Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN

GANGGUAN SISTEM PERNAPASAN

Di Susun
Oleh: KELOMPOK 3

KHOIRUR ROZIQIN NIM : 2020206203417P


JUMADI NIM : 2020206203218P
BUDI SETYAWAN NIM : 2020206203206P
M. MUSODIK ARBA NIM : 2020206203418P
SRIATUN NIM : 2020206203429P
KATARINA LITANI NIM : 2020206203186P
WAYAN SUPRIYANI NIM : 2020206203221P
SATRIYO PRIYONO NIM : 2020206203199P

PROGRAM STUDI S 1 KEPERAWATAN KONVERSI


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU
LAMPUNG TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb 


Segala puji bagi Allah S.W.T. Tuhan Yang Maha Esa, Karena atas segala limpahan
Rahmat, Taufik, dan Hidayah-Nya, sehingga pada akhirnya Makalah yang penulis susun
dalam rangka memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik dengan judul tugas
“Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Pernafasan”
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Agung Muhammad SAW
sebagai panutan dan ikutan terbaik bagi umat yang membawa cahaya islam. Dengan adanya
Makalah ini di harapkan dapat membantu dalam proses pembelajaran dan dapat menambah
pengetahuan para pembaca.
Penulis menyadari bahwa Makalah ini jauh dari kata sempurna karena kesempurnaan
itu hanyalah milik Allah S.W.T. harapan penulis semoga isi dari Makalah ini bisa bermanfaat
baik bagi penulis maupun pembaca. Aamiin Ya Rabbal’alamin.Oleh karena itu diharapkan
bagi para pembaca dan para pemerhati pendidikan dimohon untuk memberikan kritik dan
sarannya kepada kami demi kesempurnaan Makalah ini.

Wassalamualaikum Wr. Wb 

 
Lampung Timur, 03 Desember 2021
Penyusun,

KELOMPOK 3

2
DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
A. Latar Belakang................................................................................................................4
B. Tujuan.............................................................................................................................4
C. Ruang Lingkup Penulisan...............................................................................................5
D. Metode Penulisan............................................................................................................5
BAB II TINJAUAN TEORI.....................................................................................................7
A. Perubahan Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan Pada Usia Lanjut...............................7
B. Faktor-Faktor Yang Memperburuk Fungsi Paru.............................................................8
C. Patogenesis Penyakit Paru Pada Usia Lanjut..................................................................9
D. Aspek Klinik.................................................................................................................11
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN
SISTEM PERNAFASAN.......................................................................................................16
A. Pengkajian.....................................................................................................................16
B. Diagnosa Keperawatan..................................................................................................17
C. Intervensi Keperawatan.................................................................................................19
D. Evaluasi.........................................................................................................................24
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................25
A. Kesimpulan...................................................................................................................25
B. Saran..............................................................................................................................55
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................26

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apabila taraf hidup masyarakat meningkat, ditambah dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran, maka dapat memberikan dampak yang sangat luas
bagi masyarakat. Dampak yang timbul antara lain angka kejangkitan dan kematian
penyakit-penyakit Infeksi menurun, sedangkan insidensi penyakit lain (misalnya
kardiovaskuler) meningkat. Dampak lainnya ialah usia harapan hidup menjadi lebih
meninggi dan jumlah anggota masyarakat yang berusia lanjut lehih banyak (Martono. 1999)
Dengan pertambahan umur, ditambah dengan adanya faktor-faktor lingkungan yang lain,
terjadilah perubahan anatomik-fisiologik tubuh. Pada tingkat awal perubahan itu
mungkin merupakan homeostasis martial, kemudian bisa timbul homeostasis abnormal
atau reaksi adaptasi dan paling akhir terjadi kematian sel (Kumar et al, 1992). Salah satu
organ tubuh yang mengalami perubahan anatomik-fisiologik akibat bertamba hnya usia
seseorang adalah sistem pernafasan.
Pada usia lanjut, selain terjadi perubahan anatomik-fisiologik dapat timbul pula penyakit-
penyakit pada sistem pernafasan. Umumnya, penyakit-prnyakit yang diderita kelompok
usia lanjut merupakan: (1) kelanjutan penyakit yang diderita sejak umur muda; (2) akibat
gejala sisa penyakit yang pernah diderita sebelumnya; (3) penyakit akibat kebiasaan-
kebiasaan tertentu di masa lalu (misalnya kebiasaan merokok, minum alkohol dan
sebagainya); dan (4) penyakit-penyakit yang mudah terjadi akibat usia lanjut. Penyakit-
penyakit paru yang diderita kelompok usia lanjut juga mengikuti pola penyebab
atau kejadian tersebut (Martono. 1999)
Belum banyak dijumpai laporan para ahli tentang insidens PPOM orang usia lanjut.
Insidens PPOM usia lanjut yang dirawat di RSUP Dr. Kariadi tahun 1990 — 1991 adalah
sebesar 5,6% (Martono. 1999)
Pada kesempatan ini akan diuraikan mengenai gangguan sistem respirasi pada usia
lanjut, meliputi aspek anatomik-fisiologik, aspek epidemiologik, serta aspek klinik, dan
terapi modalitas yang akan diberikan.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan terapi modalitas ini adalah :
1. Mengetahui konsep dasar proses penuaan

4
2. Mengetahui perubahan fisiologis pada proses penuaan
3. Memahami perubahan anatomi dan fisiologis sistem respiratori pada lansia.
4. Mengetahui masalah-masalah pada perubahan sistem respiratori pada lansia.
5. Mengetahui dan dapat memberikan gambaran PPOM pada lansia
6. Memenuhi tugas mata kuliah “ Keperawatan Gerontik ”.

C. Ruang Lingkup Penulisan


Penyusunan ini hanya membahas tentang perubahan fisiologis sistem respiratori dan
terapi modalitas sistem respiratori pada lansia.

