Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa Indonesia sebagai bahasa kesatuan dan bahasa resmi Negara Republik

Indonesia serta sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan di Indonesia perlu

mendapat perhatian dari semua pihak. Selain itu bahasa Indonesia merupakan

bahasa yang mempunyai peranan penting dalam proses berpikir bagi manusia,

karena bahasa digunakan untuk menyatakan perasaan dan pikiran, atau dengan

kata lain di samping sebagai alat berpikir bahasa Indonesia juga merupakan hasil

pikiran manusia.

Mengingat pentingnya suatu bahasa, terutama bahasa Indonesia maka pengajaran

bahasa Indonesia perlu diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, pembelajaran

bahasa Indonesia pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan hal

penting sebab menyangkut taraf kemampuan dan kemahiran berbahasa secara

baik dan benar untuk menuju jenjang pendidikan berikutnya. Dengan demikian,

untuk dapat meningkatkan keterampilan berbahasa tentunya diperlukan suatu

latihan.

Keterampilan berbahasa pada dasarnya diperoleh melalui hubungan yang teratur.

Semasa kecil kita belajar menyimak, kemudian berbicara, setelah itu kita belajar

membaca dan menulis. Semakin terampil seseorang berbahasa maka semakin

1
terampil pula jalan pikirannya. Tentu saja keterampilan itu dapat dikuasai dengan

jalan praktik dan banyak berlatih.

Keempat keterampilan berbahasa berkaitan antara keterampilan satu dengan yang

lainnya. Keterampilan menggunakan bahasa dibedakan menjadi dua yaitu

keterampilan menggunakan bahasa lisan dan bahasa tulis. Keterampilan

menggunakan bahasa lisan terdiri dari menyimak dan berbicara, sedangkan

keterampilan menggunakan bahasa tulis terdiri atas membaca dan menulis.

Seorang siswa harus menguasai salah satu aspek keterampilan berbahasa yaitu

menulis atau membuat kalimat langsung dan kalimat tidak langsung pada teks

narasi sebagai salah satu bentuk komunikasi yang memiliki manfaat yakni, dapat

meningkatkan kecerdasan, mengembangkan daya inisiatif dan kreativitas,

mengumpulkan informasi. Di dalam sebuah teks narasi terdapat sebuah kalimat.

Kalimat merupakan suatu hal yang pasti kita akan jumpai dalam bahasa

Indonesia. Kalimat sendiri memiliki berbagai macam dan jenis, salah satunya

kalimat langsung dan kalimat tidak langsung. Pada dasarnya kalimat langsung dan

tidak langsung telah menjadi bagian dari kehidupan kita, tetapi kita tidak sadar

bahwa kalimat tersebut telah membaur dengan kita.

Kemampuan membuat kalimat langsung dan kalimat tidak langsung pada teks

narasi sangat dibutuhkan adanya pengetahuan tentang kalimat. Dalam membuat

kalimat langsung dan kalimat tidak langsung pada teks narasi harus memenuhi

2
aturan atau kaidah-kaidahnya yaitu isi pesan kalimat, tanda baca, huruf kapital,

konjungsi, dan kata ganti orang. Kelima unsur harus dipenuhi atau digunakan

dalam membuat sebuah kalimat langsung dan kalimat tidak langsung khsususnya

pada sebuah Teks Narasi.

Dalam Silabus Kurikulum 2013 Kelas VII Semeter I SMP Negeri 2 Pringsewu

pada Kompetensi Dasar: 3.3 Mengidentifikasi unsur-unsur teks narasi (cerita

fantasi) yang dibaca dan didengar. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan

peneliti dengan guru bahasa Indonesia kelas VII di SMP Negeri 2 Pringsewu pada

tanggal 16 Maret 2017, diperoleh data sebagai berikut: diketahui Kriteria

Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran bahasa Indonesia di sekolah tersebut

adalah 72. Kegiatan belajar mengajar bahasa Indonesia berjalan dengan baik,

materi pelajaran yang diberikan sesuai dengan Kurikulum 2013. Sebenarnya,

kegiatan latihan dan tugas membuat kalimat langsung dan kalimat tidak langsung

pada teks narasi sudah berjalan dengan baik tetapi belum maksimal hasilnya.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 1
Data Siswa Membuat Kalimat Langsung Dan Tidak Langsung Pada Teks
Narasi Siswa Kelas VII Semester I Tahun Pelajaran 2017/2018
SMP Negeri 2 Pringsewu
No Interval nilai Jumlah Persentas Katagori
e
1. 85-100 15 50% Tinggi
2. 72-84 10 33% Sedang
3 0-55 5 17% Rendah
Jumlah 30 100%

3
   Sumber: Guru Bahasa Indonesia kelas VII SMP Negeri 2 Pringsewu
Berdasarkan hasil prapenelitian dengan guru bidang studi bahasa Indonesia yaitu

sebanyak 15 siswa yang tergolong dalam kategori tinggi, 10 siswa yang tergolong

kategori sedang, dan 5 siswa yang tergolong rendah dalam membuat kalimat

langsung dan tidak langsung pada teks narasi. Hal ini didukung dari informasi

Bapak Ridawan, S.Pd. pada tanggal 16 Maret 2017 bahwa siswa dalam membuat

kalimat langsung dan kalimat tidak langsung pada teks narasi masih banyak yang

salah dan tidak tepat. Contohnya, siswa masih salah dalam menggunakan

konjungsi yaitu di, ke, dan, yang, dan lain sebagainya.

Dalam menggunakan kata ganti orang pun masih banyak yang salah dan tidak

tepat, sedangkan untuk penggunaan tanda bacanya seharusnya menggunakan

tanda koma tetapi menggunakan tanda titik. Banyak faktor yang menyebabkan

kurangnya siswa dalam memahami materi tersebut. Hal tersebut dikarenakan

siswa jarang diberikan tugas untuk membuat kalimat langsung dan kalimat tidak

langsung pada teks narasi sehingga mereka banyak yang salah dan belum tepat.

Selanjutnya, dalam proses pembelajaran siswa kurang termotivasi karena siswa

kurang memahami sebuah kalimat langung dan kalimat tidak langsung pada teks

narasi.

Dari permasalahan tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti kemampuan membuat

kalimat langsung dan kalimat tidak langsung pada teks narasi siswa kelas VII

semester I SMP Negeri 2 Pringsewu tahun pelajaran 2017/2018.

4
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang peneliti kemukakan pada latar belakang masalah, maka

peneliti membuat rumusan masalah sebagai berikut:

“Bagaimanakah kemampuan membuat kalimat langsung dan kalimat tidak

langsung pada teks narasi siswa kelas VII semester I SMP Negeri 2 Pringsewu

tahun pelajaran 2017/2018?”.

Dari rumusan masalah di atas, peneliti dapat menarik judul:

“KEMAMPUAN MEMBUAT KALIMAT LANGSUNG DAN KALIMAT

TIDAK LANGSUNG PADA TEKS NARASI SISWA KELAS VII SEMESTER

I SMP NEGERI 2 PRINGSEWU TAHUN PELAJARAN 2017/2018”.

C. Ruang Lingkup Penelitian

Untuk menghindari perluasan masalah dalam penelitian ini, maka peneliti

membatasi ruang lingkup penelitian sebagai berikut:

1. Objek Penelitian

Objek penelitian adalah membuat kalimat langsung dan kalimat tidak

langsung pada Teks Narasi.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa Kelas VII Semester I.

3. Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah SMP Negeri 2 Pringsewu.

5
4. Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah penelitian dilaksanakan pada semester I tahun

pelajaran 2017/2018.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan membuat kalimat

langsung dan kalimat tidak langsung pada teks narasi siswa kelas VII

semester I SMP Negeri 2 Pringsewu tahun pelajaran 2017/2018.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:

a. Sebagai bahan informasi bagi guru bidang studi bahasa Indonesia tentang

kemampuan siswa dalam membuat kalimat langsung dan kalimat tidak

langsung pada teks narasi.

b. Sebagai tolak ukur kemampuan siswa dalam membuat kalimat langsung

dan kalimat tidak langsung pada teks narasi dengan baik dan benar.

c. Sebagai bahan rujukan bagi peneliti lain yang berkaitan dengan

penelitian ini.

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kemampuan Membuat Kalimat Langsung Dan Tidak Langsung Pada

Teks Narasi

1. Pengertian Menulis

Menurut Burhan Nurgiyantoro (2009: 296) “Menulis adalah aktivitas

orang yang menghasilkan bahasa tidak semata-mata hanya bertujuan demi

produktivitas bahasa itu sendiri, melainkan karena ada sesuatu yang ingin

dikomunikasikan lewat bahasa”. Selanjutnya, menurut Sabarti Akhadiah,

dkk. (2000: 1) “Menulis adalah suatu kegiatan untuk menciptakan suatu

catatan atau informasi pada suatu media dengan menggunakan aksara.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat penulis simpulkan menulis adalah

suatu kegiatan penyampaian pesan atau berkomunikasi dengan

menggunakan bahasa tulis sebagai medianya.

2. Pengertian Kalimat

Menurut Arifin dan Tasai (2008: 66) “Kalimat adalah satuan bahasa

terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran

yang utuh”. Selanjutnya, Hasan Alwi, dkk. (2010: 317) “Kalimat adalah

satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan yang

mengungkapkan pikiran yang utuh”. Senada dengan pendapat di atas,

7
Dalman (2012: 21) “Kalimat adalah kalimat yang memiliki satu gagasan

pokok dan unsur-unsurnya minimal terdiri atas subjek dan predikat”. Dari

beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan kalimat adalah kumpulan

kata yang mempunyai maksud tertentu dan mengungkapkan suatu konsep

pikiran dan perasaan yang utuh dalam wujud lisan atau tulisan.

