Anda di halaman 1dari 56

KOROSI STAINLESS STEEL 304 PADA LARUTAN HNO3

DENGAN pH 0,2 DAN pH 0,5

TUGAS AKHIR
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
mencapai derajat sarjana S-1

Program Studi Teknik Mesin


Jurusan Teknik Mesin

Diajukan oleh :
GREGORIUS IBNU PAMUNGKAS
NIM: 045214031

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2009

i
THE CORROTION OF 304 STAINLESS STEEL FOR HNO3 CHEMERY
WITH pH 0,2 AND pH 0,5

FINAL PROJECT

Presented as Partial Fulfillment of the Requirements


To Obtain then Sarjana Teknik Degree
in Mechanical Engineering

By :
Gregorius Ibnu Pamungkas
Student Number : 045214031

MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM


MECHANICAL ENGINEERING DEPARTMENT
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2009

ii
iii
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tugas akhir ini tidak terdapat karya

yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan

Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat

yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis

diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 14 Mei 2009

Gregorius Ibnu Pamungkas

v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Gregorius Ibnu Pamungkas
Nomor Mahasiswa : 045214031
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kapada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma Karya ilmiah saya yang berjudul :

“ KOROSI STAINLESS STEEL 304 PADA LARUTAN HNO3 DENGAN


pH 0,2 DAN pH 0,5 ”

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,
mengalihkan, dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan
data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau
media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya
maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 14 Mei 2009
Yang menyatakan

(Gregorius Ibnu Pamungkas)

vi
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya,

sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai derajat

Sarjana S-1 pada Program Studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi,

Universitas Sanata Dharma. Isi Tugas Akhir ini adalah mengenai korosi stainless

steel 304 pada larutan HNO3 dengan pH 0,2 dan pH 0,5.

Dalam kesempatan ini penulis menyadari bahwa dalam proses belajar di

Program Studi Teknik Mesin, sejak awal studi sampai berakhirnya studi

melibatkan banyak hal. Atas segala saran, bimbingan, dukungan dan bantuan,

pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Paulus Wiryono Priyotamtama, S.J., Rektor Universitas Sanata

Dharma.

2. Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T., Dekan Fakultas Sains dan

Teknologi.

3. Budi Sugiharto, S.T., M.T., Ketua Program Studi Teknik Mesin

Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Budi Setyahandana, S.T., M.T., Dosen Pembimbing Tugas Akhir.

5. Ir. FX. Agus Unggul Santosa, Dosen Pembimbing Akademik.

6. Seluruh dosen dan staff Jurusan Teknik Mesin Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah

memberikan berbagai pengetahuan kepada penulis dan membantu

selama proses belajar di Jurusan Teknik Mesin.


vii
7. Teman – teman yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini,

yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

8. Br. Sunari. SJ, yang telah membantu dengan doa, memberikan

dukungan dan harapan secara moril dan materiil.

9. Bapak alm dan Ibu saya, serta semua kakak-kakak saya yang selalu

memberikan doa dan dukungan secara moril dan materiil pula sehingga

skripsi ini bisa saya selesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih jauh dari

sempurna. Meskipun demikian penulis berharap bahwa penulisan Tugas Akhir ini

dapat memberikan kontribusi dalam pengembangan ilmu khususnya mengenai

perancangan turbin aliran silang. Atas kritik dan saran yang bersifat membangun

guna sempurnanya karya tulis ini penulis mengucapkan terima kasih.

Yogyakarta, 14 Mei 2009

Penulis

viii
INTISARI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui laju korosi Stainless Steel
304 dalam lingkungan HNO3 dengan pH 0,2 dan pada pH 0,5. Pada penelitian ini
bahan yang digunakan adalah baja tahan karat (Stainless Steel) 304, dengan
komposisi : Cr = 18,358 %, Ni = 8,408 %, C = 0,047 %, Fe = 70,47 %.
Stainless Steel 304 direndam larutan HNO3 pada pH 0,5 dengan suhu 700C
selama 6jam, lalu suhu diturunkan menjadi 290C selama 18 jam. Hal ini dilakukan
secara periodik selama 12 minggu. Pada tiap minggu dilakukan pengamatan
terhadap berat benda uji dengan cara ditimbang. Penelitian yang sama juga
dilakukan pada Stainless Steel 304 dengan larutan HNO3 yang memiliki pH 0,2.
Dari hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan bahwa terjadi korosi
pada SS 304 baik yang telah mengalami pengelasan maupun yang tidak
mengalami pengelasan. Untuk pH 0,2 laju korosi rata-rata tertinggi diprediksikan
sebesar 0,139 gram/dm2/tahun, sedangkan untuk pH 0,5 laju korosi rata-rata
diprediksikan sebesar 0,113 gram/dm2/tahun.

ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .............................................. vi
KATA PENGANTAR............................................................................................ vii
INTISARI ...................................................................................................... ix
DAFTAR ISI................................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................... 1


1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian .................................................................... 1
1.3 Batasan Masalah ................................................................... 2
1.4 Sistematika Penulisan ........................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 4


2.1. Klasifikasi Stainless Steel ........................................................ 4
2.2. Baja Tahan Karat (Stainless Steel)........................................... 4
2.3. Pengaruh Unsur Paduan Pada Stainless Steel ........................ 6
2.4. Korosi Pada Logam ................................................................ 7
A. Korosi Secara umum................................. ......................... 7
B. Jenis-jenis Korosi Pada Stainless Steel .............................. 9
B.1. Uniform Corrosion................................. .................... 10
B.2. Pitting Corrosion................................. ....................... 10
B.3. Crevice Corrosion....................................................... 13
B.4. Stress Corrosion Cracking.......................................... 14
B.5. Intergranular Corrosion................................. ............. 15
x
B.6. Galvanic Corrosion..................................................... 16
2.5. Pengelasan Berperisai (TIG) .................................................. 17

BAB III METODE PENELITIAN.............................................................. 19


3.1. Bagan Alir Penelitian ............................................................... 19
3.2. Bahan dan Peralatan ................................................................ 20
A. Bahan................................. ................................................ 20
B. Peralatan............................................................................. 21
3.3. Proses Pembuatan Larutan HNO3 pH 0,2 dan 0,5 Dan
Proses Perendaman................................................................... 23
3.4. Analisis Hasil Penelitian........................................................... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 26


