Abstrak:
Hidup dimuka bumi ini selalu melakukan yang namanya kegiatan ekonomi dalam
kehidupan sehari-hari. Bertransaksi (berakad) untuk menjalankan kehidupan, tanpa disadari
bahwa dalam kehidupan selalu melakukan akad al-Ariyah (pinjam-meminjam). Pinjam-
meminjam dilakukan, baik berupa barang, uang, ataupun lainnya. Terlebih pada saat ini banyak
peristiwa, pertikaian, atau kerusuhan di masyarakat dikarenakan persoalan pinjam-meminjam.
Tidak heran kalau hal ini muncul persoalan setiap masyarakat dan berakhir di pengadilan. Hal ini
terjadi dikarenakan ketidak pahamannya akan hak dan kewajiban terhadap persoalan hal pinjam-
meminjam.
Kajian tentang pinjaman (al-Ariyah), penulis berminat untuk membahas tentang :
Konsekuensi Akad al-Ariyah dalam Fiqh Muamalah Maliyah Perspektif Ulama Madzahibul
Arba'ah yang penulis kaji dari berbagai aspeknya, pengertian, hukum, konsekuensi, dan lainnya
tentang pinjam meminjam (al-Ariyah) agar tidak ada kesalah-pahaman dan paham yang salah
mengenai akad al-Ariyah (pinjam meminjam).
Harta adalah komponen pokok dalam kehidupan manusia, di mana harta merupakan unsur
ad-dharuri yang memang tidak dapat ditinggalkan begitu saja. Dengan harta manusia dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya, baik kebutuhan primer maupun sekunder dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam matarantai interaksi sosial dan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, maka
terjadilah hubungan horizontal antar manusia, yaitu yang berkaitan dengan Muamalah Maliyah,
karena pada dasarnya manusia tidak ada yang sempurna, dan saling membutuhkan, karena
menusia juga memiliki hasrat untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, yang tidak ada habisnya,
kecuali dengan rasa syukur dan ikhlas kepada Allah swt., secara kontekstual hal ini pula perlu
mengenalkan adanya Allah swt. yang memberi nikmat dan rizki kepada manusia sehingga dapat
merasakan kebahagiaan dalam dirinya.
Abstract:
Living on this earth always commits activity what is called economic activity in everyday
life. Transaction (contract) to run a life, without realizing that in life always do the contract of al-
Ariyah (borrowing and lending). The borrowing is done by some ways, whether in the form of
goods, money, or other things. Moreover, there are many eventsat present, disputes, or chaos in
the community due to lending and borrowing problems. No wonder this problem arises in every
society and ends in court. This happens because of his lack of understanding of rights and
obligations to the issue of lending and borrowing.
The study of loans (al-Ariyah), the author is interested in discussing about: Consequences
of contract al-Ariyah in Muamalah Fiqh Maliyah Ulama Madzahibul Arba'ah Perspective which
the authors examine from various aspects, understanding, law, consequences, and others about
borrowing(al -Ariyah) so that there is no misunderstanding and misunderstanding of the al-
Ariyah contract (lending and borrowing).
Property is a basic component in human life, where wealth is an element of ad-dharuri
1
Jamaluddin
which cannot be abandoned. With human assets, they can fulfill their daily needs, both primary
and secondary needs in daily life. In the link of social interaction and to fulfill their needs, there is
a horizontal relationship between humans, which is related to Muamalah Maliyah, because
basically human beings are not perfect, and need each other, because humans also have a desire
to fulfill their needs, which are endless, except with gratitude and sincerity to the AlmightyAllah,
contextually this matter also needs to introduce the existence of Allah Almighty. who gives favors
and blessings to humans so they can feel happiness in him.