D. Metode Penulisan
Penulisan ini menggunakan metode deskriptif yaitu dengan menggambarkan
perubahan fisiologis sistem respiratori dan terapi modalitas sistem respiratori pada lansia
dengan studi literature yang diperoleh dari buku-buku perpustakaan, internet dan hasil dari
diskusi kelompok yang disajikan dalam bentuk makalah.

5
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Perubahan Anatomi Fisiologi Sistem Pernafasan Pada Usia Lanjut


Pada  orang orang sehat, peruhahan anatomik fisiologik tersebut merupakan bagian dari
proses menua, Usia Ianjut bukanlah merupakan penyakit, tetapi merupakan tahap lanjut dari
suatu kehidupan yang ditandai dengan menurunnya kemampuan tubuh untuk beradaptasi
terhadap stres atau pengaruh lingkungan. Proses menua melandasi berbagai kondisi yang
terjadi pada usia lanjut (Martono. 1999)
Untuk dapat mengatakan bahwa suatu kemunduran fungsi tubuh adalah disebabkan oleh
proses menua dan bukan disebabkan oleh peayakit yang menyertai proses menua, ada 4
kriteria yang harus dipenuhi :
1. Kemunduran fungsi dan kemampuan tubuh tadi harus bersifat universal, artinya umum
terjadi pada setiap orang.
2. Proses menua disebabkan oleh faktor intrinsik, yang berarti perubahan fungsi sel
dan jaringan disebabkan oleh penyimpangan yang terjadi di dalam sel dan bukan oleh
faktor luar.
3. Proses menua terjadi secant progresif, berkelanjutan, berangsur Iambat dan tidak dapat
berbalik lagi.
4. Proses menua bersifat proses kemunduran/kerusakan (injury).

a. Perubahan anatomi sistem pernafasan


Pada usia lanjut terjadi perubahan-perubahan anatomik yang mengenai hampir
seluruh susunan anatomik tubuh, dan perubahan fungsi tel, jaringan atau organ yang
bersangkutan. Yang mengalami perubahan adalah
1) Dinding dada: tulang-tulang mengalami osteoporosis, tulang - tulang rawan
mengalami osifikasi, terjadi perubahan bentuk dan ukuran dada. Sudut epigastrik
relatif mengecil dan volume rongga dada mengecil.
2) Otot-otot pernafasan: mengalami kelemahan akibat atrofi.
3) Saluran nafas: akibat kelemahan otot, berkurangnya jaringan elastis bronkus dan
alveoli menyebabkan lumen bronkus mengecil. Cincin-cincin tulang rawan bronkus
mengalami perkapuran.
4) Struktur jaringan parenkim paru: bronkiolus, duktus alveolaris dan alveolus membesar
secara progresip, terjadi emfisema senilis. Struktur kolagen dan elastin dinding
saluran nafas perifer kualitasnya mengurang sehingga menyebabkan elastisitas
6
jaringan parenkim pam mengurang. Penurunan elastisitas jaringan parenkim paru
pada usia lanjut dapat karena menurunnya tegangan perrnukaan akibat pengurangan
daerah permukaan alveolus.
b. Perubahan-perubahan fisiologis sistem pernafasan
Perubahan fisiologis (fungsi) pada sistem pernafasan yang terjadi antara lain :
1) Gerak pernafasan: adanya perubahan hentuk, ukuran dada, maupun volume rongga
dada akan merubah mekanika pernafasan, amplitudo pernafasan menjadi
dangkal, timbul keluhan sesak nafas. Kelemahan otot pernafasan menimbulkan
penurunan kekuatan gerak nafas, lebih-Iebih apabila terdapat deformitas rangka
dada akibat penuaan.
2) Distribusi gas. Perubahan struktur anatomik saluran nafas akan menimbulkan
penumpukan Warn dalam alveolus (air trapping) ataupun gangguan
pendistribusian udara nafas dalam cabang-cabang bronkus.
3) Volume dan kapasitas paru menurun. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor: (1)
kelemahan otot nafas, (2) elastisitas jaringan parenkim parts menurun, (3) resintensi
saluran nafas (menurun sedikit). Secara umum dikatakan bahwa pada usia lanjut
terjadi pengurangan ventilasi paru.
4) Gangguan transport gas.
Pada usia lanjut terjadi penurunan Pa02 secara bertahap, yang penyebabnya
terutama disebabkan (adanya ketidakseimbangan ventilasi - perfusi (Mangunegoro,
1992). Selain itu diketahui bahwa pengambilan 02 oleh darah dari alveoli (difusi) dan
transport 02 ke jaringan-jaringan berkurang, terutama terjadi pada saat melakukan
olah raga. Penurunan pengambilan 02 maksimal disebabkan antara lain karena :
(1) berbagai perubahan pada jaringan paru yang menghambat difusi gas, dan
(2) karena berkurangnya aliran darah ke paru akibat turunnya curah jantung.
5) Gangguan perubahan ventilasi pain.
Pada usia lanjut terjadi gangguan pengaturan ventilasi paru, akibat adanya
penurunan kepekaan kemoreseptor perifer, kemoreseptor sentral ataupun pusat-
pusat pernafasan di medulla oblongata dan pons terhadap rangsangan berupa
penurunan Pa02, peninggian PaCO2, perubahan pH darah arteri dan sebagainya.

