Di Susun
Oleh: KELOMPOK 3
1
KATA PENGANTAR
Lampung Timur, 03 Desember 2021
Penyusun,
KELOMPOK 3
2
DAFTAR ISI
KATAPENGANTAR................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
A. Latar Belakang................................................................................................................4
B. Tujuan.............................................................................................................................4
C. Ruang Lingkup Penulisan...............................................................................................5
D. Metode Penulisan............................................................................................................5
BAB II TINJAUAN TEORI.....................................................................................................7
A. Perubahan Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan Pada Usia Lanjut...............................7
B. Faktor-Faktor Yang Memperburuk Fungsi Paru.............................................................8
C. Patogenesis Penyakit Paru Pada Usia Lanjut..................................................................9
D. Aspek Klinik.................................................................................................................11
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERNAFASAN.......................................................................................................16
A. Pengkajian.....................................................................................................................16
B. Diagnosa Keperawatan..................................................................................................17
C. Intervensi Keperawatan.................................................................................................19
D. Evaluasi.........................................................................................................................24
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................25
A. Kesimpulan...................................................................................................................25
B. Saran..............................................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................26
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apabila taraf hidup masyarakat meningkat, ditambah dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran, maka dapat memberikan dampak yang sangat luas
bagi masyarakat. Dampak yang timbul antara lain angka kejangkitan dan kematian
penyakit-penyakit Infeksi menurun, sedangkan insidensi penyakit lain (misalnya
kardiovaskuler) meningkat. Dampak lainnya ialah usia harapan hidup menjadi lebih
meninggi dan jumlah anggota masyarakat yang berusia lanjut lehih banyak (Martono. 1999)
Dengan pertambahan umur, ditambah dengan adanya faktor-faktor lingkungan yang lain,
terjadilah perubahan anatomik-fisiologik tubuh. Pada tingkat awal perubahan itu
mungkin merupakan homeostasis martial, kemudian bisa timbul homeostasis abnormal
atau reaksi adaptasi dan paling akhir terjadi kematian sel (Kumar et al, 1992). Salah satu
organ tubuh yang mengalami perubahan anatomik-fisiologik akibat bertamba hnya usia
seseorang adalah sistem pernafasan.
Pada usia lanjut, selain terjadi perubahan anatomik-fisiologik dapat timbul pula penyakit-
penyakit pada sistem pernafasan. Umumnya, penyakit-prnyakit yang diderita kelompok
usia lanjut merupakan: (1) kelanjutan penyakit yang diderita sejak umur muda; (2) akibat
gejala sisa penyakit yang pernah diderita sebelumnya; (3) penyakit akibat kebiasaan-
kebiasaan tertentu di masa lalu (misalnya kebiasaan merokok, minum alkohol dan
sebagainya); dan (4) penyakit-penyakit yang mudah terjadi akibat usia lanjut. Penyakit-
penyakit paru yang diderita kelompok usia lanjut juga mengikuti pola penyebab
atau kejadian tersebut (Martono. 1999)
Belum banyak dijumpai laporan para ahli tentang insidens PPOM orang usia lanjut.
Insidens PPOM usia lanjut yang dirawat di RSUP Dr. Kariadi tahun 1990 — 1991 adalah
sebesar 5,6% (Martono. 1999)
Pada kesempatan ini akan diuraikan mengenai gangguan sistem respirasi pada usia
lanjut, meliputi aspek anatomik-fisiologik, aspek epidemiologik, serta aspek klinik, dan
terapi modalitas yang akan diberikan.
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan terapi modalitas ini adalah :
1. Mengetahui konsep dasar proses penuaan
4
2. Mengetahui perubahan fisiologis pada proses penuaan
3. Memahami perubahan anatomi dan fisiologis sistem respiratori pada lansia.
4. Mengetahui masalah-masalah pada perubahan sistem respiratori pada lansia.
5. Mengetahui dan dapat memberikan gambaran PPOM pada lansia
6. Memenuhi tugas mata kuliah “ Keperawatan Gerontik ”.
D. Metode Penulisan
Penulisan ini menggunakan metode deskriptif yaitu dengan menggambarkan
perubahan fisiologis sistem respiratori dan terapi modalitas sistem respiratori pada lansia
dengan studi literature yang diperoleh dari buku-buku perpustakaan, internet dan hasil dari
diskusi kelompok yang disajikan dalam bentuk makalah.