3. Jenis-jenis Kalimat

a) Jenis Kalimat Menurut Struktur Gramatikalnya

Menurut E. Zaenal Arifin dan S. Amran Tasai (2008: 72) kalimat

menurut strukturnya, kalimat bahasa Indonesia dapat berupa kalimat

tunggal dapat pula berupa kalimat majemuk.

(1) Kalimat Tunggal

Kalimat tunggal terdiri atas satu subjek dan satu predikat. Pada

hakikatnya, kalau dilihat dari unsur-unsurnya, kalimat-kalimat

yang panjang-panjang dalam bahasa Indonesia dapat

dikembalikan kepada kalimat-kalimat dasar yang sederhana.

Kalimat-kalimat tunggal yang sederhana itu terdiri atas satu

subjek dan satu predikat.

Contoh:

Dosen itu       ramah.


 S P

8
(2) Kalimat Majemuk

Kalimat majemuk adalah kalimat yang mempunyai dua pola

kalimat atau lebih. Kalimat majemuk ini terdiri dari induk kalimat

dan anak kalimat. Cara membedakan anak kalimat dan induk

kalimat yaitu dengan melihat letak konjungsi.

Contoh:

Arya makan di dapur sedangkan Abdi main bola di lapangan.

b) Jenis Kalimat Menurut Bentuk Gayanya

Menurut Arifin dan S. Amran Tasai (2008: 93-94) kalimat menurut

gaya penyampaiannya atau bentuk gayanya dapat digolongkan

menjadi tiga macam, yaitu kalimat yang melepas (induk-anak),

kalimat yang berklimaks (anak-induk), dan kalimat yang berimbang

(setara atau campuran).

(1) Kalimat yang melepas

Jika kalimat itu disusun dengan diawali unsur utama, yaitu induk

kalimat dan diikuti oleh unsur tambahan, yaitu anak kalimat, gaya

penyajian kalimat itu disebu melepas. Unsur anak kalimat ini

seakan-akan dilepaskan saja oleh penulisnya dan kalaupun unsur

ini tidak diucapkan, kalimat itu sudah bermakna lengkap.

Contohnya:

Saya akan diberikan vespa oleh Ayah jika saya lulus ujian sarjana.

9
(2) Kalimat yang berklimaks

Jika kalimat itu disusun dengan diawali oleh anak kalimat dan

diikuti oleh induk kalimat, gaya penyajian kalimat itu disebut

berklimaks. Pembaca belum dapat memahami kalimat tersebut

jika baru membaca anak kalimatnya. Pembaca akan memahami

makna kalimat itu setelah membaca induk kalimatnya. Sebelum

kalimat itu selesai, terasa bahwa ada sesuatu yang masih ditunggu,

yaitu induk kalimat. Oleh karena itu, penyajian kalimat yang

konstruksinya anak-induk terasa berklimaks, dan terasa

membentuk ketegangan.

Contohnya:

Setelah 1.138 hari disekap dalam sebuah ruangan, akhirnya tiga

sandera warga negara Prancis itu dibebaskan juga.

(3) Kalimat yang berimbang

Jika kalimat itu disusun dalam bentuk mejemuk setara atau

majemuk campuran, gaya penyajian kalimat itu disebut berimbang

karena strukturnya memperlihatkan kesejajaran yang sejalan dan

dituangkan ke dalam bangun kalimat yang bersimetri.

Contohnya:

Jika stabilitas nasional mantap, masyarakat dapat bekerja dengan

tenang dan dapat beribadat dengan leluasa.

10
c) Jenis Kalimat Menurut Fungsinya

Menurut Arifin dan S. Amran Tasai (2008: 94-96) menurut

fungsinya, jenis kalimat dapat diperinci menjadi kalimat pernyataan,

kalimat pertanyaan, kalimat perintah, dan kalimat seruan. Semua jenis

kalimat itu dapat disajikan dalam bentuk positif dan negatif. Dalam

bahasa lisan, intonasi yang khas menjelaskan kapan kita berhadapan

dengan salah satu jenis itu. Dalam bahasa tulisan, perbedaannya

dijelaskan oleh bermacam-macam tanda baca.

(1) Kalimat Pernyataan (Deklaratif)

Kalimat pernyataan dipakai jika penutur ingin menyataakn sesuatu

dengan lengkap pada waktu ia ingin menyampaikan informasi

kepada lawan berbahasanya. Biasanya intonasi menurun, tanda

baca titik.

Contohnya:

Presiden SBY mengadakan kunjungan ke luar negeri.

(2) Kalimat Pertanyaan (Interogatif)

Kalimat pertanyaan dipakai jika penutur ingin memperoleh

informasi atau reaksi (jawaban) yang diharapkan. Biasanya

intonasi menurun, tanda baca tanda tanya). Pertanyaan sering

menggunakan kata tanya seperti bagaimana, di mana, mengapa,

berapa, dan kapan.

11
Contohnya:

Kapan Saudara berangkat ke Singapura?

(3) Kalimat Perintah dan Permintaan (Imperatif)

Kalimat perintah dipakai jika penutur ingin “menyuruh” atau

“melarang” orang berbuat sesuatu. Biasanya, intonasi menurun,

tanda baca titik atau tanda seru.

Contohnya:

Maukah kamu disuruh mengantarkan buku ini ke Pak Sahluddin!

(4) Kalimat Seruan

Kalimat seruan dipakai jika penutur ingin mengungkapkan

perasaan “yang kuat” atau yang mendadak. Biasanya ditandai oleh

menaiknya suara pada kalimat lisan dan dipakainya tanda seru

atau tanda titik pada kalimat tulis.

Contohnya:

Bukan main, cantiknya.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis

kalimat-kalimat terbagi menjadi tiga yaitu (1) berdasarkan struktur

gramatikalnya yaitu: kalimat tunggal dan kalimat majemuk, (2)

berdasarkan bentuk gayanya yaitu: kalimat yang melepas, kalimat

yang berklimaks, dan kalimat yang berimbang, (3) berdasarkan

12
fungsinya yaitu: kalimat pertanyaan (deklaratif), kalimat pertanyaan

(interogatif), kalimat perintah dan permitaan (imperatif), dan kalimat

rekaan.

4. Pengertian Kalimat Langsung

Menurut Sri Iswanti (2015: 60) “Kalimat langsung adalah kalimat yang

diucapkan secara langsung kepada orang yang dituju. Kalimat langsung

ditandai dengan pemakaian tanda petik (“.....”)”. Selanjutnya, Ramlan

(2005: 28) “Kalimat langsung berfungsi untuk menanyakan sesuatu.

Kalimat ini memiliki pola intonasi bernada akhir naik”. Sejalan dengan

pendapat di atas, Abdul Chaer (2009: 209) “Kalimat langsung adalah

kalimat yang langsung diucapkan oleh seorang pembicara”.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan kalimat langsung

adalah kalimat yang diucapkan secara langsung untuk menanyakan

sesuatu oleh pembicara.

5. Ciri-ciri Kalimat Langsung

Menurut Sri Iswanti (2015: 60) ciri-ciri kalimat langsung sebagai berikut.

a. Menggunakan tanda petik rangkap (“....”).

b. Intonasi tinggi untuk tanda tanya, datar untuk kalimat berita, dan

tanda seru dilagukan dengan intonasi perintah.

c. Kata ganti orang pertama dan orang kedua.

13
Selanjutnya, dalam (http://www.materikelas.com/12-04-2017/ciri-ciri

kalimat langsung.html#) ciri-ciri kalimat langsung yaitu sebagai berikut.

a. Pada kalimat langsung kalimat petikan ditandai dengan tanda petik.

b. Huruf pertama pada kalimat yang dipetik menggunakan huruf kapital.

c. Kalimat petikan dan kalimat pengiring dipisahkan dengan tanda baca

(,) koma.

d. Kalimat langsung yang berupa dialog berurutan, harus menggunakan

tanda baca titik dua (:) di depan kalimat langsung.

e. Pola susunan:

Pengiring, “kutipan”

“Kutipan,” pengiring

“Kutipan,” pengiring, “kutipan”

f. Cara membaca pada kalimat kutipan intonasinya sedikit ditekan.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan ciri-ciri kalimat

langsung adalah menggunakan tanda petik, huruf pertama memakai huruf

kapital, berintonasi tinggi, menggunakan kata ganti orang, dan dialognya

berurutan.

Menurut Sri Iswanti (2015: 60-61) cara penulisan kalimat langsung

adalah sebagai berikut.

a. Bagian kalimat langsung diapit oleh tanda petik dua (“) bukan petik

(‘).

14
b. Tanda petik penutup diletakan setelah tanda baca yang mengakhiri

kalimat petikan.

Contoh:

Adi mengatakan, “Aku akan pergi ke sekolah besok.” (Benar)

Adi mengatakan, “Aku akan pergi ke sekolah besok”. (Salah)

c. Kalimat pengiring harus diakhiri dengan satu tanda koma dan satu

tanda spasi apabila bagian kalimat pengiring terletak sebelum kalimat

petikan.

Contoh:

Ulu berkata, “Biarlah saya bernyanyi sendiri.”

d. Kalimat pengiring harus diakhiri satu tanda koma dan satu spasi

apabila bagian kalimat pengiring terletak setelah kalimat petikan.