B. Faktor-faktor yang memperburuk fungsi paru


Selain penurunan fungsi paru akibat proses penuaan, terdapat beberapa faktor yang
dapat memperburuk fungsi paru (Martono. 1999) Faktor-faktor yang memperburuk fungsi
paru antara lain :
7
1. Faktor merokok
Merokok akan memperburuk fungsi paru, yaitu terjadi penyempitan saluran nafas. Pada
tingkat awal, saluran nafas akan mengalami obstruksi clan terjadi penurunan nilai
VEP1 yang besarnya tergantung pada beratnya penyakit paru tad. Pada tingkat lanjut
dapat terjadi obstruksi yang iereversibel, timbul penyakit paru obstruktif menahun
(PPOM).
2. Obesitas
Kelebihan berat badan dapat memperburuk fungsi paru seseorang. Pala obesitas,
biasanya terjadi penimbunan lemak pada leher, dada dan (finding perut, akan dapat
mengganggu compliance dinding dada, berakibat penurunan volume paru atau terjadi
keterbatasan gerakan pernafasan (restriksi) dan timbul gangguan fungsi paru tipe
restriktif.
3. Imobilitas
Imobilitas akan menimbulkan kekakuan atau keterbatasan gerak saat otot-otot
berkontraksi, sehingga kapasitas vital. paksa atau volume paru akan "relatif' berkurang.
Imobilitas karena kelelahan otot-otot pernafasan pada usia lanjut dapat memperburuk
fungsi paru (ventilasi paru). Faktor-faktor lain yang menimbulkan imobilitas (paru),
misalnya efusi pleura, pneumotoraks, tumor paru dan sebagainya (Mangunegoro, 1992).
Perbaikan fungsi paru dapat dilakukan dengan menjalankan olah raga secara intensif

4. Operasi
Tidak semua operasi (pembedahan) mempengaruhi faal paru. Dari pengalaman para
ahli diketahui bahwa yang pasti memberikan pengaruh faal paru adalah : (1)
pembedahan toraks (jantung dan paru); (2) pembedahan abdomen bagian atas; dan (3)
anestesi atau jenis obat anestesi tertentu. Peruhahan fungsi paru yang timbul, meliputi
perubahan proses ventilasi, distribusi gas, difusi gas serta perfusi darah kapiler paru.
Adanya perubahan patofisiologik paru pasca bedah mudah menimbulkan komplikasi
paru: atelektasis, infeksi atau sepsis dan selanjutnya mudah terjadi kematian, karena
timbulnya gagal nafas.

C. Patogenesis penyakit paru pada usia lanjut


Mekanisme timbulnya penyakit yang menyertai usia lanjut dapat dijelaskan atau dapat
dikaitkan dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan-perubahan
tersebut. adalah:
1. Perubahan anatomis - fisiologis
8
Dengan adanya perubahan anatomis – fisiologis sistem pernafasan ditambah adanya
faktor-faktor lainnya dapat memudahkan timbulnya beberapa macam penyakit paru:
bronkitis kronis, emfisema paru, PPOM, TB paru, kanker paru dan sebagainya.
2. Perubahan daya tahan tubuh
Pada usia lanjut terjadi penurunan daya tahan tubuh, antara lain karena lemahnya fungsi
limfosit B dan T, sehingga penderita rentan terhadap kuman-kuman pathogen virus,
protozoa, bakteri atau jamur.
3. Perubahan metabolik tubuh
Pada orang usia lanjut sering terjadi peruban metabolik tuhuh, dan paru dapat ikut
mengalami peruban penyebab tersering adalah penyakit-penyakit metabolik yang
bersifat sistemik: diabetes mellitus, uremia, artritis rematoid dan sebagainya. Fakator usia
peranannya tidak jelas, tetapi lamanya menderita penyakit sistemik mempunyai andil
untuk timbulnya kelainan paru tadi.
4. Perubahan respons terhadap obat
Pada orang usia lanjut, bisa terjadi bahwa penggunaan obat-ohat tertentu akan
nemnemberikansan respons atau perubahan pada paru dan saluran nafas, yang
mungkin perubahan-perubahan tadi tidak terjadi pada usia muda. Contoh, yaitu
penyakit paru akibat idiosinkrasi terhadap obat yang sering digunakan dalam
pengobatan penyakit yang sedang dideritanya yang mana proses tadi jarang terjadi
pada usia muda.
5. Perubahan degenerative
Perubahan degeneratif merupakan perubahan yang tidak dapat dielakkaan
terjadinya pada individu-individu yang mengalami proses penuaan. Penyakit paru
yang timbul akibat proses (perubahan) degeneratif tadi, misalnya terjadinya bronkitis
kronis, emfisema paru, penyakit paru obstruktif menahun, karsinoma paru yang
terjadinya pada usia lanjut dan sebagainya.
6. Perubahan atau kejadian lainnya
Ada pengaruh-pengaruh lain yang terjadi sebelum atau selama usia lanjut yang dapat
mempengaruhi dirinya sehingga dapat memudahkan penyakit paru tertentu pada usia
lanjut, misalnya:
a. Kebiasaan merokok masa lalu dan sekarang
Merokok yang berlangsung lama dapat menimbulkan perubahan- perubahan
struktur pada saluran nafas, juga dapat menurunkan fungsi sistem pertahanan
tubuh yang diperankan oleh paru dan saluran nafas, sehingga memudahkan
timbulnya infeksi pada paru dan saluran nafas. Merokok selain dapat memberikan
9
perubahan- perubahan pada saluran nafas, dapat pula memudahkan timbulnya
keganasan paru, PPOM, bronkitis kronis dan sebagainya.
b. Pengaruh atau akibat kekurangan gizi
Pada usia lanjut telah diketahui terjadi penurunan daya tahan tubuh, terutama
respons imun seluler. Ini merupakan konsekuensi lanjut atas terjadinya involusi
kelenjar timus pada usia lanjut. Proses involusi kelenjar timus
menyebabkan jumlah hormon timus yang beredar dalam peredaran darah menurun,
berakibat proses pemasakan limfosit T berkurang dan limfosit T yang beredar dalam
peredaran darah juga berkurang. Imunitas humoral pada usia lanjut juga terdapat
perubahan yang berarti, bahkan terdapat peninggian kadar autoantibodi. IgA dan
IgG terdapat peningkatan, sedangkan IgM mengalami penurunan.

