Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH EKONOMI PRODUKSI PERTANIAN

“PETANI GUREM DAN TEORI PRODUKSI PERTANIAN NEO KLASIK”

Disusun Oleh:
Ikhsan Trinugroho
0710443008-44

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS PERTANIAN

JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

MALANG

2011
PETANI GUREM

A. Pendahuluan

Petani gurem (peasent) adalah kelompok petani yang menggantungkan


hidupnya pada lahan pertanian, dengan relatif tidak memiliki akses pasar dan
regulaisi. Mereka adalah kelompok sosial yang sama dengan kita.Kalau kita
menginginkan hidup berkecukupan, mereka pun menghendaki hidup yang
demikian. Tetapi apa hendak dikata, petani gurem selalu dalam keadaan yang
ditindas. Tidak mendapat kesempatan dan bahkan dikebiri lewat struktur sosial
yang sangat tirani dan melabrak nilai-nilai kemanusiaan (humanisme).

Menjadi seorang petani adalah sisi lain dari kehidupan warga negara yang
tak mungkin dapat melepaskan diri dari lilitan kemiskinan, cengkraman
kesengsaraan, buaian kebodohan dan mirisnya janji yang berbalut kemunafikan.
Para petani dengan cucuran keringat, banting tulang demi mencari sesuap nasi
guna menyambung hidup. Mereka (petani gurem) bekerja dengan sangat bersahaja
penuh dedikasi. Tetapi gabah mereka hanya dihargai Rp. 800,- per Kg – Rp.
1,000,- per Kg. Padahal berdasarkan Inpres No. 9 Tahun 2002, harga pembelian
pemerintah (HPP) ditetapkan untuk kualitas gabah kering giling sebesar 1,700,-
per Kg gabah kering simpan Rp. 1,500,- per Kg dan gabah kering panen Rp.
1,230,- per Kg. Itu satu persoalan, bagaimana dengan harga dan tata niaga beras
yang tidak pernah menguntungkan petani, bagaimana persoalan pasar bagi
komoditas pangan lainnya, bagaimana dengan beras import, regulasi dibidang
pertanian, gula import, pencabutan subsidi pupuk yang berakibat pada mahalnya
harga pupuk dan seribu satu macam soal tentang pertanian kita.

Oleh karena itu hemat penulis ada dua hal yang perlu dilakukan oleh
pemerintah bersama-sama dengan masyarakat. Pertama, bagaimana pemerintah
(kementrian pertanian) melakukan inventarisasi problem dan permasalahan
ditingkat petani. Sebab tidak mungkin dilakukan strategi pembangunan buta-buta.
Dan karenanya akan sangat sulit memformulasi kebijakan apa harus dilakukan.
Disinilah pentingnya inventarisasi permasalahan. Sebab mengambil kebijakan
tidak hanya dibutuhkan keberanian. Akan tetapi juga dibutuhan analisis dan
pertimbangan-pertimbangan rasional dan fungsional.

Kedua, “melindungi petani”. Apa artinya? Bahwa pemerintah harus


memberikan perlindungan warganya (petani) dari kemiskinan, keterbelakangan
dan lainnya. Perlindungan berarti juga memberikan perhatian dan keberpihakan
yang secara rill dan kongkret dalam aturan main yang memungkinkan adanya
ruang akses bagi petani gurem. Ini penting, sebab dengan adanya akses petani
kepihak perbankan, misalnya, akan memberikan tambahan modal bagi petani
untuk mengusahakan komoditasnya. Disinilah para wakil rakyat yang terhormat
diuji keberpihakannya. Apakah serius, betul-betul menjadi wakil rakyat yang
memperhatikan daerah pemilihannya. Sehingga dengan adanya aturan main (rull
of the game) baik beru keputusan presiden, instruksi presiden atau peraturan
daerah yang mempu menjadi payung bersama dan ikatan bagi pemangku
stakeholder. Sehingga ruang akses petani gurem mampu diakomodir dengan
demikian adalah sebuah langkah maju dan berarti bagi kelangsungan hidup
ratusan ribu petani gurem di polosok tanah air.