2 ISSN:2598-3156
KONSEKUENSI AKAD AL-ARIYAH DALAM FIQH MUAMALAH MALIYAH PERSPEKTIF ULAMA MADZAHIB AL-ARBA'AH
dimaksudkan sebagai perantara anatara pihak Sedangkan menurut istilah dapat dikatakan
yang mempunyai kelebihan dana dan pihak suatu kegiatan muamalah yang memberikan
yang kekurangan (membutuhkan) dana. manfaat sesuatu yang halal kepada orang lain
Lembaga keuangan bank (perbankan syariah) untuk diambil manfaatnya, dengan tidak
bergerak dalam kegiatan pembiayaan, pinjam- merusak zatnya agar zatnya tetap dapat
meminjam (al-Ariyah) dan berbagai layanan dikembalikan kepada pemiliknya, sedangkan
jasa keuangan lainya yang diberikan untuk dalam definisi para Ulama' sebagai berikut :
melayani kebutuhan masyarakat dan a. Menurut Syarkhasy dan ulama
melancarkan mekanisme sistem pembayaran Malikiah pemilikan atas manfaat suatu
bagi semua sektor perekonomian.2 Perbankan benda tanpa pengganti
sebagai lembaga keuangan berorientasi pada b. Menurut ulama Syafi'iah dan
bisnis dan melakukan berbagai akad Hanbalia pembolehan untuk
(transaksi). Akad (transaksi) perbankan yang mengambil manfaat tanpa mengganti
utama adalah menghipun dana (funding) dan Perbedaan pengertian tersebut
menyalurkan dana (lending) disamping akad menimbulkan adanya perbedaan dalam akibat
(transaksi) perbankan lainya dalam rangka hukum selanjutnya, pendapat pertama
mendukung kegiatan menghimpun dan memberikan makna kepemilikan kepada
menyalurkan dana serta memberikan jasa-jasa peminjam, sehingga membolehkan untuk
bank lainya (services).3 meminjamkan lagi terhadap orang lain atau
Sistem perbankan di Indonesia pihak ketiga tanpa melalui pemilik benda,
disebutkan dengan dual banking system, artinya sedangkan pengertian yang kedua menunjukkan
dari istilah dual banking system adalah arti kebolehan dalam mengambil manfaat saja,
terselenggaranya dua sistem perbankan sehingga peminjam dilarang meminjamkan
(konvensional dan syariah) secara terhadap orang lain.
perdampingan yang pelaksanaanya diatur dalam Akad dalam ariyah berbeda dengan
berbagai peraturan perundang-undangan yang hibah, karena dalam ariyah hanya untuk diambil
berlaku. manfaatnya tanpa mengambil dzatnya. Tetapi
PENGERTIAN AKAD AL-ARIYAH dalam Hibah dapat diambil keduanya, baik dari
Al-Ariyah berasal dari bahasa Arab dzatnya maupun dari manfaatnya.
(ONóPNÌRß' ) diambil dari kata (@@Ë) yang berarti Dalam kitab Undang-undang Hukum
datang atau pergi. Menurut sebagian pendapat Perdata dikatakan hak kebendaan (zekelijkrect)
al-ariyah berasal dari kata (íÌß') yang artinya adalah hak mutlak atas suatu benda tersebut,
sama dengan ((íèß' ' Ýíèß') artinya saling tukar dimana hak tersebut memberikan kekuasaan
menukar, yaitu dalam tradisi pinjam-meminjam. langsung pada pemiliknya.4
Dalam ketentuan kitab Undang-undang
2
Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia (Jakarta:
Citra Aditya, 1993), h. 1
3
Trisadin Prasastianah Usanti, Prinsip Kehati-hatian pada 4
Sulaiman Rashd, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
Transaksi Perbankan Surabaya: Airlangga Universitas Press, 2013), h. 1 1994), h. 37
Hukum Perdata pasal 1754 dijumpai ketentuan Al-Sarkhasi menjelaskan dalam kitab al-
yang berbunyi sebagai berikut : pinjam- Mabsuth bahwa arti al-I'arah secara istilah
meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana adalah :
pihak yang satu memberikan kepada pihak yang
lain suatu jumlah tertentu barang-barang ù~ä̧ê òÝIê êÒä̈ò°ÄæäÀô»A ó¹æÎê¼æÀåM
menghabis karena pemakaian, dengan syarat Artinya: Pemindahan kepemilikan
bahwa pihak yang belakangan ini akan manfaat (barang) tanpa imbalan8
mengembalikan sejumlah yang sama dari Ulama Syafi'iah dan Hanabilah,
macam dan keadaan yang sama pula. 5 sebagaimana terdapat dalam kitab Mughni al-
Al-Ariyah secara bahasa berarti obyek Muhtaj dan Kasyaf al-Qina' menjelaskan bahwa
yang dipinjamkan. Kata tersebut sering yang dimaksud akad al-I'arah secara
digunakan untuk menunjuk akad pinjaman terminologis adalah :
(barang). Kata al-Ariyah (al-I'arah) diambil
dari kata 'Ara yang berarti pergi (dzahaba) dan
ù~äÌê§ òÝêI êÒä̈ò°ÄæäÀô»A óÒäYBäIG
datang (ja'a). Pendapat lain mengatakan bahwa Artinya: Izin kepada pihak lain untuk
kata al-Ariyah berasal dari kata al-Ta'awur yang mengambil manfaat (benda) tanpa imbalan 9
berarti saling bergantian (al-tadawul wa al- Dari kedua pengertian tersebut di atas
tanawub.6 memilik kesamaan dalam hal pemindahan
Dalam kitab Mughni al-Muhtaj, kepemilikan manfaat tanpa imbalan. Adapun
Takmilat Fath al-Qadir dan Hasyiah Ibn Abidin, perbedaanya anatra lain dijelaskan oleh Wahbah
al-Jauhari menjelaskan tentang adanya yang al-Zuhaili yang menyatakan bahwa antara kata
menduga bahwa kata al-Ariyah berasal dari kata al-Tamlik dan kata al-Ibahah memiliki
al-'ar yang berarti tercela ('aib) karena perbedaan yang signifikan dari segi cakupan
meminjam dianggap perbuatan tercela. Namun hukumnya. Kata al-Tamlik menunjukkan bahwa
pendapat ini dibantah para ulama, karena peminjam boleh meminjamkan lagi barang
Rasulullah saw. telah melakukanya (hadits tersebut kepada pihak ketiga (pihak lain) atau
fi'liyah). Seandainya meminjam termasuk bahkan boleh menyewakannya (al-Ijarah).