4.1. Hasil Penelitian Pada Larutan HNO3 pH 0,5............................ 26
A. Stainless Steel Yang Mengalami Pengelasan TIG
(Benda Uji I) ................................. .................................... 26
B. Benda Uji II ....................................................................... 30
C. Benda Uji III ................................. .................................... 32
4.2. Hasil Penelitian Pada Larutan HNO3 pH 0,2 ........................... 34
A. Benda Uji IV ................................. .................................... 34
B. Benda Uji V ................................. ..................................... 36
4.3. Pembahasan ............................................................................. 38
A. Benda Uji I ................................. ....................................... 38
B. Benda Uji II ....................................................................... 39
C. Benda Uji III ................................. .................................... 39
D. Benda Uji IV ................................. .................................... 39
E. Benda Uji V ................................. ..................................... 40
4.4. Grafik Laju Korosi .................................................................. 41
A. Larutan HNO3 pH 0,5 ................................. ...................... 41
xi
B. Larutan HNO3 pH 0,2 ................................. ...................... 41
C. Larutan HNO3 pH 0,2 dan 0,5 ........................................... 42
D. Grafik Laju Korosi/Tahun SS 304 Pada Larutan HNO3
pH 0,2 dan pH 0,5 ................................. ............................ 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 44
5.1. Kesimpulan .............................................................................. 44
5.2. Saran ........................................................................................ 44

DAFTAR PUSTAKA

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Baja Tahan Karat (Stainless Steel) sangat cocok untuk pembuatan

tabung-tabung reaksi untuk reaksi-reaksi nuklir. Contoh penggunaan

Stainless Steel 304 adalah tabung Reaktor SAMOP (Sub Critical

Assembly for Mo99 Prad Action). Pemanfaatan teknologi nuklir memiliki

banyak keunggulan oleh adanya sifat radiasi yang mudah dideteksi sampai

kadar yang sangat rendah, berdaya tembus besar dan dapat dikendalikan

baik arah, luas berkas maupun energi partikelnya. Hampir semua peralatan

dan mesin-mesin industri serta komponennya dirancang sedemikian rupa

sehingga dapat diketahui kekuatan maksimum dan umur pemakaiannya.

Hal ini membutuhkan waktu penelitian dan juga ketelitian yang tinggi.

Pada kenyataanya larutan yang digunakan pada reaktor nuklir tersebut

menggunakan uranium nitrat, namun karena kesulitan dalam mencari

larutan tersebut maka penelitian yang penulis lakukan menggunakan asam

nitrat yang banyak ditemukan di pasaran.

Dalam tugas akhir ini penulis melakukan penelitian pengaruh

Larutan HNO3 dengan pH 0,2 dan pH 0,5 terhadap laju korosi Stainless

Steel 304.

1
2

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui laju korosi Stainless

Steel 304 yang telah mengalami pengelasan dan yang tidak mengalami

pengelasan dalam lingkungan HNO3 dengan pH 0,2 dan juga pada pH 0,5

1.3 Batasan Masalah

Judul dari Tugas Akhir yang penulis susun ini sebenarnya bisa

mencakup permasalahan yang luas. Maka agar pembahasannya tidak

terlalu banyak dan lebih terarah, maka penulis memberikan batasan

permasalahan sebagai berikut:

1. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah Stainless Steel tipe 304

yang telah mengalami pengelasan.

2. Proses pembuatan larutan HNO3 dengan pH 0,2 dan pH 0,5 dengan

kondisi awal HNO3 65 %.

3. Benda kerja yang akan diteliti dimasukkan ke dalam tabung kimia

berisi larutan HNO3 dengan pH 0,2 dan juga pH 0,5.

1.4 Sistematika Penulisan

Penulisan Tugas Akhir ini akan dibagi dalam beberapa bagian,

yaitu :

1. Bab I membahas mengenai latar belakang penelitian, batasan masalah,

tujuan penelitian, dan sistematika penulisan.

2. Bab II membahas mengenai tinjauan pustaka yang berisi klasifikasi

Stailess Steel, baja tahan karat (Stainless Steel), pengaruh unsur


paduan pada Stainless Steel, korosi pada logam, dan pengelasan

berperisai tungsten (TIG).

3. Bab III membahas mengenai metode penelitian yang berisi skema

penelitian, bahan yang digunakan, alat-alat yang digunakan.

4. Bab IV membahas mengenai hasil penelitian dan pembahasan yang

berisi data dan perhitungan laju korosi benda uji.

5. Bab V membahas mengenai kesimpulan yang diambil dari perhitungan

dan data yang ada, serta saran-saran yang diajukan oleh penulis.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Stainless Steel

Dengan pesatnya perkembangan teknologi, manfaat nuklir yang

dahulunya dipakai sebagai senjata perang maka sekarang nuklir banyak

dimanfaatkan untuk mencukupi kebutuhan manusia. Pemanfaatan

teknologi nuklir memiliki banyak keunggulan oleh adanya sifat radiasi

yang mudah dideteksi sampai kadar yang sangat rendah, berdaya tembus

besar dan dapat dikendalikan baik arah, luas berkas maupun energi

partikelnya.

Baja Tahan Karat (Stainless Steel) sangat cocok untuk pembuatan

tabung-tabung reaksi untuk reaksi-reaksi nuklir. Contoh penggunaan

Stainless Steel adalah tabung Reaktor SAMOP (Sub Critical Assembly for

Mo99 Prad Action).

2.2. Baja Tahan Karat ( Stainless Steel )

Baja tahan karat (Stainless Steel) adalah paduan antara besi (Fe)

dengan kandungan Cr minimal 12 %. Reaksi oksidasi antara Oksigen (O 2)

dengan Chrom (Cr) membentuk protektif layer (lapisan pelindung anti

korosi). Untuk memperbaiki sifat-sifat Stainless Steel sesuai dengan

aplikasinya maka unsur-unsur lain juga ditambahkan. Unsur-unsur lain

yang ditambahkan antara lain Ni (Nickel), Mo (Molibdenum), Co

4
5

(Copper), Ti (Titanium) yang berfungsi untuk meningkatkan ketahanan

terhadap temperatur serta korosi.

Golongan utama baja tahan karat (Stainless Steel) adalah Austenit,

Ferrit, Martensit, Duplex.

a. Austenit Stainless Steel

Komposisi Autenit Stainless Steel antara 18% Cr dan 8%

Ni atau biasa disebut sebagai baja tahan karat delapan belas

delapan. Baja tahan karat Austenit ketahanan karatnya lebih baik,

mampu bentuk dan mampu las. Jenis ini sering digunakan pada

berbagai industri kimia, untuk bahan konstruksi, perabot dapur,

turbin, mesin jet, mobil, komponen berputar, bangunan kapal,

reactor atom, dan sebagainya.

b. Ferritic Stainless Steel

Kadar chrom sekitar 16% sampai 18% dan kadar Nickel

sekitar 2 %. Ketahanan korosi kurang begitu baik dan relatif sulit

untuk difabrikasi atau dimachining. Sifat yang menguntungkan dari

baja tahan karat ferit adalah tanpa kandungan Ni sulit untuk terjadi

retakan korosi tegangan.

c. Martensit Stainless Steel

Komposisi baja tahan karat martensit adalah 12%-13% Cr

dan 0,1%-0,3% C. Kadar Cr antara 12%-13% merupakan batas

terendah untuk ketahanan asam. Baja tahan karat martensit

mempunyai ketahanan panas yang baik, dengan pengerasan dan


penemperan dapat diperoleh sifat-sifat mekanik yang baik. Baja

tahan karat jenis ini digunakan untuk alat potong dan perkakas.

d. Duplex Stainless Steel

Baja tahan karat jenis duplex mempunyai fasa ganda yaitu

fasa austenit dan ferit. Umumnya mempunyai komposisi 12 % Cr +

5 % Ni + 1,5 % Mo + 0,03 % C. Memiliki sifat kombinasi antara

sifat austenite dan ferit yang saling menutupi. Sebagai contoh,

tegangan mulur yang rendah dari sifat austenit diperbaiki dengan

adanya sifat ferit. Dan keuletan rendah dari sifat ferit diperbaiki

oleh sifat austenit. Ketahanan korosi pada umumnya melebihi baja

18-8, terutama baja yang mempunyai kadar Cr tinggi dan

mengandung Mo sangat baik dalam ketahanan korosi lubangnya

sehingga baja ini dapat dipakai untuk penukar panas yang

menggunakan air laut.