D. Aspek Klinik
Ada beberapa penyakit paru yang menyertai orang usia lanjut, yang paruing ada 4 macam:
pneumoni, tuberkulosis paru, penyakit paru obstruktif menahun (PPOM), dan karsinoma
paru.
1. Definisi Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM)
PPOM adalah kelainan paru yang ditandai dengan gangguan fungsi paru berupa
memanjangnya periode ekspirasi yang disebabkan oleh adanya penyempitan saluran
nafas dan tidak banyak mengalami perubahan dalam masa observasi beberapa waktu.
PPOM adalah klasifikasi luas dari gangguan yang mencakup bronkitis kronis,
bronkiektasis, emfisema dan asma. PPOM merupakan kondisi ireversibel yang
berkaitan dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara
paru-paru. Termasuk dalam kelompok PPOM adalah bronkitis kronis, emfisema paru
dan penyakit saluran nafas perifer.
2. Etiologi.
Etiologi penyakit ini belum diketahui. Timbulnya penyakit ini dikaitkan dengan faktor-
faktor resiko yang terdapat pada penderita, antara lain merokok sigaret yang berlangsung
lama, polusi udara, infeksi paru berulang, umur, jenis kelamin, ras, defisiensi alfa-1
antitripsin, defisiensi antioksidan dan sebagainya. Pengaruh dari masing-masing faktor
resiko terhadap terjadinya PPOM adalah saling memperkuat dan faktor merokok dianggap
yang paling dominan dalam menimbulkan penyakit ini.
3. Patofisiologi.
Faktor-faktor resiko yang telah disebutkan di atas akan mendatangkan proses
inflamasi bronkus dan juga menimbulknn kerusakan pada dinding bronkiolis terminal.
10
Akibat dari kerusakan yang timbul akan terjadi obstruksi bronkus keel (bronkiolus
terminal), yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi. Udara yang pada
saat inspirasi mudah masuk ke dalam alveoli, saat ekspirasi banyak yang terjebak. dalam
alveolus dan terjadilah penumpukan udara (airtrapping). Hal inilah yang menyebabkan
adanya keluhan sesak nafas dengan segara akibat-akibatnya. Adanya obstruksi dini saat awal
ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan pemanjangan fase
ekspirasi. Fungsi-fungsi paru: ventilasi, distribusi gas, difusi gas, maupun perfusi darah
akan mengalami gangguan.
4. Gambaran klinik.
Gambaran klinik yang ditemukan adalah gambaran penyakit paru yang mendasari
ditambah tanda-tanda klinik akihat terjadinya obstruksi bronkus. Gambaran klinik bila
diamati secara cermat akan mengarah pada dua hal atau dua tipe pokok: (1) mempunyai
gambaran klinik dominan ke arah bronkitis kronis (blue bloater type); dan (2) gambaran
klinik predominant ke arah emfisema (pink puffer type).
5. Diagnosis.
Diagnosis PPOM ditegakkan dengan metode yang lazim (terarah dan sistimatik),
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat
ditemukan keluhan kelemahan badan, batuk, sesak nafas, sesak nafas waktu aktivitas clan
nafas berbunyi, mengi atau wheeze. Oleh karena perjalanan penyakitnya lambat, maka
anamnesis harus dilakukan secara hati-hati dan teliti.
Pada pemeriksaan fisik, pada penderita tingkat penyakitnya masih awal mungkin tidak
ditemukan kelainan. Adanya ekspirasi yang memanjang merupakan petunjuk kelainan
dial. Pada penyakit tingkat lanjut, tampak bentuk dada seperti tong, ditemukan penggunaan
otot-otot bantu nafas, suara nafas melemah, terdengar suara mengi yang lemah. Kaitting
ditemukan (gerak) pernafasan paradoksal. Selain itu dapat ditemukan edema kaki, mites dan
jari tabuh.
Pemeriksaan faal paru merupakan pemeriksaan penunjang yang penting, untuk
mendiagnosis PPOM. Untuk menentukan apakah pada penderila terdapat obtruksi saluran
nafas dapat dilakukan pemeriksaan dengan spirometri (spirogram) atau memeriksa nilai
arus puncak ekspirasi (APE) dengan alat sederhana, yaitu menggunakan mini Wright
Peak Plow Meter.
Pengukuran volume ekspirasi paksa satu detik pertama (VEP I) merupakan pemeriksaan
akurat, standar, mudah dilakukan dengan spirometer, dan dapat digunakan untuk melihat
beratnya obstruksi saluran nafas. Tingkatan hemoglobin dalam darah itu dapat memperkirakan
adanya Polycytemia, yang mengakibatkan terjadinya Hypoxemia secara perlahan-lahan.
11
12
Tingkatan PPOM menurut National Institute Of Health Lung and Blood, Bethesda 2001
TINGKATA
NILAI / DERAJAT PERSENTASI VEP I
N
Spirometry Normal
0 Resiko Gejala menaun (batuk,
produksi sputum)
I Ringan ≥ 80 %
II Sedang < 80 %
III Berat < 30 %

6. Penatalaksanaan.
Dalam penatalaksanaan penderita PPOM perlu diperhatikan faktor-faktor yang dapat
memperjelek perjalanan penyakit, yang hams dicegah terjadinya pada penderita. Apabila
faktor-faktor tadi sudah ada pada penderita, hendaknya diusahakan. Meniadakannya atau
menguranginya. Faktor-faktor yang dapat memperjelek keadaan penyakit penderita,
misalnya:
a. Faktor-faktor resiko, yaitu faktor yang dapat memperjelek penyakit, misalnya kebiasaan
merokok, polusi udara dan lingkungan pekerjaan, faktor genetik, infeksi (saluran
nafas) dan perubahan cuara.
b. Derajat obstruksi saluran nafas yang terjadi. Oleh karena itu identifikasi komponen-
komponen yang memungkinkan terdapatnya reversibilitas (obstruksi) sangat perlu
dilakukan.
c. Tahap perjalanan penyakit.
Perjalanan penyakit PPOM lambat progresif. Oleh karena itu perlu diketahui apakah
penyakit PPOM sedang tenang atau progresif perjalanannya. Penyakit lain di luar paru,
misalnya sinusitis, faringitis dan sebagainya.
Tujuan penatalaksanaan PPOM adalah:
a. Memperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala, tidak hanya pada fase akut, tetapi
juga pada fase kronik.
b. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
c. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih awal.
Penanganan untuk penderita PPOM usia lanjut adalah sebagai berikut:        
a. Meniadakan faktor etiologik/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,
menghindari polusi udara.
b. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