Contoh: “Ulu, aku tidak suka dengan hujan,” kata Semut lirih.

e. Jika ada dua kalimat petikan, huruf awal pada kalimat petikan pertama

menggunakan huruf kapital. Sedangkan pada kalimat petikan kedua

menggunakan huruf kecil, kecuali nama orang dan kata sapaan.

f. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dan

bagian lain yang mengiringnya dalam kalimat jika petikan langsung

itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.

15
6. Pengertian Kalimat Tidak Langsung

Menurut Sri Iswanti (2015: 61) kalimat tidak langsung adalah kalimat

yang melaporkan atau memberitahukan perkataan orang lain dalam

bentuk kalimat berita. Selanjutnya, Abdul Chaer (2009: 349) “Kalimat

tidak langsung adalah kalimat yang isinya menyatakan pernyataan untuk

diketahui oleh orang lain (pendengar atau pembaca). Senada dengan

pendapat di atas, Anjar Murtiani, dkk (2016: 185) kalimat tidak langsung

adalah kalimat yang menceritakan kembali ungkapan dari orang lain.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan kalimat tidak langsung

adalah kalimat yang memberitahukan perkataan orang lain untuk

diketahui oleh orang lain.

Menurut Sri Iswanti (2015: 60-61) cara penulisan kalimat tidak langsung

adalah sebagai berikut.

a. Tanda petik penutup diletakan setelah tanda baca yang mengakhiri

kalimat petikan.

Contoh:

Adi mengatakan, “Aku akan pergi ke sekolah besok.” (Benar)

Adi mengatakan, “Aku akan pergi ke sekolah besok”. (Salah)

16
b. Kalimat pengiring harus diakhiri dengan satu tanda koma dan satu

tanda spasi apabila bagian kalimat pengiring terletak sebelum kalimat

petikan.

Contoh:

Ulu berkata, “Biarlah saya bernyanyi sendiri.”

c. Kalimat pengiring harus diakhiri satu tanda koma dan satu spasi

apabila bagian kalimat pengiring terletak setelah kalimat petikan.

Contoh: “Ulu, aku tidak suka dengan hujan,” kata Semut lirih.

d. Jika ada dua kalimat petikan, huruf awal pada kalimat petikan pertama

menggunakan huruf kapital. Sedangkan pada kalimat petikan kedua

menggunakan huruf kecil, kecuali nama orang dan kata sapaan.

e. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dan

bagian lain yang mengiringnya dalam kalimat jika petikan langsung

itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.

7. Ciri-ciri Kalimat Tidak Langsung

Menurut Sri Iswanti (2015: 61) ciri-ciri kalimat tak langsung sebagai

berikut.

a. Tidak menggunakan tanda petik.

b. Intonasi membacanya datar.

c. Terdapat perubahan kata ganti orang.

(1) Kata ganti orang ke-1 berubah menjadi orang ke-3.

17
(2) “Saya”, “aku” menjadi “dia” atau “ia”.

(3) Kata ganti orang ke-2 berubah menjadi orang ke-1. “kamu”, “dia”

menjadi “saya” atau nama orang.

(4) Kata ganti orang ke-2 dan ke-1 jamak berubah menjadi ‘kami”,

“kita” dan “mereka” “kalian” “kami menjadi” “mereka” “kami”.

Selanjutnya, dalam (http://www.materikelas.com/12-04-2017/ciri-ciri

kalimat tidak langsung.html#) ciri-ciri kalimat tidak langsung yaitu

sebagai berikut

a. Tidak menggunakan tanda petik.

b. Intonasi membacanya datar.

c. Terdapat perubahan kata ganti orang, yaitu:

(1) Kata ganti orang ke-1 berubah menjadi orang ke-3.

(2) “Saya”, “aku” menjadi “dia” atau “ia”.

(3) Kata ganti orang ke-2 berubah menjadi orang ke-1. “kamu”, “dia”

menjadi “saya” atau nama orang.

(4) Kata ganti orang ke-2 dan ke-1 jamak berubah menjadi ‘kami”,

“kita” dan “mereka” “kalian” “kami menjadi” “mereka” “kami”.

Contoh:

Ibu berkata, “Dia adalah gadis yang baik”.

18
d. Biasanya ditambahkan konjungsi “bahwa”.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan ciri-ciri kalimat tidak

langsung adalah tidak menggunakan tanda petik, berintonasi datar,

adanya perubahan kata ganti orang, dan adanya sebuah konjungsi.

8. Aturan Dalam Membuat Kalimat Langsung dan Kalimat Tidak

Langsung

Dalam penulisan kalimat langsung dan kalimat tidak langsung memiliki

beberapa aturan yaitu: penggunaan tanda baca, konjungsi, dan kata ganti

orang.

a. Tanda Baca

Menurut Abdul Chaer (2006: 71-72) “Tanda baca adalah tanda-tanda

yang digunakan di dalam bahasa tulis agar kalimat-kalimat yang kita

tulis dapat dipahami orang persis seperti yang kita maksudkan.”

Selanjutnya, Zaenal Arifin dan Amran Tasai (2008: 197) “Tanda baca

adalah pemakaian tanda baca dalam ejaan Bahasa Indonesia yang

Disempurnakan mencangkup pengaturan tanda titik, tanda koma,

tanda titik koma, tanda titik dua, tanda hubung, tanda pisah, tanda

elipsis, tanda tanya, tanda seru, tanda kurung, tanda kurung siku,

tanda petik, tanda petik tunggal, tanda ulang, tanda garis miring, dan

penyingkat (apostrof).”

19
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan tanda baca adalah

pemakaian sebuah tanda baca dalam ejaan bahasa Indonesia Yang

Disempurnakan (EYD) yang mempunyai aturan dalam

penggunaannya dalam sebuah kalimat.

Menurut Abdul Chaer (2006: 72-84) tanda baca yang lazim digunakan

adalah:

Lambang Nama
. Titik
: titik dua
; titik koma
, koma
- tanda hubung
_ tanda pisah
… tanda elipsis
? tanda tanya
! tanda seru
() tanda kurung
) tanda kurung tutup
[] tanda kurung siku
“…” tanda petik (kutip)
‘…’ tanda petik tunggal
/ tanda garis miring
, tanda penyingkat
2 tanda ulang

Aturan penggunaan tanda baca itu adalah:

1) Penggunaan Titik

Tanda baca titik (.) digunakan:

(a) Pada akhir kalimat yang bukan kalimat seru atau kalimat tanya.

Contoh:

20
- Nyonya Indira Gandhi telah tiada.

- Menlu Mochtar berangkat ke Papua Nugini.

- Nomor teleponnya 480108.

(b) Pada akhir singkatan nama orang.

Contoh:

- R.A. Kartini

- W.R. Supratman

- Muh. Yamin

- S.T. Alisyahbana

- W.J.S. Poerwadarminta

(c) Pada akhir singkatan kata yang menyatakn gelar, jabatan, pangkat,

atau sapaan.

Contoh:

- Ptof. Profesor

- Drs. Doktorandus

- S.H. Sarjana Hukum

- Kol. Kolonel

- Kep. Kepala

- Sdr. Saudara

- Tn. Tuan

- Ny. Nyonya

21
(d) Pada singkatan kata atau singkatan ungkapan yang sudah lazim.

Pada singkatan yang terdiri dari tiga huruf atau lebih hanya

digunakan satu titik.

Contoh:

- a.n. = atas nama

- u.b. = untuk beliau

- y.l. = yang lalu

- yth. = yang terhormat

- tsb. = tersebut

- dsb. = dan sebagainya

- dll. = dan lain-lain

- dkk. = dan kawan-kawan

- hlm. = halaman

- tgl. = tanggal

- ttd. = tertanda

(e) Di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau

daftar.

Contoh:

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

1.2 Masalah dan ruang lingkup

1.2.1 Masalah

22
1.2.2 Ruang lingkup

1.3 Tujuan

1.4 Metode

1.5 ……

Catatan: Di belakang angka terakhir tidak digunakan tanda titik.

(f) Untuk memisahkan angka, jam, menit, dan detik yang

menunjukkan waktu.

Contoh: pukul 1.30.15 (pukul 1 lewat 30 menit 15 detik)

(g) Untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang

menunjukkan jangka waktu.

Contoh: 1.30.15 (1 jam, 30 menit, 15 detik)

(h) Untuk memisahkan angka ribuan, jutaan, dan seterusnya yang

menunjukkan jumlah.

Contoh:

- Hadiah pertama Rp 120.000.000,00

- Memerlukan biaya Rp 2.500.0000,00

Namun, jika tidak menunjukkan jumlah, titik tidak terpakai.

Contoh:

- Dia lahir tahun 1937 di Bandung

Bukan: - Dia lahir tahun 1.937 di Bandung

- Nomor Induk Pegawainya 1302541198

Bukan: - Nomor Induk Pegawainya 130.254.198

23
Tanda baca titik tidak digunakan:

1) Pada singkatan yang terdiri atas huruf awal kata atau suku kata,

atau gabungan keduanya, atau yang terdapat di dalam akronim

yang sudah lazim.

Contoh:

ABRI

MPR

DPR

SMA

2) Pada singkatan lambang kimia, saruan ukuran, takaran, timbangan,

dan mata uang.

Contoh:

Cu Kuprum

TNT Trinitroluen

cm Panjangnya 10 cm lebih sedikit

I Isinya 40 1 bensin campur

kg Beratnya 100 kg

Rp Harganya Rp 2.600,00

3) Pada akhir judul yang merupakan kepala karangan, kepala ilustrasi,

tabel, dan sebagainya.

Contoh:

Anak Perawan di Sarang Penyamun

24
Jurnal Sidang Umum MPR

Rute Balap Sepeda Tour de Jawa

4) Di belakang alamat pengirim, tanggal surat, atau nama dan alamat

pengirim surat.

