Anda di halaman 1dari 9

MODUL PERKULIAHAN

Komunikasi
Organisasi
Konsep Utama Komunikasi
Organisasi:
1. Pendekatan Subjektif
2. Pendekatan Objektif

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh


Fakultas Ilmu Program Studi P051720007 Drs. Marwan Mahmudi, M.Si
Komunikasi Public Relations
03
Abstract Kompetensi
Konsep utama komunikasi Mahasiswa memiliki pengetahuan
organisasi mencakup pendekatan dan pemahaman tentang
subyektif dan obyektif, implikasi pandangan mengenai realitas social
bagi perilaku organisasi, konsep yang mendasari komunikasi di
kunci komunikasi organisasi, dan organisasi dari persperktif subjektif
pendekatan komunikasi organisasi dan objektif

19
Pengantar

Modul 3 ini membahas tentang pendekatan subjektif dan pendekatan objektif dalam
konteks Komunikasi Organisasi. Pendekatan disebut juga dengan istilah Paradigma atau
Perspektif. Arti sederhana Pendekatan/Paradigma/Perspektif adalah cara/sudut pandang
seseorang tentang sesuatu. Setiap orang akan berbeda-beda dalam memandang sesuatu
(objek yang dinilai). Contoh klasik adalah ketika tiga orang (A,B,C) dengan mata tertutup
rapat sehingga tidak dapat melihat disekelilingnya. Mereka diminta untuk mendeskripsikan
seekor gajah, maka pandangan A tentang gajah tersebut akan berbeda dengan B, atau pun
C. Oleh karena yang dihadapinya berbeda dalam sudut/sisi yang dinilainya.

Dalam tradisi ilmu sosial, Pendekatan tersebut melahirkan dua pandangan, yaitu
Subjektif dan Objektif. Kedua pendekatan ini lahir karena cara pandang ilmuwan sosial
berbeda dalam menilai objek kajian. Objek kajian dalam ilmu sosial adalah Manusia.

Pemahaman tentang Paradigma/Perspektif/Pendekatan

Menurut sejarah pertumbuhan ilmu, terlihat bahwa ilmu pengetahuan sangat


bergantung pada sudut/cara pandang dalam menumbuh kembangkannya. Cara kita
memandang (menilai) disebut juga perspektif.

Perspektif kita maknai juga sebagai paradigma. Terminologi ini pertama kali
diperkenalkan oleh Thomas Khun yang bermakna sama dengan diciplinary matrix atau
weltanschaung. Konsep paradigma didefinisikan sebagai cara pandang kita terhadap diri
dan lingkungan yang akan mempengaruhi kita dalam berpikir, bersikap, dan berprilaku
dalam upaya mencari dan menemukan ilmu pengetahuan dan kebenaran.

Ada dua dasar paradigma ilmu yang dibahas modul ini, yaitu rasionalisme dan
empirisme. Keduanya dijadikan sebagai bahan kajian oleh karena berada pada posisi yang
bertentangan dan mempunyai implikasi dalam metode penelitian, khususnya dengan ilmu
komunikasi. Selain rasionalisme dan empirisme, ada paham lain yait kritisisme sebagai
mana diajukan Emanuel Kant sebagai sikap kompromi antara rasionalisme dan empirisme.

Rasionalisme :

Rasionalisme merupakan paham atau mahzab yang menekankan pada rasio atau
hasil kerja akal, yang disebut logika sebagai primary source pengetahuan manusia. Akal
merupakan otoritas terakhir dalam menentukan kebenaran. Bila kita lihat dari sejarah
pertumbuhan ilmu, rasionalisme sebenarnya telah berakar pada zaman Yunani Kuno. Pada
masa itu, jenis pengetahuan manusia yang ada adalah filsafat dan ilmu hitung yang

2013 Nama Mata Kuliah dari Modul Komunikasi Organisasi


20 Dosen Penyusun DRS. MARWAN MAHMUDI, M.SI
sekarang kita kenal dengan matematika dan statistika. Pada awal pertumbuhannya,
rasionalisme tumbuh sebagai cara mendapatkan pengetahuan sebagai upaya membantah
keabsahan mitos dan menggantikannya dengan logos.

Pemikiran Plato mengenai rasionalisme bahwa ia mempercayai ide bawaan dalam diri
manusia yang ada sejak awal disebutnya sebagai ‘ide abadi’. Kata Plato, ketika manusia
terlahir sudah membawa ide abadi dari alam sebelum kelahiran. Menurut Plato,
pengetahuan adalah hasil ingatan yang melekat pada diri manusia.