Pemilihan terminologi petani gurem dalam bahasan ini dibuat sedemikian


rupa dengan harapan dapat membedakannya dari :

1. Kelompok sosial lainnya khususnya kelompok petani yang mengusahakan


perkebunan, perusahaan pertanian padat modal atau usaha pertanian
komersil lainnya.
2. Di dalam konsep petani gurem terdapat konsep waktu dan perubahan
untuk membedakannya dari stagnasi dan usaha tani tradisional.
3. Konsep petani gurem memakai rumah tangga sebagai unit analisis
4. Dan konsep tersebut harus dianalisis secara ekonomis.

Dalam pembahasan selanjutnya petani gurem dipandang hanya secara parsial


berinterasi dengan pasar. Terdapat dua aspek penting yang ingin diungkapkan
yakni bahwa petani gurem tidak sepenuhnya memperoleh akses pasar dan terjadi
ketidak sempurnaan persaingan pasar yang hingga derajat tertentu yang harus
dihadapi oleh petani gurem.
A. Masyarakat Petani Gurem

Dalam hal ini petani gurem diposisikan dalam lingkungan hidupnya


dimana mereka secara social adalah anggota dari kelompok masyarakat dengan
status sosial yang lebih rendah. Wolf (1966) memandang petani gurem sebagai
transisi dari suku primitive ke masyarakat industry. Secara lebih spesifik
lingkungan social petani gurem dapat dilihat dari beberapa sisi yakni :

1. Transisi : Petani gurem dipandang sebagai kelompok masyarakat yang


berada pada posisi transisi dari komunitas yang relative tersebar, terisolasi,
dan berswamsebada kearah ekonomi pasar yang terintegrasi penuh.
2. Pasar dan Pertukaran : Petani gurem sebagai suatu kelompok sosial
merupakan bagian dari kelompok besar disekitarnya. Petani gurem tidak
terpisahkan dari kehidupan pasar secara luas dimana mereka menjual hasil
produksi dan membeli kebutuhan mereka. Pasar member peluang kepada
petani gurem untuk memperoleh pendapatan dan membelanjakan uangnya
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun disisi lain pasar juga tak
ramah kepada petani dengan hanya menghargai produksi pertanian yang
mereka haslikan dibawah imbalan yang pantas mereka peroleh.
3. Subordinasi : Status social ekonomi sering kali menjadi cirri tersendiri
bagi petani gurem. Kon sekuensi implisit dari cirri status social ekonomi
ini mempengaruhi akses social petani gurem.
4. Perbedaan Internal : Terlepas dari kesamaan status social ekonomi petani
gurem yang tersubordinasi tersebut, didalam kelompoknya petani gurem
juga berbeda secara individual.

B. Usahatani Keluarga Petani Gurem

Pendekatan kedua dalam upaya memberikan batasan definitive pada


petani gurem adalah melalui pola usaha tani yang mereka lakukan. Usaha
produski petani gurem tidak terpisahkan dari keluarga. Keluarga petani
gurem sekaligus berperan sebagai produsen dan konsumen, dimana seluruh
keuptusan yang akan diambil berkenaan dengan usahatani tidak dapat
terlepas dari kebutuhan pangan keluarga. Beberapa gambaran usahatani
petani gurem :

 Kegiatan Ekonomi Utama. Petani gurem adalah petani yang


umumnya memperoleh sember pendapatn untuk memnunjang
hidupnya dari bertani pada sebidang lahan. Kategori penduduk lain
seperti buruh tani yang tidak memiliki lahan pertanian, buruh
perkebunan, ataupun peladang berpindah tidak tergolong dalam
petani gurem.
 Lahan. Perbedaan petani gurem dengan buruh tani adalah bahwa
petani gurem memiliki akses terhadap lahan pertanian yang
digunakan sebagai basis untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarganya.
 Tenaga kerja. Salah satu hal yang membedakan petani gurem dari
petani besar lainnya adalah penggunaan tenaga kerja. Petani gurem
umumnya hanya mengandalkan tenaga kerja keluarga dalam
kegiatan usaha tani yang mereka lakukan.
 Modal. Usahatani petani gurem adalah usaha tani untuk memenuhi
kebutuhan keluarga dan bukan untuk bisnis. Petani gurem dalam
membelanjakan modalnya bukan semata atas pertimbangan
kebutuhan usaha tani tetapi akan sangat tergantung pada kebutuhan
keluarga.
 Konsumsi. Fenomena mendasar yang mewarnai usaha tani petani
gurem adalah pola usahatani subsisten yang mengutamakan
keamanan pangan. Etika subsisten petani inilah yang menjadi salah
satu penyebab mengapa akses mereka ke pasar menjadi terbatas.
C. Definisi Ekonomi Petani Gurem

Petani gurem secara ekonomis berbeda dengan kelompok petani lain.