Contoh:

R.M. Basuki

Jalan Karet Tengsin 246

Jakarta Pusat

Jakarta 17 Agustus 1984

- Yth. Sdr. Hasanudin

Jalan Setia Budi 118

Bandung

- Kantor Penempatan Tenaga Kerja

Jalan Cikini Raya 71

Jakarta Pusat

2) Penggunaan Titik Dua

Tanda titik dua (:) digunakan:

(a) Pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti oleh suatu

pemerian.

25
Contoh:

- Yang dibeli ibu di pasar ialah: beras, gula, kopi, garam, dan

kecap.

- Fakultas sastra itu mempunyai empat jurusan, yaitu: Sastra

Indonesia, Sastra Inggris, Sastra Arab, dan Sastra Cina.

Kalau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri

pernyataan, maka titik dua tidak dipakai.

Contoh:

- Ibu pergi ke pasar membeli beras, gula, kopi, garam, dan

kecap.

- Fakultas Sastra itu mempunyai jurusan Sastra Indonesia,

Sastra Inggris, Sastra Arab, dan Sastra Cina.

(b) Sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.

Contoh:

Ketua : Sartono

Sekretaris : Surtini

Bendahara : Abdul Kadir

Hari : Senin

Tanggal : 19 September 1983

Tempat : Ruang Sidang

Acara : Pembentukan Panitia Ujian

26
(c) Dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam

percakapan.

Contoh:

Ibu : Bawa koper ini, Mir!

Amir : Baik, Bu

Ibu : Jangan lupa. Letakan baik-baik.

(d) Di antara jilid atau nomor halaman.

Contoh: Tempo, 1/1971/, 34:7

(e) Di antara bab dan ayat dalam kitab suci.

Contoh: Surah Yassin: 9

(f) Di antara judul dan anak judul suatu karangan, dan di antara nama

penerbit dengan kota tempat penerbitan.

Contoh:

Drs. M. Ramlan, Morfologi: Suatu Tinjauan.

Deskriptif, CV Karyono: Yogykarta.

3) Penggunaan Tanda Titik Koma

Tanda titik koma (;) dapat digunakan:

(a) Untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.

Contoh:

- Malam makin larut; pekerjaan kami belum selesai juga.

27
(b) Untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat

majemuk sebagai pengganti kata penghubung.

Contoh:

- Ayah mengurus tanamannya di kebun; ibu sibuk di dapur;

adik menghafalkan pelajarannya; saya sendiri sedang

mendengarkan radio.

4) Penggunaan Koma

Tanda koma (,) digunakan:

(a) Di antara unsur-unsur dalam suatu pemerian dan pembilangan.

Contoh:

- Adik membawa piring, gelas, dan teko.

(b) Untuk memisahkan bagian-bagian kalimat majemuk setara yang

dihubungkan dengan kata penghubung yang menyatakan

pertentangan seperti tetapi dan sedangkan.

Contoh:

- Saya ingin pergi, tetapi tidak punya uang

(c) Untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat apabila anak

kalimat itu mendahului induk kalimatnya.

Contoh:

- Kalau dia datang, saya akan datang.

28
Kalau anak kalimat tidak mendahului induk kalimat, maka koma

tidak dipakai.

Contoh:

- Dia lupa akan janjinya karena terlalu sibuk.

(d) Di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat, yang

terdapat pada awal kalimat, seperti jadi, lagipula, oleh karena itu,

akan tetapi, meskipun begitu, dan sebagainya.

Contoh:

- Jadi, soalnya tidaklah semudah itu.

- Oleh karena itu, kita harus hati-hati.

- Akan tetapi, dia tetap harus bertanggung jawab.

(e) Di belakang kata-kata seru, seperti O, ya, wah, aduh, kasihan yang

terdapat pada awal kalimat.

Contoh:

- Wah, bukan main!

- Aduh, mengapa jadi begitu?

- O, saya mengerti sekarang!

(f) Untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam

kalimat.

Contoh:

- Kata ibu, “saya senang sekali.”

29
Kalau petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda

seru, dan mendahului bagian lain dalam kalimat itu, maka koma

tidak digunakan.

Contoh:

- “Di mana saudara tinggal? “tanya ibu.

(g) Di muka angka persepuluhan, dan di antara rupiah dengan sen.

Contoh:

- 12,25 cm

- Rp 125,50

(h) Di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya,

untuk membedakannya dari singkatan nama keluarga atau marga.

Contoh:

- Moh. Bakri, S.H. (S.H. Sarjana Hukum)

(i) Untuk mengapit keterangan tambahan dan keterangan aposisi.

Contoh:

- Guru saya, Pak Ahmad, rajin sekali.

(j) Di anatara: (a) nama dan alamat, (b) bagian-bagian alamat, (c)

tempat dan tanggal, dan (d) nama tempat dan wilayah atau negeri

yang ditulis berurutan.

Contoh:

- Sdr. Munadi, Jalan Pemuda 26, Jakarta Timur

30
- Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan

Raya Salemba 4, Jakarta

- Jakarta, 9 Agustus 1983

- Kuala Lumpur, Malaysia

(k) Untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam

Daftar Pustaka.

Contoh:

- Siregar, Merari, Azab dan Sengasara. Jakarta, Balai

Pustaka, 1954.

(l) Di antara nama tempat penerbitan, nama penerbit, dan tahun

penerbitan, dalam suatu Daftar Pustaka.

Contoh:

- Poerwadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia.

Jakarta, Balai Pustaka, 1976.

5) Penggunaan Tanda Hubung

Tanda hubung (-) digunakan:

(a) Untuk menyambung bagian-bagian bentuk ulang dan kata ulang.

Contoh:

sia-sia

baik-baik

31
(b) Untuk menyambung suku-suku kata yang terpenggal oleh

perpindahan baris.

Contoh:

……………………… menerus-

kan pembangunan

……………………… menja-

ga keamanan

(c) Untuk merangkaikan:

1) Se dengan kata berikutnya yang mulai dengan huruf besar.

Contoh: se-Indonesia

2) Ke dengan angka

Contoh: hadiah ke-2

3) Angka dengan akhiran –an

Contoh: tahun 80-an

4) Singkatan huruf kapital dengan unsur lain

Contoh: KTP-nya nomor 26134

(d) Untuk menyambung bagian-bagian tanggal.

Contoh: lahir tanggal 12-5-1976

(e) Untuk menyambung huruf-huruf yang dieja satu per satu.

Contoh: p-a-n-i-t-i-a

(f) Dapat dipakai untuk memperjelas hubungan bagian-bagian kata

atau ungkapan.

32
Contoh: dua puluh lima-ribuan (yang berarti 20 x 5000)

(g) Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa

Indonesia dengan unsur bahasa asing yang masih dieja secara

asing.

Contoh: meng-upgrade

6) Penggunaan Tanda Pisah

Tanda pisah (~) digunakan:

(a) Untuk membatasi penyisipan kata atau ungkapan yang memberi

penjelasan khusus terhadap kalimat yang disisipinya.

Contoh:

Kemerdekaan bangsa itu-saya yakin akan tercapai-diperjuangkan

oleh bangsa itu sendiri.

7) Penggunaan Tanda Elipsis

Tanda elipsis berupa tiga buah titik (…) digunakan untuk

menunjukkan adanya bagian-bagian kalimat yang dihilangkan.

Contoh:

- Sebab-sebab kemerosotan … akan diteliti lebih lanjut.

8) Penggunaan Tanda Tanya

Tanda tanya (?) digunakan:

(a) Pada akhir kalimat tanya

Contoh: Siapa namamu?

33
(b) Untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau kurang

dapat dibuktikan kebenarannya (dalam hal ini tanda tanya itu diapit

oleh tanda kurung).

Contoh: Dia dilahirkan tahun 1918 (?) di Jakarta.

9) Penggunaan Tanda Seru

Tanda seru (!) digunakan sesudah kalimat, ungkapan, atau pernyataan

yang berupa seruan atau perintah, atau yang menyatakan kesungguhan,

ketidakpercayaan, atau rasa emosi yang kuat.

Contoh:

- Alngkahnya besarnya kapal itu!

- Berangkatlah sekarang juga!

10) Penggunaan Tanda Kurung

Tanda kurung digunakan:

(a) Untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.

Contoh:

Kami mengunjungi Monas (Monumen Nasional).

(b) Untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian

integral pokok pembicaraan.

Contoh:

Sajaknya yang berjudul “Ubud” (nama tempat terkenal di pulau

Bali) ditulis pada tahun 1962.

34
11) Penggunaan Tanda Kurung Siku

Tanda kurung siku {[ ]} digunakan:

(a) Untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi

atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang

lain. Tanda ini menjadi isyarat bahwa kesalahan itu memang

terdapat di dalam naskah asli.

Contoh: Sang Sapurba [d] engar bunyi gemersik.

(b) Untuk mengapit keterangan di dalam kalimat penjelas yang sudah

bertanda kurung.

Contoh: … (Perbedaan antara dua macam proses ini [lihat Bab I]

tidak dibicarakan) …

12) Penggunaan Tanda Petik

Tanda petik (“…”) digunakan:

(a) Untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan

naskah, atau bahan tertulis lain. Kedua pasang tanda petik itu

ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.

Contoh:

- Kata ayah, “Saya akan datang.”

- “Sudah siap?” tanya Hasan.

(b) Untuk mengapit judul syair, karangan, dan bab buku, apabila

dipakai di dalam kalimat.