Pengetahuan adalah pengenalan kembali akan hal yang sudah diketahui oleh ide
abadi tersebut. Ini berarti, pengetahuan adalah kumpulan ingatan yang terpendam dalam
benak manusia. Karena itu, manusia harus mengandalkan akal atau rasionya yang sudah
mengenal ide abadi sejak awal. Katanya, “pejamkan mata, tutup telinga, duduk dengan
penuh konsentrasi, masuk ke dalam diri, menggali ide abadi.” Dalam perenungan ini,
manusia mengerahkan kemampuan akal. Dengan cara inilah manusia berfilsafat, mencari
pengetahuan, dan memperoleh kebenaran.

Konsep Plato dicoba tambahkan oleh Rene Descartes yang mengatakan bahwa, data
indrawi sebagai suatu kepastian bisa saja sebuah mimpi yang dirasakan sebagai
realitas/kenyataan. Dengan kata lain, “aku berpikir, maka aku ada.” Lilin jika dipanaskan
maka akan mencair dan bentuknya berubah. Apa yang membuat pemahaman kita
menyatakan bahwa yang tampak sebelum dan sesuadah mencair, masih lilin yang sama.
Kenapa setelah berubah bentuk masih dianggap lilin yang itu juga ? Jawabnya adalah,
karena akal manusia mampu menangkap ide secara jernih, tanpa terpengaruh oleh gejala
yang ditunjukkan lilin. Bagi Rene Descartes, penampakan dari luar tidak dapat dipercaya.
Kita harus mencari kebenaran dalam diri sendiri, pada rasio kita, yang bersifat benar dan
pasti.

Penganut aliran rasionalisme mengabaikan bahkan menolak peran pengalaman dan


pengamatan pancaindra bagi pengetahuan. Bagi rasionalisme, hasil kerja pancaindra bisa
menipu, dan karena itu tidak bisa diandalkan. Coba perhatikan bulan di langit yang terlihat
kecil, padahal besar. Botol penuh berisi air terlihat seolah kosong. Bila sendok dimasukkan
ke dalam segelas air, maka sendok terlihat seolah patah atau bengkok, padahal bila
dikeluarkan tidaklah demikian. Begitu pula genangan air di siang bolong yang ada di ujung
aspal terlihat seolah ada genangan air, pada hal ketika kita dekati tidak ada genangan air
yang dimaksud. Jadi, pancaindra bisa bohong atau keliru.

Mazhab atau aliran rasionalisme, menekankan cara berpikir deduktif dalam


membangun pengetahuan. Paham ini mengatakan bahwa, kebenaran yang dikandung oleh

2013 Nama Mata Kuliah dari Modul Komunikasi Organisasi


21 Dosen Penyusun DRS. MARWAN MAHMUDI, M.SI
kesimpulan yang didapatnya sama banyaknya dengan kebenaran yang dikandung oleh
premis-premis yang mengakibatkan kesimpulan tersebut. Bagi rasionalisme, sumber
pengetahuan manusia adalah rasio. Karena itu, carilah pengetahuan itu pada alam rasio.
Rasio itu berpikir, dan hasil berpikir inilah yang membentuk pengetahuan. Oleh sebab itu,
hanya manusia yang berpikir yang akan memperoleh pengetahuan dan kebenaran. Hewan
dan tumbuhan tidak berpikir, makanya mereka tidak berpengetahuan. Pengetahuan hanya
bisa dibangun oleh manusia dari hasil kerja rasio.

Paham rasionalisme ini menyatakan bahwa sumber utama pengetahuan manusia


adalah rasio, dan dari rasiolah diperoleh kebenaran objektif. Bagi rasionalisme, cara berpikir
ideal guna membangun pengetahuan adalah dengan melakukan kesimpulan akhir secara
deduktif. Penarikan kesimpulan deduktif berdasarkan rumusan umum disimpulkan hal yang
khusus. Secara sederhana, kesimpulan rasional tidak membutuhkan pembuktian empiris,
cukup hasil kerja akal manusia yang menetapkannya. Karena itu diperlukan kemampuan
nalar yang baik Setiap segi tiga memiliki tiga sudut. Tanpa bukti empiris, hal ini adalah
benar. Jadi, rasionalisme mencari keberlakuan yang universal, bersifat umum, yang berlaku
di mana saja dan kapan saja.

Pola pikir rasionalisme tumbuh dan berkembang saat filsafat modern dan ilmu hitung
menuju kesempurnaannya. Dalam ilmu hitung, berlandaskan rumus yang berlaku umum,
dapat ditaksir berapa jarak bumi dengan matahari, tanpa harus membawa alat ukur dan
mengukur jarak tersebut secara empiris ke lapangan untuk menguji kebenarannya.