13
c. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi, antimikroba tidak
perlu diberikan. Pemberian anti-mikroba harus tepat sesuai dengan kuman penyebab
infeksi, yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
d. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Pent gunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronko spasme) masih
kontroversial.
e. Pengobatan simtomatik (lihat tanda dan gejala yang muncul)
 Batuk produktif beri obat mukolitik / ekspektoran
 Sesak nafas beri posisi yang nyaman (fowler) , beri O2
 Dehidrasi beri minum yang cukup bila perlu pasang infus
f. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul. Pengobatan oksiogen,
bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan aliran lambat: 1 — 2
liter/menit.
g. Tindakan rehabilitasi.
Tindakan rehabilitasi terhadap penderita meliputi Aktivitas-aktivitas berikut:
 Fisioterapi, terutama ditujukan untuk membantu pengeluaran sekret bronkus.
 Latihan pernafasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernafasan
yang paling efektif baginya
 Latihan, dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan uatuk memulihkan
kesegaran jasmaninya.
 Vocational guidance: usaha yang dilakukan terhadap pendeiita agar sedapat-
dapat kembali mampu mengerjakan pekerjaan semula.
 Pengelolaan psikososial: terutama ditujukan untuk penyesuaian diri penderita
dengan penyakit yang dideritanya.
7. Pencegahan penyakit paru pada usia lanjut
Proses penuaan pada seseorang tidak bisa dihindari. Perubahan struktur anatomik
maupun fisiologik alami juga tidak dapat dihindari, Pencegahan terhadap timbulnya
penyakit-penyakit paru pada usia lanjut dilakukan pada prinsipnya dengan meningkatkan
daya tahan tubuhnya dengan memperbaiki keadaan gizi, menghilangkan hal-hal yang
dapat menurunkan daya tahan tubuh, misalnya menghentikan kebiasaan merokok,
minum alkohol dan sebagainya.
Pencegahan terhadap timbulnya beberapa macam penyakit dilakukan dengan
Fara yang lazim.
a. Usaha pencegahan infeksi paru/saluran nafas

14
Usaha untuk mencegahnya dilakukan dengan jalan menghambat mengurangi atau
meniadakan faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya infeksi. Hal positif yang
dapat dilakukan misalnya dengan melakukan vaksinasi dengan vaksin pneumokok
untuk menghindari timbulnya pneumoni, tetapi sayangnya pada usia lanjut vaksinasi
ini kurang berefek (Mangunegoro, 1992. Didalam buku R.Boedi-Dharmojo dan
H.Hadi Martono. 1999)
b. Usaha mencegah timbulnya TB paru.
Yang bisa dilakukan ialah menghindari kontak person dengan penderita TB
paru atau mengbindari Fara-cara penularan lainnya.
c. Usaha pencegahan timbulnya PPOM atau karsinoma paru.
Sejak usia muda, bagi orang-orang yang beresiko tinggi terhadap timbulnya kelainan
paru (PPOM dan karsinoma paru), perlu dilakukan pemantauan secara berkala: (1)
pemeriksaan foto rontgen toraks, dan (2) pemeriksaan faal paru, paling tidak setahua
sekali. Sangat dianjurkan bagi mereka yang beresiko tinggi tadi (perokok berat dan
laki-laki) menghindari atau segera berhenti merokok (Mangunegoro, 1992. Didalam
buku R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono. 1999).

15
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN SISTEM
PERNAPASAN (PENYAKIT PARU OBSRUKSI MENAHUN) PPOM

Dalam hal ini kelompok mengangkat askep PPOM  pada lansia dikarenakan penyakit ini
sangat menonjol (berdasarkan buku Pedoman Pengelolaan Kesehatan Pasien Geriatri hal 39
tahun 2000)
A. Pengkajian
Pengkajian pada pernafasan dengan klien PPOM yang didasarkan pada kegiatan sehari
– hari. Ukur kualitas pernafasan antara skala 1 sampai 10. Dan juga mengidentifikasi
faktor sosial dan lingkungan yang merupakan faktor pendukung terjadinya gejala. Perawat
juga mengidentifikasi type dari gejala yang muncul antara lain, tiba-tiba atau
membahayakan dan faktor presipitasi lainnya antara lain perjalanan penularan temperatur
dan stress.
Pengkajian fisik termasuk pengkajian bentuk dan kesimetrisan dada, Respiratory Rate
dan Pola pernafasan, posisi tubuh menggunakan otot bantu pernafasan dan juga warna,
jumlah, kekentalan dan bau sputum. Palpasi dan perkusi pada dada diidentifikasikan untuk
mengkaji terhadap peningkatan gerakan Fremitus, gerakan dinding dada dan penyimpanan
diafragma. Ketika mengauskultasi dinding dada pada dewasa tua / akhir seharusnya diberi
cukup waktu untuk kenyamanan dengan menarik nafas dalam tanpa adanya rasa pusing
(dizzy) (Loukenotte, M.A, 2000).
Berikut ini adalah daftar pertanyaan yang bisa digunakan sebagai pedoman untuk
mendapatkan riwayat kesehatan yang jelas dari proses penyakit :
1. Sudah berapa lama pasien mengalami kesulitan pernapasan ?
2. Apakah aktivitas meningkatkan dispnea? Jenis aktivitas apa?
3. Berapa jauh batasan pasien terhadap toleransi aktivitas?
4. Kapan selama siang hari pasien mengeluh paling letih dan sesak napas?
5. Apakah kebiasaan makan dan tidur terpengaruh?
6. Apa yang pasien ketahui tentang penyakit dan kondisinya?
Data tambahan dikumpulkan melalui observasi dan pemeriksaan; pertanyaan yang patut
dipertimbangkan untuk mendapatkan data lebih lanjut termasuk :
1. Berapa frekuensi nadi dan pernapasan pasien?
2. Apakah pernapasan sama dan tanpa upaya?
3. Apakah pasien mengkonstriksi otot-otot abdomen selama inspirasi?
4. Apakah pasien menggunakan otot-otot aksesori pernapasan selama pernapasan?
16
5. Apakah tampak sianosis?
6. Apakah vena leher pasien tampak membesar?
7. Apakah pasien mengalami edema perifer?
8. Apakah pasien batuk?
9. Apa warna, jumlah dan konsistensi sputum pasien?
10. Bagaimana status sensorium pasien?
11. Apakah terdapat peningkatan stupor? Kegelisahan?
Hal-hal yang juga perlu dikaji adalah :
1. Aktifitas / istirahat
Keletihan, kelemahan, malaise, ketidak mampuan melakukan aktifitas sehari-hari
karena  sulit bernafas.
2. Sirkulasi
Pembengkakan pada ekstremitas bawah, peningkatan tekanan darah,takikardi.
3. Integritas ego
Perubahan pola hidup, ansietas, ketakutan,peka rangsang
4. Makanan / cairan
Mual / muntah, anoreksia, ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan,
turgor kulit buruk, berkeringat.
5. Higiene
Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan melakukan aktifitas sehari-
hari, kebersihan buruk, bau badan.
6. Pernafasan
Nafas pendek, rasa dada tertekan, dispneu, penggunaan otot bantu pernafasan.
7. Keamanan
Riwayat reaksi alergi / sensitif terhadap zat atau faktor lingkungan.
8. Seksualitas
Penurunan libido.
9. Interaksi sosial
Hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung, keterbatasan mobilitas fisik.
(Doengoes, 2000 :152 ).
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim pada lansia dengan PPOM, antara lain :
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan tertahannya sekresi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kurangnya suplai oksigen.