Contoh:

35
- Bacalah cerita “Bola Lampu” dalam buku Gema Tanah Air.

- Sajak “Aku” karangan Chairil Anwar terdapat pada halaman

terakhir buku itu.

- Karangannya berjudul “Pendidikan Musik Dewasa Ini”

dimuat dalam harian Kompas.

(c) Untuk mengapit istilah yang masih kurang dikenal atau kata yang

mempunyai arti khusus.

Contoh:

- Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara “coba dan ralat”

saja.

13) Penggunaan Tanda Petik Tunggal

Tanda petik tunggal dipakai:

(a) Untuk mengapit petikan yang terdapat di dalam petikan lain.

Contoh:

- Tanya Basri, “Kau dengarkah bunyi ‘kring-kring’ tadi?”

(b) Untuk mengapit terjemahan atau penjelasan kata, atau ungkapan

asing.

Contoh:

- Rate of inflation ‘laju inflasi’

- Scope ‘ruang lingkup, jangkauan’

36
14) Penggunaan Tanda Garis Miring

Tanda garis miring digunakan:

(a) Dalam penomoran kode surat.

Contoh:

- No. 07/PR/1976

- No. 0196/U/1975

(b) Sebagai pengganti kata dan, atau, per, atau nomor pada alamat.

Contoh:

- Mahasiswa/ mahasiswi

- Harganya Rp 150,00/lembar

15) Penggunaan Tanda Penyingkat

Tanda penyingkat (apostrof) digunakan sebagai tanda adanya

penghilangan bagian kata.

Contoh:

- Ali ‘kan kutemui (‘kan = akan)

- Malam ‘tlah larut (‘lah = telah)

16) Penggunaan Tanda Ulang

Angka 2 sebagai tanda ulang dapat digunakan dalam tulisan cepat,

catatan rapat, atau di dalam karangan-karangan/tulisan-tulisan yang

sifatnya tidak resmi.

37
Contoh:

- kata2

- ber-lebih2-an

- sekali2

Dalam penulisan resmi pemakaian angka 2 sebagai tanda ulang tidak

diizinkan, maka contoh di atas menjadi:

- kata-kata - sekali-sekali

- berlebih-lebihan

b. Huruf Kapital

“Huruf kapital adalah huruf yang berukuran dan berbentuk khusus

(lebih besar daripada huruf biasa), biasanya digunakan sebagai huruf

dari kata pertama dari kata pertama dalam kalimat” (KBBI, 2008:

513). Selanjutnya, H.G.Tarigan (2009: 47) “Istilah huruf besar yang

digunakan bersinonim dengan huruf kapital. Dalam bahasa Inggris,

kedua istilah itu disebut capital letter. Memang, bagi orang tertentu

huruf besar bersifat ambiguitas, mengandung makna taksa atau

berarti dua.” Senada dengan pendapat di atas, Zaenal Arifin dan

Amran Tasai (2008: 175) “Huruf kapital adalah penulisan huruf

kapital yang kita jumpai dalam tulisan-tulisan resmi.”

38
Penggunan huruf kapital dan huruf besar selalu digunakan dalam tata

bahasa Indonesia.Menurut Abdul Chaer (2006: 40-43) huruf besar

atau huruf kapital digunakan:

1) Sebagai huruf pertama pada awal kalimat.

Contoh:

- Ini buku tata bahasa.

- Kamu harus giat belajar!

- Siapa nama adikmu?

2) Sebagai huruf pertama kata yang berkenaan dengan agama, kitab

suci, dan nama Tuhan termasuk kata gantinya.

Contoh:

- Islam

- Hindu

- Injil

- Allah

- Yang Mahaesa (Yang Maha Esa)

- Mohon ampun kepada-Nya

- Yang Maha Penyayang

- Ya, Tuhan, bimbinglah hamba-Mu ke jalan yang Engkau

rahmati

3) Sebagai huruf pertama kata pada petikan langsung.

Contoh:

39
- Kata Ayah, “Saya akan datang.”

- Ibu bertanya, “Siapa nama anak itu?”

- Gubernur berseru, “Marilah kita bersama-sama melanjutkan

pembangunan!”

4) Sebagai huruf pertama kata yang menyatakan gelar kehormatan,

gelar keagamaan, gelar keturunan, yang diikuti dengan nama

orang.

Contoh:

- Mahaputra Mohamad Yamin

- Imam Syafi

- Nabi Isa

- Sultan Hamengkubuwono IX

- Raden Kusumowongso

Tetapi jika tidak diikuti nama orang, huruf kapital tidak dipakai.

Contoh:

- Mempelajari riwayat nabi-nabi

- Mengikuti ajaran seorang imam

- Baru dinobatkan menjadi sultan

5) Sebagai huruf pertama nama jabatan atau pangkat yang diikuti

nama orang.

Contoh:

- Gubernur Suprapto

40
- Profesor Doktor Ali Wardana

- Jenderal L.B. Murdani

Tetapi jika tidak diikuti nama orang huruf kapital tidak dipakai.

Contoh:

- Hadir juga beberapa orang menteri.

- Siapa nama gubernur itu?

- Dulu ia sersan sekarang sudah jadi letnan

6) Sebagai huruf pertama unsur-unsur nama orang.

Contoh:

- Harmoko

- Ismail Marzuki

- Wage Rudolf Supratman

7) Sebagai huruf pertama kata yang menyatakan nama bangsa, nama

suku, atau nama bahasa.

Contoh:

- bangsa Indonesia

- orang Bali

- bahasa Arab

Tetapi jika tidak menunjukkan nama, maka huruf kapital itu tidak

dipakai.

Contoh:

- Kata-kata asing itu harus diindonesiakan

41
- Sikapnya masih kebelanda-belandaan

- Naskah ini akan diinggeriskan

8) Sebagai huruf pertama nama tahun, nama bulan, nama hari, nama

hari raya, dan nama peristiwa sejarah.

Contoh:

- bulan Oktober

- tahun Masehi

- hari Rabu

- Hari Natal

- Perang Salib

- Proklamasi Kemerdekaan

9) Sebagai huruf pertama kata yang menyatakan nama dalam

geografi.

Contoh:

- Jakarta - Irian Jaya

- Gunung Semeru - Danau Batur

- Selat Malaka - Teluk Tomini

- Kali Kapuas - Teruzan Suez

Tetapi jika tidak merupakan nama, maka huruf kapital tidak

dipakai.

Contoh:

- Kami akan mendaki gunung

42
- Mereka mandi di sungai

- Di provinsi itu ada beberapa buah danau

10) Sebagai huruf pertama kata yang menyatakan nama lembaga atau

badan pemerintahan, ketatanegaraan, dan nama dokumen resmi,

termasuk juga singkatnya.

Contoh:

- Dewan Perwakilan Rakyat DPR

- Departemen Penerapan Deppen

- Universitas Gajah Mada UGM

- Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945

Tetapi jika tidak diikuti nama, maka huruf kapital tidak dipakai.

Contoh:

- Menurut undang-undang yang berlaku

- Belajar di universitas swasta

- Bekerja pada sebuah departemen

11) Sebagai huruf pertama kata-kata yang menjadi nama buku, nama

majalah, nama surat kabar, dan judul karangan, kecuali partikel

(seperti di, ke, dan, dari) yang tidak terletak pada posisi awal.

Contoh:

- Buku Jalan tak Ada Ujung karangan Muchtar Lubis

- Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma karangan Idrus

- Majalah Tempo

43
- Harian Sinar Harapan

12) Sebagai huruf pertama istilah kekerabatan (seperti bapak, ibu,

adik, dan saudara) yang dipakai sebagai kata ganti atau kata

sapaan.

Contoh:

- Tanya ibu kepada ayah, “Kapan Bapak akan berangkat?”

- Katanya kepada anak itu, “Silakan duduk, Nak!”

- Kata paman kepada kami, “Memang benar Paman akan ke

Jepang.”

Tetapi jika istilah kekerabatan itu tidak dipakai sebagai kata ganti

atau kata sapaan, maka huruf kapital tidak digunakan.

Contoh:

- Dia mempunyai dua orang saudara

- Kamu harus menghormati ibu dan ayahmu

- Yang duduk di sana bukan paman saya

13) Dalam singktan kata yang menyatakan unsur nama gelar, nama

pangkat, dan istilah sapaan.

Contoh:

- Ir. Insinyur

- S.H. sarjana hokum

- Kol. Colonel

44
- Sdr. Saudara

- Tn. Tuan

c. Konjungsi

Menurut Masnur Muslich (2008: 111) “Kata penghubung (konjungsi)

adalah kata yang mengubungkan kata-kata, bagian kalimat, atau

mengubungkan kalimat-kalimat. Misalnya: dan, lalu, meskipun,

sungguhpun, ketika, jika”. Selanjutnya, Abdul Chaer (2008: 98)

“Konjungsi atau kata penghubung adalah kata-kata yang

menghubungkan satuan-satuan sintaksis, baik antara kata dengan kata,

antara frase dengan frase, antara klausa dengan klausa, atau antara

kalimat dengan kalimat”.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan konjungsi adalah

kategori kata yang mengubungkan kata dengan kata, klausa dengan

klausa, atau kalimat dengan kalimat.

d. Kata Ganti

Menurut Abdul Chaer (2009: 226) “Kata ganti adalah kata yang

digunakan untuk mengubungkan kalimat yang satu dengan kalimat

yang lain di dalam satu wacana adalah kata ganti orang ketiga, baik

tunggal maupun jamak, yaitu kata-kata dia, ia, nya, dan mereka”.