2.3 Pengaruh Unsur Paduan Pada Stainless Steel

Dalam aplikasi, Stainless Steel selain dibutuhkan sebagai logam

yang tahan terhadap korosi juga dibutuhkan sifat tambahan guna

meningkatkan sifat mekaniknya.

Peningkatan sifat mekanik ini tergantung pada sejumlah unsur

yang terkandung dalam Stainless Steel. Unsur-unsur tambahan dalam

Stainless Steel antara lain sebagai berikut :


1. Kromium (Cr) berguna untuk membentuk lapisan pasif untuk

melindungi dari korosi.

2. Nikel (Ni) sebagai penstabil austenit, meningkatkan sifat mekanik,

maningkatkan ketahanan korosi pada lingkungan asam mineral.

3. Mangan (Mn) membantu fungsi Ni.

4. Molybdenum (Mo) sebagai penstabil lapisan pasif dalam

lingkungan yang mengandung banyak ion klorida (Cl - ), seperti

lingkungan air laut (NaCl).

5. Karbon (C) meningkatkan kemampuan dikeraskan (hardenability)

dari material Stainless Steel.

6. Nitrogen (N) membentuk duplex stainlees steel dengan

meningkatkan terbentuknya austenit, meningkatkan sifat mekanik

Stainless Steel.

2.4 Korosi Pada Logam

A. Korosi Secara Umum

Stainless Steel (SS) secara mendasar bukanlah logam mulia

seperti halnya emas (Au) & Platina (Pt) yang hampir tidak mengalami

korosi karena pengaruh kondisi lingkungan, sementara SS masih

mengalami korosi. Daya tahan korosi SS disebabkan karena adanya

lapisan yang tidak terlihat (invisible layer) yang terjadi akibat oksidasi

SS dengan oksigen yang akhirnya membentuk lapisan pelindung anti

korosi (protective layer). Sumber oksigen bisa berasal dari udara


maupun air. Material lain yang memiliki sifat sejenis antara lain

Titanium (Ti) dan juga Aluminium (Al).

Secara umum protective layer terbentuk dari reaksi kromium +

oksigen secara spontan membentuk krom-oksida. Jika lapisan oksida S

tergores/terkelupas, maka protective layer akan segera terbentuk secara

spontan, tentunya jika kondisi lingkungan cukup mengandung oksigen

(Gambar 2.3). Walaupun demikian kondisi lingkungan tetap menjadi

penyebab kerusakan protective layer tersebut. Pada keadaan dimana

protective layer tidak dapat lagi terbentuk, maka korosi akan terjadi.

Banyak media yang dapat menjadi penyebab korosi, seperti halnya

udara, cairan/ larutan yang bersifat asam/basa, gas-gas proses

(misalnya gas asap hasil buangan ruang bakar atau reaksi kimia

lainnya), logam yang berlainan jenis dan saling berhubungan dan

sebagainya.

Gambar 2.3 Pembentukan spontan lapisan oksida


B. Jenis-Jenis Korosi Pada Stainless Steel

Meskipun alasan utama penggunaan stainless steel adalah

ketahanan korosinya, tetapi pemilihan stainless steel yang tepat harus

disesuaikan dengan aplikasi yang tepat pula. Pada umumnya, korosi

menyebabkan beberapa masalah seperti :

1. Terbentuknya lubang-lubang kecil/halus pada tangki dan pipa-pipa

sehingga menyebabkan kebocoran cairan ataupun gas.

2. Menurunnya kekuatan material disebabkan penyusutan atau

pengurangan ketebalan atau volume material sehingga 'strength'

juga menurun, akibatnya dapat terjadi retak, bengkok, patah dan

sebagainya.

3. Penampilan permukaan material menjadi tidak menarik disebabkan

kerak karat ataupun lubang-lubang

4. Terbentuknya karat-karat yang mungkin mengkontaminasi zat atau

material lainnya, hal ini sangat dihindari khususnya pada proses

produksi makanan.

Secara umum korosi pada stainless steel dapat dikategorikan sbb. :

1. Uniform Corrosion

2. Pitting Corrosion

3. Crevice Corrosion

4. Stress Corrosion Cracking

5. Intergranular Corrosion

6. Galvanic Corrosion
B.1 Uniform Corrosion

Uniform corrosion terjadi disebabkan rusaknya sebagian

atau seluruh protective layer pada SS sehingga SS secara merata

akan berkurang/aus terlihat pada gambar 2.4. Korosi ini terjadi

umumnya disebabkan oleh cairan atau larutan asam kuat maupun

alkali panas. Asam hidroklorit dan asam hidrofluor adalah

lingkungan yang perlu dihindari SS apalagi dikombinasikan

dengan temperatur serta konsentrasi yang cukup tinggi.

Gambar 2.4 Korosi uniform yang menyebabkan berkurangnya dimensi permukaan


benda secara merata.

B.2 Pitting Corrosion

Korosi berupa lubang-lubang kecil sebesar jarum, dimana

dimulai dari korosi lokal (bukan seperti uniform corrosion). Pitting

corrosion ini awalnya terlihat kecil dipermukaan SS tetapi semakin

membesar pada bagian dalam SS yang tersaji pada gambar 2.5.

Korosi ini terjadi pada beberapa kondisi pada lingkungan dengan

PH rendah, temperatur moderat, serta konsentrasi klorida yang

cukup tinggi (misal NaCl atau garam di air laut). Pada konsentrasi

klorida yang cukup tinggi, awalnya ion-ion klorida merusak


protective layer pada permukaan SS terutama permukaan yang

cacat. Timbulnya cacat ini dapat disebabkan oleh kotoran sulfida,

retak-retak kecil akibat penggerindaan, pengelasan, penumpukan

kerak, penumpukan larutan padat. Proses kimia yang terjadi saat

pitting korosi ini dapat dilihat dalam gambar 2.6. Umumnya SS

berkadar Krom (Cr), Molybdenum (Mo) dan Nitrogen (N) yang

tinggi cenderung lebih tahan terhadap pitting corrosion. Pada

industri petrokimia korosi ini sangat berbahaya karena menyerang

permukaan dan penampakan visualnya sangat kecil, sehingga sulit

untuk diatasi dan dicegah terutama pada pipa-pipa bertekanan

tinggi.