17
3. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan in adekuat pertahanan primer dan
sekunder, penyakit kronis.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disprisa,
kelemahan, efek samping obat, produksi sputum, anoreksia, mual / muntah.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan
kebutuhan oksigen, kelemahan, dispnea.
6. Defisit pengetahuan tentang PPOM berhubungan dengan kurang informasi, salah
mengerti tentang informasi, kurang mengingat / keterbatasan kognitif
( Doenges, 2000).
Sedangkan diagnosa menurut Luckenotte,antara lain :
1. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas b.d tertahannya sekresi.
2. Gangguan pertukaran gas b.d berkurangnya suplai oksigen.
3. Berkurangnya perawatan kesehatan b.d ketidakefektifan koping individu.
4. Resiko infeksi b.d in adekuat pertahanan primer dan sekunder, dan penyakit kronik.
5. Defisit pengetahuan : PPOM b.d kurangnya informasi.
6. In adekuat nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan atau absorbsi
7. Berkurangnya peran b.d perubahan persepsi diri dan perubahan kapasitas fisik dalam
menjalankan peran.
8. In efektif pola nafas b.d kelemahan muskuloskeletal dan penurunan energi atau fatique.
9. Ketidakmampuan untuk melakukan ventilasi secara spontan b.d kelemahan otot
pernafasan.
10. Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dengan permintaan
(Loukenotte, M.A, 2000).

18
19
C. Intervensi / Perencanaan
No Diagnosa Tujuan Dan
Intervensi Rasional
Dx Keperawatan Kriteria Hasil
1. Ketidakefektifan Tujuan : 1. Auskultasi 1. Beberapa derajat
jalan nafas Mengefektifkan bunyi nafas, bronkus terjadi
berhubungan jalan nafas catat adanya dengan obstruksi
dengan bunyi nafas, jalan nafas dan tidak
tertahannya Kriteria Hasil yang misal: mengi, dimanifestasikan
sekresi. diharapkan: krekels, ronki. adanya bunyi nafas
 Mempertahankan adventisius
jalan nafas paten 2. Kaji / pantau 2. Takipnea ada pada
dengan bunyi frekuensi beberapa derajat dan
nafas bersih / pernafasan, catat dapat ditemukan
jelas rasio inspirasi pada penerimaan /
 Menunjukkan mengi selama stress /
perilaku untuk (emfisema) adanya proses
memperbaiki infeksi akut
bersihan jalan 3. Kaji pasien 3. Peninggian kepala
nafas Misal : untuk posisi tempat tidur
Batuk efektif dan yang nyaman mempermudah
mengeluarkan misal: fungsi pernafasan
sekret. peninggian dengan
kepala tempat menggunakan
tidur, duduk dan gravitasi, namun
sandaran tempat pasien dengan slifres
tidur. berat akan mencari
posisi yang paling
mudah untuk
bernafas.
4. Pertahankan 4. Pencetus tipe reaksi
polusi alergi pernafasan
lingkungan yang dapat
minimum debu, mentrigen episode
asap dll akut.
5. Bantu latihan
nafas abdomen / 5. Memberikan pasien
bibir beberapa cara untuk
mengatasi dan
mengontrol dispnea
dan menurunkan
6. Ajarkan teknik jebakan udara.
nafas dalam batu 6. Batuk dapat menetap
efektif tetapi efektif
khususnya bila pada
lansia,sakit akut,
atau kelemahan
7. Berikan obat
sesuai indikasi 7. Membantu dalam
proses
penyembuhan.