perbuatan tercela tentu Rasulullah saw. tidak Sedangkan kata al-Ibahah menunjukkan bahwa
akan melakukanya. 7 peminjam tidak boleh meminjamkan lagi atau
5
Sri Soedewi Masychoen Sofwan, Hukum Perdata: Hukum menyewakan barang tersebut kepada pihak lain.
Kebendaan (Yogyakarta: Liberty Yogya, 1924), h. 48.
6
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh fi Islami wa Adillatuh, Vol. V Barang pinjaman hanya boleh dimanfaatkan
(Damakus: Dar al-Fikri, 2004), h. 4.035; Abu Abd. al-Mu'thi
Muhammad Ibn Umar Ibn Ali Nawawi al-Jawi, Menegaskan bahwa al- oleh peminjam.10
Ariyah secara istilah adalah kebolehan mengambil manfaat harta milik
pihak lain secara kekal hartanya; Abu Abd. al-Mu'thi Muhammad Ibn 9
Umar Ibn Ali Nawawi al-Jawi, Nihayat al-Zain fi Irsyad al-Mubtadi'in, Taqiy al-Din Abi Bakr Ibnu Muhammad al-Husaini, Kifayat al-
(Semarang: Karya Thoha Putra, t.th), h. 262. Akhyar fi Hill Ghayat al-Ikhtishar, Vol I (Semarang: Taha Ptra, t.th), hlm.
7
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh fi Islami wa Adillatuh, Vol. V 291; Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh fi Islami wa Adillatuh, Vol. V
(Damakus: Dar al-Fikri, 2004), h. 4.035; Muhammad Ibn Ismail al- (Damakus: Dar al-Fikri, 2004), h. 4.036.
9
Kahlani , Subul al-Salam Syarh: Bulugh al-Maram min Jami' Adillat al- Taqiy al-Din Abi Bakr Ibnu Muhammad al-Husaini, Kifayat al-
Akhkam, Vol III (Bandung: Dahlan, t. th), h. 67 Akhyar fi Hill Ghayat al-Ikhtishar, Vol I (Semarang: Taha Putra, t.th), h.
8
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh fi Islami wa Adillatuh, Vol. V 291
10
(Damakus: Dar al-Fikri, 2004), h. 4.035; Muhammad Ibn Ismail al- Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh fi Islami wa Adillatuh, Vol. V
Kahlani , Subul al-Salam Syarh: Bulugh al-Maram min Jami' Adillat al- (Damakus: Dar al-Fikri, 2004), h. 4.036.
Akhkam, Vol III (Bandung: Dahlan, t. th), h. 67
4 ISSN:2598-3156
KONSEKUENSI AKAD AL-ARIYAH DALAM FIQH MUAMALAH MALIYAH PERSPEKTIF ULAMA MADZAHIB AL-ARBA'AH
Artinya: Pada suatu malam di lebih menginginkan Islam dari pada baju
Madinah terdengar suara yang aneh dan perang itu (HR. Imam Abu Daud, al-
menakutkan , maka Rasulullah saw. Nas'i, Ahad).
meminjam seekor kuda milik Abu Thalhah Dalam riwayat lain dikatakan bahwa
yang bernama mandub untuk mendatangi Rasulullah saw. bersabda: Bal Ariyah
tempat suara itu. Ketika Rasulullah saw. Mu'addah (tidak, tetapi pinjaman yang akan
kembali dari tempat itu, beliau berkata: dikembalikan).13 Dalam konteks hadits tersebut
Kami tidak melihat apa-apa di sana dan terdapat dua kata yang menunjukkan arti yang
kami mendapati langkah kuda ini panjang berbeda, yaitu kata madhmunah dan mu'adah.