Ketahanan material terhadap pitting korosi jenis ini di

formulasikan sbb :

PREN = %Cr + (3,3 x %Mo) + (16 x %N)

Satu hal yang menyebabkan pitting corrosion sangat serius

bahwa ketika lubang kecil terbentuk, maka lubang ini akan terus

cenderung berkembang (lebih besar dan dalam) meskipun kondisi

SS tersebut sangat tertutup atau tidak dapat tersentuh sama sekali.

Oleh karena itu dalam mendesain material untuk lingkungan kerja

yang besar kemungkinan terjadinya pitting korosi digunakan nilai

PREN, sebagai acuan. Contohnya bila dibandingkan antara SS

austenitik seperti 304, 316L, dan SS super-austenitik seperti UR


6B. SS 304 memiliki komposisi (dalam %): < 0,015 C, 18.5 Cr, 12

Ni sedangkan untuk SS 316L memiliki komposisi : < 0,030 C, 17.5

Cr, 13,5 Ni, 2,6 Mo. SS super-austenitik UR 6B memiliki

komposisi : < 0,020 C, 20 Cr, 25 Ni, 4,3 Mo, dan 0,13 N. Dengan

komposisi yang berbeda maka nilai PREN untuk masing-masing

SS adalah: 304 = 18, 316L = 26, dan UR B6 = 37. Dengan

demikian UR B6 memiliki ketahanan akan pitting korosi paling

kuat sedangkan 304 memiliki ketahanan pitting korosi yang

terlemah.

Gambar 2.5 IIustrasi pitting corrosion pada material SS.

Gambar 2.6 Skema proses kimia yang terjadi saat pitting corrosion menyerang dan terus

merusak logam SS.


B.3 Crevice Corrosion

Korosi jenis ini sering terjadi di daerah yang kondisi

oksidasi terhadap krom (Cr) SS sangat rendah bahkan tidak ada

sama sekali (miskin oksigen). Sering pula terjadi akibat desain

konstruksi peralatan yang tidak memungkinkan terjadinya oksidasi

tersebut misal celah antara gasket/packing, celah yang terbentuk

akibat pengelasan yang tidak sempurna, sudut-sudut yang sempit,

celah/sudut antara 2 atau lebih lapisan metal, celah antara mur/baut

dsb. Peristiwa korosi ini terjadi di daerah yang sangat sempit

(celah, sudut, takik dsb) seperti disajikan pada gambar 2.7. Crevice

Corrosion dapat dipandang sebagai pitting corrosion yang lebih

berat/hebat dan terjadi pada temperatur di bawah temperatur

moderat yang biasa menyebabkan pitting corrosion. Cara untuk

menghindari masalah ini, salah satunya dengan membuat desain

peralatan lebih 'terbuka' walaupun kenyataannya sangat sulit untuk

semua aplikasi.

Gambar 2.7 Ilustrasi crevice corrosion yang menyerang saat 2 material bertemu dan membentuk
celah sempit, sehingga terjadi perbedaan kandungan oksigen yang menyebabkan korosi.
B.4 Stress Corrosion Cracking

Dalam kondisi kombinasi antara tegangan (baik tensile,

torsion, compressive maupun thermal) dan lingkungan yang

korosif maka SS cenderung lebih cepat mengalami korosi. Karat

yang mengakibatkan berkurangnya penampang luas efektif

permukaan SS menyebabkan tegangan kerja (working Strees) pada

SS akan bertambah besar. Korosi ini dapat terjadi pula misalnya

pada pin, baut-mur dengan lubangnya/ dudukannya, SS yang

memiliki tegangan sisa akibat rolling, bending, welding dan

sebagainya. Ilustrasi dari korosi ini dapat dilihat pada gambar 2.8.

Korosi ini meningkat jika part yang mengalami stress berada di

lingkungan dengan kadar klorida tinggi seperti air laut yang

temperaturnya cukup tinggi. Sebagai akibatnya aplikasi SS dibatasi

untuk menangani cairan panas bertemperatur di atas 50 0C bahkan

dengan kadar klorida yang sangat sedikit sekalipun (beberapa

ppm). SS yang cocok korosi ini adalah austenitic SS disebabkan

kadar Nikel-nya (Ni) relatife tinggi. Grade 316 secara siknifikan

tidak lebih tahan dibanding 304. Duplex SS (misal 2205/UR 45N)

lebih tahan dibanding 304 atau 316, bahkan sampai temperatur

aplikasi 150oC dan super duplex akan lebih tahan lagi terhadap

stress corrosion cracking. Pada beberapa kasus, korosi ini dapat

dikurangi dengan cara penembakan permukaan logam dengan butir

pasir logam, atau juga meng-annealing setelah SS selesai proses


permesinan, sehingga dapat mengurangi tegangan pada permukaan

logam.

Gambar 2.8 Ilustrasi stress-cracking-corrosion akibat adanya tegangan sisa dan lingkungan
korosif.

B.5 Intergranular Corrosion

Korosi ini disebabkan ketidaksempurnaan mikrostruktur

SS. Ketika austenic SS berada pada temperatur 425-850 oC

(temperatur sensitasi) atau ketika dipanaskan dan dibiarkan

mendingin secara perlahan (seperti halnya sesudah welding atau

pendinginan setelah annealing) maka karbon akan menarik krom

untuk membentuk partikel kromium karbida (chromium carbide) di

daerah batas butir (grain boundary) struktur SS. Formasi kromium

karbida yang terkonsentrasi pada batas butir akan


menghilangkan/mengurangi sifat perlindungan kromium pada

daerah tengah butir. Sehingga daerah ini akan dengan mudah

terserang oleh korosi (Gambar 2.9). Umumnya SS dengan kadar

karbon kurang dari 2 % relative tahan terhadap korosi ini.

Ketidaksempurnaan mikrostruktur ini diperbaiki dengan

menambahkan unsur yang memiliki daya tarik terhadap karbon

lebih besar untuk membentuk karbida, seperti Titanium (misal

pada SS 321) dan Niobium (misal pada SS 347). Cara lain adalah

dengan menggunakan SS berkadar karbon rendah yang ditandai

indeks 'L' -low carbon steel- (misal 316L atau 304L). SS dengan

kadar karbon tinggi akan tahan terhadap korosi jenis ini asalkan

digunakan pada temperatur tinggi pula (misal 304H, 316H, 321H,

347H).

Gambar 2.9 Ilustrasi korosi pada butir akibat terjadinya sensitasi krom (Cr).