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
4. Operasi
Tidak semua operasi (pembedahan) mempengaruhi faal paru. Dari pengalaman para
ahli diketahui bahwa yang pasti memberikan pengaruh faal paru adalah : (1)
pembedahan toraks (jantung dan paru); (2) pembedahan abdomen bagian atas; dan (3)
anestesi atau jenis obat anestesi tertentu. Peruhahan fungsi paru yang timbul, meliputi
perubahan proses ventilasi, distribusi gas, difusi gas serta perfusi darah kapiler paru.
Adanya perubahan patofisiologik paru pasca bedah mudah menimbulkan komplikasi
paru: atelektasis, infeksi atau sepsis dan selanjutnya mudah terjadi kematian, karena
timbulnya gagal nafas.
D. Aspek Klinik
Ada beberapa penyakit paru yang menyertai orang usia lanjut, yang paruing ada 4 macam:
pneumoni, tuberkulosis paru, penyakit paru obstruktif menahun (PPOM), dan karsinoma
paru.
1. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM)
PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa
memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran
nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.
PPOM adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis,
bronkiektasis, emfisema dan asma. PPOM merupakan kondisi ireversibel yang
berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara
paru-paru. Termasuk dalam kelompok PPOM adalah bronkitis kronis, emfisema paru
dan penyakit saluran nafas perifer.
2. Etiologi.
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Timbulnya penyakit ini dikaitkan dengan faktor-
faktor resiko yang terdapat pada penderita, antara lain merokok sigaret yang berlangsung
lama, polusi udara, infeksi paru berulang, umur, jenis kelamin, ras, defisiensi alfa-1
antitripsin, defisiensi antioksidan dan sebagainya. Pengaruh dari masing-masing faktor
resiko terhadap terjadinya PPOM adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap
yang paling dominan dalam menimbulkan penyakit ini.
3. Patofisiologi.
Faktor-faktor resiko yang telah disebutkan di atas akan mendatangkan proses
inflamasi bronkus dan juga menimbulknn kerusakan pada dinding bronkiolis terminal.
10
Akibat dari kerusakan yang timbul akan terjadi obstruksi bronkus keel (bronkiolus
terminal), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang pada
saat inspirasi mudah masuk ke dalam alveoli, saat ekspirasi banyak yang terjebak. dalam
alveolus dan terjadilah penumpukan udara (airtrapping). Hal inilah yang menyebabkan
adanya keluhan sesak nafas dengan segara akibat-akibatnya. Adanya obstruksi dini saat awal
ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase
ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah
akan mengalami gangguan.
4. Gambaran klinik.
Gambaran klinik yang ditemukan adalah gambaran penyakit paru yang mendasari
ditambah tanda-tanda klinik akihat terjadinya obstruksi bronkus. Gambaran klinik bila
diamati secara cermat akan mengarah pada dua hal atau dua tipe pokok: (1) mempunyai
gambaran klinik dominan ke arah bronkitis kronis (blue bloater type); dan (2) gambaran
klinik predominant ke arah emfisema (pink puffer type).
5. Diagnosis.
Diagnosis PPOM ditegakkan dengan metode yang lazim (terarah dan sistimatik),
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat
ditemukan keluhan kelemahan badan, batuk, sesak nafas, sesak nafas waktu aktivitas clan
nafas berbunyi, mengi atau wheeze. Oleh karena perjalanan penyakitnya lambat, maka
anamnesis harus dilakukan secara hati-hati dan teliti.
Pada pemeriksaan fisik, pada penderita tingkat penyakitnya masih awal mungkin tidak
ditemukan kelainan. Adanya ekspirasi yang memanjang merupakan petunjuk kelainan
dial. Pada penyakit tingkat lanjut, tampak bentuk dada seperti tong, ditemukan penggunaan
otot-otot bantu nafas, suara nafas melemah, terdengar suara mengi yang lemah. Kaitting
ditemukan (gerak) pernafasan paradoksal. Selain itu dapat ditemukan edema kaki, mites dan
jari tabuh.
