Anda di halaman 1dari 14

INDIKATOR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Dosen Pembimbing:

Edhitta Deviani, S.Kep, M.Si

Disusun Oleh:

FITRIA MUHABBATI

19176028

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS ABULYATAMA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul Indikator
Kesejahteraan Masyarakat.

Mungkin dalam perbuatan makalah ini masih banyak memiliki kekurangan


baik dari segi penulisan, isi dan lain sebagainya. Maka kami sangat mengharapkan
kritikan dan saran guna memperbaiki pembuatan makalah di hari yang akan
datang.

Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu selaku dosen yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan
sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Atas semua ini kami mengucapkan terima kasih bagi segala pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Aceh Besar, 04 Nov 2021

Penyusun,

Fitria Muhabbati

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................I

DAFTAR ISI..........................................................................................II

BAB I PENDAHULUAN......................................................................1

A. Latar Belakang............................................................................1
B. Tujuan..........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................3

A. Masyarakat Sejahtera..................................................................3
B. Keluarga Sejahtera......................................................................3
C. Indikator Keluarga Sejahtera.......................................................4
D. Jenis Indikator Masyarakat..........................................................6
E. Kriteria Masyarakat Sejahtera.....................................................6
F. Tingkat Kesejahteraan Keluarga.................................................7
G. Kriteria Masyarakat Tidak Sejahtera...........................................7
H. Indikator Kemiskinan..................................................................8

BAB III PENUTUP...............................................................................11

DAFTAR PUSTAKA............................................................................12

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesejahteraan merupakan tujuan dari setiap keluarga. Kesejahteraan
dapatdimaknai sebagai kemampuan keluarga untuk dapat memenuhi semua
kebutuhan agarmemiliki kehidupan yang layak, sehat serta produktif.
Berdasarkan data Badan PusatStatistik (BPS) per September 2018, masih
terdapat 25,67 juta penduduk yang tinggaldi bawah garis kemiskinan atau
mereka yang tidak memiliki kemampuan untukmemenuhi semua kebutuhan
pokoknya. Penduduk miskin ini Sebagian besar tinggal di wilayah pedesaan
yang erat kaitannta dengan usaha pertanian. Tingkat pendapatan seseorang
akan berpengaruh besar terhadap ketenangan atau kesejahteraan, orang bisa
menjadi tidak sejahtera dalam rumah tangganya karena tidak tenang jiwanya
dalam menyesuaikan diri.
Program pembangunan keluarga sejahtera mulai digalakkan dengan
dibuat UU No. 10 Tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga sejahtera. Kemudian pada 29 Juni 1993, presiden
mencanangkan bahwa setiap tangga 29 Juni sebagai “Hari Keluarga Nasional
(Harganas)” sebagai simbol bahwa keluarga dikembangkan menjadi wahana
pembangunan bangsa. Dengan penetapan ini, maka dikembangkan kebijakan
strategi yang diperlukan untuk mengembangkan keberhasilan “Gerakan
pembangunan Keluarga Sejahtera” secara lengkap. Keluarga merupakan unit
pelayanan kesehatan yang terdepan dalam meningkatkan derajat kesehatan
komunitas. Apabila setiap keluarga sehat akan tercipta komunitas keluarga
yang sehat.
Dalam memahami realitas tingkat kesejahteraan, pada dasarnya terdapat
beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan tingkat
kesejahteraan antara lain sosial ekonomi rumah tangga atau masyarakat,
potensi regional (sumber daya alam, lingkungan, infrastruktur) yang
mempengaruhi perkembangan struktur kegiatan produksi dan kondisi