Beberapa kondisi eknomis dari petani gurem yang membedakannya dari
kelompok masyarakat lainnya diantaranya adalah :
 Akses terhadap modal. Petani gurem sering kali tidak memiliki
akses atas lembaga perkreditan formal. Mereka memperoleh kredit
dari tuan tanah, tengkulak, atau kreditor non-formal lainnya dengan
bunga yang tidak sesuai dengan tingkat bunga pasar.
 Variabel input produksi tidak tersedia secara memadai baik dari
segi kuantitas maupun kualitas dan tidak terdistribusi dengan baik.
Jumlahnya mungkin sangat bervariasi, dan akses terhadap variabel
tersebut boleh jadi sangat tergantung pada system formal dan
informal yang berlaku.
 Informasi pasar sangat terbatas dan tidak merata, terpotong-potong
dan tidak lengkap. Petani gurem harus mengeluarkan biaya yang
cukup tinggi untuk memperoleh informasi yang berada jauh d=dan
terpisah lokasi pemukiman mereka.
 Pasar dan komunsikasi secara umum tidak terintegrasi, dab sangat
dipengaruhi oleh tempat, sarana-prasarana yang ada, wilayah, dan
beberapa elemen perekonomian nasional lainnya yang telah lebih
maju.

Dari uraian diatas secara umum dapat dikatakan bahwa petani gurem ‘
adalah rumah tangga petani yang menggantungkan hidupnya pada lahan
pertanian, lebih mengandalkan penggunaan tenaga kerja keluarga, selalu
berada dalam suatu system ekonomi yang lebih luas namun memiliki
akses terbatas terhadap pasar yang cenderung bergerak dalam
persaingan yang tidak sempurna.’

D. Keluarga, Rumah tangga dan Perempuan.


Unit sosial yang menjadi dasar analisis ekonomi dalam buku ini adalah
petani gurem. Hampir seluruh analisis ekonomi dalam buku ini didasarkan pada
keputusan petani gurem dalam berproduksi, dimana secara khusus dibahas
mengenai peranan wanita pada rumah tangga petani. Dengan demikian maka salah
satu tujuan eksplisit dari buku ini adalah memasukkan wanita kedalam system
perekonomian ptani gurem.
Perempuan pedesaan, merupakan sumber daya manusia yang cukup nyata
berpartisipasi, khususnya dalam memenuhi fungsi ekonomi keluarga dan rumah
tangga bersama dengan laki-laki. Perempuan di pedesaan sudah diketahui secara
umum tidak hanya mengurusi rumah tangga sehari-hari saja, tetapi tenaga dan
pikirannya juga terlibat dalam berbagai kegiatan usaha tani dan non usaha tani,
baik yang sifatnya komersial maupun sosial (Sajogyo dalam Lestari dkk.
1997:48).
Keterlibatan perempuan di pedesaan dalam kegiatan ekonomi produktif
antara lain dipengaruhi oleh faktor ekonomi, yaitu tidak tercukupinya kebutuhan
rumah tangga mereka. Sebagai ibu rumah tangga, biasanya perempuan yang
bertanggung jawab dalam mengatur rumah tangga, baik menyangkut kesehatan
gizi keluarga, pendidikan anak, dan pengaturan pengeluaran biaya hidup keluarga.
Ketika kebutuhan-kebutuhan tersebut tidak tercukupi, maka perempuan yang
pertama merasakan dampaknya. Sehingga dengan keterlibatan perempuan dalam
kegiatan ekonomi produktif setidaknya sebagian kebutuhan keluarga mereka
terpenuhi. Demikian juga masalah Kesenjangan gender antara laki-laki dan
perempuan dalam pembangunan belum terpikirkan oleh para pembuat keputusan
di desa.
TEORI PRODUKSI PERTANIAN NEO KLASIK