Pemeriksaan faal paru merupakan pemeriksaan penunjang yang penting, untuk
mendiagnosis PPOM. Untuk menentukan apakah pada penderila terdapat obtruksi saluran
nafas dapat dilakukan pemeriksaan dengan spirometri (spirogram) atau memeriksa nilai
arus puncak ekspirasi (APE) dengan alat sederhana, yaitu menggunakan mini Wright
Peak Plow Meter.
Pengukuran volume ekspirasi paksa satu detik pertama (VEP I) merupakan pemeriksaan
akurat, standar, mudah dilakukan dengan spirometer, dan dapat digunakan untuk melihat
beratnya obstruksi saluran nafas. Tingkatan hemoglobin dalam darah itu dapat memperkirakan
adanya Polycytemia, yang mengakibatkan terjadinya Hypoxemia secara perlahan-lahan.
11
12
Tingkatan PPOM menurut National Institute Of Health Lung and Blood, Bethesda 2001
TINGKATA
NILAI / DERAJAT PERSENTASI VEP I
N
Spirometry Normal
0 Resiko Gejala menaun (batuk,
produksi sputum)
I Ringan ≥ 80 %
II Sedang < 80 %
III Berat < 30 %
6. Penatalaksanaan.
Dalam penatalaksanaan penderita PPOM perlu diperhatikan faktor-faktor yang dapat
memperjelek perjalanan penyakit, yang hams dicegah terjadinya pada penderita. Apabila
faktor-faktor tadi sudah ada pada penderita, hendaknya diusahakan. Meniadakannya atau
menguranginya. Faktor-faktor yang dapat memperjelek keadaan penyakit penderita,
misalnya:
a. Faktor-faktor resiko, yaitu faktor yang dapat memperjelek penyakit, misalnya kebiasaan
merokok, polusi udara dan lingkungan pekerjaan, faktor genetik, infeksi (saluran
nafas) dan perubahan cuara.
b. Derajat obstruksi saluran nafas yang terjadi. Oleh karena itu identifikasi komponen-
komponen yang memungkinkan terdapatnya reversibilitas (obstruksi) sangat perlu
dilakukan.
c. Tahap perjalanan penyakit.
Perjalanan penyakit PPOM lambat progresif. Oleh karena itu perlu diketahui apakah
penyakit PPOM sedang tenang atau progresif perjalanannya. Penyakit lain di luar paru,
misalnya sinusitis, faringitis dan sebagainya.
Tujuan penatalaksanaan PPOM adalah:
a. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala, tidak hanya pada fase akut, tetapi
juga pada fase kronik.
b. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
c. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
Penanganan untuk penderita PPOM usia lanjut adalah sebagai berikut:
a. Meniadakan faktor etiologik/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,
menghindari polusi udara.
b. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
13
c. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi, antimikroba tidak
perlu diberikan. Pemberian anti-mikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab
infeksi, yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
d. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Pent gunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronko spasme) masih
kontroversial.
e. Pengobatan simtomatik (lihat tanda dan gejala yang muncul)
Batuk produktif beri obat mukolitik / ekspektoran
Sesak nafas beri posisi yang nyaman (fowler) , beri O2
Dehidrasi beri minum yang cukup bila perlu pasang infus
f. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul. Pengobatan oksiogen,
bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat: 1 — 2
liter/menit.
g. Tindakan rehabilitasi.
Tindakan rehabilitasi terhadap penderita meliputi Aktivitas-aktivitas berikut:
Fisioterapi, terutama ditujukan untuk membantu pengeluaran sekret bronkus.
Latihan pernafasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernafasan
yang paling efektif baginya
Latihan, dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan uatuk memulihkan
kesegaran jasmaninya.
Vocational guidance: usaha yang dilakukan terhadap pendeiita agar sedapat-
dapat kembali mampu mengerjakan pekerjaan semula.
Pengelolaan psikososial: terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita
dengan penyakit yang dideritanya.
7. Pencegahan penyakit paru pada usia lanjut
Proses penuaan pada seseorang tidak bisa dihindari. Perubahan struktur anatomik
maupun fisiologik alami juga tidak dapat dihindari, Pencegahan terhadap timbulnya
penyakit-penyakit paru pada usia lanjut dilakukan pada prinsipnya dengan meningkatkan
daya tahan tubuhnya dengan memperbaiki keadaan gizi, menghilangkan hal-hal yang
dapat menurunkan daya tahan tubuh, misalnya menghentikan kebiasaan merokok,
minum alkohol dan sebagainya.