20
2. Gangguan Tujuan : Memenuhi 1. Kaji frekuensi 1. Berguna dalam
pertukaran gas suplai oksigen pada kedalaman evaluasi distress
berhubungan tubuh. pernafasan, catat pernafasan dan
dengan suplai penggunaan otot kronisnya proses
oksigen Kriteria hasil yang aksesori, nafas penyakit.
diharapkan : bibir,
 Menunjukkan ketidakmampua
perbaikan n bicara /
ventilasi dan berbincang.
oksigenasi 2. Tinggikan 2. Pengiriman oksigen
jaringan adekuat kepala tempat dapat diperbaiki
yang bila dalam tidur, bantu dengan posisi duduk
rentang pasien untuk tinggi, dan latihan
 normal + bebas memilih posisi nafas untuk
gejala distres yang mudah menurunkan kolaps
pernafasan. untuk bernafas. jalan nafas, dispnea
 Berpartisipasi dan kerja nafas.
dalam program 3. Dorong 3. Kental, tebal,
pengobatan mengeluarkan banyaknya sekresi
dalam tingkat sputum: adalah sumber
kemampuan / Penghisapan utama gangguan
situasi. bila pertukaran gas
diindikasikan. 4. Sianosis mungkin
4. Kaji / awasi perifer (terlihat pada
secara rutin kulit kuku) atau sentral
dan warna (terlihat sekitar bibir
membran / daun telinga)
mukosa keabu-abuan dan
dianosis sentral
mengindikasikan
beratnya
hipoksemia.
5. Takikarena,
5. Awasi tanda disritimia, dan
vital dan irama perubahan TD dapat
jantung menunjukkan efek
hipoksemia sistemik
pada fungsi jantung.
6. PaCO2 biasanya
6. Awasi / meningkat
gambaran seri (bronkhitis,
GDA dan nadi, emfisema) dan
oksimetri PaCO2 secara
umum menurun,
sehingga hipoksia
terjadi dengan
derajat lebih / lebih
besar
7. Dapat
7. Berikan oksigen memperbaiki /
21
tambahan yang
sesuai dengan
indikasi hasil
mencegah buruknya
GDA dan
hipoksia.
toleransi pasien.

3. Resiko tinggi Tujuan : Mencegah 1. Awasi suhu 1. Demam dapat


terhadap infeksi terjadinya infeksi. terjadi karena
berhubungan infeksi / dehidrasi
dengan inadekuat Kriteria hasil yang 2. Kaji pentingnya 2. Aktifitas ini
pertahanan primer diharapkan : latihan nafas, meningkatkan
dan sekunder,  Menyatakan batuk efektif, mobilisasi dan
penyakit kronis. pemahaman perubahan posisi pengeluaran sekret
penyebab / faktor sering, dan untuk menurunkan
resiko individu masukan cairan resiko terjadi infeksi
 Mengidentifikasi adekuat. paru.
intervensi untuk
mencegah / 3. Tunjukkan dan
menurunkan bantu pasien
resiko infeksi tentang
 Menunjukkan pembuangan
teknik, perubahan tisu dan sputum 3. Cegah penyebaran
pola hidup untuk 4. Dorong ppatogen melalui
meningkatkan keseimbangan cairan
lingkungan yang antara aktifitas
aman. dan istirahat
4. Menurunkan
konsumsi /
kebutuhan
keseimbangan
oksigen dan
5. Dapatkan memperbaiki
spesimen pertahanan pasien
dengan batuk / terhadap infeksi,
penghisapan meningkatkan
untuk penyembuhan.
pewarnaan 5. Dilakukan untuk
kuman gram mengidentifikasikan
kultur / organisme penyebab
sensitivitas. dan kerentanan
6. Berikan anti
mikrobia sesuai
indikasi
6. Dapat diberikan
untuk organisme
khusus yang
teridentifikasi
dengan kulturdan
sensitivitas, atau
diberikan secara
profilaktik karena
22
resiko tinggi.