A. Pengambilan Keputusan Usahatani


Dalam pendekatan analisis pengambilan keputusan usaha tani neoklasik,
petani dipandang sebagai pengambil keputusan yang menentukan besarnya input
misalnya tenaga kerja, bibit, pupuk dan input lain yang tidak dibeli. Terdapat tiga
pola hubungan antara input dan output yang umum digunakan dalam pendekatan
pengambilan keputusan usaha tani yaitu :
 Hubungan antara input-output, yang menunjukkan pola hubungan
penggunaan berbagai tingkat input untuk menghasilkan tingkat output
tertentu (dieksposisikan dalm konsep fungsi produksi)
 Hubungan antara input-input, yaitu variasi penggunaan kombnasi dua
atau lebih input untuk menghasilkan output tertentu ( direpresentasikan
pada konsep isokuan dan isocost )
 Hubungan antara output-output, yaitu variasi output yang dapat diperoleh
dengan menggunakan sejumlah input tertentu (dijelaskan dalam konsep
kurva kemungkinan produksi dan isorevenue)

Ketiga pendekatan di atas digunakan untuk mengambil berbagai keputusan


usahatani guna mencapai tujuan usahatani yaitu :
1. Menjamin pendapatan keluarga jangka panjang
2. Stabilisasi ketahanan pangan
3. Kepuasan konsumsi
4. Status social

B. Fungsi Produksi
Fungsi produksi disajikan dalam bentuk matematik dan seringkali tidak
dapat menggambarkan secara langsung fenomena yang ada. Pada dasarnya fungsi
produksi adalah pola hubungan yang menunjukkan respon output terhadap
penggunaan input sebagai contoh produksi padi tergantung pada penggunaan
pupuk N. secara umum diketahui bahwa output akan meningkat seiring dengan
penambahan input pupuk hingga tingkat penggunaan pupuk tertentu. Pada
tingkat penggunaan input yang lebih banyak akan menurun karena terjadi
ketidakseimbangan unsure hara di dalam tanah. Hubungan antara produksi padi
dengan pupuk secara grafis dan matematis disajikan dalam gambar berikut:
Gambar 2.1. Fungsi Produksi

4000 Output maksimum = 3762 kg

TPP

2200 Output dasar

125
Pupuk X1 (Kg)
30

20 APP
10
0 MPP
Pupuk X1 (Kg)

Gambar 2.1 Fungsi Produksi


Pada gambar 2.1. (a) dapat dilihat bahwa produksi 2200 kg padi dapat diperoleh
tanpa penggunaan pupuk, produksi ini akan meningkat hingga mencapai
maksimum (3760 kg) pada tingkat penggunaan pupuk sebanyak 125 kg. Produksi
akan turun apabila pupuk ditambah di atas 125 kg. Secara matematis hubungan
produksi ini dituliskan sebagai: Y = f (Xt) dengan formulasi persamaan kuadratik:
Y= 2200 + 25 X1 - 0,10 X2.
Pada umumnya fungsi produksi menggambarkan hubungan teknik atau fisik
antara output dengan satu atau lebih input. Dalam contoh gambar 2.1. fungsi
produksi memberikan beberapa informasi mengenai respon produksi padi
terhadap penggunaan pupuk di antaranya:
1. Terdapat sejumlah output (2200 kg) pada tingkat penggunaan input nol.
Hal ini menunjukkan bahwa output tersebut diperoleh atas penggunaan
input lainnya (bibit, irigasi, dll)
2. Terdapat penggunaan input tertentu yang memberikan produksi
maksimum. Produksi tertinggi ini seringkali dikaitkan dengan tingkat
produksi teknis maksimum
3. Bentuk kurva produksi tidak linier, memiliki titik balik. Hal ini
menunjukkan kondisi di mana meskipun output terus mengalami
peningkatan akibat bertambahnya pemakaian input, peningkatan tersebut
terbatas dan semakin menurun. Penambahan output yang diperoleh akibat
penambahan satu satuan input secara terus menerus disebut
MPP=Marginal Physical Product (Kurva Produk Marjinal). Secara
matematik, MPP adalah slope dari kurva produk total pada titik tertentu
dan ditunjukkan oleh turunan pertama fungsi produksi. Pada gambar 2.1.
(b) Slope kurva MPP yang terus menurun menunjukkan tambahan output
yang semakin kecil pada penambahan input berikutnya. Kurva ini
memotong sumbu horisontal pada saat fungsi produksi mencapai titik
maksimum. Kecenderungan produk marjinal untuk semakin kecil
diformulasikan dalam hukum kenaikan hasil yang berkurang (The Law of
Diminishing Returns)
4. Pada gambar yang sama juga disajikan kurva APP yang menunjukkan
rata-rata produk fisik per unit input. APP didefinisikan sebagai total
produksi dibagi total