B.6 Galvanic Corrosion

Galvanic corrosion terjadi disebabkan sambungan

dissimilar material (2 material yang berbeda terhubung secara

elektris/ tersambung misal baut dengan mur, paku keling/rivet


dengan bodi tangki, hasil welding dengan benda kerja) dan atau

terendam dalam larutan elektrolit, sehingga dissimilar material

tersebut menjadi semacam sambungan listrik. Mekanisme ini

disebakan satu material berfungsi sebagai anoda dan yang lainnya

sebagai katoda sehingga terbentuk jembatan elektrokimia tersaji

pada gambar 2.10. Dengan terjadinya hubungan elektrik tersebut

maka logam yang bersifat anoda akan lebih mudah terkorosi.

Urutan tersebut ditunjukkan pada seri elektrokimia logam berikut :

Logam deret sebelah kiri cenderung menjadi anoda (mudah

berkarat) sementara logam sebelah kanan cenderung menjadi

katoda. Galvanic corrosion ini tergantung pada :

1. Perbedaan ke-mulia-an dissimilar material

2. Rasio luas permukaan dissimilar material, dan konduktifitas

Gambar 2.10 Ilustrasi terjadinya korosi antara dua logam yang berbeda jenis keaktifannya (logam
A dan B).

2.5 Pengelasan Berperisai Tungsen (TIG)

Proses ini merupakan suatu metode pengelasan dengan jalan

dimana suatu busur api listrik dipertahankan diantara sebuah elektroda

tungsen yang bukan mampu habis yang pada hakekatnya berdiri sendiri,
dalam suatu atmosfer argon murni, dengan atau tanpa tambahan kecil gas-

gas berfaedah lain. Perisai gas mencegah kontaminasi logam las oleh

udara. Permukaan paduan alumunium ditutupi oleh lapisan oksida tahan

api bertitik lebur tinggi yang harus dihilangkan sebelum suatu las yang

memuaskan dapat dibuat. Suatu kawat pengisi dapat juga ditambahkan

pada tepi depan genangan cairan untuk membentuk las. Ini merupakan

salah satu sifat busur api arus bolak-balik sehingga menghilangkan oksida

yang kuat selama proses pengelasan.

Proses pengelasan TIG dipakai bila diperlukan las yang rapi,

berkualitas tinggi, dan ekonomis untuk ketebalan sampai 6 mm. Untuk

ketebalan yang lebih dari 6 mm, biasanya digunakan pengelasan MIG,

atau proses pengelasan busur api logam lainnya. Lubang-lubang akar, di

dalam sambungan pipa dengan atau tanpa sisipan yang mampu lebur

dimasuki dengan menggunakan pengelasan TIG karena penetrasi dapat

dikontrol untuk memberikan suatu akhir siraman yang halus.

Gambar 2.11 Alat pengelasan TIG


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bagan Alir penelitian

Bagan alir penelitian ditunjukkan di dalam gambar 3.1 :

Larutan HNO3 65 % Benda Uji (Stainless Steel


Analisis 304),benda uji 1 mengalami
pengelasan, benda uji
2,3,4,5 tidak mengalami
pengelasan.
Pembuatan Larutan HNO3 pH 0,2 dan 0,5
Pencelupan Benda Uji 1,2,3 ke dalam Larutan HNO3 pH 0,2 dan benda 4,5 kedalam larutan HNO3 pH
Direndam pada suhu 700C selama 6 jam, diturunkan sampai pada suhu 290C direndam selama 18 jam. Dilakukan secara p

Pengambilan Data
(ditimbang)

Analisis &
Perhitungan

Kesimpulan &
Saran

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

19
20

3.2 Bahan dan Peralatan

A. Bahan

A.1 Spesimen / benda uji

Bahan yang digunakan sebagai spesimen adalah baja tahan karat

304, dengan komposisi : Cr = 18,358 %, Ni = 8,408 %, C = 0,047

%, Fe = 70,47 %

Gambar 3.2 Baja tahan karat 304 yang dilas

A.2 Larutan HNO3 65 %.

Larutan HNO3 65 % yang dibeli dari laboratorium jurusan

farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.


Gambar 3.3 Larutan HNO3 65 %.

B. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

B.1 Tabung Reaksi, digunakan untuk merendam benda uji.

Gambar 3.4 Tabung reaksi

B.2 pH Meter Elektrik Digital, milik Laboratorium Analisis, Jurusan

Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Digunakan

untuk megukur besar pH yang telah dibuat.


Gambar 3.5 pH meter digital

B.3 Timbangan Elektrik Digital, milik Laboratorium Analisis dan

Instrumen, Jurusan Farmasi Universitas Sanata Dharma,

Yogyakarta, dengan ketelitian sampai 1


gram.
1000

Gambar 3.6 Timbangan digital


B.4 Water Bath digunakan untuk memanaskan larutan supaya dicapai

suhu 700C, dan Thermometer untuk mengukur suhu larutan

Gambar 3.7 Water bath

3.3 Proses Pembuatan Larutan HNO3 pH 0,2 dan 0,5 Dan Proses

Perendaman

Proses pembuatan larutan HNO3 pH 0,2 dan 0,5 dari larutan HNO3

65 % dilakukan pencampuran dengan aquades.

Langkah-langkah dalam proses tersebut :

1. Peralatan dan bahan yang disiapkan :

 Tabung reaksi

 Larutan HNO3 65 %

 Pipet

 pH Meter Elektrik Digital

 Aquades
2. Dalam keadaan normal kadar 1 N HNO3 = 63 gr/ltr HNO3 murni.

Maka untuk memperoleh larutan HNO3 dengan pH 0,2 dari larutan

HNO3 65 %, dengan berat jenis 1,39.

pH 0,2 = 10 0,2 N

= 0,631 N

100
Maka, 0,631
1
  63 = 34,23 ml/ltr
1,3
65
9

Dari hasil pengitungan diatas maka untuk mendapatkan larutan HNO3

dengan pH 0,2 maka diambil 34,23 ml/ltr.

Untuk memperoleh larutan HNO3 dengan pH 0,5 dari larutan HNO3

65 %, dengan berat jenis 1,39.

pH 0,5 = 10 0,5 N

= 0,3162 N

100
Maka, 0,3162 
1
  63 = 22,05 ml/ltr.
1,3
65
9

Dari hasil penghitungan diatas maka untuk memperoleh larutan HNO3

dengan pH 0,5 maka diambil 22,05 ml/ltr.

Kemudian HNO3 65 % dimasukan ke dalam tabung reaksi dan

ditambahkan aquades sedikit demi sedikit sampai volumenya 1 liter.

Kemudian diukur pHnya dengan menggunakan pH Meter.


3. Spesimen dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi yang

telah berisi Larutan HNO3 pH 0,2 dan 0,5.

4. Tabung reaksi dimasukkan ke dalam water bath sampai mencapai suhu

700 C. Untuk suhu 290 C tabung dimasukkan pada water bath yang

tidak dipanaskan sehingga air pada water bath pada suhu kamar.