Pencegahan terhadap timbulnya beberapa macam penyakit dilakukan dengan
Fara yang lazim.
a. Usaha pencegahan infeksi paru/saluran nafas
14
Usaha untuk mencegahnya dilakukan dengan jalan menghambat mengurangi atau
meniadakan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya infeksi. Hal positif yang
dapat dilakukan misalnya dengan melakukan vaksinasi dengan vaksin pneumokok
untuk menghindari timbulnya pneumoni, tetapi sayangnya pada usia lanjut vaksinasi
ini kurang berefek (Mangunegoro, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan
H.Hadi Martono. 1999)
b. Usaha mencegah timbulnya TB paru.
Yang bisa dilakukan ialah menghindari kontak person dengan penderita TB
paru atau mengbindari Fara-cara penularan lainnya.
c. Usaha pencegahan timbulnya PPOM atau karsinoma paru.
Sejak usia muda, bagi orang-orang yang beresiko tinggi terhadap timbulnya kelainan
paru (PPOM dan karsinoma paru), perlu dilakukan pemantauan secara berkala: (1)
pemeriksaan foto rontgen toraks, dan (2) pemeriksaan faal paru, paling tidak setahua
sekali. Sangat dianjurkan bagi mereka yang beresiko tinggi tadi (perokok berat dan
laki-laki) menghindari atau segera berhenti merokok (Mangunegoro, 1992. Didalam
buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999).
15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN SISTEM
PERNAPASAN (PENYAKIT PARU OBSRUKSI MENAHUN) PPOM
Dalam hal ini kelompok mengangkat askep PPOM pada lansia dikarenakan penyakit ini
sangat menonjol (berdasarkan buku Pedoman Pengelolaan Kesehatan Pasien Geriatri hal 39
tahun 2000)
A. Pengkajian
Pengkajian pada pernafasan dengan klien PPOM yang didasarkan pada kegiatan sehari
– hari. Ukur kualitas pernafasan antara skala 1 sampai 10. Dan juga mengidentifikasi
faktor sosial dan lingkungan yang merupakan faktor pendukung terjadinya gejala. Perawat
juga mengidentifikasi type dari gejala yang muncul antara lain, tiba-tiba atau
membahayakan dan faktor presipitasi lainnya antara lain perjalanan penularan temperatur
dan stress.
Pengkajian fisik termasuk pengkajian bentuk dan kesimetrisan dada, Respiratory Rate
dan Pola pernafasan, posisi tubuh menggunakan otot bantu pernafasan dan juga warna,
jumlah, kekentalan dan bau sputum. Palpasi dan perkusi pada dada diidentifikasikan untuk
mengkaji terhadap peningkatan gerakan Fremitus, gerakan dinding dada dan penyimpanan
diafragma. Ketika mengauskultasi dinding dada pada dewasa tua / akhir seharusnya diberi
cukup waktu untuk kenyamanan dengan menarik nafas dalam tanpa adanya rasa pusing
(dizzy) (Loukenotte, M.A, 2000).
Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman untuk
mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :
1. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?
2. Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?
3. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
4. Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
5. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
6. Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?
Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan yang patut
dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :
1. Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
2. Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?
3. Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
4. Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
16
5. Apakah tampak sianosis?
6. Apakah vena leher pasien tampak membesar?
7. Apakah pasien mengalami edema perifer?
8. Apakah pasien batuk?
9. Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
10. Bagaimana status sensorium pasien?
11. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
Hal-hal yang juga perlu dikaji adalah :
1. Aktifitas / istirahat
Keletihan, kelemahan, malaise, ketidak mampuan melakukan aktifitas sehari-hari
karena sulit bernafas.
2. Sirkulasi
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan tekanan darah,takikardi.
3. Integritas ego
Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan,peka rangsang
4. Makanan / cairan
Mual / muntah, anoreksia, ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan,
turgor kulit buruk, berkeringat.
5. Higiene
Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktifitas sehari-
hari, kebersihan buruk, bau badan.
6. Pernafasan
Nafas pendek, rasa dada tertekan, dispneu, penggunaan otot bantu pernafasan.
7. Keamanan
Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat atau faktor lingkungan.
8. Seksualitas
Penurunan libido.