1
kelembagaan yang membentuk jaringan kerja produksi dan pemasaran ada
skala lokal, regional dan global (Sururi, 2017).
Keterbatasan indikator ekonomi dalam merepresentasikan tingkat
kesejahteraan masyarakat telah meningkatkan perhatian dunia terhadap aspek
sosial dalam pembangunan. Kemajuan pembangunan yang selama ini lebih
banyak dilihat dari indikator ekonomi, seperti: pertumbuhan ekonomi dan
penurunan kemiskinan dinilai belum cukup untuk menggambarkan tingkat
kesejahteraan yang sesungguhnya. Indikator ekonomi tersebut pada umumnya
diukur secara obyektif dengan pendekatan berbasis uang (monetary-based
indicators) (hidayat, 2016).
Tingkat kesejahteraan dapat di nilai dari dua cara, yaitu dengan
menggunakan indikator objektif dan menggunkan indikator subjektif.
Indikator ini bukan bermaksud menggantikan pendapatan dalam mengukur
tingkat kesejahteraan, melainkan indikator ini memperluas skala pengukuran
tingkat kesejahteraan dengan pendapatan sebagai indikator objektif dan
memasukan indikator subjektif seperti kesehatan, pendidikan, pekerjaan,
hubungan sosial, ketersediaan waktu luang, kondisi lingkungan,
keharmonisan keluarga, kondisi rumah, dan kemanan. Indeks kebahagian
merupakan indikator subjektif dalam mengukur tingkat kesejahteraan yaitu
ukuran kepuasan seseorang terhadap indikator yang ada di dalam indeks
kebahagiaan tersebut. Sedangkan untuk mengukur tingkat kesejahteraan
dengan indikator objektif dapat diukur melalui pendapatan.
Di Indonesia pengukuran indeks kebahagiaan mulai dilakukan sejak
tahun 2013 dengan menggunakan indikator kepuasan hidup, yaitu penelitian
kepuasan responden terhadap 10 aspek kehidupan sosial meliputi:
kesehatan,pendidikan, pekerjaan, pendapatan rumah tangga,keharmonisan
keluarga, ketersediaan waktu luang, hubungan sosial, kondisi rumah dan aset,
keadaan lingkungan, dan kondisi keamanan.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui kesejahteraan masyarakat
2. Untuk mengetahui indikator kesejahteraan masyarakat
3. Untuk mengetahui indikator kesejahteraan keluarga

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Masyarakat Sejahtera
Kesejahteraan masyarakat merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dalam paradigma pembangunan ekonomi, pembangunan ekonomi
dikatakan berhasil jika tingkat kesejahteraan masyarakat semkin
baik.kesenjangan dan ketimpangan dalam kehidupan masyarakat di
akibatkan oleh keberhasilan pembangunan ekonomi yang tanpa disertai
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Menurut Badrudin (2012)
Kesejahteraan masyarakat yaitu suatu kondisi yang menunjukkan tentang
keadaan kehidupan masyarakat yang dapat dilihat dari standar kehidupan
masyarakat.
Kesejahteraan masyarakat yaitu suatu keadaan terpenuhinya
kebutuhan dasar yang terlihat dari rumah yang layak, tercukupinya
kebutuhan akan sandang (pakaian) dan pangan (makanan), pendidikan,
dan kesehatan, atau keadaan dimana seseorang mampu memaksimalkan
utilitasnya pada tingkat batas anggaran tertentu dan kondisi dimana
tercukupinya kebutuhan jasmai dan rohani (Todaro dan Stephen C.smith).
Menurut Undang-undang No 11 Tahun 2009, kesejahteraan sosial yaitu
kondisi yang menunjukkan terpenuhinya kebutuhan material,spiritual dan
sosial warga negara agar dapat hidup layak serta mampu
menggembangkan diri untuk melihat tingkat kesejahteraan suatu
masyarakat atau kesejahteraan rumah tangga suatu wilayah ada beberapa
indikator yang dapat dijadikan ukuran, yaitu tingkat pendapatan keluarga,
komposisi keluarga, rumah tangga dengan membandingkan pengeluaran
untuk konsumsi pangan dan non-pangan ,tingkat pendidikan keluarganya,
dan tingkat kesehatan keluarga (BPS Indonesia 2014).