penggunaan input (Y/X1). Bentuk dari kurva MPP dan APP tidak harus linear.
Ada gambar 2.1 bentuk kedua kurva tersebut linear adalah sebagai konsekuensi
dari penurunan fungsi produksi yang kuadratik.
5. Hubungan fisik antara output dan input dapat diukur dengan elastisitas input
yang juga diistilahkan sebagai elastisitas parsial dari produksi. Elastisitas
didefinisikan sebagai persentase perubahan output sebagai akibat perubahan
persentase tertentu input.
Salah satu hal penting dalam formulasi elastisitas di atas adalah hubungan antara
MPP dan APP. Daerah diminishing marginal returns (DMRTS) terjadi pada saat
MPP<APP tetapi tidak negatif di mana 0<E<1.
Jika E >1 dan E<0 maka fungsi produksi berada pada daerah non
ekonomis. Fungsi produksi didefinisikan sebagai hubungan fisik antara output
dengan sejumlah input sebagai berikut:
Y = f (X1,X2,...,Xn)
Fungsi produksi umumnya hanya memasukkan beberapa variabel input
sementara input lainnya dianggap konstan (ceteris paribus).
Y=f(X1,X2,...,Xm/Xn-m)
Fungsi produksi harus memenuhi dua kondisi agar memiliki makna
ekonomi yakni MPP positip dan menurun. Kondisi ini diperoleh pada saat turunan
pertama (dY/dX) sama dengan nol dan turunan kedua (d2Y/dX2)negatif. Artinya
respon output terhadap penambahan input harus meningkat tetapi dengan laju
yang semakin menurun.
C. Substitusi antar input
Interaksi fisik antar input
Interaksi fisik antar input dapat dilihat dari kemampuan substitusinya.
Misal 3 ton padi dapat diproduksi dengan kombinasi 1 ha lahan dengan 4 HKSP
(Hari Kerja Setara Pria) atau 2 ha lahan dengan 2 HKSP. Hal ini menunjukkan
bahwa sejumlah output dapat diproduksi dengan menggunakan berbagai
kombinasi input yang berbeda. Prinsip ini dikenal sebagai prinsip substitusi atau
law of variable factor proportion. Pendekatan grafis yang dapat digunakan untuk
menjelaskan pola hubungan tersebut adalah kurva isoproduk atau isokuan.
Pada gambar 2.4. dapat dilihat beberapa isokuan yang menunjukkan
jumlah output yang sama. Variasi jumlah tenaga kerja dan lahan dapat digunakan
untuk menghasilkan isokuan tertentu. Beberapa karakteristik umum isokuan pada
fungsi produksi usahatani adalah:
1. Isokuan merupakan pernyataan grafis fungsi produksi. Contoh
Y=f(X1,X2) bila Y dianggap konstan kombinasi X1 dan X2 dapat dicari
2. Slope isokuan menunjukkan jumlah input X2 yang dapat digantikan oleh
penambahan satu satuan input X1. Slope ini bernilai negatif sebab
penambahan salahsatu input akan menyebabkan pengurangan input yang
lain
3. Isokuan cembung terhadap titik asal. Hal ini menjelaskan marginal rate of
substitution atau slope kurva isokuan cenderung semakin kecil seiring
penambahan satu satuan faktor produksi untuk menggantikan faktor
produksi lainnya
4. DMRS (Diminishing Marginal Rate of Subtitution) tersebut merupakan
akibat dari prinsip Diminishing Marginal Returns dalam proses produksi.