Selanjutnya, Masnur Muslich (2008: 110) “Kata ganti adalah kata

45
yang dipakai untuk menggantikan kata benda atau yang dibendakan.

Misalnya: ini, itu, ia, mereka, sesuatu, masing-masing”.

Senada dengan pendapat di atas, Abdul Chaer (2011: 91-92) kata

ganti adalah kata benda yang menyatakan orang sering kali diganti

kedudukannya di dalam pertuturan dengan sejenis kata”. Dilihat dari

peranannya sebagai pelaku di dalam kalimat, dibedakan adanya tiga

macam kata ganti, yaitu: (1) Kata ganti orang pertama adalah kata

yang menggantikan diri orang yang berbicara. Contohnya: saya, aku,

kami, kita. (2) Kata ganti orang kedua adalah kata yang menggantikan

diri orang yang tidak bicara. Contohnya: kamu, engkau, Anda, kalian.

(3) Kata ganti orang ketiga adalah kata yang menggantikan diri orang

yang dibicarakan . contohnya: ia, dia, nya, beliau, mereka, mendiang,

almarhum.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan kata ganti adalah

kata yang digunakan untuk menggantikan kata benda yang

menyatakan orang. Kata ganti ini terbagi menjadi tiga yaitu kata ganti

orang pertama, kata ganti orang kedua, dan kata ganti orang ketiga.

9. Pengertian Teks Narasi

Menurut Gorys Keraf (2007: 136) “Teks Narasi adalah suatu bentuk

wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada

46
pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi”. Selanjutnya, Lamuddin

Finoza (2007: 222) “Teks narasi adalah suatu bentuk tulisan yang

berusaha menciptakan, mengisahkan, merangkaiakan tindak-tanduk

perbuatan manusia dalam sebuah peristiwa secara kronologis atau yang

berlangsung dalam suatu kesatuan waktu”. Senada dengan pendapat di

atas, Dalman (2012: 105) “Teks narasi adalah cerita. Cerita ini

berdasarkan pada urutan-urutan suatu atau (serangkaian) kejadian atau

peristiwa”.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan teks narasi adalah

cerita yang berusaha menciptakan, mengisahkan dan merangkaikan tindak

tanduk manusia dalam sebuah peristiwa atau pengalaman manusia dari

waktu ke waktu secara sistematis.

10. Ciri-ciri Teks Narasi

Menurut Dalman (2007: 136) ciri-ciri teks narasi, yaitu:

a. Menonjolkan unsur perbuatan atau tindakan.

b. Dirangkai dalam urutan waktu.

c. Berusaha menjawab pernyataan, apa yang terjadi?

d. Ada konflik, narasi dibangun oleh sebuah alur cerita.

Selanjutnya, Dalman (2012: 111) ciri-ciri teks narasi sebagai berikut.

a. Berupa cerita tentang peristiwa atau pengalaman penulis.

47
b. Kejadian atau peristiwa yang disampaikan berupa peristiwa yang

benar-benar terjadi, dapat berupa semata-mata imajinasi atau gabungan

keduanya.

c. Berdasarkan konflik, karena tanpa konflik biasanya narasi tidak

menarik.

d. Memiliki nilai estetika.

e. Menekankan susunan secara kronologis.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan ciri-ciri teks narasi

adalah berisi suatu cerita, menekankan susunan kronologis atau dari waktu

ke waktu, dan memiliki konflik.

11. Struktur Teks Narasi

Menurut Dalman (2012: 107-108) struktur teks narasi dapat dilihat dari

komponen-komponen yang membentuknya yaitu: alur, penokohan, latar,

dan sudut pandang.

a. Alur atau plot

Merupakan rangkaian pola tindak-tanduk yang berusaha memecahkan

konflik yang terdapat dalam narasi. Apa yang disebut alur dalam

narasi memang sangat sulit dicari. Alur bersembunyi di balik jalan

cerita. Jalan cerita memuat kejadian, tetapi suatu kejadian ada karena

sebabnya, dan alasan. Yang menggerakan kejadian cerita tersebut

48
adalah alur, suatu kejadian baru dapat disebut narasi kalau di

dalamnya ada perkembangan kejadian. Yang menyebabkan terjadinya

perkembangan yaitu konflik. Suatu konflik dalam narasi tidak bisa

dipaparkan begitu saja, harus adanya dasar, yaitu: pengenalan,

timbulnya konflik, konflik memuncak, klimaks, dan pemecahan

masalah.

b. Penokohan

Salah satu ciri khas narasi ialah mengisahkan tokoh cerita bergerak

dalam suatu rangkaian peristiwa dan kejadian. Tindakan, peristiwa,

kejadian, itu disusun bersama-sama sehingga mendapatkan kesan atau

efek tunggal.

c. Latar

Latar ialah tempat atau waktu terjadinya perbuatan tokoh atau

peristiwa yang dialami tokoh. Dalam karangan narasi terkadang tidak

disebutkan secara jelas tempat tokoh berbuat atau mengalami

peristiwa tertentu.

d. Sudut Pandang

Sebelum mengarang narasi sudut pandang yang paling efektif untuk

cerita kita harus tentukan terlebih dahulu. Sudut pandang dalam narasi

menjawab pertanyaan siapakah yang menceritakan kisah ini. Apa pun

49
sudut pandang yang dipilih pengarang akan menentukan sekali gaya

dan corak cerita.

Selanjutnya, Gorys Keraf (2007: 147) struktur teks narasi terdiri dari

bagian-bagian yaitu alur, bagian pendahuluan, bagian perkembangan, dan

bagian penutup.

a. Alur (plot)

Alur merupakan kerangka dasar yang sangat penting dalam kisah.

Alur mengatur bagaimana tindakan-tindakan harus bertalian satu

sama lain, bagaimana suatu insiden mempunyai hubungan dengan

insiden yang lain, bagaimana tokoh-tokoh harus digambarkan dan

berperan dalam tindakan-tindakan itu, dan bagaimana situasi dan

perasaan karakter (tokoh) yang terlibat dalam tindakan-tindakan itu

yang terikat dalam suatu kesatuan waktu.

b. Bagian Pendahuluan

Bagian pendahuluan, suatu perbuatan atau tindakan tidak akan

muncul begitu saja dari kehampaan. Perbuatan harus lahir dari suatu

situasi. Situasi itu harus mengandung unsur-unsur yang mudah

meledak atau mampu meledakan setiap saat situasi dapat

mengahasilkan suatu perbuatan yang dapat membawa akibat atau

perkembangan lebih lanjut di masa depan. Bagian pendahuluan yang

menyajikan situasi dasar, memungkinkan pembaca memahami

50
adegan-adegan selanjutnya. Bagian pendahuluan menentukan daya

tarik dan selera pembaca terhadap bagian-bagian berikutnya, maka

penulis harus menggrapnya dengan sunguh-sungguh secara seni.

c. Bagian Perkembangan

Bagian perkembangan atau bagian tengah adalah batang tubuh yang

utama dari seluruh tindak-tanduk yang membentuk seluruh proses

narasi. Bagian ini mencakup adegan-adegan yang berusaha

meningkatkan ketegangan, atau menggawatkan komplikasi yang

berkembang dari situasi asli. Bagian perkembangan ini dapat dibagi

atas beberapa tahap yang lebih kecil, tergantung dari sifat dan

besarnya narasi.

d. Bagian Penutup

Bagian penutup, akhir suatu perbuatan hanya menjadi titik yang

menjadi pertanda berakhirnya tindak-tanduk. Lebih tepat kalau

dikatakan, bahwa akhir dari perbuatan atau tindakan itu merupakan

titik di mana tenaga-tenaga atau kekuatan-kekuatan yang diemban

dalam situasi yang tercipta sejaka semula membersit ke luar dan

menemukan pemecahannya.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan struktur teks narasi

terdiri dari yaitu alur, penokohan, latar, sudut pandang. Selanjutnya,

51
terdiri juga dari sebuah bagian pendahuluan, bagian perkembangan, dan

bagian penutup. Sebuah karangan narasi harus memenuhi beberapa

strukrur tersebut. Sehingga jalan cerita akan mudah dipahami oleh

pembaca.

12. Jenis-jenis Teks Narasi

Menurut Dalman (2012: 111-113) jenis-jenis teks narasi adalah:

a. Narasi ekspositoris, yaitu narasi yang memiliki sasaran penyampaian

informasi secara tepat tentang suatu peristiwa dengan tujuan

memperluas pengetahuan orang tentang kisah seseorang.

b. Narasi sugestif, yaitu narasi yang berusaha untuk memberikan suatu

maksud tertentu, menyampaikan suatu amanat terselubung kepada

para pembaca atau pendengar sehingga tampak seolah-olah melihat.

Selanjutnya, Gorys Keraf (2007, 136-138) jenis-jenis teks narasi yaitu:

narasi eskpositoris dan narasi sugesti.

a. Narasi sugestif adalah mempersoalkan tahap-tahap kejadian,

rangkaian-rangkaian perbuatan kepada para pembaca atau pendengar.

b. Narasi sugesti adalah suatu rangkaian peristiwa yang disajikan sekian

macam sehingga merangsang daya khayal para pembaca.

52
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan jenis-jenis teks narasi

yaitu narasi sugestif, narasi sugesti, dan narasi ekspositoris.

13. Contoh Teks Narasi

Legenda Putri Bulan

Catur wulan adalah seorang gadis pedesaan yang sangat miskin berwajah
suram karena menderita jenis penyakit kulit aneh diwajahnya. Masyarakat
desa akan menghindari diri karena takut ketika berpapasan dengan wulan.
Untuk menutupi kekurangannnya, akhirnya wulan selalu menggunakan
penutup wajah atau cadar.

Disuatu malam yang sunyi wulan bermimpi aneh yakin bertemu dengan
seorang pangeran bernama Rangga. Dia adalah seorang putra Raja nan
ramah dan tampan. Keinginan Wulan untuk berkenalan dengan sang
pangeran membuat Wulan semakin sering memimpikannya. “Sudah
wulan sudah, singkirkan mimpi konyolmu itu!” kata Ibu kepada Wulan
ketika tengah malam melihat anak perempuannya melamun di jendela
kamarnya. “Aku tidak ingin menyakiti hati kecilmu itu. Kamu bebas ingin
menyukai siapa, tapi Ibu hanya tidak mau kamu akhirnya kecewa nanti”
lanjut Ibu Wulan dengan sangat lembut.

Sebenarnya yang ada dalam pikiran Wulan sama dengan Ibunya. Mimpi
Wulan memang terlalu tinggi. Orang-orang daerah pedesaan saja takut
ketika berpapasan dengan Wulan, apalagi ketika pangeran Rangga
bertemu dengannya. Disuatu malam, Wulan termenung memandangi
langit nan cerah tanpa awan. Bulan dapat bersinar dengan terang dan
memancarkan cahaya keemasan. Di sekitar bulan nampak sekerumunan
binatang yang berkelip. “Sungguh cantik malam ini” ujar Wulan yang
tengah takjub melihat fenomena alam tersebut. Tiba-tiba Wulan terpikir
akan sebuah cerita tentang Dewi Bulan. Ia adalah Dewi yang tinggal dan
mneghuni Bulan. Dewi Bulan memiliki paras cantik dan hati yang sangat
baik. Dia sering turun ke bumi hanya untuk membantu orang-orang yang
tengah dilanda kesusahan. Setiap Ibu tentunya ingin anak perempuannya
seperti Dewi Bulan. Sewaktu masih kecil, wajah Wulan juga tidak kalah
cantik dengan Dewi Bulan tutur Ibunya. “Aku ingin sekali meminta pada
Dewi Bulan agar wajah yang aku miliki bisa secantik dulu lagi.
Hmmmmm tapi tidak mungkin karena itu Cuma dongeng saja. “Wulan
segera membuang harapannya jauh-jauh. Setelah cukup puas menatap
langit malam akhirnya Wulan menutup jendela kamar dan beranjak tidur
dengan perasaan sedih.

53
Wulan adalah gadis baik berhati sangat lembut yang gemar menolong
sesama. Pada suatu sore, Wulan tengah bersiap-siap untuk menjenguk
seorang nenek tua yang sedang sakit dan sekaligus mengantarkan
makanan padanya. Sepulang dari rumah nenek tua Wulan merasa
kebinggungan karena ia pulang kemalaman dan keadaan begitu gelap.
Tiba-tiba munculah ratusan kunang-kunang yang dari tubuhnya
memancarkan cahaya yang begitu terang. Terimakasih, kalian semua
telah menerangi jalanku untuk pulang” ujar Wulan dengan perasaan lega.
Akhirnya, Wulan berjalan dan terus berjalan namun Wulan menyadari
bahwa ia telah cukup jauh berjalan namun tidak kinjung sampai
kerumahnya. “Sepertinya aku tersesat masuk ke dalam hutan” gumam
Wulan dengan panik. Ternyata ratusan kunang-kunang tadi telah
membawa Wulan masuk jauh ke dalam hutan. “Jangan takut pada kami
Wulan, kami semua membawamu kesini supaya wajahmu yang sekarang
dapat disembuhkan seperti dulu lagi” ujar kunang-kunang, “hah? Kamu?/
kamu bisa bicara?” tanya Wulan sembari menatap salah seekor kunang-
kunang. “Kami semua adalah utusan Dewi Bulan” tegas kunang-kunang
yang paling besar dan paling bersinar.

Akhirnya, Wulan tiba disebuah danau di tengah hutan. Para kunang-


kunang pun akhirnya beterbangan ke langit. Perlahan bersamaan dengan
hilangnya kunang-kunang, awan yang ada dilangit akhirnya juga ikut
menyibab dan keluarlah cahaya bulan purnama berwarna keemasan.
“Indah sekali sinar bulan malam ini”. Sekali lagi Wulan takjub melihat
fenomena alam tersebut. Wulan mengamati pantulan bulan di permukaan
air di tepi danau. Bayangan bulan tersebut sangat sempurna dan
memantulakn sinar keemasan. Tiba-tiba dari bayangan bulan tersebut
munculah perempuan berparas sangat cantik. “Si ....siapa kamu? Tanya
Wulan dengan perasaan takut. “Aku adalah Dewi Bulan. Aku ada disini
untuk membantu menyembuhkanmu” ucap Dewi Bulan dengan sangat
lembut. “Selama ini kamu telah mendapatkan banyak sekali ujian. Karena
kebaikan yang ada dihatimu. Kamu akan aku berikan air sakti yang dapat
membuat wajahmu cantik kembali. Terimalah air kecantikan ini dan
basuhlah wajahmu!” lanjut Dewi Bulan. Dengan gemetar Wulan
menerima sebuah botol berisi air. Secara perlahan Dewi Bulan kembali
masuk ke dalam bayangan pantulan bulan di permukaan air di tepi danau
da menghilang. Akhirnya, Wulan segera membasuh wajahnya dengan air
kecantikan pemberian Dewi Bulan. Tanpa disadari Wulan tertidur di sana.

Sungguh ajaib air yang diberikan Dewi Bulan. Ketika bangun tidur
Wulan mendapati dirinya terbangun di ranjang tempat tidur di rumahnya.
Dan ketika bercermin begitu kagetnya Wulan melihat wajahnya cantik
dan lembut seperti dulu lagi. Ibu Wulan pun ikut gembira bercampur

54
heran. Akhirnya, kecantikan Wulan menyebar seiring berjalannya waktu
hingga terdengar di telinga pangeran Rangga. Karena penasaran dengan
rumor dan cerita yang beredar akhirnya sang pangeran pergi untuk
mencari tahu kebenarannya. Akhirnya, Wulan dan pangeran Rangga
dapat bertemu dan berkenalan.

Sumber: Yudhistira Ikranegara (2014: 117-119)

1. Kalimat Langsung

- “Sudah Wulan sudah, singkirkan mimpi konyolmu itu!”.

- “Aku ingin sekali meminta pada Dewi Bulan agar wajah yang aku

miliki bisa secantik dulu lagi”.

- “Terimakasih, kalian semua telah menerangi jalanku untuk

pulang”.

- “Si...siapa kamu? Tanya Wulan dengan perasaan takut.

2. Kalimat Tidak Langsung

- Catur Wulan adalah seorang gadis pedesaan yang sangat miskin

berwajah suram karena menderita jenis penyakit kulit aneh

diwajahnya.

- Sewaktu masih kecil, wajah Wulan juga tidak kalah cantik dengan

dewi Bulan tutur ibunya.

- Wulan adalah gadis baik berhati sangat lembut yang gemar

menolong sesama.

- Akhirnya, kecantikan Wulan menyebar seiring berjalannya waktu

hingga terdengar di telinga pangeran Rangga.

55
3. Isi Pesan Kalimat

Teks narasi di atas berisi tentang seorang nasib gadis desa yang

bernama Wulan yang dicoba atau diuji dengan penyakit kulit yang

ada diwajahnya. Penyakit ini bertahun-tahun ia alami hingga semua

orang desa tidak mau melihat dan bertemu dengannya. Namun, gadis

ini sangat tabah dan ikhlas menerima cobaan ini. Gadis ini berjarap

suatuk ketika kecantikannya akan kembali lagi semula dan berharap

akan cantik seperti Dewi Bulan.

Pada suatu hari, akhirnya Wulan berupa wajahnya dan sembuh

penyakitnya dengan dibantu oleh Dewi Bulan Sungguh ajaib air yang

diberikan Dewi Bulan. Ketika bangun tidur Wulan mendapati dirinya

terbangun di ranjang tempat tidur di rumahnya. Dan ketika bercermin

begitu kagetnya Wulan melihat wajahnya cantik dan lembut seperti

dulu lagi. Ibu Wulan pun ikut gembira bercampur heran. Akhirnya,

kecantikan Wulan menyebar seiring berjalannya waktu hingga

terdengar di telinga pangeran Rangga. Karena penasaran dengan

rumor dan cerita yang beredar akhirnya sang pangeran pergi untuk

mencari tahu kebenarannya. Akhirnya, Wulan dan pangeran Rangga

dapat bertemu dan berkenalan.

56
B. Kerangka Pikir

Kemampuan membuat kalimat langsung dan kalimat tidak langsung pada teks

narasi merupakan kemampuan yang harus dikuasai oleh siswa dengan tujuan

agar siswa mampu menulis dengan baik dan benar. Untuk menganalisis

kemampuan siswa dalam membuat kalimat langsung dan kalimat tidak

langsung pada teks narasi, penulis menggunakan indikator: isi kalimat, tanda

baca, huruf kapital, konjungsi, dan kata ganti orang.

Kemampuan membuat kalimat langsung dan kalimat tidak langsung pada teks

narasi sangat dibutuhkan adanya pengetahuan tentang kalimat. Dalam

membuat kalimat langsung dan kalimat tidak langsung pada teks narasi harus

memenuhi aturan atau kaidah-kaidahnya yaitu isi pesan kalimat, tanda baca,

huruf kapital, konjungsi, dan kata ganti orang. Kelima unsur harus dipenuhi

atau digunakan dalam membuat sebuah kalimat langsung dan kalimat tidak

langsung khsususnya pada sebuah teks narasi.

Untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai kemampuan membuat

kalimat langsung dan kalimat tidak langsung pada teks narasi, dengan

indikator yang digunakan dapat digambarkan pada skema kerangka pikir

berikut.

57
Bagan Kerangka Pikir

Kemampuan Membuat Kalimat Langsung dan Tidak


Langsung Pada Teks Narasi

Indikator

a. Isi Pesan Kalimat


b. Tanda Baca
c. Huruf Kapital
d. Konjungsi
e. Kata Ganti Orang

58
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Definisi Operasional Variabel

Di dalam sebuah penelitian, operasional variabel menjadi sebuah objek suatu

penelitian. Sebelum penulis mendefinisikan operasional variabel penelitian

ini, maka akan dikemukakan terlebih dahulu beberapa pengertian operasional

variabel dari berbagai ahli. Menurut Suharsimi Arikunto (2011: 161)

“Operasional variabel adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi titik

perhatian suatu penelitian.” Selanjutnya, Sugiyono (2011: 60) “Operasional

variabel adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut,

kemudian ditarik kesimpulannya”.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa yang

dimaksud dengan variabel adalah suatu konsep yang mengandung nilai yang

menjadikan titik perhatian dan unsur-unsurnya dapat diukur.

Penelitian ini hanya menggunakan satu variabel yaitu kemampuan membuat

kalimat langsung dan kalimat tidak langsung pada teks narasi pada siswa kelas

VII semester 1 SMP Negeri 2 Pringsewu tahun pelajaran 2017/2018, sesuai

dengan indikator yang ditetapkan.

59
Adapun indikator variabel penelitian ini sebagai berikut:

1. Isi pesan kalimat.

2. Tanda baca.

3. Huruf kapital.

4. Konjungsi.

5. Kata ganti orang.

B. Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

Instrumen dalam penelitian ini yaitu berupa observasi, studi pustaka, dan tes.

Untuk memperoleh data dalam penelitian ini menggunakan beberapa metode

atau cara, yaitu:

1. Observasi

Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Teknik ini

untuk lebih mengamati observasi dengan teknik tes secara langsung

objek/siswa yang diteliti dan mencatat penilaian siswa serta

kemampuannya dalam membuat kalimat langsung dan tidak langsung

pada teks narasi.

2. Studi Pustaka

Digunakan untuk menambah wawasan dengan cara mempelajari buku-

buku yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.

60
3. Tes

Digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam membuat kalimat

langsung dan tidak langsung pada teks narasi. Dari ke tiga metode di atas

maka penulis menjabarkan sebuah indikator dalam membuat kalimat

langsung dan tidak langsung pada teks narasi.

4. Dokumentasi

Digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang

berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, dan lain sebagainya.

Unsur penilaiannya disajikan dalam bentuk tabel.

Tabel 2
Indikator Kemampuan Membuat Kalimat Langsung dan Tidak
Langsung Pada Teks Narasi

No Aspek yang dinilai Rentang skor Bobot


1 Isi pesan kalimat 1-3 30
2 Tanda baca 1-3 20
3 Huruf kapital 1-3 15
4 Konjungsi 1-3 15
5 Kata ganti orang 1-3 20
Jumlah 100
Sumber: Olahan Peneliti

Uraian pemberian skor adalah sebagai berikut:

1. Isi pesan kalimat

a. Skor 3 jika siswa mampu menjelaskan kembali isi pesan kalimat pada

teks narasi dengan tepat.

61
b. Skor 2 jika siswa mampu menjelaskan kembali isi pesan kalimat pada

teks narasi kurang tepat.

c. Skor 1 jika siswa mampu menjelaskan kembali isi pesan kalimat pada

teks narasi tidak tepat sama sekali.

2. Tanda baca

a. Skor 3 jika siswa mampu membuat kalimat langsung dan tidak langsung

pada teks narasi menggunakan tanda baca dengan tepat.

b. Skor 2 jika siswa mampu membuat kalimat langsung dan tidak langsung

pada teks narasi menggunakan tanda baca terdapat kesalahan 1.

c. Skor 1 jika siswa mampu membuat kalimat langsung dan tidak langsung

pada teks narasi menggunakan tanda baca terdapat kesalahan lebih dari

1.

3. Huruf kapital

a. Skor 3 jika siswa mampu membuat kalimat langsung dan tidak langsung

pada teks narasi menggunakan huruf kapital dengan tepat.

b. Skor 2 jika siswa mampu membuat kalimat langsung dan tidak langsung

pada teks narasi menggunakan huruf kapital terdapat kesalahan 1.

c. Skor 1 jika siswa mampu membuat kalimat langsung dan tidak langsung

pada teks narasi menggunakan huruf kapital terdapat kesalahan lebih

dari 1.

62
4. Konjungsi

a. Skor 3 jika siswa mampu membuat kalimat langsung dan tidak langsung

pada teks narasi menggunakan konjungsi dengan tepat.

b. Skor 2 jika siswa mampu membuat kalimat langsung dan tidak langsung

pada teks narasi menggunakan konjungsi terdapat kesalahan 1.

c. Skor 1 jika siswa mampu membuat kalimat langsung dan tidak langsung

pada teks narasi menggunakan konjungsi terdapat kesalahan lebih dari

1.

5. Kata ganti orang

a. Skor 3 jika siswa mampu membuat kalimat langsung dan tidak langsung

pada teks narasi menggunakan ganti orang dengan tepat.

b. Skor 2 jika siswa mampu membuat kalimat langsung dan tidak langsung

pada teks narasi menggunakan kata ganti orang terdapat kesalahan 1..

c. Skor 1 jika siswa mampu membuat kalimat langsung dan tidak langsung

pada teks narasi menggunakan kata ganti orang terdapat kesalahan lebih

dari 1.

Besarnya kemampuan dalam membuat kalimat langsung dan tidak langsung

pada teks narasi dengan menghitung persentase yang dapat dicapai, tolok ukur

yang peneliti gunakan untuk menentukan persentase kemampuan siswa pada

tabel berikut:

63
Tabel 3
Tolok Ukur Menentukan Presentase Kemampuan Siswa

No Persentase Keterangan
1 85%-100% Sangat baik

2 75%-84% Baik

3 60%-74% Cukup

4 40%-59% Kurang
5 0-39% Gagal
        (Burhan Nurgiantoro, 2010: 393)

C. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling

1. Populasi

“Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian” (Suharsimi Arikunto,

2010: 173) Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII

semester I SMP Negeri 2 Pringsewu tahun pelajaran 2017/2018. Untuk

lebih jelasnya, maka data populasi dalam penelitian ini dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 4
Data Populasi
No Kelas Jumlah
1. VII A 30
2. VII B 32
3. VII C 32
4. VII D 32
5. VII E 30
6. VII F 30
7. VII G 32
8. VII H 30
9. VII I 32
10. Jumlah 280
    Sumber: TU SMP Negeri 2 Pringsewu

64
2. Sampel

“Sampel adalah sebagian dari wakil populasi yang diteliti” (Suharsimi

Arikunto, 2010: 174). Apabila jumlah subjeknya kurang dari 100 lebih

baik diambil semuanya sehingga penelitianya merupakan penelitian

populasi. Selanjutnya, jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara

10-15% atau 20-25% atau lebih Suharsimi Arikunto (2010: 174). Pada

penelitian yang penulis lakukan di SMP Negeri 2 Pringsewu kel as VII

semester I tahun pelajaran 2017/2018 mengambil sampel sejumlah sampel

sebanyak 32 siswa kelas VII D.

3. Teknik Sampling

“Teknik sampling adalah cara atau teknik untuk mengambil sampel”

(Suharsimi Arikunto, 2010: 177). Dalam penelitian ini, penulis

menggunakan teknik sampling yang berupa cluster random sampling yaitu

mengambil satu kelas secara acak dari seluruh kelas VII semester 1 SMP

Negeri 2 Pringsewu tahun pelajaran 2017/2018.

Cluster dapat diartikan sebagai rumpun atau kelompok (Suharsimi

Arikunto, 2010: 185). Cluster sampling adalah teknik atau cara

mengambil sampel berdasarkan pada rumpun atau kelompok. Hal ini

penulis lakukan karena populasi dalam penelitian ini dianggap cukup luas

sehingga untuk memudahkan pengambilan sampel digunakan teknik

cluster random sampling, dengan prosedur pengambilan seluruh kelas VII

65
secara acak dengan cara diundi untuk dijadikan sampel penelitian, dari

hasil undian yang dilakukan didapatkan kelas VII D dengan jumlah siswa

32 sebagai sampel penelitian.

D. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data dalam penelitian membuat kalimat langsung dan kalimat

tidak langsung pada teks narasi menggunakan langkah-langkah sebagai

berikut:

1. Mengoreksi lembar jawaban siswa dan memberi skor sesuai dengan hasil

yang diperoleh siswa.

2. Memberi nilai pada masing-masing aspek menggunakan rumus:

X
xbobot
N= Y

Keterangan: N= Nilai siswa

X= Skor yang diperoleh siswa

Y= Skor maksimal

3. Memasukan nilai siswa ke dalam tabel.

4. Membandingkan nilai siswa dengan KKM.

5. Mencari persentase skor yang diperoleh siswa menggunakan rumus:

n
P¿ x 100 %
N

66
Keterangan: P= Persentase kemampuan

n= skor yang diperoleh siswa

  N= Skor maksimal (Burhan Nurgiyantoro, 2010: 266)

6. Menarik simpulan.

67

Anda mungkin juga menyukai