B. Kesejahteraan Keluarga
Kesejahteraan merupakan suatu hal yang bersifat subjektif, sehingga
setiapkeluarga atau individu di dalamnya yang memiliki pedoman, tujuan,

3
dan cara hidup yang berbeda akan memberikan nilai yang berbeda tentang
faktor-faktor yang menentukan tingkat kesejahteraan (BKKBN).
Kesejahteraan menurut BPS (2011) adalah suatu kondisi dimana seluruh
kebutuhan jasmani dan rohani dari rumah tanggatersebut dapat dipenuhi
sesuai dengan tingkat hidup.
Keluarga Sejahtera merupakan keluarga yang dibentuk berdasarkan
atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup
spiritual dan materiil yanglayak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
memiliki hubungan yang serasi,selaras dan seimbang antar anggota dan
antar keluarga dengan masyarakat danlingkungan (Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2009).
Status kesejahteraan dapat diukur berdasarkan proporsi pengeluaran
rumahtangga (Bappenas, 2000). Rumah tangga dapat dikategorikan
sejahtera apabila proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok sebanding
atau lebih rendah dari proporsi pengeluaran untuk kebutuhan bukan pokok.
Sebaliknya rumah tangga dengan proporsi pengeluaran untuk kebutuhan
pokok lebih besar dibandingkan dengan pengeluaran untuk kebutuhan
bukan pokok, dapat dikategorikan sebagai rumah tangga dengan status
kesejahteraan yang masih rendah.

C. Indikator Keluarga Kesejahteraan


Aspek keluarga sejahtera dikelompokkan berdasarkan 21 indikator
sesuai dengan pemikiran para pakar sosiologi dalam membangun keluarga
sejahtera dengan mengetahui faktor-faktor dominan yang menjadi
kebutuhan setiap keluarga. Faktor-faktor dominan tersebut terdiri dari:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar terdiri atas 6 indikator yaitu:
a. Pada umumnya anggota keluarga makan dua kali sehari atau lebih.
b. Anggota keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk di rumah,
bekerja, sekolah dan berpergian.
c. Rumah yang ditempati memiliki atap, lantai dan dinding yang
baik.
d. Bila ada anggota keluarga sakit dibawa kesarana Kesehatan.

4
e. Bila pasangan usia subur ingin ber KB pergi kesarana pelayanan
kontrasepsi.
f. Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga sekolah.
2. Pemenuhan kebutuhan psikologi terdiri atas 8 indikator:
a. Pada umumnya keluarga melaksanakan ibadah sesuai dengan
agama dan keyakinan masing-masing.
b. Paling kurang seminggu sekali seluruh anggota keluarga makan
daging/ikan/telur.
c. Seluruh anggota keluarga memperoleh satu set pakaian baru paling
kurang sekali dalam setahun.
d. Luar lantai rumah paling kurang 8m2 untuk setiap penghuni
rumah.
e. Tiga bulan terakhir keluarga dalam keadaan sehat sehingga
sehingga dapat melaksanakan aktivitas masing-masing.
f. Ada seorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja untuk
memperoleh penghasilan.
g. Seluruh anggota keluarga umur 10-60 tahun bisa membaca dan
menulis.
h. Pasangan usia subur dengan dua anak atau lebih menggunakan
obat/alat kontrasepsi.
3. Kebutuhan perkembangan terdiri dari 3 indikator, yaitu:
a. Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama.
b. Sebagian penghasilan keluarga ditabung dalam bentuk uang atau
barang.
c. Kebiasaan keluarga makan bersama paling kurang seminggu
sekali dimanfaatkan untuk berkomunikasi.
d. Keluarga memperoleh informasi dari surat kabar/majalah/radio/tv
dan internet.
4. Kebutuhan aktualisasi diri dalam kegiatan masyarakat di
lingkungannya terdiri dari 2 indikator, yaitu:
a. Keluarga secara teratur dengan sukarela memberikan sumbangan
material untuk kegiatan sosial.

5
b. Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus perkumpulan
sosial/yayasan/institusi masyarakat.