9. Interaksi sosial
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, keterbatasan mobilitas fisik.
(Doengoes, 2000 :152 ).
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim pada lansia dengan PPOM, antara lain :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen.
17
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan
sekunder, penyakit kronis.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disprisa,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan
kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
6. Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi, salah
mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif
( Doenges, 2000).
Sedangkan diagnosa menurut Luckenotte,antara lain :
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d tertahannya sekresi.
2. Gangguan pertukaran gas b.d berkurangnya suplai oksigen.
3. Berkurangnya perawatan kesehatan b.d ketidakefektifan koping individu.
4. Resiko infeksi b.d in adekuat pertahanan primer dan sekunder, dan penyakit kronik.
5. Defisit pengetahuan : PPOM b.d kurangnya informasi.
6. In adekuat nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan atau absorbsi
7. Berkurangnya peran b.d perubahan persepsi diri dan perubahan kapasitas fisik dalam
menjalankan peran.
8. In efektif pola nafas b.d kelemahan muskuloskeletal dan penurunan energi atau fatique.
9. Ketidakmampuan untuk melakukan ventilasi secara spontan b.d kelemahan otot
pernafasan.
10. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan permintaan
(Loukenotte, M.A, 2000).
18
19
C. Intervensi / Perencanaan
No Diagnosa Tujuan Dan
Intervensi Rasional
Dx Keperawatan Kriteria Hasil
1. Ketidakefektifan Tujuan : 1. Auskultasi 1. Beberapa derajat
jalan nafas Mengefektifkan bunyi nafas, bronkus terjadi
berhubungan jalan nafas catat adanya dengan obstruksi
dengan bunyi nafas, jalan nafas dan tidak
tertahannya Kriteria Hasil yang misal: mengi, dimanifestasikan
sekresi. diharapkan: krekels, ronki. adanya bunyi nafas
Mempertahankan adventisius
jalan nafas paten 2. Kaji / pantau 2. Takipnea ada pada
dengan bunyi frekuensi beberapa derajat dan
nafas bersih / pernafasan, catat dapat ditemukan
jelas rasio inspirasi pada penerimaan /
Menunjukkan mengi selama stress /
perilaku untuk (emfisema) adanya proses
memperbaiki infeksi akut
bersihan jalan 3. Kaji pasien 3. Peninggian kepala
nafas Misal : untuk posisi tempat tidur
Batuk efektif dan yang nyaman mempermudah
mengeluarkan misal: fungsi pernafasan
sekret. peninggian dengan
kepala tempat menggunakan
tidur, duduk dan gravitasi, namun
sandaran tempat pasien dengan slifres
tidur. berat akan mencari
posisi yang paling
mudah untuk
bernafas.
4. Pertahankan 4. Pencetus tipe reaksi
polusi alergi pernafasan
lingkungan yang dapat
minimum debu, mentrigen episode
asap dll akut.
5. Bantu latihan
nafas abdomen / 5. Memberikan pasien
bibir beberapa cara untuk
mengatasi dan
mengontrol dispnea
dan menurunkan
6. Ajarkan teknik jebakan udara.
nafas dalam batu 6. Batuk dapat menetap
efektif tetapi efektif
khususnya bila pada
lansia,sakit akut,
atau kelemahan
7. Berikan obat
sesuai indikasi 7. Membantu dalam
proses
penyembuhan.
20
2. Gangguan Tujuan : Memenuhi 1. Kaji frekuensi 1. Berguna dalam
pertukaran gas suplai oksigen pada kedalaman evaluasi distress
berhubungan tubuh. pernafasan, catat pernafasan dan
dengan suplai penggunaan otot kronisnya proses
oksigen Kriteria hasil yang aksesori, nafas penyakit.
diharapkan : bibir,
Menunjukkan ketidakmampua
perbaikan n bicara /
ventilasi dan berbincang.
oksigenasi 2. Tinggikan 2. Pengiriman oksigen
jaringan adekuat kepala tempat dapat diperbaiki
yang bila dalam tidur, bantu dengan posisi duduk
rentang pasien untuk tinggi, dan latihan
normal + bebas memilih posisi nafas untuk
gejala distres yang mudah menurunkan kolaps
pernafasan. untuk bernafas. jalan nafas, dispnea
Berpartisipasi dan kerja nafas.
dalam program 3. Dorong 3. Kental, tebal,
pengobatan mengeluarkan banyaknya sekresi
dalam tingkat sputum: adalah sumber
kemampuan / Penghisapan utama gangguan
situasi. bila pertukaran gas
diindikasikan. 4. Sianosis mungkin
4. Kaji / awasi perifer (terlihat pada
secara rutin kulit kuku) atau sentral
dan warna (terlihat sekitar bibir
membran / daun telinga)
mukosa keabu-abuan dan
dianosis sentral
mengindikasikan
beratnya
hipoksemia.