5. Proses pencelupan dilakukan pada suhu larutan dalam tabung 700 C

selama 6 jam dan juga pada suhu 29 0C selama 18 jam. Hal ini untuk

mendekatkan pada penggunaan secara nyata di dalam prakteknya.

6. Dalam waktu 1 minggu spesimen diambil, dikeringkan dan ditimbang.

Setelah itu spesimen dicelup ke dalam larutan yang sama dengan

volume sama yaitu 1 liter. Karena adanya penguapan maka setiap hari

perlu ditambahkan larutan untuk menjaga pH dan kejenuhannya.

3.4 Analisis Hasil Penelitian

Secara garis besar, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan laju

korosi Stainless Steel 304 yang telah mengalami pengelasan TIG dalam

larutan HNO3 pH 0,2 dan yang tidak mengalami pengelasan pada pH 0,5,

pada suhu 700C selama 6 jam kemudian suhu diturunkan sampai pada

290C selama 18 jam.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil penelitian pada Larutan HNO3 dengan pH 0,5

A. Stainless Steel Yang Mengalami Pengelasan TIG (Benda Uji I)

Benda uji I adalah Stainless Steel 304 yang telah mengalami

pengelasan, direndam pada larutan HNO3 dengan pH 0,5.

Gambar benda uji I :

Gambar 4.3 Benda uji I

Data Spesimen (benda uji I)

1. Tebal benda uji = 2,75 mm

2. Tebal benda uji dengan las = 3,4 mm

3. Berat mula-mula = 18,238 gram

4. Panjang benda uji = 30 mm

5. Lebar benda uji = 26,5 mm

Data perubahan berat Stainless Steel 304 yang telah mengalami

pengelasan pada larutan HNO3 pH 0,5 :

26
Tabel 4.1 Data perubahan berat Stainless Steel 304 yang telah mengalami pengelasan pada larutan
HNO3 dengan pH 0,5

No Minggu ke- Berat benda uji (gram)

1 0 18,238
2 I 18,237
3 II 18,235
4 III 18,235
5 IV 18,234
6 V 18,234
7 VI 18,234
8 VII 18,234
9 VIII 18,234
10 IX 18,234
11 X 18,234
12 XI 18,234
13 XII 18,234
14 XIII 18,233

Analisis Perhitungan

Rumus laju korosi :


y
Laju korosi 
L
t

dengan :

∆ y = penurunan berat (gram)

t = Waktu (minggu)

L = Luas permukaan (dm2)


Dalam persoalan ini digunakan ∆y dengan satuan gram dan

waktu dihitung dalam satuan minggu. Hal ini dikarenakan untuk

mempermudah pengamatan. Dalam penelitian ini benda uji

dicelupkan kedalam larutan HNO3 pH 0,5 dengan suhu 700C selama

6 jam dilanjutkan pada suhu 290C selama 18 jam setiap harinya. Hal

ini untuk mendekatkan pada keadaan sebenarnya.

Luas I = Luas II

Luas III

Gambar 4.4 Keterangan luas benda uji

Luas spesimen = luas I + luas II + luas III

Luas I = 30 mm x 26,5 mm

= 795 mm2

Luas II = 30 mm x 26,5 mm

= 795 mm2

Luas III = (2p + 2l) x tebal

= 310,75 mm2

Luas spesimen = (795 mm2 + 795 mm2 + 310,75 mm2)

= 1900,75 mm2 = 0,190075 dm2


Dari data diperoleh laju korosi :

Laju korosi pada minggu I :

Berat mula-mula = 18,238 gram

Berat pada minggu I = 18,237 gram

Waktu = 168 jam

Maka diperoleh,

∆x = Berat mula-mula – Berat pada minggu I

= 18,238 gram – 18,237 gram = 0,001 gram

0,003
Laju korosi minggu II = = 0,0079 gram/dm2/minggu
0,190075
2

Data laju korosi SS 304 yang telah mengalami pengelasan yang

direndam dalam larutan HNO3 dengan pH0,5 :

Tabel 4.2 Laju korosi SS 304 setelah mengalami pengelasan dalam larutan HNO3 dengan pH0,5

Total
Berat Berat Penurunan Laju Korosi
minggu Luas penurun
No Awal Akhir Berat (gram/dm²/m
ke- (dm²) an berat
(gram) (gram) (gram) inggu)
(gram)
1 1 18.238 18.237 0.001 0.190075 0 0.0000
2 2 18.237 18.235 0.002 0.190075 0.003 0.0079
3 3 18.235 18.235 0 0.190075 0.003 0.0053
4 4 18.234 18.234 0 0.190075 0.003 0.0039
5 5 18.234 18.234 0 0.190075 0.003 0.0032
6 6 18.234 18.234 0 0.190075 0.003 0.0026
7 7 18.234 18.234 0 0.190075 0.003 0.0023
8 8 18.234 18.234 0 0.190075 0.003 0.0020
9 9 18.234 18.234 0 0.190075 0.003 0.0018
10 10 18.234 18.234 0 0.190075 0.003 0.0016
11 11 18.234 18.234 0 0.190075 0.003 0.0014
12 12 18.234 18.233 0.001 0.190075 0.004 0.0018
B. Benda Uji II

Benda uji II merupakan pelat stainless steel yang tanpa

mengalami pengelasan.

Gambar 4.5 Benda uji II

Data Spesimen II :

1. Tebal benda uji = 2,75 mm

2. Berat mula-mula = 17,992 gram

3. Panjang benda uji = 54,5 mm

4. Lebar benda uji = 16,3 mm

Luas spesimen = luas I +luas II + luas III

Luas I = 54,5 mm x 16,3 mm

= 888,35 mm2

Luas II = 54,5 mm x 16,3 mm

= 888,35 mm2

Luas III = (2p + 2l) x tebal

= 389,4 mm2

Luas spesimen = (888,35 mm2 + 888,35 mm2 + 389,4 mm2)

= 2166,1 mm2 = 0,21661 dm2


Tabel 4.3 Data perubahan berat benda uji II pada larutan HNO3 dengan pH 0,5

Berat benda uji


No Minggu ke-
(gram)

1 0 17,992
2 I 17,992
3 II 17,991
4 III 17,989
5 IV 17,989
6 V 17,989
7 VI 17,989
8 VII 17,989
9 VIII 17,989
10 IX 17,989
11 X 17,989
12 XI 17,989
13 XII 17,987

Dari data diperoleh maka laju korosi :


0,001
Laju korosi minggu II = = 0,0023 gram/dm2/minggu.
0,217
2

Tabel 4.4 Laju korosi benda uji II pada larutan HNO3 dengan pH 0,5

Total
Berat Berat Penurunan Laju Korosi
minggu Luas penurunan
No Awal Akhir Berat (gram/dm²/
ke- (dm²) berat
(gram) (gram) (gram) minggu)
(gram)
1 1 17.992 17.992 0 0.217 0 0.0000
2 2 17.992 17.991 0.001 0.217 0.001 0.0023
3 3 17.991 17.989 0.002 0.217 0.003 0.0046
4 4 17.991 17.989 0.002 0.217 0.005 0.0058
5 5 17.989 17.989 0 0.217 0.005 0.0046
6 6 17.989 17.989 0 0.217 0.005 0.0038
7 7 17.989 17.989 0 0.217 0.005 0.0033
8 8 17.989 17.989 0 0.217 0.005 0.0029
9 9 17.989 17.989 0 0.217 0.005 0.0026
10 10 17.989 17.989 0 0.217 0.005 0.0023
11 11 17.989 17.989 0 0.217 0.005 0.0021
12 12 17.989 17.989 0 0.217 0.005 0.0019
C. Benda Uji III

Benda uji III merupakan pelat stainless steel tanpa mengalami

pengelasan. Benda uji III ini, sebelumnya telah mengalami

perendaman dalam larutan H2SO4 dengan pH 0,5 selama 13 minggu.