D. Jenis Indikator Masyarakat


a. Indikator input
Berkaitan dengan penunjang pelaksanaan program dan turut
menentukan keberhasilan program. Contohnya:
- Rasio murid-guru
- Rasio dokter-penduduk
- Rasio puskesmas-penduduk
b. Indikator proses
Menggambarkan bagaimana proses pembangunan berjalan.
Contohnya:
- Rata-rata jml jam kerja
- Rata-rata jml kunjungan ke puskesmas
- % kelahiran yang ditolong dukun
c. Indikator output
Menggambarkan bagaimana hasil (output) dari suatu program kegiatan
telah berjalan. Contohnya:
- AKB
- Angka harapan hidup
- TPAK

E. Kriteria Masyarakat Sejahtera menurut Badan Pusat Statistik


Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan
masyarakat yaitu,pendapatan, konsumsi atau pengeluaran keluarga,
keadaan 14 tempat tinggal serta fasilitas yang dimiliki ,kesehatan anggota
keluarga dan,tingkat pendidikan anggota keluarga (BPS,2014).
 Indikator pendapatan per Tahun 1) Tinggi (> Rp 10.000.000) 2)
Sedang (Rp 5.000.000) 3) Rendah (Rp < 5.000.000)
 Indikator pengeluaran per Tahun 1) Tinggi (> Rp 5.000.000) 2)
Sedang (Rp 1.000.000- Rp5.000.000) 3) Rendah (< Rp 1.000.000).

6
 Indikator untuk tempat tinggal dinilai dengan lima kriteria yaitu jenis
atap, jenis dinding, status kepemilikan, lantai dan luas.

F. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat


Menurut BKKBN (2009) tingkat kesejahteraan keluarga
dikelompokkan menjadi lima tahapan, yaitu:
1. Tahapan keluarga pra sejahtera (KPS)
Yaitu keluarga yang tidak memenuhi salah satu dari 6 indikator
keluarga sejahtera I atau indikator kebutuhan dasar keluarga (basic
needs).
2. Tahapan keluarga sejahtera I (KS I)
Yaitu keluarga mampu memenuhi 6 indikator tahapan KS I, tetapi
tidak memenuhi salah satu dari 8 indikator keluarga sejahtera II atau
indikator kebutuhan psikologis keluarga.
3. Tahapan keluarga sejahtera II (KS II)
Yaitu keluarga yang mampu memenuhi 6 indikator tahapan KS I dan
8 indikator KS II, tetapi tidak memenuhi salah satu dari 5 indikator
keluarga sejahtera III atau indikator kebutuhan pengembangan dari
keluarga.
4. Tahapan keluarga sejahtera III (KS III)
Yaitu keluarga yang mampu memenuhi 6 indikator tahapan KS I, 8
indikator KS II, dan 5 indikator KS III, tetapi tidak mampu memenuhi
salah satu dari 2 indikator keluarga sejahtera III plus atau indikator
aktualisasi diri keluarga.
5. Tahapan keluarga sejahtera III plus (KS III plus)
Yaitu keluarga yang mampu memenuhi keseluruhan dari 6 indikator
tahapan KS I, 8 indikator KS II dan 5 indikator KS III, serta 2
indikator tahapan KS III plus.

G. Kriteria Masyarakat Tidak Sejahtera


Adapun kriteria yang digunakan untuk mengukur dan menentukan
suatu keluarga dapat dikatakan miskin (tidak sejahtera) yaitu:

7
a. Luas latai tempat tinggal delapan meter persegi per orang.
b. Jenis lantai terbuat dari tanah,bambu maupun kayu murahan.
c. Dinding tempat tinggal terbuat dari bambu, rumbia, kayu dengan
kualitas rendah, tembok tanpa diplester (dihaluskan).
d. Tidak memiliki WC atau menggunakan WC umum.
e. Sumber penerangan rumah tidak menggunakan listrik.
f. Sumber air minum berasal dari sumur,mata air tidak terlindungi,
sungai, maupun air hujan.
g. Bahan bakar untuk memasak berupa kayu bakar, arang, minyak tanah.
h. Seluruh anggota keluarga hanya mampu mengkonsumsi daging, ayam
dan susu satu kal dalam seminggu.
i. Seluruh anggota keluarga hanya mampu membeli satu stel pakaian
dalam satu tahun.
j. Hanya sanggup makan sebanyak satu atau dua kali dalam sehari.
k. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di layanan kesehatan atau
puskesmas.
l. Pekerjaan kepala rumah tangga adalah petani yang memiliki luas
lahan 500, buruh tani, nelayan, buruh bagunan, buruh perkebunan,
ataupun pekerjaan lainnya yang memiliki penghasilan dibawah
Rp.600.000 per bulan. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga
yaitu, tidak sekolah,tamat SD, ataupun hanya SD 21. Tidak memiliki
tabungan,barang yang jika dijual mudah dengan nilai minimal
Rp.500.000. Apabila 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga
dapat dikatakan sebagai rumah tangga miskin atau rumah tangga yang
tidak sejahtera.