Konsep teoritis yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan fisik


antar input pada gambar 2.4. adalah Returns to Scale(RTS). RTS didefinisikan
sebagai perubahan output akibat perubahan input secara proporsional.
Keberadaan diminishing marginal returns pada input tunggal dalam diagram
isokuan juga dapat ditunjukkan dengan cara lain. Perhatikan garis titik-titik
AB yang menunjukkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk
memperoleh peningkatan output misalnya dari Y1 ke Y2, sementara jumlah
lahan dipertahankan konstan seluas 1,5 Ha. Jarak antara isokuan yang
ditunjukkan oleh a,b,dan c secara bertahap terlihat semakin besar yang berarti
jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk berpindah dari satu isokuan ke
isokuan berikutnya harus semakin besar.
Garis lurus OC menunjukkan bahwa rasio input tetap sama sebanding
dengan peningkatan output Jika isokuan menunjukkan peningkatan output
yang merata sepanjang garis OC maka fungsi produksi mengalami constant
return to scale. Hal ini berarti peningkatan input dengan persentase tertentu
akan mengakibatkan output meningkat dengan persentase yang sama.

Kurva Iso Produk


3.0
C

A a b c B
Y=3 y=4
Y=2
Y=1

400
O
Gambar 2.4 Proporsi Input Variabel – Isokuan

Kombinasi input optimum.


Kombinasi optimum dari input secara ekonomis ditunjukkan oleh rasio
harga masingmasing input. Harga masing-masing input menunjukkan seberapa
banyak input yang harus dibeli dengan total biaya produksi yang sama. Dengan
kata lain keuntungan maksimum dalam konteks ini didekati dengan konsep
minimisasi. Kombinasi biaya isokuan dipresentasikan dalam garis isocost. Pada
gambar 2.5. disajikan sejumlah kombinasi biaya tenaga kerja dan lahan dimana
harga tenaga kerja adalah Rp. 2 dan nilai lahan Rp. 300 per hektar. Sebagai misal
jika seluruh dana digunakan untuk membeli lahan maka akan diperoleh sebanyak
2 Ha dan sebaliknya jika seluruh dana tersebut dicurahkan untuk membeli tenaga
kerja maka akan diperoleh sejumlah 300 unit tenaga kerja. Isocost Rp.600 pada
gambar 2.5. dengan demikian menunjukkan titik-titik kombinasi tenaga kerja dan
lahan senilai Rp 600.
Slope garis isocost sama dengan inversi rasio harga masing-masing input
dan bernilai negatip (- P1/P2). Jika X1 adalah tenaga kerja, dan X2 adalah lahan,
maka slope isocost = –2/300 = 0, 0067. Kombinasi input dengan biaya minimal
diperoleh pada saat isocost menyinggung isokuan. Setiap titik pada isokuan yang
berada di sebelah kiri atau kanan titik singgung tersebut akan berada pada isocost
yang lebih tinggi.
Sebagaimana kasus titik optimum pada fungsi produksi, rumusan
matematis sederhana dapat membantu menjelaskan implikasi pola hubungan fisik
tersebut
Fungsi produksi dengan dua input dapat dituliskan sebagai berikut:
Y= f(X1,X2)
Masing-masing input tersebut memiliki marginal physical product yang
dituliskan sebagai berikut:
MPP1 = dY/dX1 dan MPP2 = dY/dX2
Lebih lanjut invers rasio dari kedua MPP tersebut adalah sama dengan marginal
rate of substitution (MRS) yang dituliskan sebagai berikut:
MPP1 / MPP2 = (dY/dX1)/( dY/dX2)= dX2 / dX1 = MRS12

Selanjutnya, pada gambar 2.5. ditunjukkan bahwa titik optimum MRS


adalah samadengan inverse ratio harga input (P1/P2), sehingga dapat ditulis:
MRS12 = MPP1 / MPP2 = P1/P2
MPP1 / P1 = MPP2/P2
Garis Isocost
3.0

Y=4

Y=3

T=2
Y=1
400
0

Proporsi Input Optimum


D. Pilihan cabang usaha
Interaksi fisik antar output
Aspek ketiga dari proses produksi usahatani adalah kombinasi output
antara beberapa tanaman atau ternak yang berbeda. Dasar pemikiran dalam teori
ini adalah adanya alternatif output yang dapat dihasilkan dengan menggunakan
sumberdaya yang dimiliki. Perlu diperhatikan bahwa alternatif output tersebut
harus kompetitif satu sama lain sebab tidak semua tanaman dan ternak yang
apabila diusahakan secara bersamaan bersifat kompetitif.

Anda mungkin juga menyukai