Kemudian dilanjutkan lagi dengan pencelupan ini.

Gambar 4.8 Benda uji III

Data Spesimen III

1. Tebal benda uji = 2,75 mm

2. Berat mula-mula = 13,845 gram

3. Panjang benda uji = 41 mm

4. Lebar benda uji = 16,45 mm

Luas spesimen = luas I +luas II + luas III

Luas I = 41 mm x 16,45 mm

= 674,45 mm2

Luas II = 41 mm x 16,45 mm

= 674,45 mm2
Luas III = (2p + 2l) x tebal

= 315,975 mm2

Luas spesimen = (674,45 mm2 + 674,45 mm2 + 315,975 mm2)

= 1664,875 mm2 = 0,1664875 dm2

Tabel 4.5 Data perubahan berat benda uji III pada larutan HNO3 dengan pH 0,5

Berat benda uji


No Minggu ke-
(gram)

1 0 13,845
2 I 13,845
3 II 13,844
4 III 13,844
5 IV 13,842
6 V 13,842
7 VI 13,842
8 VII 13,842
9 VIII 13,842
10 IX 13,842
11 X 13,842
12 XI 13,842
13 XII 13,841

Dari data diperoleh maka laju korosi :

0,001
Laju korosi minggu II = = 0,0030 gram/dm2/jam.
0,166
2
Tabel 4.6 Laju korosi benda uji III pada larutan HNO3 dengan pH 0,5

Total
Berat Berat Penurunan Laju Korosi
minggu Luas penurunan
No Awal Akhir Berat (gram/dm²/
ke- (dm²) berat
(gram) (gram) (gram) minggu)
(gram)
1 1 13.845 13.845 0 0.166 0 0.0000
2 2 13.845 13.844 0.001 0.166 0.001 0.0030
3 3 13.844 13.844 0 0.166 0.001 0.0020
4 4 13.844 13.842 0.002 0.166 0.003 0.0045
5 5 13.842 13.842 0 0.166 0.003 0.0036
6 6 13.842 13.842 0 0.166 0.003 0.0030
7 7 13.842 13.842 0 0.166 0.003 0.0026
8 8 13.842 13.842 0 0.166 0.003 0.0023
9 9 13.842 13.842 0 0.166 0.003 0.0020
10 10 13.842 13.842 0 0.166 0.003 0.0018
11 11 13.842 13.842 0 0.166 0.003 0.0016
12 12 13.842 13.841 0.001 0.166 0.004 0.0020

4.2 Hasil penelitian pada Larutan HNO3 dengan pH 0,2

A. Benda Uji IV

Benda uji IV merupakan pelat stainless steel yang tidak

mengalami pengelasan, dan sudah pernah mengalami perendaman

dalam larutan H2SO4. .

Data Percobaan Laju Korosi Stainless Steel 304 tanpa

mengalami pengelasan pada Larutan HNO3 pH 0,2.

Gambar benda uji IV :

Gambar 4.11 Benda uji IV


Data Spesimen IV :

1. Tebal benda uji = 2,75 mm

2. Berat mula-mula = 19,428 gram

3. Panjang benda uji = 54,25 mm

4. Lebar benda uji = 16 mm

Luas spesimen = luas I +luas II + luas III (luas II = luas I)

Luas I = 54,25 mm x 16 mm

= 868 mm2

Luas III = (2p + 2l) x tebal

= 386,38 mm2

Luas spesimen = (868 mm2 + 868 mm2 + 386,38 mm2)

= 2122,38 mm2 = 0,212238 dm2

Tabel 4.7 Data perubahan berat benda uji IV pada larutan HNO3 dengan pH 0,2

Berat benda uji


No Minggu ke-
(gram)

1 0 19,428
2 I 19,428
3 II 19,428
4 III 19,424
5 IV 19,424
6 V 19,424
7 VI 19,423
8 VII 19,423
9 VIII 19,423
10 IX 19,423
11 X 19,423
12 XI 19,422
13 XII 19,422
Tabel 4.8 Laju korosi benda uji IV pada larutan HNO3 dengan pH 0,2

Total
Berat Berat Penurunan Laju Korosi
minggu Luas penurunan
No Awal Akhir Berat (gram/dm²/
ke- (dm²) berat
(gram) (gram) (gram) minggu)
(gram)
1 1 19.428 19.428 0 0.212 0 0.0000
2 2 19.428 19.424 0.004 0.212 0.004 0.0094
3 3 19.424 19.424 0 0.212 0.004 0.0063
4 4 19.424 19.424 0 0.212 0.004 0.0047
5 5 19.424 19.424 0 0.212 0.004 0.0038
6 6 19.424 19.423 0.001 0.212 0.005 0.0039
7 7 19.423 19.423 0 0.212 0.005 0.0034
8 8 19.423 19.423 0 0.212 0.005 0.0029
9 9 19.423 19.423 0 0.212 0.005 0.0026
10 10 19.423 19.423 0 0.212 0.005 0.0024
11 11 19.423 19.422 0.001 0.212 0.006 0.0026
12 12 19.422 19.422 0 0.212 0.006 0.0024

B. Benda Uji V

Benda uji IV merupakan pelat stainless steel yang tidak

mengalami pengelasan, dan sudah pernah mengalami perendaman

dalam larutan H2SO4.

Data Percobaan Laju Korosi Stainless Steel 304 tanpa

mengalami pengelasan pada Larutan HNO3 pH 0,2.