H. Indikator Kemiskinan
Menurut BPS, kemiskinan adalah ketidakmampuan untuk memenuhi
standar dari kebutuhan dasar, baik makanan maupun bukan makanan.
Standar ini disebut sebagai garis kemiskinan, yakni kebutuhan dasar
makanan setara 2100 kalori energi per kapita per hari, ditambah nilai
pengeluaran untuk kebutuhan dasar bukan makanan yang paling pokok

8
(BPS, 1996). BPS telah mengembangkan model penentuan penduduk
miskin didasarkan pada model estimasi konsumsi sebagai berikut:
Ln yvh = xvh β + nv + Evh
Dimana:
Ln yvh: log konsumsi per kapita dari rumah tangga h dalam desa v
xvh: suatu vektor dari karakteristik observasi, termasuk di dalamnya
variabel tingkat desa
nv: merepresentasikan unsur galat (error term) tingkat desa
Evh: unsur galat rumah tangga, diasumsikan nv tidak berkorelasi antar
desa dan Evh tidak berkorelasi antar rumah tangga.

Variabel yang digunakan untuk sebagai indikator kemiskinan (BPS,


2001):

No Variabel
1. Luas tanah bangunan tempat tinggal
2. Jenis lantai bangunan tempat tinggal
3. Jenis dinding tempat tinggal
4. Fasilitas tempat buang air besar
5. Sumber penerangan
6. Sumber air minum
7. Bahan bakar untuk memasak
8. Konsumsi daging susu ayam / minggu
9. Pembelian pakaian baru untuk setiap anggota rumah tangga
dalam setahun
10 Makan dalam sehari untuk setiap anggota rumah tangga
.
11. Kemampuan membayar untuk berobat ke puskesmas/ poliklinik
12 Lapangan pekerjaan utama kepala rumah tangga
.
13 Pendidikan teringgi kepala keluarga
.
14 Pemilikan asset / tabungan
.

9
BAB III

PENUTUP

Kesejahteraan masyarakat yaitu suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan dasar


yang terlihat dari rumah yang layak, tercukupinya kebutuhan akan sandang
(pakaian) dan pangan (makanan), pendidikan, dan kesehatan, atau keadaan
dimana seseorang mampu memaksimalkan utilitasnya pada tingkat batas anggaran
tertentu dan kondisi dimana tercukupinya kebutuhan jasmai dan rohani (Todaro
dan Stephen C.smith).

Status kesejahteraan dapat diukur berdasarkan proporsi pengeluaran


rumahtangga (Bappenas, 2000). Rumah tangga dapat dikategorikan sejahtera
apabila proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok sebanding atau lebih rendah
dari proporsi pengeluaran untuk kebutuhan bukan pokok. Sebaliknya rumah
tangga dengan proporsi pengeluaran untuk kebutuhan pokok lebih besar
dibandingkan dengan pengeluaran untuk kebutuhan bukan pokok, dapat
dikategorikan sebagai rumah tangga dengan status kesejahteraan yang masih
rendah.

10
DAFTAR PUSTAKA

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2009. Hubungan program


keluarga Berencana dengan Kesejahteraan Keluarga. Jakarta: BKKBN

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). 2007. Indikator


Kesejahteraan Rakyat. Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan
Nasional

Pemerintah Indonesia. 2009. Undang-Undang No.52 Tahun 2009 tantang


Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. Lembaga
Negara RI Tahun 2009, No.52. Jakarta: Sekretariat Negara

Setiadi. 2008. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Jogjakarta: Graha ilmu

11

Anda mungkin juga menyukai