Empirisme :

Empirisme berasal dari bahasa Yunani, emperia, artinya pengalaman. Dan karena itu
empirisme berarti sebagai paham yang menekankan pada pengalaman sebagai primary
source of science. Bagi empirisme, pengalaman adalah pemegang otoritas terakhir dalam
memperoleh pengetahuan dan menentukan kebenaran. Jika rasionalisme mengatakan
bahwa pengetahuan ada “di sini, di dalam sini”. Maka bagi empirisme, pengetahuan itu ada
“di sana, di luar sana”. Pemikiran ini dipelopori oleh Francis Bacon yang populer dengan
pernyataannya yang kesohor, “science is power”.

Menurutnya, sejak semula manusia ingin sekali menguasai alam, akan tetapi selalu
gagal karena ilmu pengetahuan tidak berdaya guna dan tidak memberi hasil konkrit. Agar
menguasai alam, manusia harus mengenalnya dengan lebih dekat, yaitu dengan metode
induktif berdasarkan eksperimen dan observasi sebagai cara mengumpulkan data faktual
yang bersifat empiris. Artinya, kita menggunakan kerja pancaindra dengan melihat,

2013 Nama Mata Kuliah dari Modul Komunikasi Organisasi


22 Dosen Penyusun DRS. MARWAN MAHMUDI, M.SI
mengamati, melakukan percobaan terhadap gejala yang ada dan menarik kesimpulan
induktif.

Tokoh empirisme selain Francis Bacon adalah John Locke. Bagi Locke, ide bawaan
versi rasionalisme adalah omong kosong. Katanya, manusia lahir bagai kertas putih, tabula
rasa, untuk diisi pengetahuan yang berasal dari pengalamannya. Locke memang mengakui
bahwa manusia memiliki dua ide utama, yaitu : ide sederhana, yang diperoleh secara
langsung melalui pengalaman indrawi, dan ide kompleks, sebagai refleksi terhadap ide-ide
sederhana hingga membentuk pengetahuan tentang dunia.

Menurut aliran ini, pengetahuan manusia hanya bisa bertambah melalui pengamatan
empiris. Secara umum, dapat dikatakan bahwa paham empirisme sangat bertentangan
dengan rasionalisme. Bahwa manusia mutlak mendapatkan pengetahuan yang diperoleh
melalui pengalaman. Artinya, menurut empirisme pengetahuan harus disupport oleh data
empiris. Oleh karena itu, dalam empirisme pola pikir yang dianut dalam menyimpulkan dan
membangun ilmu adalah dengan metode induktif. Dalam logika induktif, berdasarkah hal-hal
yang khusus ditarik kesimpulan umum yang tentu teruji secara empiris.

Contoh : Kamu mengenal Adi, anak pertama Pak Edy, pintar. Kamu juga mengenal
Dika, anak kedua Pak Edy, yang juga pintar. Kamu belum mengenal Inda, anak ketiga Pak
Edy. Tapi kamu berani menarik kesimpulan bahwa semua anak Pak Edy pintar. Bagi
empirisme, kesimpulan ini masih harus teruji kebenarannya secara empiris, bahwa Inda,
anak ketiga Pak Edy yang belum kamu kenal itu, memang juga pintar, sehingga kesimpulan
kamu teruji kiebenarannya bahwa semua anak Pak Edy memang pintar.

Perbedaan paradigma/perspektif/pendekatan dalam dunia ilmu sosial, lebih lanjut


Mulyana (2001:21) mengemukakan bahwa: ...istilah “obyektif” dalam frase “pendekatan
obyektif” ini sering diasosiasikan dengan istilah-istilah : ilmiah (saintifik), empiris,
behavioristik, bihavioral, struktural, positivistik, fungsionalis, mekanistik, deterministik,
kuantitatif, deduktif, makro, klasik, konservatif, tradisional, linier, materialis, atomistik,
reduksionis, rasionalistik, dan statis, sedangkan istilah “subyektif” dalam frase “pendekatan
subyektif” sering dikaitkan dengan istilah-istilah : humanistik, interpretif, fenomenologis,
konstruksionis, naturalistik, interaksionis, interaksional, kualitatif, induktif, holistik,
eksploratori, mikro, kontemporer, dan dinamis. Dalam antropologi obyektif dan pendekatan
subyektif itu sering dianalogikan dengan pendekatan etik (dari luar) dan pendekatan emik
(dari dalam).

Bila kita kaitkan pemikiran dalam pendekatan objektif dan subjektif tersebut dengan
dimensi paradigma ilmu sosial, tampaknya akan sulit bertemu dalam satu titik

2013 Nama Mata Kuliah dari Modul Komunikasi Organisasi


23 Dosen Penyusun DRS. MARWAN MAHMUDI, M.SI
(convergence); namun ada pengecualian dalam tradisi perkembangan teori-teori organisasi
dimana terdapat paradigma tengahan atau yang disebut dengan pendekatan transisional.
Jurang yang dalam pada dua kubu paradigma/pendekatan tersebut terutama terletak pada
dimensi ontologis, yaitu dimensi paradigma ilmu sosial yang membicarakan masalah
pandangan terhadap obyek atau realitas ilmu. Realitas atau obyek ilmu dalam ilmu sosial
adalah manusia sebagai human being. Realitas atau obyek ilmu yang disoroti oleh kedua
pendekatan ini memiliki cara pandang yang berbeda tajam. Penulis gambarkan dalam
kerangka seperti berikut ini:

objektif MANUSIA subjektif

BENDA IDE

KONGKRIT ABSTRAK
(kasat mata) (multidimensi)

Empirisnya adalah bahwa manusia Meskipun manusia punya perbedaan


berbeda tapi punya persamaan tetapi tetap ada yang identik

Gejala yang ada Gejala yang ada dilihat


dapat dikuantitatifkan dari kualitasnya

Cara memandang empirisnya sebatas Cara memandang empirisnya secara


empiris sensual atau secara kongkrit sensual, etik, logik, dan bahkan
bersifat manifest transendental

Sejarah Perkembangan Teori-Teori Organisasi

Salah satu kejadian paling penting sebelum abad ke dua puluh kaitannya dengan
perkembangan teori organisasi adalah revolusi industri. Dimulai pada abad ke delapan belas
di Inggris, revolusi tersebut menyebrangi samudra Atlantik dan ke Amerika pada akhir
perang dunia ke dua. Revolusi tersebut mempunyai dua elemen utama yaitu kekuatan
mesin telah menggantikan kekuatan manusia secara cepat, dan pembangunan sarana
transfortasi yang cepat mengubah metode pengiriman barang. Hasilnya adalah
menyebarnya pendirian pabrik-pabrik. Dampaknya terhadap desain organisasi jelas, yaitu

2013 Nama Mata Kuliah dari Modul Komunikasi Organisasi


24 Dosen Penyusun DRS. MARWAN MAHMUDI, M.SI
pembangunan pabrik membutuhkan penciptaan yang terus menerus dari struktur-struktur
organisasi untuk memungkinkan terjadinya proses produksi yang efesien.

Pada perkembangannya pekerjaan harus dirumuskan, arus pekerjaan harus


ditetapkan, departemen diciptakan, dan mekanisme koordinasi dikembangkan, dengan
demikian struktur organisasi yang kompleks harus dirancang. Perkembangan teori
organisasi dimulai pada tahun 1919-an dengan lahirnya teori manajemen ilmiah, dan
berakhir pada tahun 1960-an dengan lahirnya teori modern yang mengakomodasi segi
manusia, mesin, teknolgi, dan lingkungan sebagai dasar peningkatan produktivitas
organisasi. Pendekatan mutakhir untuk memahami organisasi dipengaruhi oleh persfektif
sosial kerangka kerja sistem terbuka.

Evolusi merupakan perubahan yang sangat cepat dalam perkembangan organisasi


dengan memberikan inovasi baru dalam bentuk keunggulan-keunggulan dan keunikan-
keunikan dari perkembangan awal sampai perkembangan yang paling mutakhir dalam teori
organisasi. Evolusi atau perkembangan teori organisasi memunculkan berbagai macam
pendekatan-pendekatan yang masing-masing dipengaruhi oleh cara yang digunakan untuk
meninjau masalah organisasi. Keseluruhan pendekatan ini bisa dikelompokan menjadi tiga
aliran utama, sesuai kurun waktu permunculan masing-masing pendekatan tersebut, yaitu
pendekatan teori klasik, pendekatan neo-klasik dan pendekatan modern.

Pendekatan Subjektif

Cenderung memandang manusia yang mereka amati adalah aktif, dinamis, serta
mampu melakukan perubahan lingkungan di sekeliling mereka. Artinya manusia aktif
memilih dan mengubah aturan yang menyangkut kehidupannya.