Gambar benda uji V :

Gambar 4.13 Benda uji V


Data Spesimen V :

1. Tebal benda uji = 2,75 mm

2. Berat mula-mula = 14,403 gram

3. Panjang benda uji = 41,3 mm

4. Lebar benda uji = 15 mm

Tabel 4.9 Data perubahan berat benda uji V pada larutan HNO3 dengan pH 0,2

Berat benda uji


No Minggu ke-
(gram)

1 0 14,403
2 I 14,402
3 II 14,4
4 III 14,4
5 IV 14,399
6 V 14,399
7 VI 14,399
8 VII 14,399
9 VIII 14,399
10 IX 14,399
11 X 14,399
12 XI 14,398
13 XII 14,398

Luas spesimen = luas I +luas II + luas III

Luas I = 41,3 mm x 15 mm

= 619,5 mm2

Luas II = 41,3 mm x 15 mm
= 619,5 mm2

Luas III = (2p + 2l) x tebal

= 309,65 mm2

Luas spesimen = (619,5 mm2 + 619,5 mm2 + 309,65 mm2)

= 1548,65 mm2 = 0,154865 dm2

Tabel 4.10 Laju korosi benda uji V pada larutan HNO3 dengan pH 0,2

Total
Berat Berat Penurunan Laju Korosi
minggu Luas penurunan
No Awal Akhir Berat (gram/dm²/
ke- (dm²) berat
(gram) (gram) (gram) minggu)
(gram)
1 1 14.403 14.402 0.001 0.155 0 0.0000
2 2 14.402 14.4 0.002 0.155 0.003 0.0097
3 3 14.4 14.4 0 0.155 0.003 0.0065
4 4 14.4 14.399 0.001 0.155 0.004 0.0065
5 5 14.399 14.399 0 0.155 0.004 0.0052
6 6 14.399 14.399 0 0.155 0.004 0.0043
7 7 14.399 14.399 0 0.155 0.004 0.0037
8 8 14.399 14.399 0 0.155 0.004 0.0032
9 9 14.399 14.399 0 0.155 0.004 0.0029
10 10 14.399 14.399 0 0.155 0.004 0.0026
11 11 14.399 14.398 0.001 0.155 0.005 0.0029
12 12 14.398 14.398 0 0.155 0.005 0.0027

4.3. Pembahasan

Benda uji yang telah mengalami pengelasan maupun yang tidak

mengalami pengelasan dapat terkorosi, ini dapat diketahui karena adanya

pengurangan berat dari benda uji setelah mengalami perendaman dalam

larutan HNO3 pH 0,5 dan juga pada pH 0,2 . Korosi yang terjadi secara

merata pada seluruh permukaan dikarenakan adanya kerusakan lapisan

protective layer yang melindungi Stainless Steel dari korosi. Antara benda
uji yang mengalami pengelasan dengan benda uji yang tidak mengalami

pengelasan tidak ada perbedaan laju korosi yang signifikan, ini

dikarenakan hasil dari pengelasan yang cukup baik. Pada saat terjadi

pengurangan berat benda uji maka benda uji mengalami korosi karena ada

sebagian dari lapisan protective layer yang rusak. Pada saat benda uji

kembali tidak mengalami pengurangan berat atau beratnya stabil, maka

benda uji tidak mengalami korosi. Kemungkinan lapisan protective layer

yang telah rusak kembali terbentuk setelah terjadi reaksi oksidasi antara

Cr yang ada pada Stainless Steel dengan oksigen yang ada di lingkungan

bebas pada saat dilakukan penjemuran dengan sinar matahari sebelum

dilakukan pengukuran berat pada setiap satu minggu sekali. Dari

penampilan visual benda uji tidak ada perubahan warna dari sebelum

dilakukan perendaman dengan setelah dilakukan perendaman.


4.4. Grafik Laju Korosi

A. Larutan HNO3 pPH 0,5

Grafik 4.3 Grafik laju korosi stainless steel 304 dalam larutan HNO3 dengan pH 0,2

B. Larutan HNO3 pH 0,2

Grafik 4.3 Grafik laju korosi stainless steel 304 dalam larutan HNO3 dengan pH 0,2
C. Larutan HNO3 pH 0,2 dan pH 0,5

Grafik 4.4 Grafik laju korosi stainless steel 304 pada larutan HNO3 dengan pH 0,2 dan pH 0,5

Dari data benda uji secara keseluruhan yang telah mengalami

perendaman selama 12 minggu pada larutan HNO 3 dengan pH 0,2

dan pH 0,5 maka dapat diperoleh data sebagai berikut:

Benda uji I direndam dalam larutan HNO3 dengan pH 05

Berat awal : 18,238 gram

Berat akhir : 18,233 gram

Penurunan berat : 0,005 gram


52
Laju korosi/tahun = 0,005x 2
12 = 0,133 gram/dm /tahun
0,190075
Tabel 4.11 Laju korosi benda uji pada larutan HNO3 dengan pH 0,2 selama 12 minggu

Benda pH Berat Berat Luas Penurunan Laju korosi/tahun


uji awal akhir (dm2) berat (gram/dm ²/tahun)
(gram)
1 0,5 18,238 18,233 0,190075 0,005 0,113
2 0,5 17,992 17,987 0,217 0,005 0,099
3 0,5 13,845 13,841 0,166 0,004 0,104
4 0,2 19,428 19,422 0,212 0,006 0,122
5 0,2 14,403 14,398 0,155 0,005 0,139

D. Grafik Laju korosi/Tahun SS 304 pada Larutan HNO3

pH 0,5 dan pH 0,2

Grafik 4.1 Grafik laju korosi stainless steel 304 dalam larutan HNO3 dengan pH 0,2 dan pH 0,5
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut :

1. Dari hasil penelitian selama 12 minggu maka dapat diambil

kesimpulan, antara benda uji yang telah mengalami pengelasan dengan

benda uji yang tidak mengalami pengelasan tidak ada perbedaan yang

signifikan laju korosinya. Semuanya sama-sama mengalami korosi

baik yang mengalami pengelasan maupun yang tidak mengalami

pengelasan. Korosi yang terjadi merata pada seluruh permukaan benda

uji karena rusaknya sebagian dari lapisan protective layer. Laju korosi

rata-rata tertinggi terjadi pada pH 0,2 diprediksikan sebesar 0,139

gram/dm2/tahun , sedangkan untuk laju korosi rata-rata tertinggi yang

terjadi pada pH 0,5 diprediksikan sebesar 0,113 gram/dm2/tahun.

5.2 Saran

1. Gunakanlah alat penimbang berat benda uji yang akurat dan jangan

ganti-ganti timbangan.

2. Keringkan dahulu benda uji sebelum ditimbang, supaya kadar air

hilang.

44
DAFTAR PUSTAKA

Surdia, T., Saito, S.,1985, Pengetahuan Bahan Teknik, Pradnya Paramita,


Jakarta.

Korosi, www.tasteel/main.php, diakses 05 April 2008

Kenyon, W, Diterjemahkan Dines Ginting, 1985, Dasar-dasar Pengelasan,


Erlangga, Jakarta.

Chamberlain, J. & Trethewey, KR. Korosi Untuk Mahasiswa Dan Rekayasawan,


Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

TIG Welding Proces, www.alu-


info.dk/Html/alulib/modul/A00537.htm , diakses 23 juni 2008

Setyahandana, B., Bahan Kuliah Bahan Teknik Manufaktur, Universitas Sanata


Dharma, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai