2000).
Muhammad, Kifayat al-Akhyar fi Hill Karim, Helmi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT
Ghayat al-Ikhtishar, (Semarang: Taha Raja Grafindo Persada, 1997).
Putra, t.th.). Kementerian Agama RI., al-Qur'an dan
al-Jawi, Abu Abd. al-Mu'thi Muhammad Ibn Terjemahanya, (Jakarta: Dharma Art,
Umar Ibn Ali Nawawi, Nihayat al-Zain fi 2007).
Irsyad al-Mubtadi'in, (Semarang: Karya Mubarok, Jaih & Hasanuddin, Fikih Mu'amalah
Thoha Putra, t.th.). Maliyah Akad Tabarru', (Bandung:
Al-Jawi, Muhammad Nawawi Ibn Umar, Simbiosa Rekatama, 2017).
Tausyih ala Ibn Qasim, (Indonesia: Mulyadi, Ahmad, Fiqh (Bandung: Penerbit
Maktabah Dar Ihya' al-Kutub al- Titian Ilmu, 2006).
Arabiyyah, t.th.). Rashdy, Sulaiman, Fiqh Islam, (Bandung:
al-Jazairi, Abu Bakar, Ensiklopedia Muslim, Sinar Baru Algesindo, 1994).
Bab V, Muamalah (Jakarta: Rajagrafindo, Sabiq, Sayyid, Fiqh al-Sunnah, (Beirut: Dar al-
2004). Fikr, 1983).
al-Kahlani, Muhammad Ibn Isma'il, Subul al- Sofwan, Sri Soedewi Masychoen, Hukum
Salam Syarh Bulugh al-Maram min Jam Perdata: Hukum Kebendaan,
Adillat al-Akhkam, 1987. (Yogyakarta: Liberty, 1924).
al-Khalafi, Abdul Azhim bin Badawi, al-Wajiz fi Usanti, Trisadin Prasastianah, Prinsip Kehati-
Fiqhus Sunnah wal Kitabil Aziz, atau al- hatian pada Transaksi Perbankan,
Wajiz Ensiklopedi Fiqh Islam dalam al- (Surabaya: Airlangga Universitas Press,
Qur'an dan as-Sunnah ash-Shahihah, terj. 2013).

14 ISSN:2598-3156

Anda mungkin juga menyukai