(kudanya berkualitas unggul)12 (HR. Yang dimaksud dengan madhmunah adalah
Imam Ahmad, Bukhori, Muslim, & Anas). benda yang dipinjam akan diganti (dibayar)
dengan nilainya apabila rusak. Sedangkan yang
2. Hadits yang diriwayatkan Imam dimaksud dengan kata mu'adah adalah benda
Abu Daud, al-Nas'i, Ahmad, dan pinjaman yang harus dikembalikan kepada
hadits tersebut Shahih menurut al- pemiliknya dengan wuhud bendanya secara
Hakim, dari Shafwan Ibn Umayah utuh, tidak diganti dengan nilainya apabila
bahwa : rusak.14 (barang pinjaman diperbaiki terlebih
ÂÌÍ ÉÄ¿ iB¨N_ mG Á¼mË Éμ§ A ½u Ä»A ÆC dahulu apabila rusak, bukan diganti dengan
barang lain atau dibayar harganya).
½I :¾B³ ? fÀBÍ BJv«C : ¾B´¯ ,B§ieC ÄY Ulama Hanafiah berpendapat bahwa
~j¨¯ BÈz¨_ I B§Bz¯ :¾B³ ÒMÌÀz¿ ÒÍiB§ syarat rukun i'arah pernyataan pemberian
É» BÈÄÀzÍ ÆC Á¼_ mË Éμ§ A ½u Ä»A Éμ§ pinjaman (al-ijab) dari pemberi pinjaman.
ÊAËi) K«iC ÂÝ_ mÜA Ó¯ ÂÌλA BÃC :¾B_ ´¯ Adapun pernyataan penerimaan (al-qabul) dari
(fCË ,ÕBrÄ»AË ,eËeÌIC pinjaman tidak termasuk rukun dalam
Artinya : Nabi saw. meminjam pandangan jumhur Hanafiah.
beberapa baju perang darinya pada hari
Hunain. Shafwan lalu bertanya, apakah RAGAM AKAD AL-ARIYAH
engkau merampasnya wahai Konsekuensi memahami dan
Muhammad? Nabi saw. menjawab menjelaskan hakikat al-Ariyah dari sudut
Tidak, ini adalah pinjaman yang dijamin pandang yang berbeda, maka para ulama
gantinya. Beberapa baju perang itu berbeda pendapat dari berbagai persepsinya,
ternyata ada yang hilang, lalu Nabi saw. anatara lain:
mengatakan kepada Shafwan bahwa 1. Makna akad i'arah secara hakiki (bukan
baju-baju yang hilang itu akan diganti.
Namun Shafwan berkata: Sekarang saya
12
Muhammad Ibn Ali Ibn Muhammad al-Syaukani, Nail al-Authar 13
Muhammad Ibn Isma'il al-Kahlani, Subul al-Salam Syarh Bulugh
Syarh Muntaqa al-Akhbar min Ahadits Sayyid Al-Akhbar, Vol. V al-Maram min Jam Adillat al-Akhkam, h. 69
14
(Mesir: Musthafa al-Babi al-Halabi, 1347 H.), h. 252 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh fi Islami wa Adillatuh, h. 4.037.
6 ISSN:2598-3156
KONSEKUENSI AKAD AL-ARIYAH DALAM FIQH MUAMALAH MALIYAH PERSPEKTIF ULAMA MADZAHIB AL-ARBA'AH
berpendapat bahwa untuk pemanfaatan barang peminjam wajib bertanggung jawab dan
pinjaman bergantung pada bentuk akad melakukan ganti rugi apabila terjadi
pinjaman (al-I'arah) apakah bersifat tidak kerusakan barang pinjaman.
terbatas (muthlaq) atau terbatas (muqayyad).18 3. Apabila pihak yang meminjamkan
Apa yang dimaksud dengan pinjaman menentukan batas maksimun atas barang
tidak terbatas (muthlaq) adalah akad pinjaman yang bole diangkut oleh barang pinjama
tanpa ada pejelasan dan/atau kepastian (misalnya barang jaminan berupa kendaraan
mengenai apakah barang pinjaman akan atau kuda), kemudian peminjam
digunakan oleh dirinya sendiri, atau pihak lain melanggarnya, maka peminjam wajib
tanpa ada kesepakatan mengenai cara bertanggung jawab dan melakukan ganti rugi
pemanfaatan barang pinjaman tersebut serta apabila terjadi kerusakan barang pinjaman.
tanpa dibatasi oleh waktu dan tempat 4. Apabila pihak yang meminjamkan
penggunaan barang pinjaman.19 menentukan batas mengenai kondisi daerah
Sedangkan pinjaman terbatas (lokasi) yang (boleh) dapat dilewati atau
(muqayyad) adalah akad pinjaman yang disertai tempat penyimpanannya (misalnya barang
kejelasan atau kepastian mengenai apakah pinjaman tidak boleh digunakan untuk
pinjaman akan menggunakan barang pinjaman berkunjung ke daerah konflik atau kendaraan
oleh dan untuk dirinya sendiri atau untuk pihak yang tidak boleh disimpan selain di garasi
lain; adanya kesepakatan mengenai cara pada malam hari), kemudian peminjam
pemanfaatkan barang pijaman atau adanya melarangnya, maka peminjam wajib
pembatasan waktu dan tempat penggunakan bertanggung jawab dan ganti rugi apabila
barang pinjaman. terjadi kerusakan dan kehilangan barang
Orientasi pinjaman terbatas (muqayyad) pinjaman.
antara lain :
1. Apabila disepakati bahwa barang pinjaman AKAD AL-ARIYAH AMANAH &
itu hanya boleh digunakan oleh peminjam, DHAMANAH
pinjaman hanya boleh menggunakan barang Secara teknis pinjaman (akad I'arah)
untuk kepentingannya sendiri (peminjam terkadang tertukar dengan istilah al-Qardh
tidak boleh meminjamkannya kepada pihak (pinjam-meminjam). Dalam hal ini dapat
lain). dibandingkan mengenai sifat benda berharga
2. A p a b i l a p e m i l i k b a r a n g ( y a n g secara syariah. Setidaknya pembagian harta
meminjamkan) menentukan waktu atau dapat dibagi menjadi harta isti'mali (harta yang
tempat penggunaan barang pinjaman, tidak habis karena dipakai) dan harta istilahi
kemudian peminjam melanggarnya, maka (konsumtif; habis karena dipakai). Disamping
itu, dikenal pula pembagian harta menjadi harta
18
Muhammad Nawawi Ibn Umar Al-Jawi, Tausyih ala Ibn Qasim mistli/mitsaliyyat (ada bandinganya di publik)
(Indonesia: Maktabah Dar Ihya' al-Kutub al-Arabiyyah, t.th), h. 159.
19
dan ghair mitsli (khusus eksklusif), tidak ada
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh fi Islami wa Adillatuh, hlm. 4.041
bandingannya di publik.
8 ISSN:2598-3156
KONSEKUENSI AKAD AL-ARIYAH DALAM FIQH MUAMALAH MALIYAH PERSPEKTIF ULAMA MADZAHIB AL-ARBA'AH
Disamping berhubungan secara tidak masing. Dari segi pengembalian obyek, akad
langsung dengan akad Qardh, akad I'arah, juga Ariyah mirip dengan akad Wadi'ah. Sedangkan
memiliki hubungan tidak langsung dengan akad dari segi pemanfaatan obyek, akad ariyah mirip
wadi'ah keduanya memiliki kesamaan dari segi dengan akad qardh, yaitu pihak penerima
karakter obyeknya, yaitu harta yang pinjaman memperoleh manfaat dari harta yang
dipinjamkan memiliki karakter yang sama dipinjamnya.
dengan harta yang dititpkan, yaitu harta isti'mali Disamping menghubungkan akad
yang wajib dikembalikan, sebagaimana adanya ariyah dengan wadi'ah dan akad qardh, para
(tidak diganti dengan harta lain), misalnya harta ulama menjelaskan pula sifat akad ariyah
(mal mitsli) yang harganya sama). Oleh karena dengan tanggung jawab, apakah mengganti
itu untuk melihat perbedaan antara akad I'arah barang pinjaman apabila barang pinjaman itu
dan akad qardh serta akad wadi'ah (aqd al-ida') rusak atau hilang. Persoalan ini para ulama
harus memperhatikan hak-hal sbb : terdapat beragan pendapat, antara lain :
1. Akad Qardh, disebut juga akad pinjam- 1. Ulama Hanafiah, sebagaimana dijelaskan
meminjam. Obyek yang pinjam adalah uang dalam kitab al-Mabsuth berpendapat bahwa
(nuqud) atau harta mitsaliyat. Harta barang pinjaman merupakan amanah yang
pinjaman dimanfaatkan oleh peminjam, berada di bawah kekuasaan peminjam, baik
sedangkan harta peminjam pada saat barang itu dipakai maupun tidak
dikembalikan/diganti dengan harta yang dipakai. Peminjam tidak perlu mengganti
sejenis (yang sama nilainya). atas rusaknya barang pinjaman (al-dhaman),
2. Akad Wadi'ah, merupakan akad penitipan kecuali kerusakan tersebut terjadi karena
barang (sil'ah/al-ain), baik harta mitsaliyah perbuatan peminjam yang melampui batas
maupun harta ghair mitsli. Harta titipan tidak (al-ta'adi) dan tidak melakukan perbuatan
boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan. yang seharusnya dilakukan (al-taqshir).20
Yang wajib dikembalikan kepada penitip Alasanya adalah analogi (qiyas) kepada akad
(pemilik) adalah harta asal, sebagaimana ijarah (sewa) dan akad wadi'ah (titipan),
harta sediakala (tidak diganti dengan benda sebagaimana firman al-Qur'an surat al-
mitsli lainya). Rahman ayat 60 sbb :
3. Akad Ariyah, disebut juga akad pinjaman. åÆBänYæ âø A Üú Gø øÆBänYæ âø A Õå AälUä æ½Çä
Obyeknya yang dipinjam adalah barang Terjemahnya : & tidak ada
(sil'ah/al-ain), baik harta mitsaliyat maupun
harta ghair mitsli. Harta pinjaman 20
Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh fi Islami wa Adillatuh, h. 4.047-4.050
dan Muhammad Ibn Isma'il al-Kahlani, menyampaikan perbedaan
dimanfaatkan oleh peminjam, sedangkan pendapat ulama tentang jaminan dalan akad al-ariyah, yaitu :
a. Ibn Abbas, Zaid Ibn Ali, Atha' Ahmad Ishaq, & al-Syafi'i
harta peminjam dikembalikan (tidak diganti berpendapat bahwa peminjam wajib bertanggung jawab secara mutlak
(wajib mengganti barang yang di pinjam apabila barang tersebut rusak).
dengan harta yang sejenis). b. al-Hadi berpendapat bahwa peminjam tidak bertanggung jawab
atas rusaknya barang pinjaman, kecuali diperjanjikan dalam akad.
Orientasi dari tiga akad tersebut c. al-Hasan dan Abu Hanifah berpendapat bahwa peminjam tidak
bertanggung jawab atas rusaknya barang pinjaman, meskipun
memiliki perbedaan dan persamaan masing- dipersyaratkan dalam akad. Lihat Muhammad Ibn Isma'il al-Kahlani, h.
67.
...
.... öÒäÃæÌÀ
å æzä¿ Òö äÍøiBä§ æ½Ié diriwayatkan Shofwan Ibn Umayah, yang
artinya tidak, ini adalah pinjaman yang
Artinya : tidak, tetapi pinjaman
dijamin gantinya. Oleh krena itu, barang
yang akan dikembalikan (HR. Sofwan Ibn
pinjaman wajib dikembalikan kepada
Umayah)
pemiliknya, sehingga peminjam harus
öÑAìeÛä ¿å Òö äÍiø Bä§ æ½Ié ... menggantinya atau membayar harganya apabila
Artinya : tidak, ini adalah
barang pinjaman itu dalan kondisi rusak/hilang
pinjaman yang dijamin gantinya (HR.
atas penggunaan yang tidak diizinkan oleh
Sofwan Ibn Umayah)
pemiliknya (al-ta'adi).
ÆB_ Ày Å_ ÖBA ÔA ½°A « øê̈äNænôA Ó¼§ äoÎæò» Ulama Hanabilah, sebagaimana
ÆAÌ°u ÊAËi) ÆBÀy ½°A « ªeÌN_ nA Ó¼§ÜË dijelaskan dalam kitab al-Mughni & kitab al-
Qawa'id, beliau berpendapat bahwa akad
(ÒοC ÅIA
10 ISSN:2598-3156
KONSEKUENSI AKAD AL-ARIYAH DALAM FIQH MUAMALAH MALIYAH PERSPEKTIF ULAMA MADZAHIB AL-ARBA'AH
pinjaman (al-I'arah) bersifat tanggungan (al- atau hilangnya barang pinjaman karena
dhaman) secara mutlak. Oleh karena itu, barang kedudukan barang pinjaman sama barang
pinjaman wajib mengganti atau membayar titipan.
harganya apabila barang pinjaman itu dalan b. Ulama Malikian, dijelaskan dalam kitab
kondisi rusak/hilang, baik atas pamaian yang Bidayat al-Mujtahid bahwa pelaksanaan
tidak diizinkan maupun pemakaian yang penggantian barang pinjaman yang rusak
melampui batas. Alasanya hadits Nabi saw. yang atau hilang (meskipun telah diperjanjikan
diriwayatkan Shofwan Ibn Umayah, beliau dalam akad) merupakan penggantian yang
bersabda tidak, ini adalah pinjaman yang tidak mendasar. Artinya, syarat yang dibuat
dijamin gantinya dan hadits yang diriwayatkan dalam perjanjian merupakan syarat yang
Imam Ahmad dari Hasan Ibn Samurah Ibn harus diabaikan.
Jundab, Rasulullah saw. bersabda: c. Ulama Syafi'ah & Hanabilah, dijelaskan
... ÉÍeÛM ÓNY
) PhaC B¿ fλA Ó¼§ )fC ÊAËi...Å¿ dalam kitab al-Mughni bahwa mengenai
bolehnya mengabaikan syarat penggantian
ÊfÄU ÑjQ ÅIA ÅnY( ( atas rusak atau barang pinjaman dan
Artinya : Orang yang mengambil
peminjam boleh melanggar syarat tersebut.
sesuatu, wajib bertanggung jawab atas apa 21
untuk sesuatu penggunaan yang tidak pinjamin merupakan pihak yang berhutan
umum untuk barang pinjaman tersebut.22 (HR. Abu Daud, at-Turmudzi, Abu
KARAKTERISTIK AKAD AL-ARIYAH Umamah, & Ibn Abbas).
Akad al-Ariyah merupakan akad yang
bersifat tabarru' karena dalam akad ini pemilik 2. Ulama Malikiah berpendapat bahwa
barang yang dipinjamkan tidak memperoleh pemberian pinjaman tidak boleh meminta
imbalan atas manfaat barang pinjaman yang kembali barang yang pinjamkan, kecuali
diterima pihak peminjam. Karenanya para setelah peminjam mengambil manfaatnya
ulama berbeda pendapat,23 diantaranya : barang pinjaman tersebut. Apabila
1. Ulama Hanafiah & Syafi'iah sepakat bahwa pinjaman bersifat terbatas (waktu), pihak
akad I'arah boleh dilakukan tanpa batas yang meminjamkan tidak boleh mengambil
jangka waktu penggunaan barang jaminan. barang pinjaman sebelum jangka waktunya
Konsekuensinya bahwa pihak yang selesai. Apabila tidak terbatas oleh waktu,
meminjamkan boleh memnita kembali maka pemberi pinjaman harus mengikuti
barang pinjaman kepada peminjam kapan jangka waktu yang bersifat umum. al-
saja, baiki akad I'arahnya yang bersifat Dardir dalam kitab al-Syarh al-Kabir, dan
mutlak muapun bersifat terbatas.24 Sesuai kitab Bidayat al-Mujtahid, berpendapat
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, bahwa pendapat yang paling kuat adalah
Turmidzi, Abu Umamah, & Ibnu Abbas, pendapat yang mengatakan bahwa pemberi
Rasulullah saw. bersabda: pinjaman boleh meminta kembali barang
pinjaman kapan saja.26
èÏz_ _ ´¿ åÅÍf»AË öÑeËej¿ óÒäZêÄäÀô»AäË öÑAeÛ¿ óÒÍiB¨»A
3. Ulama Hanafiah menganalisis pinjaman
èÁÍiB« åÁΧl»AË )Ò¿B¿A ÌIAË Ðh¿»AË eËAe ÌIA ÊAËi tanah dari segi sifat akad i'arah terikat
12 ISSN:2598-3156
KONSEKUENSI AKAD AL-ARIYAH DALAM FIQH MUAMALAH MALIYAH PERSPEKTIF ULAMA MADZAHIB AL-ARBA'AH
uang satu juta, dan beras satu kilo Ma'ruf Abdul Jalil, Pustaka as-Sunnah,
dikembalikan beras satu kilo. Sedang al- t.th.