5. Takikarena,
5. Awasi tanda disritimia, dan
vital dan irama perubahan TD dapat
jantung menunjukkan efek
hipoksemia sistemik
pada fungsi jantung.
6. PaCO2 biasanya
6. Awasi / meningkat
gambaran seri (bronkhitis,
GDA dan nadi, emfisema) dan
oksimetri PaCO2 secara
umum menurun,
sehingga hipoksia
terjadi dengan
derajat lebih / lebih
besar
7. Dapat
7. Berikan oksigen memperbaiki /
21
tambahan yang
sesuai dengan
indikasi hasil
mencegah buruknya
GDA dan
hipoksia.
toleransi pasien.
D. Evaluasi
Fokus utama pada klien Lansia dengan PPOM adalah untuk mengembalikan
kemampuan dalam ADLS, mengontrol gejala, dan tercapainya hasil yang diharapkan.
Klien Lansia mungkin membutuhkan perawatan tambahan di rumah, evaluasi juga
termasuk memonitor kemampuan beradaptasi dan menggunakan tehnik energi conserving,
untuk mengurangi sesak nafas, dan kecemasan yang diajarkan dalam rehabilitasi paru.
Klien Lansia membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari tehnik rehabilitasi yang
diajarkan. Bagaimanapun, saat pertama kali mengajar, mereka harus mempunyai
pemahaman yang baik dan mampu untuk beradaptasi dengan gaya hidup mereka.
(Leukenotte, M A, 2000 : 502)
25
26
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada usia lanjut terjadi penularan analomi - fisiologi paru dan saluran nafas, antara
lain berupa pengurangan elastic recoil paru; kecepatan arus ekspirasi, tekanan oksigen
acted serta respons pusat reflek pernafasan terhadap rangsangan oksigen arteri atau
hiperkapnia. Hal-hal tersebut berpengaruh pada mekanisme perthanan tubuh terhadap
timbulnya penyakit paru
Penyakit paru yang sering ditemukan pada usia lanjut adalah infeksi saluran nafas
akut bagian bawah PPOM. Berhagai cara dapat dilakukan untuk pencegahan terhadap
timbulnya infeksi pernafasan akut bagian bawah, PPOM. Untuk mencegab melanjunya
penurunan fungsi paru, antara lain dapat diatasi dengan melakukan olah raga atau latihan
fisik yang teratur, selain meningkatkan taraf kesehatan usia lanjut. Laju penurunan fungsi
paru dapat diketahui dengan pemeriksaan faal paru secara berkala.
B. Saran
Untuk Lansia menghindari faktor resiko :
1. Anjurkan klien untuk tidak merokok
2. Anjurkan klien untuk cukup istirahat
3. Anjurkan klien untuk menghindari alergen
4. Anjurkan klien untuk mengurangi aktifitas
5. Anjurkan klien untuk mendapatkan asupan gizi yang cukup
Untuk keluarga memberikan dukungan :
1. Anjurkan keluarga untuk memberi perhatian pada klien
2. Anjurkan keluarga untuk memantau kondisi klien
3. Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang kondusif
27
28
DAFTAR PUSTAKA
Guyton, Arthur C. 1945. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC.
Matteson, M.A and MC, Connel, E.S. 1988. Gerontological nursing: Concept and
Practice. Philadelphia: WB Sounders Company.
Price, Syna, A and Wilson, Lorraine M. 1994. Patofisiologi, Konsep Klinis proses-
proses Penyakit, edisi ke-4. Jakarta : EGC.
R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono (1999). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan
usia lanjut) edisi ke-3. Jakarta : EGC.
Suddarth dan Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC.
Wood, Under J.C.E. 1996. Patologi Umum dan Sistemik. Jakarta : EGC.
29