4. Perubahan nutrisi Tujuan : Memenuhi 1. Kaji kebiasaan 1. Pasien distress


kurang dari kebutuhan nutrisi diet, masukan pernafasan akut
kebutuhan tubuh klien secara makanan saat sering anoreksia
berhubungan adekuat ini, catat derajat karena dispnea,
dengan dispnea, kesulitan makan, produksi sputum
kelemahan efek Kriteria hasil yang evalusi BB dan dan obat
samping obat, diharapkan : ukuran tubuh.
produksi sputum,  Menunjukkan 2. Tunjukkan dan
anoreksia, mual / peningkatan berat bantu pasien 2. Aktifitas ini
muntah. badan menuju tentang meningkatkan
tujuan yang tepat. pembuangan mobilisasi dan
 Menunjukkan tisu dan sputum pengeluaran sekret
perilaku untuk menurunkan
perubahan pola resiko terjadi infeksi
hidup untuk 3. Dorong paru
meningkatkan keseimbangan 3. Menurunkan
dan / antara aktifitas konsumsi /
mempertahankan dan istirahat kebutuhan
berat yang tepat. keseimbangan
oksigen dan
memperbaiki
pertahanan pasien
terhadap infeksi,
meningkatkan
4. Dapatkan penyembuhan.
spesimen 4. Dilakukan untuk
dengan batuk / mengidentifikasikan
penghisapan organisme penyebab
untuk dan kerentanan
pewarnaan terhadap berbagai
kuman gram anti mikrobia.
kultur /
sensitivitas. 5. Dapat diberikan
5. Berikan anti untuk organisme
mikrobia sesuai khusus yang
indikasi teridentifikasi
dengan kultur dan
sensitivitas, atau
diberikan secara
profilaktik karena
resiko tinggi.
5. Intoleransi Tujuan : 1. Evaluasi respons 1. Menetapkan
aktifitas Mengembalikan pasien terhadap kemampuan /
berhubungan aktifitas klien aktifitas. kebutuhan pasien
dengan seperti semula. dan memudahkan
keseimbangan 2. Catat laporan pilihan intervensi
antara suplay dan Kriteria hasil yang dispnea, 2. Meminimalkan
kebutuhan diharapkan : peningkatan kelelahan dan
oksigen, Melaporkan / kelemahan / membantu
23
kelemahan, kelelahan dan
dispnea. perubahan tanda
vital selama dan
setelah aktivitas.
3. Bantu aktivitas
menunjukkan perawatan dini
peningkatan yang diperlukan. keseimbangan
toleransi terhadap Berikan suplai dan
aktifitas yang dapat kemajuan kebutuhan oksigen.
diukur dengan tak peningkatan
adanya dispnea, aktivitas selama
kelemahan fase 3. Mengurangi
berlebihan, dan penyembuhan. kelelahan
tanda vital dalam 4. Ajarkan klien
rentang normal. untuk
mengurangi
aktivitas yang
dapat
menimbulkan
kelelahan
6. Defisit Tujuan : Klien 1. Jelaskan / 1. Menurunkan
pengetahuan mampu untuk kuatkan ansietas dan dapat
tentang PPOM mengetahui tentang penjelasan menimbulkan
berhubungan pengertian / proses penyakit perbaikan
dengan kurang informasi PPOM. individu partisipasi pada
informasi, salah rencana pengobatan.
mengerti tentang Kriteria hasil yang 2. Instruksikan / 2. Nafas bibir + nafas
informasi, kurang diharapkan : kuatkan rasional abdominal /
mengingat /  Menyatakan untuk latihan diafragmatik
keterbatasan pemahaman nafas, batuk menguatkan otot
kognitif. kondisi / proses efektif dan pernafasan,
penyakit dan latihan kondisi membantu
tindakan umum. meminimalkan
 Mengidentifikasi kolaps jalan nafas
hubungan tanda / kecil dan
gejala yang ada memberikan
dari proses individu arti untuk
penyakit dan mengontrol dispnea.
menghubungkan 3. Diskusikan obat 3. Pasien ini sering
dengan faktor pernafasan, efek mendapat obat
penyebab samping + pernafasan banyak
reaksi yang tak sekaligus yang
diinginkan mempunyai efek
samping hampir
sama + potensial
interaksi obat
4. Tekankan 4. Menurunkan
pentingnya pertumbuhan
perawatan oral / bakteri pada mulut,
kebersihan gigi dimana dapat
menimbulkan
infeksi saluran nafas
24
atas.
5. Faktor lingkungan
ini dapat
5. Diskusikan menimbulkan iritasi
faktor individu bronkial
yang menimbulkan
meningkatkan peningkatan
kondisi mis: produksi sekret dan
udara terlalu hambatan jalan
kering, angin, nafas.
lingkungan
dengan suhu
ekstrem, serbuk,
asap tembakau,
sprei aerosol, 6. Pengawasan proses
polusi udara. penyakit untuk
6. Diskusikan membuat program
pentingnya terapi untuk
mengikuti memenuhi
perawatan perubahan
medik, foto dada kebutuhan dan
periodik dan dapat membantu
kultur mencegah
komplikasi

 ( Doenges, 2000 : 152).

D. Evaluasi
Fokus utama pada klien Lansia dengan PPOM adalah untuk mengembalikan
kemampuan dalam ADLS, mengontrol gejala, dan tercapainya hasil yang diharapkan.
Klien Lansia mungkin membutuhkan perawatan tambahan di rumah, evaluasi juga
termasuk memonitor kemampuan beradaptasi dan menggunakan tehnik energi conserving,
untuk mengurangi sesak nafas, dan kecemasan yang diajarkan dalam rehabilitasi paru.
Klien Lansia membutuhkan waktu yang lama untuk mempelajari tehnik rehabilitasi yang
diajarkan. Bagaimanapun, saat pertama kali mengajar, mereka harus mempunyai
pemahaman yang baik dan mampu untuk beradaptasi dengan gaya hidup mereka.
(Leukenotte, M A, 2000 : 502)

25
26
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada usia lanjut terjadi penularan analomi - fisiologi paru dan saluran nafas, antara
lain berupa pengurangan elastic recoil paru; kecepatan arus ekspirasi, tekanan oksigen
acted serta respons pusat reflek pernafasan terhadap rangsangan oksigen arteri atau
hiperkapnia. Hal-hal tersebut berpengaruh pada mekanisme perthanan tubuh terhadap
timbulnya penyakit paru
Penyakit paru yang sering ditemukan pada usia lanjut adalah infeksi saluran nafas
akut bagian bawah PPOM. Berhagai cara dapat dilakukan untuk pencegahan terhadap
timbulnya infeksi pernafasan akut bagian bawah, PPOM.  Untuk mencegab melanjunya
penurunan fungsi paru, antara lain dapat diatasi dengan melakukan olah raga atau latihan
fisik yang teratur, selain meningkatkan taraf kesehatan usia lanjut. Laju penurunan fungsi
paru dapat diketahui dengan pemeriksaan faal paru secara berkala.

B. Saran
Untuk Lansia menghindari faktor resiko :
1. Anjurkan klien untuk tidak merokok
2. Anjurkan klien untuk cukup istirahat
3. Anjurkan klien untuk menghindari alergen
4. Anjurkan klien untuk mengurangi aktifitas
5. Anjurkan klien untuk mendapatkan asupan gizi yang cukup
Untuk keluarga memberikan dukungan :
1. Anjurkan keluarga untuk memberi perhatian pada klien
2. Anjurkan keluarga untuk memantau kondisi klien
3. Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang kondusif

27
28
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. Buku saku Patofisiologi. Jakarta :EGC.

Doengoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Guyton, Arthur C. 1945. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC.

Lueckenotte, A.G. 2000. Gerontologic nursing. St. Louis Mosby, INC.

Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Bandung: Yayasan Ikatan


Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung.

Matteson, M.A and MC, Connel, E.S. 1988. Gerontological nursing: Concept and
Practice. Philadelphia: WB Sounders Company.
Price, Syna, A and Wilson, Lorraine M. 1994. Patofisiologi, Konsep Klinis proses-
proses Penyakit, edisi ke-4. Jakarta : EGC.
R.Boedi-Dharmojo dan H.Hadi Martono (1999). Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan
usia lanjut) edisi ke-3. Jakarta : EGC.

Suddarth dan Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta : EGC.

Wood, Under J.C.E. 1996. Patologi Umum dan Sistemik. Jakarta : EGC.

29

Anda mungkin juga menyukai