al-Khathib, Muhammad al-Syarbini, al-Iqna' fi
Ariyah, tidak terjadi pemindahan
Hill al-Fazh Abi Syuja', (Indonesia: Dar
kepemilikan, yang dikembalikan barang Ihya' al-Kutub al-Arabiyah, t.th.).
yang dipakai. al-Mathiri, Salim Ibn Ubaid, al-Af'al
Demikian tulisan singkat dan sangat Almu'atstsirah fi Uqud al-Muamalat,
sederhana ini penulis sampaikan, dari berbagai (Riyadh: Dar al-Syami'i, 2014).
al-Syaukani, Muhammad Ibn Ali Ibn
referensi, buku, kitab salaf maupun kholaf, dengan
Muhammad, Nail al-Authar Syarh
berharap ridlo dan inayah Allah swt. semoga tulisan
Muntaqa al-Akhbar min Ahadits Sayyid
ini berguna dan bermafaat serta bernilai amal jariyah Al-Akhbar, (Mesir: Musthafa al-Babi al-
bagi para pembacanya. Halabi, 1347 H.).
al-Syaukani, Muhammad Ibn Ali Muhammad,
DAFTAR PUSTAKA Nail Al-Authar Syarh Muntaqa min
al-Andulusi, Muhammad Ibn Ahmad Ibn Ahadits Sayyid al-Akhbar, Mesir:
Muhammad Ibn Ahmad Ibn Rusyd al- Musththafa al-Babi al-Halabi, 1347 H.
Qurtubi, Bidayat al-Mujtahid wa Hihayat al-Zuhaili, Wahbah, al-Fiqh fi Islami wa
al-Muqtashid, (Beirut: Dar al-Kutub al- Adillatuh, (Damakus: Dar al-Fikri, 2004).
Ilmiyah, 2010). Djumhana, Muhammad, Hukum Perbankan di
al-Asqalani, Ibnu Hajar, Bulugh al Maram min Indonesia, (Jakarta: Citra Aditya, 1993).
Adillat al Hakam (Jakarta, Akbar, 2007). Hasan, M. Ali, Berbagai Macam Transaksi
al-Husaini, Taqiy al-Din Abi Bakr Ibnu dalam Islam, (Jakarta: Darul Falah, 2000).
Muhammad, Kifayat al-Akhyar fi Hill Karim, Helmi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : PT
Ghayat al-Ikhtishar, (Semarang: Taha Raja Grafindo Persada, 1997).
Putra, t.th.). Kementerian Agama RI., al-Qur'an dan
al-Jawi, Abu Abd. al-Mu'thi Muhammad Ibn Terjemahanya, (Jakarta: Dharma Art,
Umar Ibn Ali Nawawi, Nihayat al-Zain fi 2007).
Irsyad al-Mubtadi'in, (Semarang: Karya Mubarok, Jaih & Hasanuddin, Fikih Mu'amalah
Thoha Putra, t.th.). Maliyah Akad Tabarru', (Bandung:
Al-Jawi, Muhammad Nawawi Ibn Umar, Simbiosa Rekatama, 2017).
Tausyih ala Ibn Qasim, (Indonesia: Mulyadi, Ahmad, Fiqh (Bandung: Penerbit
Maktabah Dar Ihya' al-Kutub al- Titian Ilmu, 2006).
Arabiyyah, t.th.). Rashdy, Sulaiman, Fiqh Islam, (Bandung:
al-Jazairi, Abu Bakar, Ensiklopedia Muslim, Sinar Baru Algesindo, 1994).
Bab V, Muamalah (Jakarta: Rajagrafindo, Sabiq, Sayyid, Fiqh al-Sunnah, (Beirut: Dar al-
2004). Fikr, 1983).
al-Kahlani, Muhammad Ibn Isma'il, Subul al- Sofwan, Sri Soedewi Masychoen, Hukum
Salam Syarh Bulugh al-Maram min Jam Perdata: Hukum Kebendaan,
Adillat al-Akhkam, 1987. (Yogyakarta: Liberty, 1924).
al-Khalafi, Abdul Azhim bin Badawi, al-Wajiz fi Usanti, Trisadin Prasastianah, Prinsip Kehati-
Fiqhus Sunnah wal Kitabil Aziz, atau al- hatian pada Transaksi Perbankan,
Wajiz Ensiklopedi Fiqh Islam dalam al- (Surabaya: Airlangga Universitas Press,
Qur'an dan as-Sunnah ash-Shahihah, terj. 2013).
14 ISSN:2598-3156