Pendekatan subjektif didasarkan pada pemikiran filsafat postpositivisme, yang


menyatakan bahwa sifat realitas itu tidak tunggal (ganda). Realitas tidak dapat dipecah-
pecah menjadi bagian-bagian sehingga harus holistik. Sifat realitas adalah dinamis sebagai
hasil konstruksi dan pemahaman peneliti pada apa yang diteliti. Sehingga sering juga
disebut sebagai pendekatan interpretif, karena data hasil penelitian data hasil temuan
penelitian sebenarnya merupakan hasil interpretasi peneliti pada data lapangan, yang tidak
lepas dari aspek pengalaman dan nilai peneliti, sehingga tidak lepas dari “pandangan
subyektif” subyek yang diteliti.

Untuk memperoleh makna dibalik yang nampak peneliti harus dapat masuk pada
dunia subyek yang diteliti, interaktif dengan sumber data dan dapat dilakukan dengan

2013 Nama Mata Kuliah dari Modul Komunikasi Organisasi


25 Dosen Penyusun DRS. MARWAN MAHMUDI, M.SI
“memahami” subyek yang diteliti, semakin dapat memahami dan memasuki dunia subyektif
yang diteliti maka penelitian ini dikatakan semakin “obyektif”.

Pendekatan Objektif

Bahwa objek, perilaku dan peristiwa yang eksis di suatu dunia yang dapat diamati oleh
panca indera, dapat diukur dan diramalkan.

Dikatakan sebagai pendekatan objektif karena didasarkan pada filsafat positivisme,


yang memandang realitas itu tunggal, dapat diklasifikasikan, nyata (kongkrit, dapat diamati
dan dapat diukur). Kebenaran hanya dapat diperoleh dengan mengambil jarak antara yang
diteliti dengan peneliti, sehingga terbangun obyektivitas, dan bebas dari nilai yang ada pada
peneliti. Pendekatan ini juga diistilahkan sebagai pendekatan tradisional, karena sudah lama
digunakan, sehingga sudah sebagai tradisi ilmiah, sudah mentradisi sebagai salah satu cara
untuk memperoleh pengetahuan ilmiah. Metode ini juga disebut sebagai metode ilmiah,
karena telah memenuhi kaidah sebagai ilmiah, yaitu empiris, obyektif, teramati (kongkrit),
terukur, rasional dan sistematis.

Pendekatan Obyektif atau pendekatan ilmiah (saintifik) diterapkan dalam penelitian


yang sistematis, terkontrol, empiris, dan kritis atas hipotesis mengenai hubungan yang
diasumsikan diantara fenomena alam. Pendekatan ini memandang bahwa “kebenaran”
dapat ditemukan bila kita dapat menyingkirkan campur tangan manusia ketika melakukan
penelitian, dengan kata lain mengambil jarak dari obyek yang diteliti (Mulyana, 2001:23).

2013 Nama Mata Kuliah dari Modul Komunikasi Organisasi


26 Dosen Penyusun DRS. MARWAN MAHMUDI, M.SI
Daftar Pustaka
A.M. Hoeta Soehoet, Filsafat Ilmu Komunikasi, Yayasan Kampus Tercinta, IISIP Jakarta,
2003.
Arni Muhammad. 2002. Komunikasi Organisasi. Jakarta: Bumi Aksara

Burhan Bungin. 2006. Sosiologi Komunikasi, Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi
Komunikasi dalam Masyarakat. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Dani Verdiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, PT. Indeks, Jakarta, 2005
Deddy Mulyana. 2000. Ilmu Komunikasi suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya
Denzin, Norman K., Yvonna S. Lincoln (eds.), 2000, Handbook of Qualitative Research,
second edition, Thousand Oaks – California, London – United Kingdom, New Delhi –
India: Sage Publications, Inc.

Gibson, Ivancevich, Donelly. 1994. Organisasi Perilaku, Struktur Proses. Erlangga, Jakarta
Jujun Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 2001

Linggar, M. Anggoro, Teori dan Profesi Kehumasan serta aplikasinya di Indonesia, Bumi
Aksara, Jakarta, 2000

Onong Uchjana Effendy. 1993. Ilmu,. Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung: Remaja
Rosdakarya

Pace R. Wayne dan Don F. Faules. 1993. Komunikasi Organisasi Strategi Meningkatkan
Kinerja Perusahaan. Deddy Mulyana (ed). Bandung: Remaja Rosdakarya

Salim, Agus, 2001, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Pemikiran Norman K. Denzin &
Egon Guba, dan Penerapannya, Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya.

2013 Nama Mata Kuliah dari Modul Komunikasi Organisasi


27 Dosen Penyusun DRS. MARWAN MAHMUDI, M.SI

Anda mungkin juga menyukai